Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Cabai Capsicum sp merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Hasil dari tanaman ini banyak diminati oleh masyarakat
sebagai campuran bahan makanan atau sebagai bumbu dapur. Kandungan minyak atsiri
pada cabai yang menyebabkan terasa pedas saat dikonsumsi. Dahulu cabai
dibudidayakan sebagai rempah-rempah penghangat badan, tapi sekarang tidak sebatas
itu saja karena cabai sudah menjadi komoditas yang bernilai ekonomis tinggi Cabai
yang dibudidayakan secara luas di Indonesia juga termasuk kedua spesies ini. Cabai
besar dan cabai keriting, misalnya, termasuk spesies C. annuum sedangkan cabai rawit
termasuk C. frutescens.
Tanaman cabai memiliki risiko gagal panen yang tinggi. Terutama tanaman ini
sangat rentan terserang hama dan penyakit. Hal ini dapat merugikan petani secara
ekonomi. Oleh karena itu upaya pengendalian hama ini sebagai hama utama tanaman
cabai perlu dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian secara ekonomi.

1.2

Rumusan Masalah
1.2.1 Apa tanaman cabai itu?
1.2.2 Apa saja hama yang menyerang tanaman cabai?
1.2.3 Bagaimana cara mengendalikan hama tanaman cabai?

1.3

Tujuan
1.3.1 Mengetahui hama yang menyerang tanaman cabai
1.3.2 Mengetahui gejala serangan hama pada tanaman cabai
1.3.2 Mengetahui cara pengendalian hama pada tanaman cabai

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tanaman Cabai
2.1.1 Sejarah Tanaman Cabai
Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang
memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabe berasal dari benua Amerika tepatnya
daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia
termasuk Negara Indonesia. Tanaman cabe banyak ragam tipe pertumbuhan dan
bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di
Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis
saja, yakni Cabe besar, cabe keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabe
memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Diantaranya Kalori, Protein,
Lemak, Kabohidarat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C. Klasifikasi
tanaman cabai :
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Ordo

: Solanales

Famili

: Solanaceae (suku terung-terungan)

Genus

: Capsicum

Spesies

: Capsicum annum L.

Tanaman cabai temyata masih saw famili (solanaceae) dengan tanaman


kentang, tomat, terung, ranti, dan tekokak, sehingga kemungkinan adanya
kesamaan dalam serangan hama dan penyakit. Namun tanaman cabai tidak
berkerabat dekat dengan tanaman cabai Jawa (Piper retrofractrum), meskipun
sama-sama memiliki nama cabai. Penamaan cabai Jawa memang salah kaprah,
karena hanya didasarkan dengan bentuk buah tanaman ini yang menyerupai
cabe.
2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
a. Di tanam pada dataran rendah sampai ketinggian 2000 meter dpl.

b. Cabe dapat beradaptasi dengan baik pada temperatur 24 27 derajat


Celsius dengan kelembaban yang tidak terlalu tinggi.
c. Dapat ditanam pada tanah sawah maupun tegalan yang gembur, subur,
tidak terlalu liat dan cukup air.
d. pH tanah yang optimal antara 5,5 sampai 7.
e. Pengairan dapat menggunakan irigasi, air tanah dan air hujan
2.1.3 Budidaya Tanaman Cabai

Jarak tanam yang digunakan adalah 50 60 cm jarak antar lubang dan


60 70 cm untuk jarak antar barisan dengan pola penanaman model

segitiga atau zig-zag.


Pilihlah bibit cabe yang sehat dengan ciri-ciri berbatang kuat dan
memiliki daun sebanyak kira-kira 6 helai (umur bibit kira-kira sekitar

20-30 hari).
Perawatan tanaman adalah salah satu hal yang sangat penting dalam
teknik budidaya cabe. Perawatan meliputi penyiraman, pemupukan, dan

juga pengendalian hama serta penyakit.


Buah cabe yang bagus untuk dipanen adalah buah yang tidak terlalu
muda tapi juga tidak terlalu matang.Cabai dapat dipanen pada umur 90110 hst. Buah dipanen adalah buah 80% masak.

