PENDAHULUAN
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk
dapat berfungsi dengan baik. Masyarakat awam belum begitu mengenal gangguan
tidur sehingga jarang mencari pertolongan. Pendapat yang menyatakan bahwa
tidak ada orang yang meninggal karena tidak tidur adalah tidak benar. Beberapa
gangguan tidur dapat mengancam jiwa baik secara langsung (misalnya insomnia
yang bersifat keturunan dan fatal dan apnea tidur obstruktif) atau secara tidak
langsung misalnya kecelakaan akibat gangguan tidur. Di Amerika Serikat, biaya
kecelakaan yang berhubungan dengan gangguan tidur per tahun sekitar seratus
juta dolar.
Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap
tahun diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan
tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi
gangguan tidur pada lansia cukup tinggi yaitu sekitar 67 %. Walaupun demikian,
hanya satu dari delapan kasus yang menyatakan bahwa gangguan tidurnya telah
didiagnosis oleh dokter.
Lansia dengan depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes,
artritis, atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan
durasi tidurnya kurang bila dibandingkan dengan lansia yang sehat. Gangguan
tidur dapat meningkatkan biaya penyakit secara keseluruhan.
Gangguan tidur juga dikenal sebagai penyebab morbiditas yang signifikan. Ada
beberapa dampak serius gangguan tidur pada lansia misalnya mengantuk
berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering
terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas
hidup. Angka kematian, angka sakit jantung dan kanker lebih tinggi pada
seseorang yang lama tidurnya lebih dari 9 jam atau kurang dari 6 jam per hari bila
dibandingkan dengan seseorang yang lama tidurnya antara 7-8 jam per hari.
Berdasarkan dugaan 1etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat
kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental
lain, gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang
obat
yang
digunakan,
laporan
pasangan,
catatan
tidur,
serta
polisomnogram malam hari perlu dievaluasi pada lansia yang mengeluh gangguan
tidur. Keluhan gangguan tidur yang sering diutarakan oleh lansia yaitu insomnia,
gangguan ritme tidur,dan apnea tidur. Makalah ini akan membahas tentang
diagnosis gangguan tidur tersebut serta cara penatalaksanaannya.
BAB II
GANGGUAN TIDUR PADA USIA LANJUT
DEFINISI
Tidur adalah keadaan berkurangnya tanggapan dan interaksi
dengan lingkungan yang bersifat reversibel dan berlangsung
cepat.2 Tidur juga dapat didefinisikan sebagai kondisi organisme
yang sedang istirahat secara reguler, berulang dan reversibel
dalam keadaan mana ambang rangsang terhadap rangsangan
dari luar lebih tinggi jika dibandingkan dengan keadaan terjaga.3
Tidur
berperan
merupakan
sebagai
aktivitas
lonceng
susunan
biologi.
saraf
pusat
Segala
yang
makhluk
sirkadian.4
Tingkat
aktivitas
otak
keseluruhan
tidak
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur.
Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang
dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini
hanya berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan.
Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang campuran alfa,
beta dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang
rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan
kompleks K.
2) Tidur stadium dua
Pada fase ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus
otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama.
Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris. Terlihat
adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan
kompleks K.
3) Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Gambaran
EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%50% serta tampak gelombang sleep spindle.
4) Tidur stadium empat
Merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan.
Gambaran EEG didominasi oleh gelombang delta sampai 50%
tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit
sampai 100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada
waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan
menjadi lebih intens dan panjang saat menjelang pagi atau
bangun.
