Anda di halaman 1dari 47

Bab 2

SPV (SPECIAL PURPOSE VEHICLE) SEBAGAI SUATU BENTUK


BADAN HUKUM DAN PENGGUNAANNYA.

Special Purpose Vehicle (SPV) merupakan istilah yang menjadi populer


sejak mencuatnya kasus skandal keuangan internasional yang melibatkan
perusahaan transnasional ENRON di Amerika Serikat tahun 2001. SPV atau yang
disebut juga Special Purpose Company atau Special Purpose Entity adalah suatu
entitas yang menjadi "bankruptcy-remote entity" bagi perusahaan atau individu
yang mendirikannya dengan tujuan khusus seperti sekuritisasi aset, penerbitan
surat hutang, atau akuisisi aset. Selain itu SPV juga merupakan sarana melakukan
financial engineering, memiliki manfaat beragam dari meminimalisir pajak
sampai

menyembunyikan

kewajiban.

Dalam

dunia

hukum

perusahaan

internasional, istilah SPV dikenal juga dengan istilah lain seperti pseudo-foreign
corporations, direct conduit company, dan shell company.
Direct conduit company adalah anak perusahaan yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan untuk menghindari pembayaran pajak berganda dari
penerimaan, dimana sebuah holding company akan didirikan di Negara yang
memiliki perjanjian pajak dengan kedua Negara (Negara induk dan anak
perusahaan), yang akan berfungsi sebagai pipa penyambung penerimaan dari anak
perusahaan kepada induk perusahaan.1 Shell company adalah perusahaan yang
tidak memiliki kegiatan bisnis apapun dan tidak memiliki aset-aset, biasanya
memiliki fungsi untuk mempermudah suatu perusahaan listing2 di bursa efek,
menghindari

dari

kewajiban

membuat

laporan

keuangan,

dan

untuk

menyembunyikan identitas seseorang atau suatu institusi.3 Sedangkan pseudo1

Direct Conduit Company, <http://www.businessdictionary.com/definition/directconduit-company.html>, diunduh tanggal 17 September 2008.


2

Bursa Efek Jakarta, Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Tentang Peraturan
Nomor I.A Tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan
oleh Perusahaan Tercatat, No. Kep-305/BEJ/07-2004, Pasal I angka (16). Listing adalah
pencantuman suatu Efek dalam daftar Efek yang tercatat di Bursa sehingga dapat diperdagangkan
di Bursa.
3

Shell company, <http://moneyterms.co.uk/shell-company/>, diunduh tanggal 17


September 2008.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

foreign corporations adalah suatu badan hukum yang didirikan di satu Negara dan
semua atau sebagian besar transaksi bisnisnya berada di Negara lainnya.4
Dasar hubungan hukum yang terjadi antara perusahaan pendiri dan SPVnya dapat dijelaskan dalam pendekatan holding-subsidiary. Dalam pendekatan
SPV sebagai subsidiary atau anak perusahaan pihak yang mendirikannya disebut
sebagai holding company. Holding company merupakan suatu perusahaan yang
dinamakan perusahaan induk dimana perusahaan itu mengendalikan kegiatan
perusahaan-perusahaan lainnya.5 Holding Company dapat diartikan juga sebagai
perusahaan yang memiliki cukup banyak saham dengan hak suara perusahaan lain
untuk

mengawasi

kebijakan

dan

manajemennya.6

Pengertian

menurut

Encyclopedia of Banking and Finance memberikan definisi: A parent


corporation that owns all or the majority of the stock of its constituent
subsidiaries, or corporations where leisure holding of stock in other corporation
is based on control and investment motives.7
Harry Simmon dalam bukunya Advanced Accounting menyebutkan
parent company adalah suatu perusahaan yang memegang saham perusahaan lain
dan mengendalikan aktivitas perusahaan tersebut. Apabila suatu perusahaan
didirikan secara khusus untuk tujuan memiliki saham perusahaan lain dan untuk
mengendalikan aktivitasnya maka disebut holding company.8
Karena perusahaan yang dibawah pengendalian holding company
dinamakan anak perusahaan atau (perusahaan) subsidiary, maka SPV adalah
4

Domicile of A Pseudo-foreign Corporation: A Comparative Study Between American


and Indian Position, <http://www.legalserviceindia.com/article/l72-Domicile-Of-A-PseudoForeign-Corpora tion.html>, diunduh tanggal 17 September 2008.
5

K. Smith dan D.J. Keane, Company Law, 3rd edition (London: McGraw Hill Inc., 1980),
hal. 746. Dikutip dari Sigit Russeno, Skripsi untuk memenuhi gelar Sarjana Hukum, Tinjauan
HPI Penggunaan SPV/SPE dalam Bentuk Badan Hukum Sebagai Upaya Penghindaran Pajak,
(Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hal. 48.
6

Joel G. Siegel. Dan Jae K. Shim, Kamus Istilah Akuntansi (Jakarta: Media Elex
Komputindo, 1996), hal. 221. Dikutip dari Sigit Russeno, Op. Cit.
7

Terjemahan bebasnya adalah Induk perusahaan yang memiliki seluruh atau sebagian
besar saham dari anak perusahaannya, atau perusahaan yang memiliki kebebasan mengendalikan
saham perusahaan lain berdasarkan atas tujuan investasi dan pengendalian.
8

Harry Simon dan W.E. Karen Brock, Advanced Accounting (Taipe: Meyya publication,
1989), hal. 194. Dikutip dari Sigit Russeno, Op. Cit., hal. 49.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

subsidiary yang didirikan dengan tujuan khusus dimana saham (dengan hak
suara)-nya dimiliki dalam jumlah banyak oleh perusahaan pendiri sehingga
kebijakan dan manajemennya diawasi dan aktivitasnya dikendalikan oleh
perusahaan pendiri tersebut.9

2.1.

SPV (Special Purpose Vehicle) Dalam Kerangka Perusahaan

Transnasional
Dalam penerbitan global notes,10 maka SPV yang digunakan adalah SPV
yang didirikan di luar wilayah hukum tempat induk perusahaan didirikan atau
yang biasa disebut off-shore SPV. Induk perusahaan membentuk anak perusahaan
atau perusahaan terkendali atau perusahaan terafiliasi di Negara tempat global
notes tersebut akan diterbitkan. Biasanya Negara yang dipilih adalah Negara yang
secara ekonomis memiliki keringanan pajak ataupun Negara yang memiliki
Double Tax Agreement (DTA) atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) dengan Negara tempat induk perusahaan didirikan. Skema ini
menyebabkan perusahaan yang memiliki off-shore SPV (untuk selanjutnya akan
ditulis SPV saja) dapat diklasifikasikan sebagai perusahaan transnasional.
John H. Dunning, meletakkan beberapa pandangan awal mengenai teori
keberadaan Transnational Corporations (TNC) atau perusahaan transnasional dan
memberi definisi Transnational corporations are enterprises which own or
control value-added activities in two or more countries. The usual mode of
ownership and control is by foreign direct investment.11
9

Pengertian dalam jumlah banyak di Indonesia diartikan sebagai lebih dari 50% (lima
puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya, dan dikendalikan
memiliki arti kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan
Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. Lihat Indonesia (a), Undang-undang
Tentang Perseroan Terbatas, No. 1, LN. No. 13 Tahun 1995, TLN. No. 3587, penjelasan pasal 29.
10

Pengertian dari global notes sudah dijelaskan pada catatan kaki bab pertama. A bond
issued and traded outside the country whose currency it is denominated in, and outside the
regulations of a single country; usually a bond issued by a non-European company for sale in
Europe.
11

John H. Dunning, Introduction: The Nature of Transnational Corporations and their


Activities dalam John H. Dunning (editor), United Nations Library on Transnational
Corporations Volume 1 (The Theory of Transnational Corporations), (London: Routledge, 1993),
hal. 1. Terjemahan bebasnya adalah Perusahaan transnasional adalah perusahaan yang memiliki
atau mengontrol value-added activities di dua negara atau lebih. Biasanya cara kepemilikan dan
pengontrolannya dengan investasi (asing) langsung.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

Karena kontrol dan kepemilikannya berbentuk penanaman modal langsung atau


dimiliki secara langsung oleh induk perusahaan, maka dalam konsep ini SPV
dapat dimasukan ke dalam definisi value-added activities di atas.
Banyak sekali bentuk hukum dari perusahaan transnasional ini. Peter
Muchklinski, membedakan klasifikasi bentuk-bentuk hukum Multinational
Enterprises atau MNE, dalam hal ini memiliki pengertian sama dengan
perusahaan transnasional dan untuk selanjutnya akan ditulis perusahaan
transnasional saja, dari berbagai aspek ekonomi dan hukum:
a) Contractual Forms;
b) Equity Based Corporate Groups;
c) Joint Ventures;
d) Informal Alliances between MNEs;
e) Publicly Owned MNEs;
f) Supranational Forms of International Business.12
Contractual forms (bentuk berdasarkan perjanjian) adalah bentuk bisnis
yang tidak memerlukan pendirian subsidiary di negara tuan rumah, untuk
mencapai persediaan pasar asing.13 Kontrak yang mengikat secara hukum
menawarkan bermacam-macam pilihan, dalam hal ini mulai dari penjualan ekspor
satuan sampai consortia (perjanjian kerja sama) internasional yang rumit dan
permanen.14 Hubungan kontrak ini dapat dibedakan antara kontrak yang ditujukan
kepada distribusi dan yang ditujukan kepada produksi.15 Bentuk yang paling
umum dari perusahaan transnasional adalah equity based corporate group
(kelompok perusahaan berdasarkan ekuitas), yaitu kelompok perusahaan yang
dikontrol dengan erat yang dihubungkan oleh saham-saham yang dimiliki oleh
induk perusahaan atau holding companies tingkat menengah mereka.16
12

Peter Muchlinski, Multinational Enterprises and The Law, (Massachusetts: Blackwell,


1999), hal. 62.
13

Ibid.

14

Ibid.

15

Ibid., hal. 63.

16

Ibid., hal. 65.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

Joint venture (patungan usaha) melibatkan kerja sama dari dua atau lebih
induk perusahaan yang terhubung, melalui venture tersebut, dalam usaha untuk
mendapatkan kegiatan perdagangan umum, keuangan, ataupun teknis.17 Tidak
seperti hubungan holding-subdiary, dimana dikontrol oleh satu perusahaan
dominan, joint venture biasanya melibatkan kontrol saham oleh beberapa
perusahaan, dan diperlakukan sebagai suatu perusahaan asosiasi untuk keperluan
akuntansi. Informal Alliances between MNEs (persekutuan informal antar
perusahaan

transnasional)

mengambil

bentuk

penggabungan

perusahaan

transnasional dimana perusahaan-perusahaan induk bermaksud secara penuh


untuk mengintegrasikan kegiatan bisnis mereka, dan dimana joint holding dari
aset-aset kelompok membutuhkan kegunaan dari struktur equity based untuk
memfasilitasi integrasi kepemilikan secara internasional dan untuk memastikan
keuntungan dari konsep tanggung jawab terbatas.18
Walaupun adanya tekanan zaman terhadap privatisasi,19 tetap masih tersisa
sejumlah perusahaan transnasional signifikan yang dimiliki negara, baik sebagian
atau seluruhnya. Publicly owned MNEs (perusahaan transnasional milik negara)
dapat muncul melalui salah satu dari dua jalan, yaitu apakah itu perusahaan milik
negara

yang

mengadopsi

strategi

ekspansi

secara

internasional,

atau

menasionalisasi sebuah perusahaan transnasional yang sudah ada.20 Bentuk


terakhir dari klasifikasi ini, Supranational Forms of International Business
(bentuk-bentuk supra-nasional dari bisnis internasional), melibatkan bentukbentuk yang dibentuk di bawah hukum-hukum yang diadopsi oleh organisasi
regional, ditujukan untuk pendorongan dari kerja sama antara perusahaanperusahaan lebih dari satu negara anggota organisasi tersebut.21 Bentuk ini juga
17

Ibid., hal. 72.

18

Ibid., hal. 74.

19

Indonesia (b), Undang-undang Tentang Badan Usaha Milik Negara, No. 19, LN. No.
70 Tahun 2003, TLN. 4297, Pasal 1 angka (12). Privatisasi adalah penjualan saham Persero,
baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan
nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas
pemilikan saham oleh masyarakat.
20

Ibid., hal. 75. Publicly-owned disini menurut Muchlinski adalah state-owned enterprise
atau perusahaan yang (sahamnya) dimiliki negara.
21

Ibid., hal. 76.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

membedakan public international corporation dengan publicly owned MNEs,


sehingga tidak ada kebingungan antara dua bentuk bisnis internasional yang
berbeda ini.
Contractual forms dapat mengontrak sebuah perusahaan SPV yang
berdasar pada sebuah kontrak produksi atau distribusi, dan publicly owned MNEs
dapat menyebabkan negara memiliki perusahaan SPV yang berdiri di luar negara
tersebut. Namun karena SPV dibentuk untuk tujuan tertentu, seperti sekuritisasi
aset; penerbitan surat hutang; atau akuisisi aset, oleh sebuah induk perusahaan
yang memiliki dan mengontrolnya dalam hubungan kepemilikan saham (ekuitas),
maka bentuk hukum perusahaan transnasional yang tepat untuk SPV adalah equity
based corporate groups.
Di dalam konsep SPV sebagai perusahaan transnasional terdapat
perusahaan yang didirikan di lebih dari satu negara, maka dari itu akan dibahas
aspek hukum kewarganegaraan perusahaan. Dan karena ada hubungan holdingsubsidiary dalam konsep ini maka akan dibahas juga aspek hukum perusahaan
yang melekat pada hubungan tersebut yaitu piercing the corporate veil.

