Gangguan Disosiatif
Gangguan Disosiatif
Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of self) yang
utuh
sebagai
manusia
dengan
kepribadian
dasar
yang
tunggal.
Disfungsi
utama
pada gangguan disosiatif adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh) dari integrasi normal
antara: ingatan masa lalu, kesadaran akan identitas dan penghayatan, dan kendali terhadap
gerakan tubuh. Secara normal terdapat pengendalian secara sadar, sampai taraf tertentu, terhadap
ingatan dan penghayatan, yang dapat dipilih untuk dipergunakan dengan segera, serta gerakangerakan yang harus dilaksanakan. Pada gangguan disosiatif diperkirakan bahwa kemapuan untuk
mengendalikan secara sadar dan selektif ini terganggu, sampai suatu taraf yang dapat bervariasi
dari hari ke hari atau bahkan dari jam ke jam. Biasanya sangat sulit untuk menilai sejauh mana
dan berapa jumlah kehilangan fungsi masih berada dalam pengendalian volunter.
Menyatukan pengalaman diri sendiri biasanya terdiri dari suatu integrasi pikiran,
perasaan dan tindakan seseorang menjadi kepribadian yang unik. Walaupun penyatuan
pengalaman kepribadian tersebut adalah abnormal pada gangguan disosiatif, pasien dengan
gangguan ini menunjukkan berbagai pengalaman disosiatif dari normal sampai patologis.
Penelitian tentang fenomena disosiatif telah menemukan bahwa gejala disosiatif menurun
dengan bertambahnya usia dan gejala disosiatif tersebut adalah kira-kira sama seringnya pada
laki-laki dan wanita. Banyak jenis penelitian lain telah menyatakan suatu hubungan antara
peristiwa traumatic, khususnya penyiksaan fisik dan seksual pada masa anak-anak dan
perkembangan gejala dan ganggua disosiatif.
Gangguan disosiasi diduga merupakan hal yang bersifat psikogenik yang bekaitan dengan
kejadian traumatic, problem yang tidak dapat diselesaikan dan tidak dapat ditolerir atau
gangguan dalam pergaulan. Pertahanan disosiatif memiliki fungsi ganda untuk menolong korban
melepaskan dirinya sendiri dari trauma pada saat hal tersebut terjadi sambil juga menunda
menyelesaikannya yang menempatkan trauma dalam pandangan dengan sisa kehidupan mereka.
Pada disosiasi, daya ingat dan kesadaran yang terganggu.
Onset dan berakhirnya keadaan disosiatif seringkali berlangsung mendadak akan tetapi
jarang sekali dapat dilihat kecuali dalam interaksi atau prosedur teknik-teknik tertentu seperti
hipnotis atau abreaksi. Semua bentuk keadaan disosiatif cenderung berakhir setelah beberapa
minggu atau bulan, khususnya bila onsetnya berkaitan dengan kejadian traumatic dalam
kehidupan.
Keadaan-keadaan yang lebih kronis khususnya paralisis dan anestesi dapat terjadi
(kadang-kadang lebih lambat) apabila berkaitan dengan kesulitan interpersonal atau problem
yang tidak terselesaikan. Keadaan disosiatif yang sudah berlangsung lebih dari 1 atau 2 tahun
sebelum berobat ke psikiater biasanya resisten terhadap terapi.
Individu-individu dengan gangguan disosiatif seringkali menyangkal adanya kesulitan
atau problem yang sebenarnya cukup jelas bagi orang lain. Setiap problem yang disadari oleh
pasien dapat dihubung-hubungkannya dengan gejala disosiatif.
Untuk diagnosis pasti maka hal-hal berikut harus ada yaitu:
Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala
tersebut.
Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan waktu yang jelas
dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal yang
terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh pasien)
biasa.
Gangguan tida terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan identitas
disosiatif, fuga disosiatif, gangguan stress pascatraumatik, gangguan stress
akut atau gangguan somatisasi dan tidak karena efek fisiologis langsung daru
suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi
neurologis atau kondisi medis umum lain (misalnya, gangguan amnestik
b. Gambaran klinis
Jarang episode amnesia disosiatif terjadi secara spontan, riwayat penyakit
biasanya ditemukan suatu trauma emosional pencetus yang berisi emosi yang
menyakitkan dan konflik psikologis, sebagai contohnya, suatu bencana alam dimana
pasien menyaksikan cedera parah atau ketakutan besar akan kehidupannya. Suatu
ekspresi impuls (seksual atau agresif) yang dikhayalkan atau actual yang tidak
mampu diatasi oleh pasien juga dapat berperan sabagai pencetus.
