Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi Benih
Kuswanto (2003) menyebutkan bahwa proses ekstraksi benih merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk memisahkan benih dari buah. Pernyataan ini
diperjelas oleh Ekawati(2004) bahwa ekstraksi benih merupakan pemisahan biji
dari daging buah, kulit benih,polong, kulit buah, malai, tongkol dan sebagainya
dengan tujuan agar benih tersebut dapat digunakan untuk bahan tanam yang
memenuhi persyaratan. Ekstraksi diperlukan karena biasanya benih tidak dipanen
secara langsung, biasanya pengunduhan dilakukan terhadap buahnya. Kuswanto
(2003) menyatakan bahwa berdasarkan proses ekstraksi ini buah dan polong dapat
digolongkan menurut cara mengekstraksinya, antara lain:
1. Cone dan polong
Sesudah tindakan pra-perawatan, buah polong dikeringkan sampai pada
tingkat kadarair tertentu dimana buah polong tersebut mulai terbuka. Setelah
terbuka bijinya diambil dengan menggunakan tangan atau mesin khusus.
Kerusakan mesin dapat dengan mudah menimbulkan kerusakan pada benih
apabila terjadi terlalu banyak benturan dan getaran. Setiap famili pohon (families)
dapat berbeda dalam hal kadar air cone dan ketebalan dan struktur

lapisan

benih, dan ekstraksi standar dapat juga mempengaruhi famili pohon


(families) tersebut secara berbeda. (Kuswanto, 2003).
2. Buah kering
Ini merupakan kelompok yang bermacam-macam. Kantung (follicles)
yang terbelah sebelah kebawah, polong dari tumbuhan polong yang terbelah dua
belah kebawah, dan kapsul dari tanaman eucalyptus yang terbelah kedalam (split
in) menjadi tiga atau beberapa belah.
Beberapa jenis buah akan terbuka dengan sendirinya apabila dikeringkan
khususnya apabila buah tersebut dipetik pada saat yang tepat, bukan sebelum
waktunya dan apalagi dengan pengeringan terlalu cepat. Beberapa benih dapat
diperoleh

melalui gosokan ringan

atau rontok,

sedangkan

lainnya

memerlukan

bantuan

mesin.

Proses

seperti

ini

dapat mengakibatkan

kerusakan pada benih apabila tidak dilakukan dengan teliti (Kuswanto, 2003
Pada buah berdaging sebelum benih dipisahkan atau diekstraksi,
buahnya dapat dikeringkan terlebih dahulu setelah buah masak. Tanaman yang
termasuk dalam tipe ini adalah tanaman cabai, oyong, okra dan paria (Kuswanto,
2003). Buah Berdaging dan Berair (Wet Fleshly Fruit) Buah tipe ini, disamping
berdaging juga berair misalnya ketimun, sehingga pada saat benih masak
fisiologis maupun masak morfologis kandungan air benih masih sangat tinggi dan
benih diselaputi oleh lendir dan saling melekat pada runag-ruang tempat biji
tersususn yang mengandung bahan yang bersifat inhibitor.
Dengan

demikian,

sebelum

benih dikeringkan lendir yang ada harus

dihilangkan terlebih dahulu menggunakan zat kimia yaitu dengan difermentasikan


terlebih dahulu, kemudian benih dicuci dengan air hingga bersih dan bebas dari
lendir (Kuswanto, 2003).
2.2 Metode ekstraksi
Ekawati (2004) menyebutkan bahwa dari beberapa jenis tanaman yang
berasal buah berdaging dan berarir (Wet Fleshly Fruit) memerlukan metode
ekstraksi dan perawatan khusus sebelum benih siap dikeringkan. Ekstraksi dapat
dilakukan dengan cara yang sama dengan benih yang berasal dari buah batu tetapi
dimodifikasi dengan ekstraksi secara kering yang dapat dilakukan secara manual
atau dengan mesin antara lain:
Benih dari beberapa jenis tanaman yang berasal buah berdaging
dan berair memerlukan metode ekstraksi dan perawatan khusus sebelum
benih

siap

dikeringkan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang sama

dengan benih yang berasal dari buah batu tetapi dimodifikasi dengan ekstraksi
basah (wet ekstraction) yang dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin.
Zat penghambat perkecambahan (inhibitor) yang menyelimuti permukaan
benih harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dikeringkan (Kuswanto, 2005)
pernyataan ini juga disampaikan oleh Sutopo (2002) dalam bukunya
Teknologi

Benih menyebutkan bahwa banyak zat yang diketahui dapat

menghambat perkecambahan salah satunya adalah bahan-bahan yang terkandung


dalam cairan buah yang melapisi biji tomat dan ketimun.