2.2

Hama Pada Tanaman Cabai


2.2.1 Ulat Grayak ( Spodoptera litura F )
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F

Bioekologi/Morfologi
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperakan, dan sayap
belakang berwarna keputihan dengan bercak hitam. Kemampuan terbang ngengat
pada malam hari mencapai 5 km. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian
dasar melekat pada daun (kadangkadang tersusun dua lapis), berwarna coklat
kekuningan, diletakkan berkelompok masing-masing 25500 butir. Telur

diletakkan pada bagian daun atau bagian tanaman lainnya, baik pada tanaman
inang maupun bukan inang. Bentuk telur bervariasi. Kelompok telur tertutup bulu
seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina,
berwarna kuning kecoklatan.
Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung (bulan sabit)
berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh . Pada sisi lateral
dorsal terdapat garis kuning.Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian
sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok. Beberapa hari
setelah menetas (bergantung ketersediaan makanan), larva menyebar dengan
menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di
dalam tanah atau tempat yang lembap dan menyerang tanaman pada malam hari
atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke
tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar
Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah Agrothis ipsilon, namun
terdapat perbedaan yang cukup mencolok, yaitu pada ulat grayak terdapat tanda
bulan sabit berwarna hijau gelap dengan garis punggung gelap memanjang.

Daerah Sebaran
Hama ini dijumpai di 22 propinsi dengan rerata luas serangan 11.163 ha/tahun.
Daerah serangan utamanya adalah Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara

Daur Hidup
Ulat grayak berkembang secara metamorfosis sempurna. Perkembangan S.
litura terdiri dari empat stadia yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Hama ini bersifat
polifag atau mempunyai kisaran inang yang cukup luas. Pada umur 2 minggu,
panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah, membentuk pupa
tanpa rumah pupa (kokon), berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar
1,60 cm. Siklus hidup berkisar antara 3060 hari (lama stadium telur 24 hari).
Stadium larva terdiri atas 5 instar yang berlangsung selama 2046 hari. Lama
stadium pupa 8 11 hari. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2.0003.000
telur.

Tanaman Inang
Tanaman inang utama dari ulat grayak yaitu bawang merah. Sedangkan
tanaman inang lain dari ulat grayak adalah cabai, kubis, padi, jagung, tomat, tebu,

buncis, jeruk, tembakau, bawang merah, terung, kentang, kacang kacangan


(kedelai, kacang tanah) kangkung, bayam, pisang,padi, dan tanaman hias. Ulat
grayak

juga

menyerang

berbagai

gulma,

seperti Limnocharis sp.,Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp.,Clibadium sp.


, dan Trema sp.

Gejala serangan
Awal musim kemarau kelembaban udara 70% dan suhu rata-rata 18-23 derajat
Celcius memicu telur menetas. Iklim itu juga memicu perkembangbiakan
ngengat. Larva yang masih muda merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas (transparan) dan tulang daun. Larva instar lanjut merusak
tulang daun dan kadang-kadang menyerang polong. Biasanya larva berada di
permukaan bawah daun dan menyerang secara serentak dan berkelompok.
Serangan berat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis
dimakan ulat.
Serangan berat pada umumnya terjadi pada musim kemarau, dan
menyebabkan defoliasi daun yang sangat berat. serangan ulat yang masih kecil
mengakibatkan bagian daun yang tersisa tinggal epidermis bagian atas dan tulang
daunnya saja. Ulat yang besar memakan tulang daun. Serangan berat dapat
mengakibatkan tanaman menjadi gundul.

Siklus Hidup
Perkembangannya bersifat metamorfosis sempurna, terdiri atas stadia telur,
ulat, kepompong, dan ngengat. Ngengat mulai meletakkan telur pada pertanaman
kedelai umur 3 minggu setelah tanam. Setelah telur menetas, ulat tinggal sementara
di tempat telur diletakkan. Beberapa hari kemudian, ulat berpencaran. Stadium ulat
terdiri atas enam instar yang berlangsung 14 hari. Ulat tua bersembunyi di tanah
pada siang hari dan giat menyerang tanaman pada malam hari. Ulat berkepompong
di dalam tanah. Stadium kepompong dan ngengat masing-masing 8 dan 9 hari.
Ngengat meletakkan telur secara berkelompok yang ditutupi bulu-bulu halus
berwarna coklat-kemerahan. Produksi telur rata-rata 1.413 butir/ekor. Stadium telur
berlangsung 3 hari. Daur hidup ulat grayak dari telur ke telur berlangsung 28 hari,
sedangkan panjang hidup dari telur hingga ngengat mati berlangsung 36 hari.