2.1.1. Kewarganegaraan Perusahaan


Perusahaan adalah organisasi atau asosiasi yang dibentuk untuk tujuan
komersil, sosial, atau tujuan-tujuan lainnya yang diatur dalam hukum perdata
suatu Negara dan keberadaannya diakui sebagai badan hukum oleh hukum
tersebut. Menurut beberapa pendapat ahli hukum, Chidir Ali menyimpulkan
pengertian badan hukum mencakup:
a) perkumpulan orang (organisasi),
b) dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan hukum,
c) mempunyai harta kekayaan tersendiri,
d) mempunyai pengurus,
e) mempunyi hak dan kewajiban
f) dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.22
Di Indonesia Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Yayasan diakui sebagai
badan hukum di Indonesia oleh UU. Tetapi menurut jurisprudensi dan pendapat
22

Chidir Ali, Badan Hukum, Cet. 2, (Bandung: PT. Alumni, 1991), hal. 21.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

para ahli yang berlaku, partnership seperti firma dan CV adalah badan hukum
terpisah yang artinya bisa memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para
mitra.23 Dalam sistem common law, partnership dianggap sebagai badan yang
tidak dapat memiliki kewarganegaraan, tetapi di beberapa Negara civil law
partnership adalah badan hukum sehingga dapat memiliki kewarganegaraan.24
Dalam kewarganegaraan perusahaan ada 3 teori yang banyak digunakan sebagai
penentu permasalahan ini:
a)

Teori inkorporasi. Menurut prinsip ini badan hukum tunduk kepada


hukum tempat ia didirikan atau dibentuk. Teori ini dianut oleh negara
dengan sistem hukum common law.

b)

Teori tempat kedudukan secara statutair. Yang berlaku adalah hukum


dari tempat dimana menurut statutair-nya badan hukum mempunyai
kedudukan. Dalam praktiknya tempat kedudukan statutair adalah juga
sekaligus tempat dididirikannya badan hukum (inkorporasi).

c)

Teori manajemen efektif. Menurut prinsip ini yang berlaku adalah


tempat dimana badan hukum memiliki tempat kedudukan kantor
pusat yang efektif (siege social). Teori ini dianut oleh negara-negara
dengan sistem hukum civil law.25

Di Indonesia, teori kewarganegaraan perusahaan yang digunakan adalah teori


inkorporasi dan manajemen efektif secara akumulatif.26
Persoalan mengenai paham kewarganegaraan perusahaan menimbulkan
banyak pendapat yang menentangnya, karena tidak ada keuntungan apa-apa dari
menguraikan kewarganegaraan kepada badan hukum dan karena banyak

23

I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2005), hal. 49 dan 53.
Firma adalah bentuk permitraan yang pada umumnya digunakan dalam bidang komersial
seperti usaha perdagangan dan pelayanan. CV atau yang biasa disebut Persekutuan
Komanditer adalah suatu perusahaan yang didirikan oleh satu orang atau beberapa orang secara
tanggung-menanggung, bertanggung jawab untuk seluruhnya atau bertanggung jawab secara
solider, dengan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang.
24

Chidir Ali, Op. Cit., hal. 22.

25

Sudargo Gautama (a), Hukum Perdata Internasional (Jilid III Bagian I Buku ke-7), Ed.
2, Cet. 2, (Bandung: PT Alumni, 2004), hal. 337.
26

Indonesia (c), Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, No. 40, LN. No.106
Tahun 2007, TLN. No.4756, pasal 5.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

digunakan hanya sebagai kepentingan hukum publik kepada Negara nasional


bersangkutan.27 Namun apabila paham ini dibatalkan pada tujuan-tujuan hukum
publik dan dirumuskan sebagai hubungan suatu badan hukum dengan suatu
Negara lain, maka tidak akan menjadi sebuah permasalahan. Kewarganegaraan
dari perusahaan menjadi penting di bawah hukum internasional untuk berbagai
macam tujuan. Contohnya adalah sebuah Negara bertanggung jawab atas cedera
yang dialami perusahaan asing, dan Negara dari perusahaan itu dapat mengajukan
klaim atas cedera tersebut. Negara juga dapat menggunakan yurisdiksinya untuk
menerapkan hukumnya atas tindakan perusahaan berkewarganegaraan Negara
tersebut diluar wilayah Negara tersebut. Kewarganegaraan perusahaan menjadi
relevan ketika negara-negara menagih treaty rights atas warga negaranya.28
Ada beberapa perkembangan mengenai pandangan kewarganegaraan
perusahaan dalam prakteknya di dunia atau khususnya di Amerika Serikat yang
hukum perusahaannya berkembang. Walaupun pertumbuhan investasi asing
langsung telah dibalap oleh negara-negara Eropa dan Jepang sejak tahun 1980-an,
tetapi Amerika Serikat adalah negara yang menjadi rumah dari perusahaan
transnasional yang signifikan terbanyak di dunia.29 Karena itu perkembangan dari
hukum perusahaan di Amerika Serikat dapat menjadi acuan bagi prinsip
kewarganegaraan perusahaan.

2.1.1.1.

Pertautan yang Lebih Signifikan Daripada Kewarganegaraan


Karena sebuah perusahaan memiliki kewarganegaraan dari Negara tempat

dia didirikan, biasanya perusahaan tidak memiliki kewarganegaraan lebih dari


satu Negara. Tetapi pertautan selain kewarganegaraan mungkin akan menjadi
penting untuk berbagai macam tujuan, seperti tujuan-tujuan yang telah disebutkan
pada paragraf sebelumnya. Untuk keadaan tertentu, Negara lain dapat
memperlakukan setara dengan kewarganegaraan fakta-fakta bahwa:
27

Ibid., hal. 333.

28

American Law Institute, Op. Cit., hal 64.

29

Linda A. Mabry, Multinational corporations and U.S. technology policy: Rethinking


the concept of corporate nationality dalam Georgetown Law Journal Volume 87 February 1999,
(Georgetown Law Journal Association, 1999), hal. 570 dan 579.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

a) saham dalam jumlah yang besar dari sebuah perusahaan dimiliki dari
warga Negara dari Negara tersebut, contohnya apabila sebuah perusahaan
A yang merupakan warga negara X memiliki saham dalam jumlah besar
atas perusahaan B (warga negara Y);
b) perusahaan dikendalikan dari sebuah kantor di dalam Negara tersebut,
contohnya apabila perusahaan B (warga negara Y) dikendalikan dari
kantor di dalam negara X; atau
c) perusahaan memiliki sebuah principal place of business di Negara
tersebut, contohnya perusahaan B (warga Negara Y) memiliki tempat
bisnis utama di negara X.30
Negara yang memiliki pertautan tersebut (negara X) kepada sebuah perusahaan
(perusahaan B, warga negara Y) dapat memperlakukan perusahaan tersebut
seperti warga negaranya sendiri paling tidak untuk tujuan-tujuan tertentu. Bahkan
dalam keadaan tertentu Negara dapat mengenakan hukumnya untuk perusahaan
tersebut untuk tindakan-tindakan yang dilakukan diluar negara tersebut.31
Negara Perancis (menganut teori tempat manajemen efektif atau siege
social) mengatur bahwa perusahaan yang dikendalikan di negara lain, walaupun
dikendalikan dari Perancis, tidak diakui sama sekali di mata hukum Perancis
apabila prosedur pendirian perusahaan Perancis tidak pernah dipenuhi.32 Klaim
negara untuk mengontrol aktivitas perusahaan asing yang sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh perusahaan negara tersebut dapat dilihat dalam kasus
FRUEHAUF CORP. melawan MASSARDY di Court Appeal Paris tahun 1965.
Klaim dari Amerika Serikat untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan dari sebuah
perusahaan karena mayoritas sahamnya dimiliki oleh sebuah induk perusahaan
Amerika Serikat, melawan klaim dari Perancis atas keberlakuan hukum Perancis
karena siege social-nya berada di Perancis.

30

American Law Institute, Loc. Cit.

31

Jason S. Bell, Violation of International Law and Doomed U.S. Policy: An Analysis of
The Cuban Democracy Act dalam University of Miami Inter-American Law Review Volume 25
Fall 1993, (University of Miami, 1993), hal 107.
32

American Law Institute, Loc. Cit.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

10

Fruehauf Corp. adalah perusahaan Detroit, Amerika Serikat, yang


memiliki 2/3 (dua pertiga) saham dari Fruehauf-France, S.A. dan lima dari
delapan dewan direksi perusahaan Perancis ini adalah warga negara Amerika
Serikat.33 The United States Treasury Department atau Departemen Keuangan
Amerika Serikat mengeluarkan perintah langsung kepada Fruehauf corp untuk
mencegah Fruehauf-France melanjutkan proses penjualan 60 buah van (mini bus)
kepada perusahaan Perancis lainnya yang akan menjual van-van tersebut ke Cina,
tetapi pembeli menolak pembatalan kontrak tersebut.34 Pada masa itu atau
tepatnya tahun 1960-an Amerika Serikat sedang melakukan embargo perdagangan
ke Cina daratan.35 Takut pembatalan kontrak secara sepihak akan mencemarkan
nama Fruehauf-France, Direktur-direktur Perancis menuntut direktur-direktur
Amerika Serikat dan juga Fruehauf Corp. di pengadilan Perancis, dan pengadilan
Perancis memutuskan bahwa penjualan tetap diselesaikan.36 Michael Gordon
memberi komentar terhadap kasus pengiriman van-van Fruehauf Corp ini: On
the other hand, there was no real economic or security interest in the United
States in seeing to it that these buses were not delivered. They were not, after all,
military vehicles. They were just buses.37 Maka dari itu kepentingan ekonomi
(dan juga keamanan) menjadi sebuah pertimbangan penting dalam keberlakuan
hukum secara extraterritorial, walaupun yang menang adalah hukum lokal karena
siege social-nya kebetulan lokal.
i. Exclusive Territorial Jurisdiction
Selain ketiga alasan di atas ada alasan ke-empat yaitu sebuah perkembangan baru
bagi pertautan setara kewarganegaraan, prinsip exclusive territorial juridiction

33

Cindy G. Buys, United States Economic Sanctions: The Fairness of Targeting


Persons From Third Countries dalam Boston University International Law Journal Volume 17,
(Trustees of Boston University, 1999), hal. 256-257.
34

Ibid., hal. 257.

35

Michael W. Gordon, Second Annual International Business Law Symposium: Trading


with Cuba: The Cuban Democracy Act and Export Rules dalam Florida Journal of International
Law Volume 8, (Florida Journal of International Law, 1993), hal. 343.
36

Cindy G. Buys, Loc. Cit.

37

Michael W. Gordon, Loc. Cit.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

11

atau biasa disebut extraterritorial jurisdiction.38 Kebiasaan hukum internasional


mengenal 4 (empat) dasar jurisdiksi yang memberikan kemungkinan terhadap
extraterritorial jurisdiction ini, yaitu prinsip nasionalitas, prinsip universalitas,
prinsip perlindungan, dan prinsip personalitas pasif.39
Prinsip nasionalitas adalah prinsip yang paling umum diterima bagi
pengecualian extraterritorial jurisdiction ini. Di bawah prinsip ini, sebuah negara
dapat mengatur tindakan warga Negara-nya baik di dalam maupun di luar teritori
negara terebut. Perusahaan, sebuah ciptaan hukum suatu negara, dipertimbangkan
sebagai warga negara dari negara inkorporasi. Sama halnya dengan individu,
negara lain dapat menolak kewarganegaraan perusahaan ketika tidak ditemukan
genuine link antara perusahaan dengan negara inkorporasi.40 Prinsip
universalitas

memberikan

semua

negara jurisdiksi

atas

serangan

yang

membahayakan kepentingan komunitas internasional, seperti pembajakan dan


kejahatan perang.41 Prinsip perlindungan memberikan suatu negara jurisdiksi atas
tindakan extraterritorial asing yang mengarah kepada keamanan negara atau
integritas dari fungsi negara.42 Prinsip personalitas pasif mengizinkan suatu
negara untuk menggunakan jurisdiksinya atas asing yang melakukan kejahatan
terhadap warga negara-nya di luar teritori negara tersebut.43
Ada prinsip yang lebih luas daripada keempat prinsip di atas dalam
memberikan landasan bagi extraterritoriality jurisdiction dalam The Third
Restatement of the Foreign Relations of the United States,44 yaitu prinsip
38

Extraterritorial Jurisdiction adalah jurisdiksi suatu negara yang melewati batas


teritorial kedaulatan hukum negara tersebut. Dalam hukum internasional (publik), prinsip ini
seperti kekebalan hukum lokal yang diberikan kepada premises dari staf diplomatik.
39

Allen DeLoach Stewart, New World Ordered: The Asserted Extraterritorial


Jurisdiction of The Cuban Democracy Act of 1992 dalam Louisiana Law Review Volume 53
March 1993, (Louisiana Law Review, 1993), hal. 1394.
40

Ibid.

41

Ibid., hal. 1395.

42

Ibid.

43

Ibid.