(Ekawati, 2004)

menjelaskan ada

beberapa

cara yang

dapat dilakukan

dalam ekstraksi

basah, antara lain:


1. Fermentasi
Benih yang telah dipisahkan dari daging buahnya, dimasukkan ke dalam
wadah dan apabila perlu ditambah dengan sedikit air, wadah ditutup dan disimpan
selama beberapa hari. Adapun wadah yang digunakan untuk fermentasi benih
dipilih wadah yang tidak korosif terhadap asam, misalnya terbuat dari logam
stainless steel, kayu ataupun plastic. Lama fermentasi tergantung pada tinggi
rendahnya suhu selama fermentasi. Apabila fermentasi dilakukan

pada

temperature 240 C-270 C maka diperlukan waktu 1-2 hari., sedangkanapabila


digunakan temperature 150 C-220C, dbutuhkan waktu 3-6 hari., tergantung pada
jenis benih yang difermentasikan. Selama fermentasi bubur (pulp) perlu diaduk
guna memisahkan benih

dari

massa

pulp

dan

mencegah

timbulnya

cendawan.
Setelah

fermentasi

selesai, bisanya benih akan tenggelam ke dasar

wadah untuk memudahkan pemisahan benih dari massa pulp perlu ditambahkan
air agar pulp menjadi encer. Setelah benih difermentasi benih dicuci dengan air
bersih

hingga

semua

zat

penghambat

hilang,

yang

ditandai

dengan

permukaan benih yang sudah tidak licin. Selanjutnya benih tersebut dikering
anginkan pada suhu 310 C hingga diperoeh kadar air tertentu sesuai dengan
peraturan yang aman bagi penyimpanan (Pitojo, 2005).
2. Metode Mekanis (Mechanical Method)
Pada usaha skala besar, pemisahan benih dari daging buahnya akan kurang
efisien jika menggunakan tenaga manual. Proses pembijian dilakukan dengan
menggunakan mesin (seed extraction) yang dirancang untuk memisahkan dan
membersihkan benih dari pulp yang mengandung inhibitor (Ekawati, 2004)
3. Metode Kimiawi (Chemical Method)
Metode fermentasi memerlukan waktu relative lama terutama bila
dilakukan di Negara yang berklim dingin/sedang, sehingga akan berdampak pada
kualitas benih. Untuk mempersingkat waktu fermentasi, dapat digunakan zat
kimia misalnya HCL 35%, dengan dosis 5 liter HCL 35% dicampur dengan 100
liter air. Kemudian larutan HCL digunakan untuk merendam pulp. Setelah

direndam dan diaduk selama 30 menit, massa pulp akan mengambang


dipermukaan sehingga mudah dipisahkan dari benih yang tenggelam didasar
wadah.
Setelah dipisahkan benih dicuci dengan air hingga bekas pencuciannya
bersifat netral (dapat dicek dengan menggunakan kertas lakmus). Pitoyo (2005)
juga menjelaskan bahwa bahwa

pemisahan

biji

setelah

fermentasi

dapat

dilaukan dengan menggunakan sodium karbonat 10% selama dua hari, namun
cara tesebut jarang digunakan oleh perusahaan benih, pemisahan biji dalam
jumlah banyak dapat dilakukan secara cepat degan menggunakan HCL 1 N
sebanyak 7-8 ml/l larutan, dibiarkan selama 1-2 jam. Namun jika tidak dilakukan
secara tepat perlakuan dengan bahan kimia tersebut dapat menurunkan daya
kecambah.
Kuswanto (2003) menyatakan bahwa untuk mempersingkat waktu
fermentasi dapat digunakan zat kimia HCL 35% dengan doasis 5 liter HCL 35 %
dicampur dengan 100 liter air, kemudian larutan tersebut

digunakan

untuk

merendam pulp selama 30 menit. Murniati (1999) dalam penelitiannya


memanfaatkan kapur tohor sebagai bahan untuk ekstraksi basah menunjukkan
bahwa pada konsentrasi kapur tohor 20 g/l dengan lama perendaman 30 menit
memberikan potensi tumbuh terbaik (96%) untuk benih manggis. Manggis dan
ketimun termasuk kedalam tipe buah berdagung dan berair sehingga diharapkan
kapur tohor juga dapat dipalikasikan dalam ekstraksi benih ketimun. Adapun
keuntungan dari penggunaan kapur tohor adalah prosesnya berjalan cepat,
harganya murah 2000/kg dapat mencegah terjadinya pembusukan yang dapat
mempengaruhi kualitas benih terutama viabilitasnya dan tidak menyebabkan
perubahan warna.
DAFTAR PUSTAKA
Murniati,E.1996. Informasi Hasil Penelitian Pengaruh faktor internal dan
eksternal terhadap
viabilitas benih kemiri (Aleurites moluccana Willd.). Keluarga Benih 7(1):59-65
Kamil, J, 1982, Teknologi Benih I, Padang: Universitas Andalas
Kuswanto, Hendarto. 1997. Analisis Benih. Yogyakart:Andi
Kuswanto,Hendarto. 2003, Teknologi Pemprosesan, Pengemasan dan
Penyimpanan Benih.

Yogyakarta: Kanisius
Nurhayati, K. 1997. Pengaruh Ukuran dan Saat perkahan Buah Pada Proses
Ekstraksi terhadap
Perkecambahan dan Pertumbuahan Semai Khaya anthoteca C.DC. Skrpisi. Bogor.
Jurusan
Manajeman Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogo

Anda mungkin juga menyukai