Ekologi/Daerah Sebaran

Ulat grayak tersebar luas di Asia, Pasifik, dan Australia. Di Indonesia, hama
ini terutama menyebar di Aceh, Jambi, Sumatera Selatan.

Pengendalian
a.

Pengendalian dengan teknik budidaya (cultural control)


Teknik

pengendalian

ini

merupakan

usaha

memanipulasi

agroekosistem untuk membuat lingkungan pertanaman menjadi kurang


sesuai bagi kehidupan dan perkembang-biakan hama, serta menyediakan
habitat bagi organisme menguntungkan. Beberapa teknik budidaya, antara
lain:

Pergiliran tanaman untuk memutus rantai makanan bagi hama.


Misalnya, pergiliran tanaman kedelai dengan jagung atau padi yang
dapat mengatasi masalah hama karena masing-masing memiliki

kompleks hama berbeda.


Penanaman dalam barisan (strip cropping). Misalnya, menanam
kedelai dan jagung secara berselang-seling pada petak berbeda. Teknik
ini dapat meningkatkan keragaman sehingga tanaman inang
tersamarkan dari serangan hama. Selain itu, tanaman dapat berfungsi

sebagai tempat berlindung dan sumber pakan bagi organisme berguna.


Penanaman varietas tahan, misalnya varietas Ijen yang toleran
terhadap serangan ulat grayak (Balitkabi, 2008). Menurut Adie (2008),
ketahanan kedelai terhadap ulat grayak ditentukan oleh kepadatan
trikoma daun yang berkorelasi negatif dengan intensitas kerusakan
daun. Kepadatan trikoma dari pasangan persilangan ICH/Wilis,
G100H/ICH, dan G100/Wilis berpotensi sebagai kriteria seleksi

ketahanan terhadap ulat grayak.


Penanaman tanaman perangkap, misalnya kedelai galur MLG3023
atau varietas Dieng yang ditanam dalam areal seluas 15% dari
tanaman utama dapat digunakan sebagai perangkap bagi ulat grayak.
Galur dan varietas tersebut disukai ngengat untuk meletakkan telurnya
(Tengkano et al., 1997).

b. Pengendalian hayati.
Pengendalian hayati dengan musuh alami dimaksudkan untuk
mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang merugikan tanaman.

Musuh alami ulat grayak dimanfaatkan melalui: a) konservasi, misalnya


penggunaan insektisida yang kurang berbahaya bagi musuh alami, dan b)
augmentasi melalui pembiakan/perbanyakan dan pelepasan musuh alami.
Khusus parasitoid dan predator, pemanfaatan musuh alami melalui konservasi
lebih efektif daripada augmentasi. Beberapa jenis musuh alami ulat grayak,
antara lain parasitoid telur Telenomus sp., parasitoid ulatSnellenius manilae,
predator Euborelia

stali,

virus

patogen Borelinavirus

litura,

bakteri

patogen Bacillus thuringiensis, dan cendawan patogen Nomuraea rileyi.


c. Pengendalian mekanis dan fisik
Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan
cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi
kurang sesuai bagi hama. Contoh, mengumpulkan kemudian membinasakan
kelompok telur dan ulat yang ada di pertanaman. Selain itu, menggenangi
lahan pertanaman, terutama pada stadia vegetatif akhir dan pengisian polong
untuk mematikan ulat grayak yang berdiam diri di dalam tanah pada siang
hari.
d. Pengendalian Kimia
Insektisida

kimia

merupakan

pilihan

terakhir

dalam

usaha

mengendalikan hama karena berpotensi menimbulkan dampak negatif.


Insektisida harus digunakan sesuai kebutuhan, pada waktu spesifik dalam
siklus hidup hama, dan bila cara lain, seperti pengendalian hayati atau teknik
budidaya, gagal menjaga populasi hama pada tingkat yang tidak merugikan
secara ekonomi. Insektisida tersebut selain efektif, juga harus selektif terhadap
satu atau beberapa jenis hama saja, dan residunya berumur pendek.