44

Khususnya section 414 tentang Jurisdiction with Respect to Activities of Foreign


Branches and Subsidiaries.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

12

territorial objektif. Prinsip ini memberikan jurisdiksi negara bagi aktivitas


subsidiary asing negara tersebut, apabila aktivitas tersebut memiliki efek yang
substansial bagi regulating state.45 Jadi doktrin efek ini-lah yang dijadikan batas
bagi negara untuk memberlakukan hukumnya kepada subsidiary asing perusahaan
yang berkewarganegaraan mereka. Dan doktrin ini juga telah diterima secara
umum.46
Selain prinsip-prinsip jurisdiksi di atas, kita dapat melihat juga
perkembangan teori kewarganegaraan di dalam prakteknya yang menuju
extraterritoriality jurisdiction. Dalam praktek hukum di Amerika Serikat,
kewarganegaraan perusahaan ditentukan oleh faktor tempat perusahaan didirikan
atau kewarganegaraan dari pemilik atau individu yang dianggap mengontrol
kegiatannya dan dikenal dengan control test.47 Tetapi pada perkembangannya,
muncul pendapat untuk mengadopsi economic commitment test dimana
kewarganegaraan perusahaan dilihat dari faktor struktur, organisasi, dan sarana
operasional dari perusahaan.48 Economic commitment test melihat kepada 4
faktor, yaitu: lokasi geografis dari aset-aset utama perusahaan; sifat alami asetaset tersebut; struktur organisasional perusahaan, memfokuskan kepada hal-hal
yang dapat mempengaruhi proses pembuatan keputusan perusahaan dengan caracara yang relevan dengan tujuan kegiatan terebut; dan terakhir apakah perusahaan
adalah secara fakta dikendalikan pemerintah asing; dan bahkan kewarganegaraan
pekerja juga pantas dipertimbangkan.49
ii. Prinsip Unitary Basis Pada Perusahaan Transnasional
Sistem hukum domestik biasanya membagi lagi perusahaan transnasional
kedalam komponen perusahaan yang terpisah, berkewarganegaraan sesuai dengan

45

Jason S. Bell, Loc. Cit., hal. 108-109. Prinsip ini menjadikan prinsip extraterritoriality
jurisdiction terhadap subsidiary asing dalam U.S. Cuban Democracy Act 1992 menjadi
kontroversi, karena Amerika Serikat juga menerapkan embargo ekspor ke Kuba bahan makanan
dan peralatan panen yang tidak memiliki efek yang substansial di Amerika Serikat.
46

Allen DeLoach Stewart, Loc. Cit., hal. 1393.

47

Linda A. Mabry, Loc. Cit., hal. 566.

48

Ibid., hal 567.

49

Ibid., hal. 593-594.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

13

aturan-aturan yang ada di atas. Mereka mengharuskan setiap transaksi antara


perusahaan-perusahaan terafiliasi harus mengikuti prinsip arms length, yaitu
transaksi tersebut dilakukan dengan anggapan mereka tidak berafiliasi, sehingga
tidak ada permasalahan conflict of interest.50 Hukum Amerika Serikat
mengharuskan sebuah perusahaan transnasional yang berbasis di Amerika Serikat
untuk membuat pembukuannya berdasarkan konsolidasi yang menggambarkan
kegiatan-kegiatan subsidiary-nya baik yang domestik maupun asing.51
Beberapa negara bahkan menegaskan pajak bagi perusahaan transnasional
berdasarkan unitary basis yang (tidak seperti arms length test) menganggap
mereka tidak berguna apabila dipisahkan menjadi komponen yang terpisah.52
Dalam kasus First Nat. City Bank melawan Banco Para El Commercia Exterior
de Cuba, Pengadilan mengesampingkan pemisahan badan hukum dari sebuah
Bank (Negeri) Kuba yang menuntut sebuah Bank Amerika Serikat, sehingga bank
tersebut dianggap alter-ego dari pemerintah Kuba berdasarkan prinsip ekuitas
yang dikenal secara internasional.53
Sistem hukum beberapa negara yang menjadi tuan rumah perusahaan
transnasional telah memberlakukan teori-teori yang memandang subsidiary lokal
sebagai bagian satu kesatuan perusahaan, dan menarik kesimpulan bahwa semua
aset dari perusahaan harus dapat dijangkau bagi kewajiban subsidiary. Cia-Swift
sebuah perusahaan Argentina, yang 100% sahamnya dimiliki oleh Deltec
perusahaan berkewarganegaraan Bahamas, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan
Argentina.54 Lalu pengadilan memperluas tanggung jawab sampai kepada badan

50

Bryan A. Garner, Blacks Law Dictionary, 8th Edition, (St. Paul: West, 2004), arms
lenght: adj. Of or relating to dealings between two parties who are not related or not on close
terms and who are presumed to have roughly equal bargaining power; not involving a confidential
relationship (an arm's-length transaction does not create fiduciary duties between the parties).
51

American Law Institute, Loc. Cit., hal. 70.

52

Ibid.

53

United States Supreme Court, FIRST NATIONAL CITY BANK v. BANCO PARA EL
COMERCIO EXTERIOR DE CUBA, Decision of 17 June 1983, hal. 633-634.
54

Reuven S. Avi-Yonah, National Regulation of Multinational Enterprises: An Essay on


Comity, Extraterritoriality, and Harmonization dalam Columbia Journal of Transnational Law
Volume 42, (Columbia Journal of Transnational Law Association, Inc., 2003), hal. 15-16.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

14

hukum Deltec karena menganggap Cia-Swift adalah satu kesatuan unit ekonomi
(economic unit) dengan Deltec.55
Dalam kasus The Wood Pulp, The European Court of Justice (ECJ)
mengeluarkan putusan pada Desember 1988 yang menganut doctrine effect.56
Bahkan perusahan-perusahaan dalam Wood Pulp Cartel yang terlibat dalam kasus
price fixing tidak ada yang memiliki afiliasi di dalam European Community,
hanya sebatas mengekspor ke dalam saja. Pengadilan banding akhirnya mengakui
keberlakuan prinsip teritorial objektif yang menjadi dasar bagi prinsip doctrine
effect, bahkan memodifikasinya.57

2.1.1.2.

Pengertian Khusus Kewarganegaraan Perusahaan dari Perjanjian


Internasional

i.

Convention on the Settlement of Investment Disputes between


States and Nationals of other States (ICSID Convention)

ICSID (International Centre for Settlement of Invesment Disputes) adalah


institusi otonomi internasional yang dibentuk dibawah konvensi ICSID (atau
konvensi Washington) dengan 150 negara anggota. Tujuan utama ICSID adalah
memfasilitasi konsiliasi dan arbitrase dari sengketa investasi internasional.
Konvensi ini adalah perjanjian multilateral yang diformulasikan oleh Direktur
Eksekutif The World Bank, dan mulai berlaku pada 14 Oktober 1966.58 Konvensi
ini mencoba untuk menghapuskan halangan kepada aliran investasi internasional
yang disebabkan oleh resiko non-komersial dan absennya metode internasional
khusus untuk penyelesaian sengketa investasi. ICSID memainkan peranan penting

55

Ibid. Satu kesatuan unit ekonomi diterjemahkan dengan unified structure of decision
and interest which makes (the Deltec enterprise) a single unit.
56

James J. Friedberg, The Convergence of Law in An Era of Political Integration: The


Wood Pulp Case and The Alcoa Effects Doctrine dalam University of Pittsburgh Law Review
Volume 52, (University of Pittsburgh Law Review, 1991), hal. 319.
57

Ibid., hal. 320. Doctrine effet telah dijelaskan pada pembahsan A.1.1. diatas. Disebut
memodifikasi karena doctrine effect seharusnya berlaku terhadap subsidiary dari negara yang
menerapkan doktrin ini.
58

About
ICSID,
<http://icsid.worldbank.org/ICSID/FrontServlet?requestType=
CasesRH&actionVal=ShowHome&pageName=AboutICSID_Home>, diunduh tanggal 20
November 2008.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

15

dalam wilayah investasi dan perkembangan ekonomi internasional dan


dipertimbangkan sebagai institusi arbitrase internasional terdepan dalam
pengabdiannya terhadap penyelesaian sengketa antara investor dengan negara.59
Konvensi ini memberikan pengertian bahwa investor yang bersengketa
adalah pribadi hukum yang bukan warga negara dari (pihak) negara yang
bersengketa.60 Tetapi pribadi hukum warga negara dari negara yang bersengketa,
yang karena kontrol asing diperlakukan berkewarganegaraan lain, dapat juga
menjadi pihak investor yang bersengketa.61 Dibawah ketentuan ini, perusahaan
lokal yang dikontrol oleh pemilik asing diberikan hak untuk menuntut negaranya
sendiri, karena telah disepakati dalam konvensi ini bahwa perusahaan lokal harus
diperlakukan seperti warga negara lain karena kontrol asingnya.62 Letco,
perusahaan yang didirikan di bawah hukum Republik Liberia tetapi dikendalikan
dan dimiliki secara 100% oleh warga negara Perancis, mengajukan tuntutan
melawan pemerintah Liberia atas pelanggaran perjanjian konsensi.63 ICSID
menyatakan bahwa Letco sangatlah jelas berada dalam kontrol asing dilihat dari
100% kepemilikan dari dokumen resmi pemerintah Liberia dan juga kontrol
efektif dari warga negara Perancis yang terlihat dari struktur pengambilan
keputusan mereka.64

59

Ibid.

60

Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of


other States 1965, pasal 25 ayat (2) huruf (a).
61

Ibid., pasal 25 ayat (2) huruf (b).

62

Gabriel Bottini, Indirect Claims Under The ICSID Convention dalam University of
Pennsylvania Journal of International Law Volume 29 Spring 2008, (Trustees of the University of
Pennsylvania, 2008), hal 569-570.
63

International Centre for Settlement of Investment Disputes, LIBERIAN E. TIMBER


CORP. V. REPUBLIC OF LIBERIA, 2 ICSID (Worldbank) 346 (1986).
64

Mary L. Moreland, Foreign Control And Agreement Under ICSID Article


25(2)(b): Standards for Claims Brought by Locally Organized Subsidiaries Against Host States
dalam Currents: International Trade Law Journal Volume 9, (Currents: International Trade Law
Journal, 2000), hal. 19.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

16

ii.

United Nations Conference on the Law of The Sea (UNCLOS) III


1982

UNCLOS 1982 adalah sebuah perjanjian internasional yang mengatur


semua aspek tradisional dari penguasaan dan penggunaan lautan samudra.
Konvensi ini ditandatangani pada 10 Desember 1982, setelah negosiasi lebih dari
150 negara yang mewakili seluruh regional di dunia selama 14 tahun.65 Konvensi
ini mulai berlaku pada 16 November 1994, dan menjadi sumber hukum utama
hukum laut secara internasional sejak saat itu. Dalam UNCLOS juga dijelaskan
bahwa selain Enterprise66, badan hukum yang dapat memohon hak untuk
eksplorasi dan eksploitasi di The Area67, adalah badan hukum dari negaranegara anggota UNCLOS atau dikontrol secara efektif oleh warga negara dari
negara-negara tersebut.68 Jadi badan hukum walaupun bukan Enterprise (organ
dari Authority69), namun dikendalikan secara efektif oleh warga negara salah
satu negara anggota, dapat memohon hak eksplorasi dan eksploitasi karena
diperlakukan berkewarganegaraan salah satu negara anggota.

iii.

Perjanjian Bilateral

Perbedaan pengertian mengenai kewarganegaraan perusahaan terkadang


ditemukan dalam perjanjian bilateral seperti perjanjian pajak, perjanjian
persahabatan, perdagangan, dan navigasi (treaties of Friendship, Commerce, and
Navigation atau biasa disebut FCN Treaty), dan dalam klaim penyelesaian
65

1982 United Nations Convention on Law of the Sea (UNCLOS), <http//www.eoearth.


org/article/United_Nations_Convention_on_Law_of_the_Sea_(UNCLOS),_1982>,
diunduh
tanggal 20 November 2008.
66

The Enterprise shall be the organ of the Authority. UNITED NATIONS


CONVENTIONS ON THE LAW OF THE SEA 1982, pasal 170.
67

The Area and its resources are the common heritage of mankind. No State shall claim
or exercise sovereignty or sovereign rights over any part of the Area or its resources, nor shall
any State or natural or juridical person appropriate any part thereof. No such claim or exercise of
sovereignty or sovereign rights nor such appropriation shall be recognized. All rights in the
resources of the Area are vested in mankind as a whole, on whose behalf the Authority shall act.
Ibid., pasal 136-137.
68

Ibid., pasal 153 ayat (2) huruf (b) dan pasal 4 annex III.

69

There is hereby established the International Seabed Authority. All States Parties are
ipso facto members of the Authority. Ibid., pasal 156.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

17

perjanjian. Amerika Serikat termasuk yang banyak memiliki perjanjian-perjanjian


bilateral seperti ini.
a. Perjanjian Pajak
Umumnya di dalam perjanjian-perjanjian pajak (tax treaties)
Amerika Serikat, mendefinisikan United States Corporation sebagai
satu dibentuk atau dijalankan di bawah hukum Amerika Serikat atau di
bawah negara lain atau teritori dari Amerika Serikat.70 Dalam perjanjian
penghindaran pajak berganda antara Amerika Serikat dengan Jerman tahun
1954, German Company didefinisikan juga mencakup juridical persons
dan entitas yang diperlakukan sebagai juridical persons untuk tujuantujuan pajak dibawah hukum negara Republik Federal Jerman.71
Sedangkan dalam perjanjian pajak Amerika Serikat dan Perancis tahun
1968, French Corporation juga mencakup entitas yang diperlakukan
sebagai badan perusahaan di bawah hukum pajak Perancis, yang mana
adalah resident di dalam Perancis untuk tujuan pajak Perancis.72
b. FCN Treaty (Friendship-Commerce-navigation)
Perjanjian-perjanjian

FCN

biasanya

memperlakukan

sebuah

perusahaan bukan warga negara salah satu contracting party sehingga


tidak dapat mendapatkan keuntungan apapun dalam perjanjian tersebut
apabila perusahaan tersebut sahamnya dikendalikan oleh negara lain (third
country atau negara ke-tiga. Dalam perjanjian FCN antara Amerika Serikat
dan Perancis pada tahun 1960, perusahaan-perusahaan yang dibentuk di
bawah hukum dan regulasi yang berlaku di dalam teritori salah satu dari
contracting party (Amerika Serikat dan Perancis) harus diperlakukan
sebagai companies73 daripadanya dan juga status hukum mereka harus
70

American Law Institute, Loc. Cit., hal. 67.

71

United States (a), Convention Between the United States of America and the Federal
Republic of Germany for the Avoidance of Double Taxation With Respect to Taxes on Income (US
Treaty T.I.A.S. No. 3133, 5 U.S.T. 2768, 1954 WL 43360), pasal II angka (1) huruf (f).
72

United States (b), Convention Between the United States and France With Respect to
Taxes on Income and Property (US Treaty T.I.A.S. No. 6518, 19 U.S.T. 5280, 1968 WL), pasal 2.
73

United States (c), Convention of Establishment Between the United States of America
and France (U.S. Treaty T.I.A.S. No. 4625, 11 U.S.T. 2398, 1960 WL 57354), pasal XIV (4).
Companies means:

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

18

diakui dalam teritori contracting party yang lain.74 Dan contracting party
tersebut dapat me-reserve (mencabut sebagian dari perjanjian) keuntungan
dari perjanjian (kecuali pengakuan terhadap status hukum dan akses
kepada pengadilan), kepada setiap perusahaan yang dimana warga negara
third country secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan
kepentingannya dalam hal kepemilikan saham dan pimpinannya.75
Definisi perusahaan dalam perjanjian FCN Amerika Serikat
dengan Jepang tercermin dari kasus Sumitomo Shoji America, Inc.,
perusahaan yang didirikan di New York dan wholly-owned (dimiliki
seluruhnya) oleh perusahaan Jepang. Pengadilan distrik New York
memandang bahwa pengertian companies pada perjanjian FCN76 adalah
sebuah prinsip inkorporasi, sehingga yang masuk ke dalam pengertian ini
adalah kantor cabang, bukan subsidiary dari perusahaan Jepang.77 Namun
pengadilan Appeal menganggap bahwa wholly-owned subsidiary dapat
dimasukkan ke dalam pengertian companies dalam perjanjian FCN,
sama halnya dengan kantor cabang (dari perusahaan Jepang) yang
beroperasi di Amerika Serikat.78 Pengadilan Appeal ini menyertai dengan

a) as concerns the United States of America, corporations, partnerships, limited liability


companies, and other entities having legal personality, whether or not with limited
liability, but for pecuniary profit;
b) as concerns France, socits civiles, socits en nom collectif, associations en
participation, socits en commandite simple, socits en commandite par actions,
socits anonymes, socits responsabilit limite and, in general, entities having
legal personality for pecuniary profit.
74

Ibid., pasal XIV (5).

75

Ibid., pasal XIII.

76

United States (d), Treaty of Friendship, Commerce and Navigation Between the United
States of America and Japan (US Treaty T.I.A.S. No. 2863, 4 U.S.T. 2063, 1953 WL 44533), Pasal
XXII ayat (3). Companies means corporations, partnerships, companies and other associations,
whether or not with limited liability and whether or not for pecuniary profit. Companies
constituted under the applicable laws and regulations within the territories of either Party shall be
deemed companies thereof and shall have their juridical status recognized within the territories of
the other Party.
77

United States District Court South District New York (a), AVIGLIANO v. SUMITOMO
SHOJI AMERICA, INC., 473 F.Supp. 506, 5 Juni 1979, hal. 510.
78

United States Court of Appeals Second Circuit (a), AVIGLIANO v. SUMITOMO SHOJI
AMERICA, INC., 638 F.2d 552, 9 Januari 1981, hal. 555-556.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

19

alasan

mengapa

subsidiary

dimasukkan

kedalam

pengertian

companies perjanjian FCN ini.79


c. Perjanjian Klaim Penyelesaian Sengketa
Dalam klaim penyelesaian sengketa perjanjian bilateral biasanya
kewarganegaraan didasarkan kepada kepemilikan saham, contohnya
adalah perjanjian bilateral antara Amerika Serikat dan Polandia pada tahun
1960.80 Dalam lampiran perjanjian ini dinyatakan bahwa yang
mendapatkan dana pengganti akibat nasionalisasi negara Polandia adalah
aset yang secara berkelanjutan dimiliki secara langsung oleh badan hukum
yang berada di bawah hukum Amerika Serikat atau negara lain atau entitas
politik lainnya, dimana 50% atau lebih dari seluruh saham atau
kepentingan proprietary-nya dimiliki oleh warga negara Amerika
Serikat.81

2.1.1.3.

Perlindungan Diplomatik Perusahaan dalam Melindungi Pemegang

Saham

atau Anak Perusahaan Melawan Negara Inkorporasi


Sebuah negara memiliki hak untuk mewakili dan mengusahakan

perlindungan diplomatik bagi perusahaan yang memiliki kewarganegaraannya


selayaknya warga negaranya sendiri. Namun negara penerima juga berhak untuk
menolak perlindungan negara tersebut apabila perusahaan tidak memiliki genuine
link dengan negara tersebut.82 Dalam putusan ICJ pada second phase, dalam kasus
79

Ibid., hal. 556. Pertama, pengadilan distrik seharusnya melihat perjanjian FCN ini
untuk melindungi investasi asing secara umum dan tidak dibatasi oleh investasi asing melalui
kantor cabang. Kedua, perusahaan Jepang dapat saja dengan mudah mengelak dari pendapat
pengadilan distrik dengan cara merubah wholly-owned subsidiary-nya menjadi kantor cabang. Dan
yang terakhir, sejak pasal VI(4), VII(1), and VII(4) dari perjanjian memberikan subsidiary secara
eksplisit perlindungan dan hak-hak, maka mengeluarkan mereka dari hak-hak dalam pasal VII
adalah "crazy-quilt pattern."
80

American Law Institute, Loc. Cit.

81

United States (e), Agreement Between The Government of the United States of America
and the Government of the Polish People's Republic Regarding Claims of Nationals of The United
States (U.S. Treaty T.I.A.S. No. 4545, 11 U.S.T. 1953, 1960 WL 57278), pasal A Huruf (b) Annex.
82

American Law Institute, Loc. Cit., hal 65. Tidak memiliki genuine link diartikan
perusahaan didirikan di negara tersebut hanya untuk kenikmatan hukum atau legal convenience
(negara tax heaven) dan/atau perusahaan tidak memiliki hubungan yang berarti dengan negara
tersebut seperti properti, pendirian kantor atau pembukaan perdagangan atau industri, aktivitas
bisnis yang penting, atau kediaman yang berarti dari pemegang saham.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

20

mengenai Barcelona Traction, Light and Power Company, Limited (Belgia


melawan Spanyol) pada 1962, pengadilan menolak tuntutan Belgia.83 Tuntutan
yang diajukan ke pengadilan pada 19 Juni 1962 ini lahir dari keputusan pailit di
Spanyol atas Barcelona Traction, sebuah perusahaan yang didirikan di Kanada.
Tujuan dari tuntutan Belgia ini adalah untuk mencari ganti rugi atas kerugian yang
dialami warga negaranya, pemegang 88% saham Barcelona Traction, dari
tindakan pailit yang dilakukan kepada Barcelona Traction oleh organ negara
Spanyol (yang menurut mereka berlawanan dengan hukum internasional).84
Pengadilan menemukan bahwa Belgia kekurangan dasar hukum untuk
menggunakan perlindungan diplomatik pemegang saham terhadap sebuah
perusahaan Kanada, berkenaan dengan tindakan yang diambil melawan
perusahaan tersebut di Spanyol.85
Penolakan diplomasi ini disebabkan karena adanya aturan umum dalam
dunia Internasional bahwa atas tindakan melawan hukum terhadap perusahaan
foreign capital, negara dari perusahaan lah yang boleh melakukan diplomasi dan
menuntut ganti rugi.86 Namun ICJ juga merumuskan pengecualian terhadap aturan
umum ini, yaitu apabila:
a) badan hukum perusahaan terbukti sudah dianggap mengalami kematian
hukum atau ceased to exist; dan
b) negara

dari

perusahaan

kekurangan

kapasitas

untuk

melakukan

perlindungan.87
Kasus Barcelona Traction akhirnya memberikan preferen kepada negara
tempat berdirinya perusahaan (Kanada) daripada negara dengan pertautan yang
lebih banyak (Belgia), dalam hal mewakili perusahaan melawan negara ketiga
83

Case Concerning Barcelona Traction, Light and Power Company, Limited, Judgement
of
5
February
1970
(second
phase),
<http://ita.law.uvic.ca/documents/ICJBarcelonaSecondDecision.pdf.>, diunduh pada 23 Oktober 2008.
84

Ibid.

85

Ibid.

86

International Court of Justice (a), CASE CONCERNING THE BARCELONA


TRACTION, LIGHT AND POWER COMPANY, LIMITED (SECOND PHASE) Judgement of 5
February 1970, hal. 46-47 (Delivers Judgement), poin. 88.
87

Ibid., hal. 40 (Delivers Judgement), poin. 64.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

21

(Spanyol, negara yang memailitkan perusahaan).88 Seperti yang telah dijelaskan


dalam pengecualian di atas, pemegang saham baru bisa melakukan penuntutan
apabila perusahaan telah mengalami kematian dalam hukum atau ceased to
exist di negara tempat ia didirikan.89 Tetapi ICJ menegaskan dalam putusannya
bahwa negara Belgia dapat saja melakukan tindakan hukum belakangan melawan
Kanada, dan dalam situasi yang berbeda dapat saja diajukan klaim atas
pelanggaran direct rights pemegang saham.90
Apabila kematian dalam hukum diartikan sebagai kehilangan status
subyek hukum, maka kematian dalam hukum dapat diartikan menurut hukum:
tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum; tidak berwenang bertindak
menjadi pendukung hak; dan tidak mempunyai hak dan kewajiban.91 Dalam hal
pailit maka perusahaan masih dapat melakukan perbuatan hukum dalam bidang
hukum kekayaan, walaupun kurator dapat meminta pembatalan atas perbuatan
hukum tersebut.92 Namun di Indonesia pencabutan terhadap putusan pailit yang
telah berkekuatan hukum tetap, dan harta pailit perusahaan tetap tidak cukup
untuk membayar biaya kepailitan, maka perusahaan dianggap bubar atau dalam
hal ini tidak memiliki kewenangan subyek hukum seperti di atas atau mengalami
kematian dalam hukum.93
Sebuah negara tidak dapat memaksa perusahaan yang didirikan di negara
tersebut, untuk lebih dulu melepaskan hak atas perlindungan dari negara induk
perusahaan atau negara pemegang saham induk perusahaan.94 Namun ada
pengecualian terhadap perlindungan diplomatik seperti ini, yaitu ketentuan
pelepasan hak atas perlindungan negara dalam calvo clause, dimana dalam

88

Ibid., hal. 3 (Introduction).

89

Gabriel Bottini, Loc. Cit., hal. 586.

90

International Court of Justice (a), Op. Cit., hal. 48-49 (Delivers Judgement), poin. 95.

91

R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cet.5, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hal 227-228.

92

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Cet.2, (Malang: UMM Press, 2007), hal 112.

93

Indonesia (c), Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas, No. 40, LN. No.106
Tahun 2007, TLN. No.4756, pasal 142 ayat (1) huruf (d).
94

Jason S. Bell, Loc. Cit., hal. 110-111.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

22

perjanjian investasi diperjanjikan bahwa perusahaan melepaskan hak atas


perlindungan diplomatiknya.95
Pada 1981 Amerika Serikat dan Iran membuat sebuah persetujuan The
Claims Settlement Declaration of 1981 yang membentuk Iran-United States
Claims Tribunal mendefinisikan sebuah perusahaan berkewarganegaraan Iran
atau Amerika Serikat dilihat dari minimal kepemilikan saham lebih dari 50%.96
Dalam kasus Flexi-van Leasing, Inc. melawan Islamic Republic of Iran
pengadilan menetapkan prinsip kewarganegaraan perusahaan, bahwa perusahaan
Amerika Serikat harus memberi bukti nama dan alamat para pemegang saham
mereka dan bukti yang lebih detail bahwa lebih dari 50% saham mereka dimiliki
oleh warga negara Amerika Serikat.97
Peraturan perundang-undangan Amerika Serikat yang melarang partisipasi
asing dalam industri-industri seperti pengangkutan pantai, penyiaran radio
maupun televisi, dan penerbangan domestik telah menegaskan kewarganegaraan
perusahaan dilihat dalam kaitannya dengan kewarganegaraan pemegang saham
dan pimpinan perusahaan.98 Bahkan Federal Communications Commission (FCC)
menuntut Westinghouse Electric Co., sehubungan dengan permintaan atas izin
broadcast, untuk membuktikan lebih detail dari hanya sekedar membuktikan
bahwa 75% saham mereka tinggal di Amerika Serikat.99 Dengan bantuan saksi
ahli kemudian Westinghouse melakukan sebuah metode untuk menghitung
persentasi kontrol asing pada saham mereka, yang kemudian batas dalam
kepemilikan

saham

inilah

menjadi

sebuah

tes

dari

kewarganegaraan

perusahaan.100

95

Bryan A. Garner, Op. Cit., Calvo clause: A contractual clause by which an alien
waives the right to invoke diplomatic immunity. Such a clause typically appears in a contract
between a national government and an alien.
96

American Law Institue, Loc. Cit.

97

Monroe Leigh, Jurisdiction-Corporate Nationality dalam American Journal of


International Law Volume 77 July 1983, (American Journal of International Law, 1983), hal. 644.
98

American Law Institue, Loc. Cit., hal. 68.

99

Detlev F. Vagts, The Corporate Alien dalam Harvard Law Review Volume 74 June
1961, (Harvard Law review Association, 1961), hal. 1537.
100

Ibid., hal. 1538.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

23

2.1.1.4.