Pola tidur REM ditandai adanya gerakan bola mata yang
cepat, tonus otot yang sangat rendah, apabila dibangunkan
hampir semua organ akan dapat menceritakan mimpinya, denyut
nadi bertambah dan pada laki-laki terjadi eraksi penis, tonus otot
menunjukkan relaksasi yang dalam.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang
seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari
waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke
fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan
pola berubah sehingga persentase total tidur REM berkurang
sampai 40%. Hal ini sesuai dengan kematangan sel-sel otak,
kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang didahului oleh
fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut:
GANGGUAN TIDUR
Gangguan
tidur adalah
gangguan
yang
berhubungan
yang
biasanya
menyebabkan
tidur
terganggu,
yang
pada
akhirnya
dapat
mempengaruhi
gangguan
tidur
setiap
tahun
cenderung
kaki
malam
hari
(16%),
psychophysiological
(15%),
ditentukan
terlebih
dahulu
jenis
danlamanya
penyebabnya,
juga
dapat
memberikan
misalnya:
ganguan
intrisik,
gangguan
aurosal,
gangguan
gangguan
Perubahan
yang
sangat
menonjol
yaitu
terjadi
alfa
menurun,
dan
meningkatnya
frekuensi
seringnya
terbangun.
Gangguan
juga
terjadi
pada
lingkungan.
Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan
terbangun sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia
lebih sering terbangun. Walaupun demikian, rata-rata waktu tidur
total lansia hampir sama dengan dewasa muda.
Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga sering terganggu.
Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih maju.
Seringnya terbangun pada malam hari menyebabkan keletihan,
mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada siang hari. Dengan
perkataan lain, bertambahnya umur juga dikaitkan dengan
kecenderungan untuk tidur dan bangun lebih awal. Toleransi
terhadap fase atau jadwal tidur-bangun menurun, misalnya
sangat rentan dengan perpindahan jam kerja.
Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh
terhadap kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon
pertumbuhan, prolaktin, tiroid, dan kortisol pada lansia. Hormonhormon ini dikeluarkan selama tidur dalam. Sekresi melatonin
juga berkurang. Melatonin berfungsi mengontrol sirkadian tidur.
Sekresinya terutama pada malam hari. Apabila terpajan dengan
cahaya terang, sekresi melatonin akan berkurang.1
Higiene tidur pada lansia
Gangguan tidur dapat berbentuk buruknya higiene tidur dan
gangguan tidur spesifik. Evaluasi keluhan tidur lansia hendaklah
selalu dilakukan. Keluhan tidur hendaknya jangan diabaikan
meskipun mereka sudah tua. Buruknya higiene tidur dapat
disebabkan oleh harapan yang berlebihan terhadap tidur atau
jadwal tidur. Akibatnya, lansia sering menghabiskan waktunya di
tempat tidur atau sebentar-sebantar tertidur di siang hari.1
Gangguan tidur pada lansia
Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologik
karena faktor usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang
sering ditemukan pada lansia.1 Menurut Association of Sleep
Disorder Centers pada tahun 1999 gangguan tidur yang berat
pada usia lanjut dibagi menjadi:
1) Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (disorders
of initiating and maintaining sleep = DIMS)
2) Gangguan mengantuk berlebihan (disorders of excessive
somnolence = DOES)
3) Gangguan siklus tidur jaga (disorders of the sleep wake
cycle)
4) Perilaku
tidur
abnormal
(abnormal
sleep
behaviour,
parasomnias)
Gangguan
memulai
dan
mempertahankan
tidur
atau
mendadak
stereotipik,
pada
tingkat
atau
bilateral,
unilateral
tidur
yang
berjalan,
berulang,
keluhan
berupa
bangun
terlalu
pagi
dan
dapat
diperbaiki
secara
dramatis
dengan
obat
antidepresan.
5) Keluhan penyakit-penyakit organik, misalnya nyeri karena
arthritis, penyakit keganasan, nokturia, penyakit hati atau
ginjal dan sesak napas dapat mengakibatkan bangun
berulang pada tidur malam.
mengantuk
berlebihan
ditandai
dengan
dapat
menimbulkan
hipersomnolensia.
Efek
obat,
untuk
mengakibatkan
hipersomnolensia.
tidur
berlebihan
Obat-obat
adalah
lain
anthistamin,
yang
obat
biasanya
mengalami
mimpi-mimpi
yang
tidak
merupakan
perilaku
tidur
abnormal
yang
55,17%
mengalami
insomnia
ringan,
34,48%
peneliti
yang
didapat
adalah sebanyak
65,52%
lansia
tidak
pertama
gangguan
untuk
mengatasi
medik
atau
insomnia
sekunder
psikiatrik
adalah
tidak
COPD
menyebabkan
ringan-sedang
gangguan
yang
respirasi
mengalami
pada
insomnia.
digunakan
untuk
memperkuat
efek
neuroleptik
terhadap tidur.
Antidepresan yang bersifat sedatif seperti trazodone dapat
diberikan bersamaan dengan benzodiazepin pada awal malam.
Antidepresan kadang-kadang dapat memperburuk gangguan
gerakan terkait tidur (RLS).
Mirtazapine
merupakan
antidepresan
baru
golongan
oksidase
inhibitor
pada
lansia
karena
dapat
dan
barbiturat
jarang
digunakan
karena
merupakan
pineal.
Ia
hormon
berperan
yang
mengatur
disekresikan
oleh
siklus
Efek
tidur.
dan
dipertahankan.
latihan
Kamar
fisik
tidur
sehari-hari
dijauhkan
yang
teratur
perlu
dari
suasana
tidak
tidur
merupakan
intervensi
efektif
yang
tidak
memerlukan biaya.
Terapi pengontrolan stimulus
Terapi ini bertujuan untuk memutus siklus masalah yang
sering dikaitkan dengan kesulitan memulai atau jatuh tidur.
Terapi ini membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang
sering ditemukan pada insomnia.
berbaring-baring
di
tempat
tidur
karena
bisa
pada
saat
yang
sama
setiap
hari
tanpa
waktu
di
tempat
tidur
dapat
membantu
nafas,
menggunakan
stimulansia
pernafasan
seperti
ini
sangat
terbatas
karena
risiko
morbiditas
dan
mortalitas.
Keputusan untuk mengobati apnea tidur didasarkan atas
siang
hari,
dan
akibat
(abnormalitas kardiorespirasi).1
medik
yang
ditimbulkannya
BAB III
KESIMPULAN
Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan
seseorang
untuk
dapat
berfungsi
dengan
baik.
Insomnia
empat
kelompok
yaitu,
gangguan
tidur
primer,
kondisi
medik
penyakit
paru,
umum
seperti
neurodegenerasi,
penyakit
penyakit
Terapi
farmakologik
seperti
benzodiazepin
Obat-obat
seperti
antidepresan,
neuroleptik
dapat
pula
memperbaiki
apnea
tidur
obstruktif.
Penggunaannya
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir N. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan
Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran. 2007;157:197.
2. Horne J. Images of lost sleep. Nature. 2000; 403:605-6
3. Prayitno A. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut
dan penatalaksanaannya. Univ Med 2002; 21 (1): 23--30
4. Sidharta P, Mardjono M. Kesadaran dan fungsi luhur. In
Sidharta P, Mardjono M. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 2010; 187.
5. Sherwood L. Susunan saraf pusat. In: Santoso BI, editor.
Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC.
2001; 137.
6. Japardi, Iskandar. Gangguan tidur. Fakultas Kedokteran Bagian
Bedah Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library. 2002.
1-11.
7. Singhealth. Sleep Disorders {0} - Singapore Health Hospitals
and
Doctors.
Available
at:
https://www.singhealth.com.sg/PatientCare/OverseasReferral/bh/Conditions/Pages/Sleep-Disorders.aspx. accessed
March, 25 2016
8. Pinel JPJ. Tidur, mimpi, dan ritme sirkadian. berapa banyak
waktu tidur yang Anda butuhkan?. In: Pinel JPJ. Biopsikologi
edisi 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; 2009. 434-467
9. Susanti R. Perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan
sesudah latihan relaksasi otot progresif Di BPSTW Ciparay
Bandung. Unpad. 2009.
10. Mahardika J, Haryanto J, Bakar A. Hubungan keteraturan
mengikuti senam lansia dan kebutuhan tidur lansia di UPT
PSLU Pasuruan di Babat Lamongan. J Community Health Nurs.
2012; 1 (1) Available at: journal.unair.ac.id/filerPDF/Jefry
%20M.doc. Accessed January, 5 2014.