2.2.2

Kutu Daun (Aphid sp)


Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Hemiptera

Famili

: Aphididae

Genus

: Aphids

Spesies

: Aphids sp

Bioekologi/mofologi
Kutu daun (Aphis sp) adalah salah satu hamabagi beberapa
komoditas tanaman hortikultura. Kutu daun dapat menginang pada
beberapa tanaman komoditas tersebut seperti kentang, apel, jeruk, bawang
merah, apel, cabai tomat, hingga kapas. Kutu yang panjang tubuhnya
antara 1 sd 2 mm ini, memiliki warna tubuh yang bervariasi tergantung
pada spesies dan lingkungan hidupnya. Warna tersebut antara lain kuning,
kuning kemerah-merahan, hijau, hijau gelap, hijau kekuning-kuningan,
dan hitam suram. Kutu daun ada yang memiliki sayap dan ada pula yang
hidup tanpa sayap.

Ekologi
Hama ini terdapat di Indonesia, China, dan negara-negara penghasil
jeruk, dan diseluruh daerah beriklim tropis

Gejala Serangan
Kutu daun ini menyerang tunas dan daun muda dengan
cara menghisap cairan tanaman sehingga helaian daun menggulung.
Koloni kutu ini berwarna hitam, coklat

atau

hijau

kekuningan

tergantung jenisnya. Kutu menghasilkan embun madu yang melapisi


permukaan daun sehingga merangsang jamur tumbuh (embun
jelaga). Di samping itu, kutu juga mengeluarkan toksin melalui air
ludahnya sehingga timbul gejala kerdil, deformasi dan terbentuk puru
pada

helaian daun.

Pada

tanaman

cabai,

serangan

kutu

daun

menyebabkan perkembangan daun dan bunga yang terserang menjadi


terhambat. Serangan kutu daun umumnya dimulai dari permukaan daun
bagian bawah, pucuk tanaman, kuncup bunga, dan batang muda. Dan
kadang kali kutu daun juga dapat berperan sebagai vektor pembawa virus
penyebab beberapa penyakit tanama.

Siklus Hidup
Kutu daun dimulai dari telur yang menetas pada umur 3 sd 4
hari setelah diletakan. Telur menetas menjadi larva dan hidup selama 14 sd
18 hari dan berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai bereproduksi
pada umur 5 sd 6 hari pasca perubahan dari larva menjadi imago. Imago
kutu daun dapat bertelur sampai 73 telur selama hidupnya.

2.2.3

Thrips
Kingdom : Animalia

Divisi

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Thysanoptera

Famili

: Thripidae

Genus

: Thrips

Spesies

: Thrips sp

Bioekologi dan Morfologi


Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning
sampai coklat kehitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak
kehitaman, berbercak bercak merah atau bergaris garis. Betina
mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir
bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih tinggi dan akan
berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat
mencapai 20 hari. Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata rata 80 butir
per induk. Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata rata 80 butir per
induk, diletakkan di permukaan bawah daun atau di dalam jaringan
tanaman secara terpencar,akan menetas setelah 3 8 hari. Nimfa berwarna
pucat, putih/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa
yang tidak aktif berada di permukaan tanah sekitar tanaman.
Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban

relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran
rendah 7 12 hari, Hidup berkelompok.

Ekologi
Di dunia hama ini untuk sementara hanya terdapat di benua
Eropa dan Asia. Di Indonesia hama ini dilaporkan terdapat hampir di
seluruh wilayah antaralain di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.

Gejala Serangan
Dampak langsung serangan, gejala awal pada permukaan
bawah daun berwarna keperak perakan mengkilat, dan pada serangan
lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan
terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput .
Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan
timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil
bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak bercak
kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun.
Dampak secara tidak langsung, Trips merupakan vektor penyakit virus
mosaik dan virus keriting. Gejala serangan awal timbul akibat hama
menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh
bercak bercak keperakan mengkilat, daun akan menjadi keriting atau
keriput. Jika serangan terjadi pada awal pertanaman maka akan terjadi
gejala fatal berupa penyakit kerdil (dwarfing) dan pada akhirnya layu dan
kemudian akan mati.

Tanaman Inang
Dengan tanaman inang utama sayuran dari keluarga bawang
(Allium spp.), keluarga Solanaceae (kentang, tomat, dan terung), Brassica
(kubis), kacang kacangan.