Amnesia yang terjadi pada amnesia disosiatif dapat berupa:
Amnesia terlokalisasi, tipe yang paling sering adalah kehilangan daya ingat
terhadap peristiwa-peristiwa dalam periode waktu yang singkat (beberapa
Stressor perkawinan
Financial
Pekerjaan
Yang berhubungan dengan peperangan
b. Diagnosis
Untuk diagnosis pasti harus ada:
Cirri-ciri amnesia disosiatif
Melakukan perjalan tertentu melampaui hal yang umum dilakukannya sehari
hari
Kemampuan mengurus diri yang dasar tetap ada (makan, mandi, dsb) dan
melakukan interaksi social sederhana dengan orang-orang yang belum
dikenlalnya (misalnya, membeli karcis atau bensin, menanyakan arah,
memesan makanan)
Harus dibedakan dari postictal fugue yang terjadi setelah serangan epilepsy
lobus temporalis, biasanya apat dibedakan dengan cukup jelas atas dasar riwayat
penyakitnya, tidak adanya problem atau kejadian yang stressfull, dan kurang jelasnya
tujuan (fragmented) berpergian serta kegiatan dari penderita epilepsy tersebut.
c. Gambaran klinis
Fuga disosiatif memiliki beberapa cirri tipika yaitu:
Pasien berkelana secara bertujuan, biasanya jauh dari rumah dan seringkali
tersebut
Tidak tampak berkelakuan aneh bagi orang lain, mereka juga tidak
memberikan bukti-bukti yang menyatakan adanya ingatan spesifik tentang
peristiwa traumatic.
e. Terapi
Pengobatan fuga disosiatif serupa dengan pengobatan amnesia disosiatif.
Wawancara psikiatri, wawancara dengan bantuan obat dan hypnosis dapat membantu
mengungkapkan bagi ahli terapi dan pasien tentang stressor psikologis yang
mencetuskan episode fuga.
Psikoterapi biasanya diindikasikan untuk membantu pasien menggabungkan
stressor pencetus kedalam jiwanya denngan cara yang sehat dan terintegrasi.
Pengibatan terpilih untuk fuga disosiatif adalah psikoterapi, psikodinamik suportifekspresif.
3. Stupor Disosiatif
Untuk diagnosis pasti harus ada:
Stupor, sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan volunteer dan
respon normal terhadap rangsangan luar seperti misalnya cahaya, suara dan
manic.
4. Gangguan Trans dan Kesurupan
Adalah gangguan-gangguan yang menunjukkan adanya kehilanhan sementara
penghayatan akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya dalam beberapa
kejadian.
Individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain,
kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain. Perhatian dan kewaspadaan menajadi terbatas
atau terpusat pada satu atau dua aspek yang ada dilingkungannya dan seringkali gerakangerakan, posisi tubuh dan ungkapan kata-katanya juga terbatas dan diulang-ulang.
Pedoman diagnostiknya adalah
Gangguan ini menunjukkan adanya kehilangan semnetara aspek penghayatan
akan identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam beberapa
kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian
lain, kekuatan gaib, malaikat atau kekuatan lain.
Hanya gangguan trans yang involunter (diluar kemauan individu) dan bukan
merupakan aktivitas yang biasa, dan bukan merupakan kegiatan keagamaan
menggerakkan seluruh atau sebagian dari anggota gerak (tangan atau kaki)
Gejala tersebut seringkali menggambarkan konsep dari penderita mengenai
gangguan fisik yang berbeda dengan prinsip fisiologik maupun anatomic.
6. Konvulsi Disosiatif
Konvulsi disosiatif (pseudo seizur) dapat sangat mirip dengan kejang epileptic
dalam hal gerakan-gerakannya, akan tetapi sangat jarang disertai lidah tergigit,
luka serius karena jatuh saat serangan dan mengompol. Juga tidak dijumpai
kehilangan kesadaran atau hal tersebut diganti dengan keadaan seperti stupor atau
trans.
7. Anesthesia dan Kehilangan Sensorik Disosiatif
Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas yang tegas
(menggambarkan pemikiran pasien mengenai fungsi
masih baik.
Tuli disosiatif dan anosmia jauh lebih jarang terjadi dibandingkan dengan hilang
rasa dan penglihatan.