Pseudo-foreign Corporations

Pseudo-foreign corporation adalah perusahaan yang memiliki karakter


utama lokal/domestik tetapi didirikan di negara asing.101 Di Amerika Serikat
sendiri pernah ada usaha untuk membuat undang-undang yang secara khusus
menggunakan istilah pseudo-foreign corporations kepada aturan-aturan tertentu
dari hukum perusahaan lokal. The General Statutes Commission dari North
Carolina menyerahkan kepada General Assembly pada tahun 1955 sebuah
rancangan New Business Corporation Act. S. Bill No. 49, yang memberi definisi
kepada pseudo-foreign corporations dan membuat beberapa aturan hukum
perusahaan lokal dapat diterapkan kepada perusahaan seperti itu.102 Instrumen
tersebut dinyatakan efektif pada 1 Juli 1957, tetapi aturan-aturan yang
berhubungan

dengan

pseudo-foreign

corporations

telah

dikeluarkan.103

Pemisahan sudah seharusnya dibuat antara perusahaan pseudo-foreign dengan


perusahaan asing sebenarnya, ini akan terlihat apabila kita melihat kemungkinan
pembenaran secara teori untuk memperlakukan keduanya secara sama. Sangat
susah untuk mendukung bahwa pseudo-foreign corporations dapat berada dalam
jangkauan hukum lokal, tetapi perusahaan-perusahaan tersebut dapat bekerjasama
akan adanya pendekatan yang membuat pemisahan tersebut, walaupun pemisahan
ini belum dapat tergambar secara jelas dalam keputusan-keputusan mereka.
a. Pseudo-foreign-corporations dalam hukum negara chartering state
sebagai hukum yang mengatur
Satu kemungkinan mengapa pseudo-foreign corporations ini tidak
terjangkau hukum lokal adalah pandangan bahwa Anggaran Dasar (AD)
perusahaan adalah sebuah kontrak. Maka aturan dasar kebebasan berkontrak dan
pilihan hukum bagi kontrak haruslah berlaku, sehingga pemilihan tempat
pendirian menunjuk hukum di negara tempat pendirian tersebut sebagai hukum
101

Ervin R. Latty, Pseudo-foreign Corporations dalam S.J. Rubin and Don Wallace, Jr.
(eds), United Nations Library on Transnational Corporation Volume 19 (Transnational
Corporations and National Law), (London: Routledge, 1994), hal.72.
102

North Carolina Business Corporation Act, 1955 North Carolina Session Law 1432,
Chapter 1371.
103

Ibid.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

24

yang berlaku. Lalu keabsahan dari kontrak tersebut ditentukan dari tempat
berlangsungnya kontrak, yaitu negara tempat inkorporasi. Kebebasan dalam AD
tetap memiliki batasan dalam bentuk aturan-aturan khusus yang diharuskan atau
dilarang oleh pengadilan maupun undang-undang. Sangatlah tidak logis apabila
hukum lokal secara otomatis dikeluarkan keberlakuannya hanya karena pihakpihak, dengan memilih negara inkorporasi, menerapkan kebebasan berkontrak
dalam hal hukum lokal tidak secara sepenuhnya membiarkan kebebasan
berkontrak.104 Supremasi eksklusif hukum dari negara inkorporasi mungkin
diberikan karena menghasilkan kepastian dan kemudahan aplikasi. Namun itu
bukan berarti hukum lokal bagi pseudo-foreign corporations akan mempersulit,
tetapi bukan berarti pula hukum tersebut berlaku penuh karena formalitas
prosedural adalah murni hukum negara inkorporasi. Doktrin yang menyebutkan
bahwa perusahaan adalah entitas terpisah dari para pemegang sahamnya
memanglah memberikan kemudahan dan kepastian, tetapi seringkali aplikasinya
tidak realistis.105 Penyelesaiannya adalah pemisahan entitas akan dikesampingkan
apabila sangat diperlukan untuk menghindari hasil yang tidak menyenangkan,
seperti apabila sebuah perusahaan memiliki modal yang terlalu tipis sehingga
pendiri dianggap tidak memiliki limited liability.106
b. Pseudo-foreign

corporations

sebagai

pengecualian

teori

inkorporasi
Sebagian besar pembicaraan hukum di Perancis memusat kepada konsep
dari kewarganegaraan dari sebuah perusahaan, yang akan mengatur hukum
personal yang dapat diterapkan kepada perusahaan. Seperti telah disebutkan
sebelumnya banyak para ahli yang mempertentangkan konsep nasionalitas ini,
namun terlepas dari apakah hukum yang mengatur perusahaan adalah melalui
konsep nasionalitas atau yang lain, faktor yang menentukan dalam menentukan
lokasi perusahaan adalah manajemen aktif atau social seat.107 Selalu ada
104

Elvin R. Latty, Loc. Cit., hal. 73-74.

105

Ibid., hal. 74.

106

Ibid., hal. 75.

107

Ibid., hal. 78. The concept of social seat is an attempt to get at the place where the
center of the corporate activities mat be logically said to be-the brain or nerve center, if one

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

25

kelemahan untuk semua teori, begitu juga dengan social seat ini, tetapi jarang
sekali ada kejadian dimana markas eksekutif atau kantor utama tidak dapat
ditentukan, paling tidak diantara dua negara.
Walaupun adanya perbedaan pendapat mengenai doktrin diantara otoritas
hukum negara-negara, tetapi ada satu kebulatan suara atas satu hal yaitu tempat
inkorporasi tidak membuat pada kenyataannya mengatur hukum yang mengatur
perusahaan. Ervin R. Latty dalam artikelnya Pseudo-foreign corporations
menyebutkan dan menterjemahkan beberapa pandangan ahli hukum internasional
yang diambil dari buku mereka:108

It would permit the most notorious frauds, since a quick trip to London or
Guernsey would suffice to fix the companys nationality....Nationality
would thus depend on the founders arbitarty will, and this is very danger
that case law...has sought to avoid. COPPER ROYER, SOCIETES
ANONYMES 21 (3d ed. 1925).
"Nationality cannot depend on the will of the founders .... Otherwise, it
would be too easy for the founders to evade the laws that they deem too
severe .... For the same reason the nationality of a company cannot
depend, jure soli, on the country where ... the formalities or organization
were accomplished. HOUPIN & BOSVIEUX, SOCIETES 223-24 (6th ed.
1928).
"French case-law has never viewed the place of formation of the
corporation as the determinative element serving as a base for the
applicable law .... Since the founders would be able to form their
corporation in any country they choose, the situation would be exactly as
if one applied the rule of autonomy [i.e., let the incorporators arbitrarily
choose the law for the corporation]. LOUSSOUARN, CONFLITS DE
LOIS EN MATIERE DE SOCIETES 54,51 (1949).
"One cannot permit the founders ... to decide at their pleasure whether the
company they are forming shall be French or foreign. Otherwise, the
founders could take the company out from under the provisions of the
[French corporation] laws. These laws would thereby become a dead
letter, to be evaded whenever they seem inconvenient. LYON-CAEN &
RENAULT, TRAITE DE DROIT COMMERCIAL 1023-24 (5th ed. 1929).

may resort to anthropomorphic language. Perhaps a rough approximation, for our purpose, would
be the main office or the executive headquarters.
108

Ibid., hal. 84.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

26

"Nationality cannot be fixed by the laws of the place where the act of
incorporation took place since thereby the founders could ... elude the
protective rules of the law .... SURVILLE, DROIT INTERNATIONAL
PRIVE 720 (7th ed. 1925).
Percobaan untuk membawa urusan perusahaan dibawah hukum dari negara yang
salah dipandang sebagai penipuan hukum walaupun terbukti tidak adanya
maksud subjektif untuk menghindari atau menipu siapapun, jadi apabila social
seat adalah lokal maka inkorporasi di luar negeri tidak membuat perusahaan
menjadi asing untuk kebutuhan hukum perselisihan.109
Social seat harus diterapkan senyatanya, sehingga apabila social seat
sebenarnya adalah negara inkorporasi, walaupun secara logika semestinya
memiliki karakter lokal, maka perusahaan berhasil dianggap sebagai perusahaan
asing. Maka dari itu banyak penulis yang menyatakan bahwa social seat tidaklah
cukup hanya dengan yang nyata atau riil tetapi juga yang serius, yang berarti
alasannya harus bisa memenuhi alasan bisnis yang serius, tidak hanya keinginan
untuk lepas dari hukum lokal saja.110 Tetapi ini bukan berarti apabila sebuah
alasan bisnis yang substansial ada untuk meng-inkorporasi di jurisdiksi tertentu,
perusahaan dapat diatur oleh hukum negara inkorporasi dimanapun social seatnya berada. Karena alasan bisnis yang substansial hanya berfungsi memperkuat
alasan apabila social seat-nya sama dengan tempat inkorporasi.
Apabila pengadilan di Eropa telah menetapkan sebuah perusahaan adalah
lokal, walaupun didirikan di luar negeri, maka akan berlaku hukum lokal
baginya.111 Bahkan dapat dinyatakan tidak ada apabila tidak dapat memenuhi
hukum lokal tersebut, atau bisa juga perusahaan dinyatakan tidak sempurna yang
akan menghilangkan sifat limited liability.112 Banyak sekali istilah-istilah hukum
yang dapat digunakan pengadilan-pengadilan (pada kasus yang tepat) untuk
mengesampingkan entitas perusahaan, maka aturan perselisihan yang pada intinya
109

Ibid., hal 78-79.

110

Ibid., hal. 79.

111

Ibid.

112

Ibid., hal. 80. Hemard, Nullits de Socits (1926), hal 456 dan 839.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

27

melihat negara inkorporasi sebagai hukum yang mengatur sebuah perusahaan,


tidak lagi lebih suci daripada doktrin status personal perusahaan.113

2.1.2. Piercing the Corporate Veil


2.1.2.1.

Pengertian Piercing the Corporate Veil

Doktrin piercing the corporate veil atau penyingkapan tirai perusahaan


dikenal hampir dalam semua sistem hukum modern, walau dalam aplikasi dan
derajat pengakuannya dalam kasus berbeda-beda. Munir Fuady memberikan
definisi: "Piercing the corporate veil adalah suatu doktrin atau teori yang
diartikan sebagai suatu proses membebani tanggung jawab ke pundak orang atau
perusahaan lain, atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan
pelaku (badan hukum), tanpa melihat kepada fakta bahwa perbuatan tersebut
sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut.114

Maka doktrin ini mengesampingkan asas keterpisahan antara pemegang saham


perusahaan dengan perusahaan itu sendiri dan mengenakan tanggung jawab
kepada pemegang sahamnya.
Pada tahun 1931 Frederick Powell memberikan tiga syarat yang harus
dipenuhi sebelum teori piercing the corporate veil dapat berlaku: (1) kontrol atas
perusahaan; (2) yang digunakan untuk melakukan tindakan yang merupakan
penipuan atau pelanggaran; dan (3) mengakibatkan kehilangan atau kerugian yang
tidak adil bagi penuntut.115 Tiga syarat dasar ini tetap menjadi landasan dasar bagi
sebagian besar negara, walaupun syarat-syarat bagi keberlakuan doktrin piercing
the corporate veil ini terus berkembang. Bahkan syarat terakhir telah banyak
berkembang, sebagian besar negara tidak mengharuskan penuntut untuk
membuktikan telah terjadi kerugian sebelum pengadilan menyingkap tabir
113

Ibid., hal 86. istilah-istilah hukum tersebut: alter ego, buffer, blind, cloak, cover,
delusion, dummy, mere fiction, mere form, mere formality, illusory mirage, screen, sham,
simulacrum, subterfuge, tool.
114

Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 8.
115

Frederick Powell, Parent and Subsidiary Corporations: Liability of a Parent


Corporations of Its Subsidiary, (Chicago: Callaghan and Company, 1931), hal. 3.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

28

perusahaan dan mengenakan tanggung jawab kepada pemilik perusahaan. Jadi hal
yang paling utama adalah membuktikan bahwa perusahaan dan pemiliknya tidak
lagi bertindak sebagai subjek hukum yang terpisah dan ada tindakan yang
melanggar hukum yang dilakukan oleh perusahaan.116 Terdapat dua teori yang
dapat membuktikan bahwa perusahaan dan pemiliknya tidak bertindak sebagai
subjek hukum yang terpisah, yaitu alter ego theory dan instrumentality theory.
Dalam alter ego theory, pengadilan akan mengabaikan asas keterpisahan
keberadaan perusahaan apabila tampaknya pemilik perusahaan itu telah
melakukan seperti itu pula. Dua elemen yang harus dibuktikan oleh penutut
adalah: (1) bahwa perusahaan sangat terpengaruhi dengan tindakan pemiliknya
sehingga batasan mereka menjadi hilang; dan (2) apabila dipertahankan asas
keterpisahan badan hukum dengan pemiliknya pada kasus tersebut maka akan
menimbulkan ketidakadilan atau penipuan/pemalsuan.117 Pengadilan menentukan
suatu perusahaan merupakan alter ego dari pemiliknya apabila terdapat salah satu
faktor-faktor: (1) permodalan yang tidak pantas; (2) kegagalan memenuhi
formalitas perusahaan; (3) percampuran dana; dan (4) memperlakukan aset
perusahaan sebagaimana milik individual.118
Instrumentality theory menyatakan pemilik perusahaan bertanggung jawab
atas tindakan perusahaan apabila penuntut dapat membuktikan tiga syarat, yaitu:
(1) penggunaan perusahaan sebagai instrumen pemilik, syarat ini diartikan sebagai
penguasaan mutlak atas suatu subjek hukum; (2) tujuan yang melawan hukum;
dan (3) akibat kerugian atau kehilangan yang tidak adil dikarenakan tindakan
perusahan

tersebut.119

Penguasaan

mutlak

memerlukan

penuntut

untuk

membuktikan adanya kontrol yang luar biasa atas perusahaan yang digunakan
pemiliknya untuk melakukan penipuan atau pelanggaran, melanggar kewajiban
perusahaan, melakukan tindakan yang tidak jujur dan tidak adil atas hak hukum
116

Ibid., hal. 3-4.

117

Handel C.H. Lee dan David M. Blumental, Parent Company and Shareholder
Liability: Piercing the Corporate Veil of Chinese Corporate Subsidiaries dalam Business Law
International Volume 5 No. 2, ((G) Business Organisations, 2004), hal 223.
118

Frederick Powell, Op. Cit., hal. 4-5.

119

Handel C.H. Lee dan David M. Blumental, Op. Cit., hal. 224.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

29

penuntut. Powell mengemukakan adanya sebelas faktor yang dapat menyebabkan


pengadilan menyatakan subsidiary merupakan instrumen belaka dari perusahaan
induknya:
1.

Perusahaan induk memiliki semua atau hampir seluruhnya modal dalam


anak perusahaan;

2.

Perusahaan induk dan subsidiary memiliki susunan direksi dan


manajemen yang sama;

3.

Perusahaan induk membiayai anak perusahaan;

4.

Perusahaan induk membeli semua saham subsidiary atau menyebabkan


pembentukannya;

5.

Anak perusahaan memiliki permodalan yang tidak cukup;

6.

Perusahaan induk membayarkan gaji dan pengeluaran atau kerugian dari


anak perusahaannya;

7.

Subsidiary tidak memiliki usaha lainnya kecuali dengan induk


perusahaan;

8.

Dalam dokumen induk perusahaan atau dalam pernyatan pegawainya,


subsidiary dijelaskan sebagai departemen atau divisi dari induk
perusahaan yang tanggung jawabnya berada di induk perusahaan;

9.

Induk perusahaan menggunakan aset anak perusahaannya selayaknya


miliknya;

10. Direksi subsidiary tidak memberikan keputusan atas dasar kepentingan


perusahaannya tetapi menuruti perintah dari induk perusahaan untuk
keuntungan mereka;
11. Syarat-syarat legal formal subsidiary tidak terpenuhi.120
Faktor-faktor ini yang pada umumnya digunakan dalam menentukan apakah
sebuah perusahaan adalah instrumen dari induk perusahaannya.
Teori alter ego dan instrumentality dapat disebut juga dengan teori
keagenan atau agency theory, yaitu meletakkan perusahaan sebagai agen dari
pemegang saham. Ini menunjukkan bahwa sebagai agen, perusahaan tidaklah
bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan olehnya sesuai dengan maksud

120

Frederick Powell, Op. Cit., hal. 9.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

30

dan tujuan pemegang saham.121 Pemegang saham itulah yang seharusnya


bertanggung jawab atas semua perbuatan atau tindakan hukum yang dilakukan
atas nama perusahaan. Jadi dengan demikian berarti tidak ada lagi tanggung jawab
terbatas pemegang saham dalam perusahaan. Dalam group enterprises, penyebab
terjadinya piercing the corporate veil adalah karena sebuah kelompok perusahaan
beroperasi sedemikian rupa sehingga membuat setiap individu badan hukum tidak
dapat dibedakan, dan karena itu adalah sewajarnya untuk membuka tabir
perusahaan untuk memperlakukan induk perusahaan

bertanggung jawab atas

tindakan-tindakan subsidiary.122
Dapat dilihat bahwa salah satu hal pokok yang dapat menyebabkan
hilangnya pertanggungjawaban terbatas dalam perusahaan adalah adanya
domination and control.123 Dalam hal ini terkait dengan kegiatan atau perbuatan
curang yang berlidung di balik tameng perusahaan dalam bentuk perseroan yang
oleh hukum diberikan atau mempunyai tanggung jawab terbatas. Dalam
melakukan uji tersebut diatas, yaitu dengan menentukan apakah suatu perusahaan
berada dalam kendali penuh, dapatlah diketahui sampai seberapa jauh perusahaan
telah menjadi perpanjangan tangan pemegang saham. Apabila terbukti maka
piercing the corporate veil akan menghapuskan sifat pertanggungjawaban terbatas
pemegang saham terhadap setiap bentuk kerugian.

2.1.2.2.

Piercing the Corporate Veil dalam Perusahaan Transnasional


Keberadaan perusahaan transnasional menimbulkan dua perselisihan yang

saling berbenturan. Pertama perselisihan antara kedaulatan negara tuan rumah


atau host country dengan kebebasan hukum dan kekuasaan perusahaan
transnasional, dan yang kedua adalah klaim kedaulatan antara beberapa negara.
Dalam kasus Barcelona Traction,124 ICJ menolak untuk membuka tabir
121

Gunawan Widjaja (b), Risiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT, Cet.
2, (Jakarta: ForumSahabat, 2008), hal. 30.
122

Ibid., hal. 31.

123

Ibid., hal. 32.

124

Kasus ini sudah dijelaskan sedikit pada pembahasan 2.1.1.3. tentang Perlindungan
Diplomatik Perusahaan dalam Melindungi Pemegang Saham atau Anak Perusahaan Melawan
Negara Inkorporasi hal. 27 laporan penelitian ini.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

31

perusahaan karena menganggap Belgia tidak memiliki kepentingan hukum yang


mencukupi dalam pokok permasalahan yang diajukan ke pengadilan. Pengadilan
menyimpulkan bahwa pemegang saham harus melihat kepada perusahaan yang
masih nyata, dan karena itu negara perusahaan (inkorporasi) yang berhak
memberikan perlindungan diplomasi.
Tetapi dalam opini yang terpisah, Hakim Jessup mencatat bahwa adanya
kecenderungan dalam praktek negara-negara yaitu menuju perluasan kekuasan
jurisdiksi dari negara-negara, atau yang sejalan dengan doktrin efek yang
dimiliki Amerika Serikat.125 Beliau mempertahankan bahwa pengadilan
seharusnya lebih memperhatikan equitable balances dari kepentingan hukum
daripada aturan kaku kewarganegaraan dan jurisdiksi.126 Beliau juga menyebutkan
bahwa kita harus melihat realitas ekonomi dari transaksi yang relevan dan
mengidentifikasi overwhelmingly dominant feature, yang menurut Beliau
adalah bukan fakta bahwa perusahaan inkorporasi di Kanada tetapi pengaruh
kekuasaan pemilik saham Belgia.127 Hakim Gros juga mencatat dalam opini
terpisah bahwa holding company, yang modalnya secara proporsional ada di
pemegang saham yang memiliki beberapa kewarganegaraan, yang menjalankan
industri di luar negeri, tidak dapat diatur oleh satu sistem hukum domestik sesuai
dengan semua permasalahan yang ada.128
Tetapi pengadilan tampaknya lebih mempercayakan pada pandangan yang
sederhana terhadap organisasi yang sangat kompleks dari holding company
internasional, dan tidak secara seksama memisahkan dan menguraikan dengan
bermacam-macam lapisan dan bentuk dari entitas dalam sebuah kelompok.
Mayoritas opini menolak prinsip genuine connection yang lebih fleksibel yang
terungkap dari opini Hakim Jessup, yang menentukan kewarganegaraan
125

International Court of Justice (a), Op. Cit., Separate Opinion of Judge Jessup, hal. 166167, poin. 13.
126

Ibid., hal. 167., poin 14. In so far as there has been an increase in the permissible
limits of the exercise of State authority over foreign corporate enterprises, there must be an
accompanying realistic liberalisation of rules identifying the State or States which may, in case of
abuse, invoke the right of diplomatic protection.
127

Ibid., hal. 169-170, poin. 17.

128

Ibid., Separate Opinion of Judge Gros, hal. 280., poin 21.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

32

perusahaan berkenaan dengan hubungan yang nyata dan efektif antara perusahaan
dengan negara seperti yang tercermin dari kewarganegaraan individu dalam kasus
Nottebohm.129 Hanya kasus ini saja di ICJ yang sehubungan dengan piercing the
corporate

veil,

kebanyakan

kasus-kasus

penyingkapan

tabir

diputuskan

pengadilan nasional yang dimana telah melibatkan interpretasi dari prinsip


jurisdiksi yang dikenal dalam hukum internasional yang lebih luas.130
i.

Adjudicatory Jurisdiction

Ketika induk perusahaan asing tidak bertransaksi bisnis dalam sebuah


forum, pengadilan forum dapat memaksakan kekuasaan yudisialnya atas induk
karena keterlibatannya dengan subsidiary yang bertransaksi bisnis di dalam
forum. Di Amerika Serikat kekuasaan yudisial dibatasi oleh klausa-klausa proses
dalam Federal Constitutions yang memperbolehkan sebuah pengadilan untuk
meyertakan adjudicatory jurisdiction atas perusahaan asing hanya ketika
perusahaan memiliki beberapa hubungan dengan forum secara alami dan kualitas
bahwa tuntutan tidak menyerang tradisi fair play keadilan substansial.131
Keputusan akhir, walaupun sering dikatakan hubungan antara induk dan
subsidiary adalah sama dengan agency atau identity, seringkali ditemukan
dalam kebijakan publik. Seringkali perbedaan antara kebijakan publik dan aturan
hukum pasti adalah jarang dapat dikatakan dan seringkali kabur, tetapi beberapa
fakta biasanya dipertimbangkan kepada kesimpulan bahwa penyingkapan tabir
(veil lifting) adalah pantas supaya dapat menciptakan esensi dari kehadiran.132
Dalam dunia internasional pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa
129

International Court of Justice (b), LIECHTENSTEIN v. GUATEMALA (Second


Phase), 1953.
130

J.P. Griffin, Power of Host Counties over Multinationals: Piercing the Corporate
Veil dalam S.J. Rubin and Don Wallace, Jr. (eds), United Nations Library on Transnational
Corporation Volume 19 (Transnational Corporations and National Law), (London: Routledge,
1994), hal. 278.
131

United States Constitutions, Amandments V, section XIV.

132

Fakta-fakta seperti: jumlah kepemilikan saham dari subsidiary; kehadiran petugas atau
direksi yang sama; mencampuradukan kegiatan kedua entitas daripada memisahkan dengan teliti
pemisahan rekening dan pengembalian pajak; kapitalisasi dari subsidiary; perwakilan dari entitas
lain yang membuat kabur pemisahan dari dua unit; kemungkinan kesalahan karena itikad buruk,
penggelapan, atau sifat ilegal; tingkat pengawasan sampai kegiatan perhari subsidiary; dan
tanggung jawab utama untuk kegiatan dari subsidiary.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

33

subsidiary dari induk perusahaan negara lain dapat jatuh ke dalam jurisdiksi
mereka.133 Dua aliran dari penyingkapan tabir (lifting the veil) telah dihasilkan.134
Yang pertama dan yang paling umum adalah merging separate entities, yaitu
memperlakukan dua atau lebih entitas sebagai satu entitas dalam hal berurusan
dengan realitas bisnis atau perwakilan dari grup perusahaan. Dan yang kedua
adalah pengadilan menerapkan konsep dari agency dalam hubungannya antara
dua entitas yang berbeda.
a. Merging Separate Entities
Contoh dari aliran ini adalah kasus Swiss Matchmakers Case tahun
1985, dimana pengadilan distrik Amerika Serikat mengakui bahwa
kegiatan perniagaan yang menyeluruh dan dominasi finansial sebuah
induk

perusahaan

kepada

subsidiary-nya

tidak

membawa

induk

perusahaan berada di bawah jurisdiksi selama formal pemisahan


dipertahankan secara teliti.135 Namun karena Watchmaker yang
merupakan perusahaan New York (subsidiary perusahaan Swiss) dibentuk
untuk melakukan periklanan, penghubung konsumen, dan pekerjaan
promosi bagi induk dan diawasi secara dekat oleh induk, maka pengadilan
memutuskan bahwa secara realistis dinilai Watchmaker tidak memiliki
bisnis sendiri, hanya tambahan bagi induknya dan segala aktivitasnya akan
dianggap aktvitas induk.136
Tahun 1972 European Court of Justice menggunakan tehnik
piercing the corporate veil, seperti kasus Swiss Watchmaker, ini dalam
keputusannya dalam kasus Commercial Solvents. Komisi ini menegaskan
bahwa

Commercial

Solvents

(Amerika

Serikat)

dan

lInstituto

133

Memorandum dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat kepada Kedutaan Besar


Jepang di Washington D.C., 3 Juli 1958. When a subsidiary acts on behalf of foreign parent, and
there is such an identity of interest between the two or such control by one over the other that the
one is in reality the alter ego of the other, or its mere agent, instrumentality, or adjunct, then the
parent comes within the U.S. jurisdiction. Dikutip dari J.P. Griffin, Loc. Cit.
134

Ibid., hal. 280.

135

United States District Court South District New York (b), UNITED STATES v.
WATCHMAKERS OF SWITZERLAND INFORMATION CENTER, 133 F. Supp. 40, hal. 45.
136

Ibid.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

34

Chemioterapico Italiano atau IC (Italia) harus diperlakukan sebagai entitas


ekonomi tunggal.137 Commercial Solvents memiliki 51% saham dari IC,
memiliki kesamaan orang pada posisi eksekutif, dan di bawah hukum
Italia IC adalah controlled company.138 Pada 1969 setelah kegagalan
merger antara IC dan perusahaan Zoja, Commercial Solvents melarang
para distributornya untuk menjual kembali dan mengekspor produk kimia
IC kepada Zoja.139 Karena Komisi menyimpulkan bahwa Commercial
Solvents menjalankan kekuasaan pengontrolan terhadap IC, dalam
hubungannya dengan Zoja, maka dari itu tidak ada dasar untuk
membedakan keinginan dan tindakan dari Commercial Solvents dengan
IC.
b. Agency Aproach
Aliran ini juga menggambarkan kengganan pengadilan-pengadilan
untuk menyelidiki lebih ke dalam kekuasaan sebenarnya dan struktur
pengendalian dari perusahaan transnasional. Kasus Frummer v. Hilton
Hotels International melibatkan klaim pelanggaran oleh seorang warga
Amerika Serikat yang mengalami cedera ketika berlibur di London Hilton
Hotel.140 Di pengadilan New York dia menuntut Hilton Hotel, Ltd.
(Hilton UK perusahaan Inggris yang mengoperasikan London Hilton
Hotel), Hilton Hotels International, Inc. (Hilton International perusahaan
Amerika Serikat yang memiliki 99% saham Hilton UK), dan Hilton Hotels
Corp. (perusahaan Amerika Serikat yang memiliki sebagian saham dari
Hilton Internasional).141

137

European Court of Justice, Instituto Chemioterapico Italiano S.p.A. and Commercial


Solvents Corporation v. Commission of the European Communities (Judgement of 6 March 1974),
Grounds Section, point 36-41.
138

Ibid., point 6.