Siklus Hidup
Siklus hidup hama trips sekitar 3 minggu. Di daerah tropis
siklus hidup tersebut bisa lebih pendek (7 - 12 hari), sehingga dalam satu
tahun dapat mencapai 5 10 generasi. Trips dewasa dapat hidup sampai
20
hari.Perkembangbiakan

secara phartenogenesis akanmenghasilkan ser

anggaSerangga jantan. Menurut Kalshoven (1981) bahwa imago betin


a Thrips dapat meletakkan telur sekitar 15 butir secara berkelompokk
edalam jaringan epidhermal daun tanaman denganmasa inkubasi telur se
kitar 7 hari.

Pengendalian
a.

Kultur teknis

Penggunaan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran


rendah untuk mengurangi infestasi serangga pengisap daun dan
mengurangi gulma.Penggunaan mulsa plastik perak di guludan
dapat menghalau serangan Trips karena adanya refleksi cahaya
matahari yang dipantulkan mulsa, sehingga menunda serangan
Thrips yang biasanya terjadi pada umur 14 hari setelah tanam (hst)
menjadi 41 hst, selain itu juga mulsa plastik dapat menghalangi
Trips mencapai tanah pada saat akan menjadi pupa. - Populasi
hama biasanya meningkat pada musim kemarau pada kondisi
cuaca kering. Thrips tidak menyukai kondisi lingkungan yang
lembab. Pengairan yang cukup merupakan salah satu cara
pengendalian yang tepat untuk Thrips. Misalnya mempertahankan
permukaan air diparit pada ketinggian 15 20 cm dari permukaan
bedengan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang lembab

disekitar tanaman.
Menanam tanaman penghalang (barrier) misalnya jagung di
sekeliling pertanaman cabai (5-6 baris) dengan jarak tanam rapat
15 20 cm yang di tanam 2 3 minggu sebelum tanam cabai
untuk mengurangi masuknya Trips ke lahan pertanaman. Tanaman
border lainnya antara lain tagetes, orok orok, dan kacang
panjang.

b. Fisik/Mekanis
o Membakar sisa jerami/mulsa yang dipakai selama pertanaman
o Mengambil Trips dengan menggunakan kapas/Cotton bud
o Penggunaan perangkap likat warna biru, putih, atau kuning,
sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 dipasang di
tengah pertanaman dengan ketinggian + 50 cm (sedikit di atas tajuk

tanaman) sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap minggu perangkap


diolesi dengan oli atau perekat.
c. Biologi
Pemanfaatan musuh alami predator kumbang Coccinella
rapanda, Menochilus sexmaculatus, Amblyseius cucumeris, Paederus
fuscipes, Orius minutes, Chilomenes sexmaculatus, Chilocorus
nigrita, dan Scymnus latermacullatus. Jamur patogen Verticillium
lecani (konsentrasi 3 x 108 spora/ml) dan Entomophthora sp.
d.

Kimia
Jika saat pengamatan ditemukan 0,7 ekor kutu daun /tanaman
contoh (7 ekor nimfa/10 daun) atau persentase kerusakan oleh
serangan hama pengisap telah mencapai 15% per tanaman contoh
dianjurkan menggunakan pestisida kimia sintetik yang terdaftar dan
diizinkan oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif
abamectin, spinosad, imidakloprid, karbosulfan dan diafentiuron.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Hama penting pada tanaman cabai adalah Ulat Grayak, Kutu Daun, dan Thrips
Hama yang ditemukan pada lahan cabai Apeldento, Karangploso adalah Ulat

Grayak dan Kutu Daun


Pengendalian yang dapat dilakukan pada hama tersebut adalah pengendalian secara
kultur teknis, biologis, fisik/mekanik, dan kimiawi

DAFTAR PUSTAKA

Riyanto. 2010. KELIMPAHAN SERANGGA PREDATOR KUTU DAUN (Aphis gossypii)


(GLOVER)

(HEMIPTERA:

APHIDIDAE)

SEBAGAI

SUMBANGAN

MATERI

KONTEKSTUAL PADA MATA KULIAH ENTOMOLOGI DI PROGRAM STUDI


PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNSRI *. FKIP Universitas Sriwijaya
Dinas

Pertanian.

2013.

Merawat

Tanaman

Bougenville.http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1280(Online). Diakses pada 18


Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai