Anda di halaman 1dari 3

How two-tier boards can be more effective

Oleh Pieter-Jan Bezemer, Stefan Peij, Laura de Kruijs, dan Gregory Maassen

Dewan direksi memainkan peran penting dalam

governance perusahaan dan

merupakan mekanisme internal kunci untuk memonitor dan manajemen disiplin. Namun,
krisis keuangan global dan skandal internasional terkenal seperti Ahold, Enron, Parmalat dan
WorldCom telah menyoroti bahwa bahkan reputable boards juga dapat mengalami kesulitan
untuk secara efektif memantau direktur eksekutif. Penyebab gagalnya berbagai pengawasan
mulai dari asimetri informasi sampai dengan ketidakmampuan direktur non-eksekutif untuk
memantau CEO yang memiliki posisi kuat. Akibatnya, regulator dan praktisi telah
mendukung kebebasan dalam kode tata kelola perusahaan dan undang-undang perusahaan
sebagai sarana untuk meningkatkan kendali terhadap governance. Walaupun efektifitas
kebijakan board independence telah didokumentasikan dengan ekstensif dalam literatur,
tetapi sampai saat ini sangat sedikit yang diketahui tentang proses internal yang dilakukan
oleh dewan, dan khususnya terhadap direktur non-eksekutif , dalam usahanya untuk
meningkatkan potensi pemantauan dari dewan. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan
peran dan pentingnya rapat evaluasi secara regular dalam menyetujui efektivitas dewan
direksi. Namun hanya sedikit bukti mengenai intervensi yang digunakan oleh direktur noneksekutif untuk benar-benar memecahkan masalah yang muncul dalam ruang rapat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana direktur non-eksekutif
mengatasi masalah governance yang terkait dengan two tier boards di Belanda. Dalam model
dewan seperti ini, tantangan mungkin sangat sulit untuk mengatasi akibat pemisahan formal
antara dewan direksi keputusan manajamen dengan dewan pengawas peran keputusancontrol. Penelitian ini berkontribusi untuk literatur dalam dua cara. Pertama, penelitian ini
menyoroti bahwa direksi non-executive

sering mengalami tantangan dalam secara efek

menanyakan pertanyaan kritis manajeme, asimetri informasi dan hubungan kerja


interpersonal dengan direksi eksekutif. Kedua, dengan menyelidiki boardroom challanges
dan intervensi dari direksi non-executive di Belanda,penelitian ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik dari Potensi pengawasan dari model two-tier board.
One-tier and two-tier boards

Dewan direksi beroperasi di berbagai sistem untuk memantau manajemen. Sedangkan


direktur non-eksekutif di AS, Inggris dan Jepang beroperasi di one-tier board, direktur noneksekutif di Jerman, Belanda, Cina dan Indonesia mengawasi direktur eksekutif di two-tier
board (Adams and Ferreira, 2007). Negara lain seperti Rusia memberikan direktur noneksekutif kesempatan untuk memantau manajemen menggunakan hybrid board model,
menggabungkan karakteristik kunci dari one tier dan two-tier board. Sementara one-tier
board mengintegrasikan keputusan manajemen dan pengambilan kontrol dalam organisasi,
Two tier boards menyediakan untuk pemisahan resmi dari kedua peran. Pada two-tier boards,
executive directors bertanggung jawab atas operasional harian perusahaan dan non-executive
directors bertanggung jawab untuk pengawasan direktur eksekutif.
Para ahli telah memperdebatkan kekuatan komparatif dan kelemahan one-tier dan
twotier boards. Pada dasarnya, perbedaan yang mendasari utama antara model dewan ini
berhubungan dengan pertanyaan sentral apakah diinginkan untuk memiliki pemantau
independen yang terlibat dalam keputusan manajemen. Dengan lapisan organisasi yang lebih
sedikit, model one-tier dapat membuat sedikit asimetri informasi dan mengurangi rintangan
birokrasi yang dapat menghambat pengambilan keputusan proses direktur non-eksekutif di
two-tier board. Di sisi lain, struktur one-tier board di mana eksekutif dan non-eksekutif
direktur beroperasi pada one board mungkin membahayakan kemampuan dewan untuk
memantau direktur eksekutif dan memberikan saran independen untuk manajemen. Selain itu,
insider yang mendominasi mungkin akan kehilangan peluang bisnis, seperti independent
outsiders dapat menawarkan pandangan alternatif tentang perkembangan lingkungan.
Dengan demikian, para pendukung model two-tier board telah menekankan keuntungan
memiliki non-eksekutif yang hanya terlibat dalam kontrol keputusan.
Sedangkan literatur menunjukkan bahwa direktur non-eksekutif di one-tier dan twotier board mungkin menghadapi beberapa boardroom challenge, pemisahan keputusanmanajemen dari decision-control dalam model two-tier board dapat menghasilkan hambatan
tambahan untuk direktur non-eksekutif untuk memantau manajemen.

Lebih sedikit

pertemuan bersama antara eksekutif dan direktur non-eksekutif two-tier boards dibandingkan
dengan one-tier boards dapat membuat lebih sulit bagi direksi untuk membangun hubungan
kepercayaan, sehingga berpotensi merusak komunikasi dan arus informasi antara kedua
dewan. Selain itu, tidak adanya informasi orang dalam dapat membuat lebih sulit bagi
direktur non-eksekutif di dewan pengawas untuk memahami dan meratifikasi inisiatif

strategis dewan manajemen, sehingga mungkin menjadi kesulitan dalam proses pengambilan
keputusan. Selain itu, jarak dari anggota dewan pengawas dari pengambilan keputusan yang
proses dapat membuat lebih sulit bagi direktur non-eksekutif untuk memberikan sumber daya
kepada perusahaan, dengan demikian dapat menyebabkan kehilangan value-creation
opportunities. Dengan pemikiran ini, penelitian ini mengeksplorasi tantangan ruang rapat
dalam konteks model two-tier board Belanda. Secara khusus, berikut tiga pertanyaan
penelitian dieksplorasi secara kualitatif:
1. Apakah boardroom challenge utama yang dihadapi non-eksekutif dari two-tier
boards?
2. Faktor apa saja yang berkontribusi terhadap boardroom challenge utama yang
dihadapi oleh direktur non eksekutif dari two-tier boards
3. Bagaimana direktur non-eksekutif berusaha untuk mengatasi boardroom
challenges pada two-tier boards?
Selama beberapa dekade sudah biasa untuk perusahaan dalam Dutch governance
system untuk mengoperasikan dewan pengawas, yang terdiri dari direktur non-eksekutif,
berada di sebelah management board yang terdiri semata-mata dari direktur eksekutif.
Struktur ini diamanatkan oleh hukum perusahaan untuk menyeimbangkan kepentingan
stakeholder dalam perusahaan publik dengan secara resmi memisahkan keputusan
manajemen dari keputusan-control. Dalam kode tata kelola perusahaan Belanda (2008, p. 19),
peran dewan pengawas didefinisikan sebagai berikut: '' untuk mengawasi management board
dan urusan umum perusahaan dan perusahaan afiliasinya, serta untuk membantu
management board dengan memberikan saran. Peran management board adalah ''untuk
mengelola perusahaan, yang berarti, antara lain, bahwa ia bertanggung jawab untuk mencapai
tujuan perusahaan, strategi dan risiko yang terkait profil, pengembagan hasil dan isu-isu
tanggung jawab sosial perusahaan yang relevan dengan perusahaan. management board
bertanggung jawab untuk ini kepada dewan pengawas dan general meeting.

Anda mungkin juga menyukai