139

J.P. Griffin, Loc. Cit., hal. 281.

140

United States Court of Appeals Second Circuit (b), FRUMMER v. HITON HOTELS
INTERNATIONAL (Judgement of 18 may 1967), 19 N.Y.2d 533, 227 N.E.2d 851, 281 N.Y.S.2d
41., hal. 42.
141

J.P. Griffin, Loc. Cit., hal. 283.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

35

Hilton International dan Hilton Hotels Corp bersama-sama


memiliki saham di Hilton Credit Corp, yang memiliki perusahaan cabang
Hilton Reservation Service.142 Karena Hilton Reservation Service
mempertahankan kantor dan rekening di New York, menerima dan
memastikan reservasi kamar di London Hilton, melakukan public relations
dan publikasi untuk London Hilton, dan dibentuk untuk menjalankan
bisnis untuk London Hilton, pengadilan menyatakan bahwa fakta Hilton
Reservation Service dan UK Hilton dimiliki secara bersamaan oleh Hilton
International dan Hilton Hotels Corp. memberikan kesimpulan dalam
ruang lingkup yang lebih luas dari agency tanpa keberadaan perjanjian
agency.143 Faktor yang sangat penting, menurut pengadilan, adalah bahwa
Hilton Reservation Service melakukan semua kegiatan bisnis yang UK
Hilton dapat lakukan dengan official-nya.
Pengadilan

tidak

memberi

penjelasan

lebih

lanjut

atas

pernyataannya bahwa kesimpulan yang valid dari agency lahir karena UK


Hilton memiliki induk yang sama dengan Hilton Reservation Service.144
Tanpa hubungan khusus antara keduanya faktor yang sangat penting
bahwa Hilton Reservation melakukan semua kegiatan bisnis yang UK
Hilton dapat lakukan dengan official-nya menjadi immaterial.
ii.

Legislative Jurisdiction

Setelah permasalahan adjudicatory jurisdiction atas pihak dari luar teritori


pengadilan forum telah terselesaikan, negara tuan rumah harus memastikan
apakah negara memilih hak untuk membawa kegiatan yang dipermasalahkan di
bawah

hukum

nasional.

Permasalahan

mengenai

batasan

oleh

hukum

internasional, atas penerapan dari kekuasaan oleh negara tuan rumah terhadap
tindakan induk perusahaan asing yang tidak bertransaksi bisnis di dalam forum
(hukum personal)-nya sendiri, dapat muncul dalam dua situasi: mereka yang

142

United States Court of Appeals Second Circuit (b), Loc. Cit., hal. 47.

143

Ibid., hal. 45.

144

Ibid., hal. 47.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

36

unsur penting dari kegiatan induknya berada di dalam forum, dan mereka yang
kegiatannya terjadi seluruhnya di luar forum.145

2.2.

Bentuk-bentuk SPV (Special Purpose Vehicle) Dalam Peraturan


Perundang-undangan Di Indonesia
Penggunaan SPV di Indonesia lebih marak dikenal terkait dengan privatisasi

dan divestasi yang dilakukan pemerintah atas kepemilikannya di berbagai


perusahaan terutama seperti BCA dan Indosat. Belum ada definisi secara baku
khusus tentang istilah SPV ini karena dalam prakteknya tidak ada definisi yang
persis sama untuk setiap kondisi terkait dengan aktivitas bisnis sebagaimana juga
maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam pendiriannya berbeda-beda. Lebih
jauh dalam praktek beberapa definisi tentang SPV mulai berkembang di Indonesia
seiring dengan munculnya kebijakan di bidang EKUIN yang pada umumnya
mengambil ketentuan dari sistem hukum Common Law.146
Aspek-aspek hukum dari SPV dapat dilihat dari beberapa ketentuan
perundang-undangan di Indonesia, meskipun tidak secara khusus disebut SPV.
Dalam bab sebelumnya penulis menyatakan bahwa dalam istilah hukum
perusahaan di Indonesia, SPV adalah anak perusahaan atau perusahaan terkendali
atau perusahaan terafiliasi.
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
pengertian anak perusahaan adalah: Yang dimaksud dengan anak perusahaan
adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya
yang terjadi karena:
a.)

lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk
perusahaannya

b.)

lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh
induk perusahaannya; dan atau

145

J.P. Griffin., Loc. Cit., hal. 285.

146

BPHN, Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII Buku I (Jakarta: BPHN, 2003),

hal. 10.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

37

c.)

kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian


Direksi

dan

perusahaannya.

Komisaris

sangat

dipengaruhi

oleh

induk

147

Dalam Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 pasal ini


digantikan dengan pengertian kepemilikan silang (cross-ownership). Crossownership adalah kepemilikan saham oleh anak perusahaan terhadap induk
perusahaan. Namun pengertian anak perusahaan dalam Cross-ownership hanya
dijelaskan: Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri
maupun dimiliki Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak
langsung telah dimiliki perusahaan.148

Dalam ketentuan pasar modal Indonesia definisi perusahaan terkendali


dapat ditemukan pada Peraturan Bapepam No. IX.H.1 dimana pengendali adalah
pihak yang memiliki saham lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari seluruh
saham yang disetor penuh, atau pihak yang mempunyai kemampuan untuk
menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun
pengelolaan dan/atau kebijaksanaan Perusahaan Terbuka.149 Sedangkan definisi
perusahaan terafiliasi dapat diambil secara analogis dengan pengertian afiliasi
dalam Undang-undang Pasar Modal: Afiliasi adalah:
a.)

hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai


derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;

b.)

hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau


komisaris dari Pihak tersebut;

c.)

hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau


lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;

147

Indonesia (a), Op. Cit.

148

Indonesia (c), Op. Cit., Pasal 36 ayat (1).

149

Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (a), Keputusan Ketua
Bapepam&LK Tentang Peraturan Nomor IX.H.1 Tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka,
Nomor Kep-259/BL/2008, Angka 1 huruf d.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

38

d.)

hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun


tidak

langsung,

mengendalikan

atau

dikendalikan

oleh

perusahaan tersebut;
e.)

hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik


langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama; atau

f.)

hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.150

Karena lazimnya SPV berbentuk badan hukum, ketiga istilah hukum


perusahaan tersebut akan lebih memperjelaskan posisi SPV sebagai suatu badan
hukum di Indonesia. Jadi badan hukum SPV di Indonesia adalah badan hukum
yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki
perusahaan; atau pihak yang sahamnya dimiliki lebih dari 50% (lima puluh
perseratus) dari seluruh saham yang disetor penuh; atau pihak yang
kemampuan untuk menentukannya (baik langsung maupun tidak langsung,
dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaannya) berada pada
induk perusahaannya; atau memiliki afiliasi dengan perusahaan lain.
Karena SPV adalah badan hukum yang didirikan dengan tujuan tertentu, maka
akan dijelaskan beberapa aturan dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia yang memberikan tempat bagi badan hukum seperti ini untuk tujuantujuan khusus/tertentu. Penulis menemukan SPV ini dalam bidang pajak,
pembiayaan, obligasi negara, dan pasar modal.

2.2.1. SPV dan Pengaturan Beneficial Owner dalam Peraturan Perpajakkan


Sejak Januari 2002 Indonesia melakukan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) dengan Pemerintah Belanda.151 Kesepakatan ini menyangkut
penghasilan yang berasal dari bunga pinjaman, dividen, dan royalti. Khusus untuk
penghasilan bunga, kedua negara sepakat untuk memungut pajak antara 0%
sampai 10%.152 Pajak sebesar 0% dipatok untuk penghasilan bunga pinjaman
150

Indonesia (d), Undang-undang Tentang Pasar Modal, No. 8, LN. No. 64 Tahun 1996,
TLN. No. 3608, Pasal 1 Angka 1.
151

Sekarang Anda Punya Utang Pajak Bung!, <http://www.pajak2000.com/news_detail.


php?id=521>, diunduh tanggal 17 September 2008.
152

Indonesia (e), Keputusan Presiden Tentang Persetujuan Antara Pemerintah Republik


Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Belanda untuk Penghindaran Pajak Berganda dan

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

39

yang jatuh temponya lebih dari 2 tahun.153 Kesepakatan itu segera dimanfaatkan
perusahaan-perusahaan Indonesia yang membutuhkan dana dari luar negeri, dan
mendirikan perusahaan di Belanda. Perusahaan yang lazim disebut sebagai SPV
itulah yang akan berburu dana dari kreditur di luar negeri, dan dana itulah yang
lalu dipinjamkan ke induk perusahaan di dalam negeri.
Dalam merespons kegiatan perusahaan terhadap negara mitra P3B
Indonesia seperti di atas, pemerintah mempertegas aturan mengenai pengertian
pemilik manfaat atau beneficial owner dari penerima pemotongan pajak ini. Pada
Juli 2005, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan
mengeluarkan aturan secara resmi mengenai beneficial owner. Aturan tersebut
mengatur mengenai pengertian dan kriteria beneficial owner, dan secara jelas
menyebutkan bahwa SPV tidak termasuk ke dalam pengertian beneficial owner
sehingga tidak dapat merasakan keringanan pajak dari P3B dan tetap tunduk
terhadap undang-undang pajak penghasilan Indonesia.154 Beneficial Owner sendiri
dijelaskan sebagai pemilik yang sebenarnya dari penghasilan berupa Dividen,
Bunga dan atau Royalti, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara
langsung manfaat penghasilan-penghasilan tersebut.155
Agustus 2008 Pemerintah memperbaharui aturan tersebut. Pengertian
benecial owner masih tidak berubah namun pemerintah menambah penegasan
bahwa Wajib Pajak luar negeri (WPLN) yang menerima atau memperoleh
penghasilan dividen, bunga, atau royalti adalah:
a.)

subjek pajak dalam negeri dari negara mitra P3B; dan

Pencegahan Pengelakan Pajak Yang Berkenaan Dengan Pajak Atas Penghasilan, No. 92, LN.
No. 130 tahun 2003, Pasal 11 ayat (2).
153

Ibid., Pasal 11 ayat (4).

154

Direktorat Jenderal Pajak (a), Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Tentang Petunjuk
Penetapan Kriteria Beneficial Owner Sebagaimana Tercantum Dalam Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda Antara Indonesia Dengan Negara Lainnya, No.SE-04/PJ.34/2005.
155

Ibid.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

40

b.)

pemilik yang sebenarnya dari penghasilan dividen, bunga dan/atau


royalti, yang berhak sepenuhnya untuk menikmati secara langsung
manfaat dari penghasilan tersebut.156

Aturan mengenai SPV tidak dijelaskan lagi dalam peraturan yang


mencabut aturan mengenai kriteria beneficial owner sebelumnya ini. Namun itu
bukan berarti sekarang SPV adalah beneficial owner yang dapat menggunakan
keringanan pajak pada P3B.

2.2.2. SPV di dalam Pembiayaan Sekunder Perumahan


Aturan yang mengatur keberadaan SPV juga terdapat dalam dunia
pembiayaan, khususnya pembiayaan sekunder perumahan. Dalam rangka
meningkatkan kegiatan pembangunan di bidang perumahan dan untuk mendukung
upaya penyediaan dana pembangunan perumahan maka pada awal 2005
pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan mengenai pembiayaan sekunder
perumahan. Aturan ini dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres),
dan menyebutkan secara jelas bahwa penerbit adalah perusahaan yang
melaksanakan kegiatan pembiayaan sekunder perumahan atau SPV.157 Dalam
aturan ini pengertian SPV dijelaskan secara singkat

Special Purpose Vehicle (SPV) adalah perseroan terbatas yang ditunjuk


oleh lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan Pembiayaan
Sekunder Perumahan yang khusus didirikan untuk membeli Aset
Keuangan dan sekaligus menerbitkan Efek Beragun Aset (EBA)158
Pendirian dari SPV disini wajib dilakukan dalam hal penerbitan EBA dan
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.159 Dalam konsep
EBA ini fungsi SPV adalah membeli kumpulan aset keuangan dari kreditor asal
156

Direktorat Jenderal Pajak (b), Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Tentang
Penentuan Status Beneficial Owner Sebagaimana Dimaksud Dalam Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda Antara Indonesia dengan Negara Mitra, No. SE-03/PJ.03/2008.
157

Indonesia (f), Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Pembiayaan Sekunder


Perumahan, No. 19, LN. No. 21 Tahun 2005, TLN. No. 4479, Pasal 1 angka 13.
158

Ibid., Pasal 1 angka 15.

159

Ibid., Penjelasan umum.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

41

dan sebagai penerbit surat utang, dan dijelaskan bahwa memiliki sifat bankruptcy
remote terhadap kreditor asal.160
Awal 2008 pemerintah memperbaharui aturan mengenai pembiayaan
sekunder perumahan ini tanpa mencabut aturan yang lama. Beberapa aturan yang
dirubah dalam Perpres baru ini merubah fungsi dari SPV, seperti sekarang dalam
EBA yang memiliki instrumen surat utang dan surat partisipasi, SPV hanya
menerbitkan instrumen yang pertama saja.161 Dalam aturan yang baru ini ini juga
menambah pengaturan bahwa SPV tidak bersifat permanen sampai berakhir fungsi
dan tugas SPV dalam transaksi sekuritisasi.162
Pembiayaan sekunder perumahan, atau yang lebih dikenal dunia dengan
subprime mortgage, telah membuat Amerika Serikat mengalami economic crunch
dan menyebabkan raksasa-raksasa keuangan seperti Lehmann Brothers bangkrut
pada pertengahan 2008. Hal ini disebabkan banyaknya dana investor tersedot ke
dalam skema pembiayaan perumahan ini sedangkan pada kenyataannya sejak
2003 industri perumahan tidak menghasilkan dana seperti yang diprediksikan oleh
para lembaga keuangan yang mengelola dana tersebut. Apabila melihat kenyataan
pembiayaan perumahan di Indonesia, yang aturannya baru dibentuk pada tahun
2005 dan diperbaharui tahun 2008, masih sedikit sekali dana yang tersedot karena
masih diragukannya konsep SPV dalam skema pembiayaan ini.

2.2.3. SPV di dalam Undang-undang Surat Berharga Syariah Negara


Peningkatan efisiensi dalam pengelolaan aset negara dan pengembangan
sumber pembiayaan anggaran Negara sangatlah diperlukan guna meningkatkan
daya dukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam
menggerakkan pembangunan sektor ekonomi secara berkesinambungan. Dan

160

Ibid., Pasal 6 dan penjelasannya.

161

Indonesia (g), Peraturan Presiden Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden


Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, No. 1 Tahun 2008, Pasal 6
ayat (1) dan penjelasan umum.
162

Ibid., Penjelasan pasal 6A.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

42

seiring dengan pengembangan instrumen pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,


maka pemerintah akan menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).163
Dalam undang-undang yang mengatur mengenai SBSN ini, dijelaskan
bahwa penerbitan SBSN oleh Perusahaan Penerbit SBSN dilakukan hanya dalam
hal struktur SBSN memerlukan adanya SPV.164 Pengertian dari SPV sendiri tidak
ada namun penjelasan di atas memiliki arti bahwa perusahaan penerbit SBSN
adalah sebuah SPV. Pada masa perancangan undang-undang ini terdapat banyak
sekali pendapat yang menafsirkan bentuk SPV dalam penerbitan SBSN ini.
Bentuk dari perusahaan penerbitan SBSN ini khusus dan berbeda, apabila
dilihat dari peraturan mengenai bentuk badan hukum yang sudah ada. Bentuk
badan hukum ini memiliki pengaturan anggaran dasar dan modal yang berbeda
dengan perseroan terbatas, seperti yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah
tersendiri mengenai pendirian perusahaan ini.
Perusahaan penerbitan SBSN dibentuk oleh pemerintah dengan peraturan
pemerintah, dan memiliki bentuk badan hukum badan hukum perusahaan
penerbit SBSN.165 Perusahaan penerbitan SBSN memiliki fungsi sebagai
penerbit surat berharga dan sekaligus sebagai wali amanat dari penerbitannya.166
Modal dari perusahaan penerbitan SBSN berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan yang berasal dari APBN.167
Sampai saat penulisan laporan penelitian ini berlangsung KIK-EBA belum
pernah sama sekali terbit. Namun Bapepam dan Direktorat Jenderal Pajak telah
bertemu pada pertengahan Agustus 2008 dan memutuskan untuk berkoordinasi
untuk

mempercepat

penerbitan

KIK-EBA

dari

beberapa

perusahaan.168

163

Indonesia (h), Undang-undang Tentang Surat Berharga Syariah Negara, No. 19, LN.
No. 70 tahun 2008, TLN. No. 4852,Mukadimah.
164

Ibid., Penjelasan Pasal 6 Ayat (1).

165

Indonesia (i), Peraturan Pemerintah Tentang Pendirian Perusahaan Penerbit SBSN,


No. 56, LN. No. 117 Tahun 2008, TLN. No. 4887, Pasal 2.
166

Ibid., Pasal 7.

167

Ibid., Pasal 16.

168

Skim Pajak untuk REITs dan KIK EBA Segera Terbit, <http://pajak.com/content/view/
1681/48/>, diunduh tanggal 13 Oktober 2008.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

43

Diantaranya adalah PT Bank Tabungan Negara (BTN), yang akan mengalihkan


aset berupa hak tabungan dari Kredit Perumahan Rakyat (KPR) dan diharapkan
dapat terbit pada akhir tahun 2008.169

2.2.4. SPV sebagai Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA)
dalam Pasar Modal
Dalam praktek istilah sekuritisasi aset diidentikkan dengan Asset Backed
Securities atau Efek Beragun Aset (EBA). Adapun piutang yang dapat dijadikan
underlying meliputi: piutang hipotek rumah, kredit mobil, kartu kredit, sewa guna
usaha. Perkembangan EBA di Indonesia terbilang sangat baru, dimana tercatat
pertama kali terjadi adalah sekuritisasi aset kartu kredit oleh City Bank pada tahun
1995, dan inipun dilakukan di luar negeri.170
EBA merupakan salah satu instrumen Pasar Modal yang mempunyai latar
belakang aspek hukum yang cukup kompleks, terutama mengenai bentuk hukum
yang dapat dipakai sebagai SPV dan pengalihan hak atas aset. SPV sendiri dalam
hal ini di kebanyakan negara memiliki bentuk trust atau sebagai trustee, namun
Indonesia tidak mengenal konsep ini. Bapepam selaku pemegang otoritas pasar
modal di Indonesia menentukan bahwa bentuk dari SPV adalah Kontrak Investasi
Kolektif (KIK) antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat
pemegang Unit Penyertaan dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk
mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang
untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.171 Dalam undang-undang pasar modal
Indonesia bentuk hukum ini dinyatakan secara jelas dalam kaitannya dengan
Reksa Dana.172
KIK-EBA yang dibuat antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
169

Ibid.

170

Tim Studi Perdagangan EBA, Studi Tentang Perdagangan Efek Beragun Aset
(Jakarta: Proyek Peningkatan Efisiensi Pasar Modal Bapepam, 2003), hal. i.
171

Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (b), Keputusan Ketua Bapepam
Tentang Peraturan Bapepam Nomor IX.K.1 Tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset, No. Kep-28/PM/2003, angka 1 huruf a.
172

Indonesia (d), Op. Cit., Pasal 18 Ayat (1).

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

44

a.)

Adanya pemisahan yang tegas antara kekayaan organ Pengurus


dengan kekayaan SPV;

b.)

Sifat mobilitas atas Efek Beragun Aset;

c.)

Prinsip pengurusan melalui suatu organ (Manajer Investasi dan


Bank Kustodian);

d.)

Adanya kewenangan dan tanggung jawab mewakili kepentingan


pemegang Efek Beragun Aset di dalam maupun di luar Pengadilan
bila terjadi perkara; dan

e.)

Mempunyai keberadaan yang berkesinambungan.173

Melihat bentuk dan karakteristik KIK-EBA ini maka bentuk SPV disini bukanlah
bentuk hukum perseroan terbatas tetapi merupakan kontrak yang secara umum
tunduk terhadap aturan kontrak dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(Burgelijk Wetboek).
Pada konsep ini juga terjadi pengalihan aset dari kreditur awal kepada SPV
(KIK-EBA) untuk menjamin penerbitan EBA, dan lalu kemudian aset ini dicatat
atas nama Bank Kustodian untuk kepentingan pemegang EBA.174 Hal ini
menyebabkan aset tersebut tidak dapat dijadikan objek pailit oleh pengadilan,
karena aset yang disimpan atau dicatat Bank Kustodian bukan merupakan bagian
harta dari Kustodian tersebut.175

2.3.

Penggunaan SPV pada Sekuritisasi Aset


Secara sederhana sekuritisasi aset didefinisikan sebagai transaksi

sekuritas yang didukung oleh aset-aset keuangan seperti pinjaman atau obligasi
yang berkualitas lebih rendah.176 Dalam dunia pasar modal didefinisikan sebagai
suatu bentuk pembiayaan yang melibatkan sebuah proses dari pengumpulan asetaset seperti hipotik, piutang, atau pinjaman konsumen dan lalu merubah aset-aset

173

Tim Studi Perdagangan EBA, Op. Cit., hal. 13.

174

Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (b), Op. Cit., Angka 2 dan 3.

175

Indonesia (d), Op. Cit., Pasal 44 ayat (3).

176

Gary L. Gastineau, Swiss Bank Corporation Dictionary of Finance Risk


Management, (Kuala Lumpur: Golden Books Center Sdn. Bhd., 1992), hal. 223.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

45

ini menjadi efek-efek yang dapat diperjualbelikan dalam pasar modalpasar


modal.177
Gunawan Widjaja menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sekuritisasi
adalah:
a) Suatu proses mencairkan aset-aset yang tidak likuid menjadi likuid;
b) Proses tersebut dilakukan dengan cara melepaskan pemilikan atas aset-aset
yang tidak likuid tersebut;
c) Pelepasan aset tersebut dilakukan melalui jual beli atau bentuk-bentuk
pengalihan hak milik dari aset lainnya dari pemilik semula yang
dinamakan originator;
d) Proses tersebut melibatkan suatu institusi yang independen, yang terlepas
dari perusahaan yang bermaksud untuk mencairkan asetnya tersebut, yang
menerbitkan efek beragun aset (EBA), yang disebut dengan lembaga
penerbit (issuer);
e) Aset-aset yang tidak likuid tersebut kemudian dijadikan sebagai jaminan
atau agunan (collateral) dalam rangka penerbitan surat berharga (pasar
uang atau pasar modal);
f) Untuk melindungi kepentingan investor, aset-aset yang menjadi jaminan
bagi penerbitan surat berharga diletakkan dalam keadaan yang terpisah
dari pengelola aset tersebut (termasuk dari pemilik aset semula).178
Proses sekuritisasi aset melibatkan banyak pihak seperti originator pinjaman
(kreditur awal, pihak pemilik aset), SPV, trust, perusahaan pemeringkat, investor,
underwriter, dan peningkat nilai kredit (credit enhancer).179
SPV adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk mendukung jalannya
proses sekuritisasi aset. Perusahaan ini merupakan lembaga yang membeli piutang
(aset) originator dan selanjutnya menjadikan piutang tersebut sebagai jaminan
penerbitan efek-efek seperti surat berharga kepada investor. Penggunaan SPV
177

Marck Selick, Loc.Cit., hal. 65.

178

Gunawan Widjaja (a), Op. Cit., hal 291.

179

Leon T. Kendall, Securitization: a new era in American Finance dalam Leon T.


Kendall and Michael J. Fishman, A Primer Securitization (Massachusetts: MIT Press, 1996), hal.
3.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

46

sangat menguntungkan originator karena penjualan aset dapat diperlakukan


sebagai penjualan pinjaman sehingga mengurangi kewajiban originator.180
Pembelian aset atau harta kekayaan oleh SPV menjadikan harta kekayaan tersebut
menjadi harta kekayaan SPV. Secara struktur SPV tidak rentan terhadap kepailitan
(bankruptcy remote) sehingga pembayaran kepada investor tidak akan
terpengaruh oleh masalah keuangan yang dihadapi oleh originator.181 Pada
umumnya, SPV dimiliki oleh pihak ketiga yang independen, namun dalam hal
SPV dimiliki dan dikontrol oleh originator, maka harus ditegaskan dalam
anggaran

dasar

perusahaan

mengenai

larangan

bagi

originator

untuk

mempailitkan SPV.182
SPV menerbitkan surat utang yang penyimpanan dan pemeliharaannya
dilakukan oleh suatu trustee yang mewakili kepentingan seluruh investor.183
Dengan demikian berarti hanya memiliki satu orang kreditor saja, yang dalam hal
ini diwakili oleh trust, yang merupakan pemegang kuasa dari seluruh investor
pemegang surat berharga. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa proses
penerbitan surat berharga oleh SPV didahului dengan proses penjualan piutang
asal oleh originator. Dengan itu berarti terjadi pemindahan hak milik atas piutangpiutang tersebut kepada SPV, sehingga aset ini, dengan penjualan tersebut berada
di luar harta kepailitan originator, apabila originator dinyatakan pailit.
Selanjutnya untuk dapat menjadi pemilik piutang, SPV haruslah merupakan suatu
badan kesatuan (badan hukum) yang merupakan subjek hukum mandiri.184
Ada beberapa jenis sekuritisasi aset dengan struktur fungsi SPV yang
berbeda-beda, yaitu:

180

Anton Purba, Sekuritisasi Aset: Suatu Alternatif Sumber Pendanaan dalam Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 2, No. 3 (Jakarta: Direktorat Hukum Bank
Indonesia, 2004), hal. 37.
181

Ibid.

182

Ibid., hal. 38

183

Gunawan Widjaja (a), Op. Cit., hal. 345-346.

184

Ibid., hal. 346.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

47

Asset-backed certificates, adalah sekuritisasi aset dimana aset yang


dijadikan jaminan seluruhnya dijual ke SPV yang dikelola oleh pihak
ketiga yang independen;

Asset-backed obligations, adalah surat hutang yang dikeluarkan oleh SPV,


dimana SPV tersebut dapat dimiliki oleh originator atau oleh pihak ketiga
yang independen;

Asset-backed preferred stock, adalah surat berharga yang diterbitkan oleh


SPV yang membeli aset yang dijadikan jaminan dari perusahaan induknya
atau dari perusahaan yang terafiliasi.

Asset-backed commercial paper, adalah penjualan aset kepada SPV yang


kemudian menerbitkan commercial paper. Commercial paper tersebut
dapat dijamin dengan cash flow dari aset tersebut, atau commercial paper
lain yang dijamin dengan aset.185

Karena aset dialihkan kepada SPV maka sekuritisasi aset menawarkan keuntungan
dimana resiko kredit originator menurun. Kenneth N. Klee, menuliskan 3 fungsi
utama SPV dalam sekuritisasi aset, yaitu:
a.)

kendaraan khusus untuk originator untuk mentransfer aset-asetnya


menjadi liquid securities yang dapat dijual kepada investor,

b.)

melindungi para investor sekuritisasi aset dari kebangkrutan SPV, dan

c.)

melindungi sekuritisasi aset itu sendiri dari para kreditur originator.186

185

Anton Purba, Op. Cit., hal. 40.

186

Thomas J. Gordon, Securitization of Executory Future Flows as Bankruptcy-Remote


True Sales dalam University of Chicago Law Review Volume 67, (2000), hal. 1317, 1322-1323.

Status personal..., Irfano Adonis, FHUI, 2008

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai