Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana
jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya
suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas),
dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi
jantung.
Faktor yang dapat menimbulkan penyakit jantung adalah kolesterol darah tinggi,
tekanan darah tinggi, merokok, gula darah tinggi (diabetes mellitus), kegemukan, dan
stres. Akibat lanjut jika penyakit jantung tidak ditangani maka akan mengakibatkan gagal
jantung, kerusakan otot jantung hingga 40% dan kematian.
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. (Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anakanak yang
menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur
1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 15 tahun.
Di Indonesia,data dari Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan pasien
yang diopname dengan diagnosis decompensasi cordis mencapai 14.449. (Data yang
diperoleh dari rekammedik Rumah Sakit RK Charitas diperoleh data prevalensi penderita
DC pada tahun 2008 sebanyak 114 orang sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi
135 orang, dan pada periode bulan Januari sampai dengan Juni 2010 berjumlah sebanyak
72 orang.
Sementara itu, menurut Aulia Sani, penyakit gagal jantung meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus dari penyakit
gagal jantung ini pada tahun 1997 adalah 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat
hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532 kasus. Karena itulah, penanganan
sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal
terutama pada bayi dan anak-anak.
Menurut data yang diperoleh penulis hingga sekarang penyakit jantung merupakan
pembunuh nomor satu (Sampurno,1993). WHO menyebutkan rasio penderita gagal
jantung di dunia adalah satu sampai lima orang setiap 1000 penduduk. Penderita penyakit
jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20 juta atau sekitar 10% dari jumlah
penduduk di Nusantara (www.depkes.go.id).
1 | Page

Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhirakhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Gagal jantung merupakan tahap
akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan dunia. Di Asia,
terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan
gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan konsumsi
rokok, dan penurunan aktivitas. Akibatnya terjadi peningkatan insiden obesitas,
hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit vaskular yang berujung pada peningkatan
insiden gagal jantung.
B. Rumusan Masalah
Uraian diatas menunjukkan pentingnya studi kasus tentang bagaimana pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Decompensasi Cordis di ruang ICCU Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi asuhan keperawatan serta pendokumentasiannya?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Decompensasi Cordis di
ruang ICCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis

2 | Page

c. Mampu melakukan perencanaan keperawatan pada klien dengan Decompensasi


Cordis
d. Mampu melakukan pelaksanaan keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis
e. Mampu melakukan

evaluasi keperawatan pada klien dengan Decompensasi

Cordis
f. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
pendokumentasian hasil asuhan keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis

D. Manfaat
1. Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Menjadi masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga mampu
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama pada Decompensasi Cordis
melalui pemberian asuhan yang sesuai standar asuhan keperawatan yang
komprehensif.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan agar laporan studi kasus ini dapat menjadi bahan masukan dan informasi
bagi profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien

3 | Page

dengan Decompensasi Cordis serta sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat
terhadap profesi di masyarakat.

3. Bagi Institusi
a. Rumah sakit
g. Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi rumah sakit untuk
meningkatkan pelayanan rumah sakit khususnya bagi perawat di ruang ICCU
RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya dalam memberikan asuhan keperawatan
pasien dengan Decompensasi Cordis.
b. Pendidikan
Memberikan masukan dan sumber informasi bagi institusi Akademi Keperawatan
Politeknik Kesehatan Palangka Raya dan sebagai perbandingan bagi mahasiswa
( i ) dalam pembuatan laporan kasus yang akan datang.
E. Metoda
Data yang diambil dalam studi ini meliputi :
1. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari klien dengan cara melakukan
wawancara, data tersebut meliputi identitas klien dan penanggung jawab, riwayat
kesehatan klien dan keluarga, kondisi dan gejala fisik klien, pola fungsi kesehatan,
psikososial-spiritual, serta berbagai hal yang berhubungan dengan segala keluhan dan
respon klien terhadap penyakitnya. Pemeriksaan fisik dan observasi meliputi keadaan
4 | Page

umum, tanda-tanda vital, dan body sistem (pernapasan, pengindraan, , persyarafan,


perkemihan, pencernaan, tulang otot-kulit)
2. Data sekunder, yaitu diperoleh dengan cara mempelajari status pasien yang berisi catatan
keperawatan,catatan dokter, hasil pemeriksaan laboratorium dan obat-obatan, pemeriksaan
radiodiagnostik, serta data penunjang yang lain seperti medical record RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Decompensasi

cordis

adalah

kegagalan

jantung

dalam

upaya

untuk

mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad


ramali.1994) .
Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,
1998; Price ,1995).
Decompensasi Cordis adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan
darah dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme dan
oksigen. (Nugroho, 2011: 269)
Dari beberapa definisi diatas dapat dsimpulkan bahwa Decompensasi Cordis
adalah ketidakmampuan jantung memompa darah keseluruh tubuh untuk memenuhi
metabolisme tubuh, sehingga terjadi defisit penyaluran o2 ke organ-organ tubuh lainya.
B. Klasifikasi
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan
kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas :
1. Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
2. Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas
sehari hari tanpa keluhan.
3. Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
5 | Page

4. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus
tirah baring.

Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi :


1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan
pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan
normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan
tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan didaerah natrium
kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas normal pada atrium kiri
(normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena pembuluh
pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat
memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu
cepat tekanan hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga
melampui 18 mmHg dan terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paruparu.
Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis,
terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara
menjadi terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih
panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila
tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi makin bertambah akan
keluar dari saluran limfatik karena ketidaka mampuan limfatik untuk,
menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan di jaringan intertissiel paruparu yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara
mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang
lebih dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi
lemah dan rendah serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis
otot-otot jantung yang berakibat kematian.
Gagalnya khususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang
mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua hal:
6 | Page

a. Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort


(sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring
dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural
paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak pada saat terbangun)
b. Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang
bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
c. Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses
aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel .
2. Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memompa
melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat
membaliknya kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan
tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam(edema perier)

(long,

1996).
Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan
tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan di atrium kanan dan
vena kava superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer,
hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang
cepat, hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sistol tidak mampu mempu darah
keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin
meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti
oleh bendungan darah vena kava superior dan vena kava inferior serta seluruh
sistem vena tampak gejal klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis
eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan
bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik
pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.

C. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi
7 | Page

aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah
pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di
dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A,
1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
1. Stroke volume : isi sekuncup
2. Kontraksi kardiak
3. Preload dan afterload
Meliputi :
a. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark
myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular
b. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle
c. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri
pulmonal, hipertensi pulmonari
d. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular
e. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang
tinggi,tamponade, mitra; stenosis
f. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum
ventricalar

D. Patofisiologi
Bila kekuatan jantung untuk menapung stres tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjala yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal,
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfungsi organ vital normal.

8 | Page

Sebagai respon tehadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respon primer, yaitu
meningkatnya aktivitas. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat
dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:
1. Pasien dengan Penyakit Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
2.

Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit,
akan tetapi jika ada kegiatan berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta
angina

3. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya
merasa sehat jika beristirahat.
4. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan
sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar

9 | Page

dapat dilihat pada gambar berikut :

E. Pathways

10 | P a g e

11 | P a g e

12 | P a g e

F. Manifestasi klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau sisitem pulmonal
antara lain :
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antaralai :
1.
2.
3.
4.
5.

Dyspnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :


1.
2.
3.
4.

Edema perifer
Distensi vena leher
Hati membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV)

Menurut Ardiansyah (2012:28), manifestasi klinis dari Decompensasi Cordis meliputi :


1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas
2. Orthopnea, yaitu kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
3. Proximal, yaitu nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi saat pasien duduk lama
dengan posisi kaki atau tangan dibawah atau setelah pergi berbaring ditempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan daha atau lendir.
5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga
menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan.
Disfungsi ventrikel kanan dengan tanda-tanda berikut:
1. Edema ekstremitas bawah.
2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kana atas.
3. Anoreksia dan mual.

13 | P a g e

4. Rasa ingin kencing pada malam hari.


5. Badan lemah akibat menurunya curah jantung.
G. Komplikasi
1. shock kardiogenik
Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel kiri.
Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada fungsi jaringan dan penhantaran
oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus shock
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan
oleh kehilangan 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di
seluruh ventrikel, karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan persendian
oksigen miokardium
2. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul di bagian
tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paruparu meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. (Ardiansyah, 2012: 30).
H. Pemeriksaan penunjang
1. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis.
2. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan
guna mengkaji kompensaai seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium
fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta berpuncak dua serta tanda
RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
3. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada
penyakit jantung kotoner
4. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung
5. esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk
menyajikan data tentang fungsi jantung.
6. Foto polos dada
a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi
arteria pulmonalis.
14 | P a g e

b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan


pembesaran ventrikel kanan.
7. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol.
Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui
frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta gradien antara atrium kiri dan
ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
I. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah sbb:
1. perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti : pengobatan dengan oksigen,
pengaturan posisi pasien deni kebcaran nafas , peningkatan kontraktilitas myocrdial
(obat-obatan inotropis positif), penurunan preload (pembatan sodium, diuretik, obatobatan, dilitasi vena) , penurunan afterload (obat0obatan dilatasi arteri, obat dilatasi
arterivena, inhibitor ACE
2.

Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan kosumsi O2


melalui istirahat/ pembatasan aktivitas

3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung


a.

Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan


aritmia.

b. Digitalisasi :
1) Dosis Digitalisi :
a) Digoksin oral untuk Digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
b) Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam
c) Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung : dogoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat
a) Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
15 | P a g e

b) Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan. (Arif, 2000: 435)

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat
malam hari).
Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu,
dispneu.
b. Sirkulasi
Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital:
kerusakan arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi,
serak, hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock
hipovolema.
Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang
keras, takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
c. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan
kematian, keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna. kepribadian
neurotic.
d. Makanan/Cairan
Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising
terdengar krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah,
gelisah.
g. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
Tanda: Kelemahan tubuh
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.

16 | P a g e

2. Diagnosa
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikat.
b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan, kongesti
paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.
e. Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah jantung.
f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak.
g. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemik.
h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
k. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
3. Intervensi
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikat.
Tujuan
:
Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat
teratasi.
kriteria hasil
Intervensi

:
:

Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea.

1) Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.


2) Catat bunyi jantung.
3) Palpasi nadi perifer.
4) Istirahkan pasien dengan tirah baring optimal.
Rasionalisasi :
1) Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih
dari 24 jam pertama.
17 | P a g e

2) S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop


umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi
yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
3) Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi, radial,
popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
4) Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat
untuk sembuh seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang
dilakukan adalah mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung.
b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan

:Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan

respons nyeri dada


Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.
Intervensi

1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan penyebarannya.


2)

Anjurkan kepada klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.

3)

Lakukan manajemen nyeri keperawatan:

4)

Atur posisi fisilogis.

5) Istirahatkan pasien.
6) Ajarkan teknik telaksasi pernapasan dalam
7) kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.
Rasionalisasi:
1)

Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian.

2) Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian
mendadak.
3) Posisi fisiologis akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer.
4) Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan otak.
18 | P a g e

5) Obat-obatan antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik dengan


menambah suplai oksigen atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan, kongesti
paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.
Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat

penurunan respons sesak napas.


Kriteria hasil :Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas.
Intervensi

1) Berikan tambahan O2 6 liter/menit.


2) Koreksi keseimbangan asam basa.
3) Cegah atelektasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam.
4) Kolaborasi
-

RL 500 cc/24 jam

Digoxin 1-0-0

Rasionalisasi :
1) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
2) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
3) Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak
pada timbulnya hipoksia.
4) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya
edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.
Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.

Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas.


Intervensi

1) Auskultasi bunyi napas (krakles).


2) Kaji adanya edema.
3) Ukur intake dan output.
19 | P a g e

4) Kolaborasi dalam pemberian diet tanpa garam.


Rasionalisasi :
1) Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
3)

Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi


natrium/air, dan penurunan keluaran urine.

4)

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang


berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan
miokardium meningkat.
e. Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah jantung.
Tujuan

: Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.

Kriteria hasil : klien tidak mengeluh pusing,TTV dalam batas normal.


Intervensi

1) Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan.


2) Kaji warna kulit, suhu, sianosis
3) Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.
4) Pantau urine output.
5) Kolaborasi : Pertahankan cara masuk heparin (IV) sesuai indikasi.
Rasionalisasi :
1) Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel.
2) Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
3) Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine.
4) Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat.
f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak.
Tujuan

: Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan tingkat

kesadaran.
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal.
Intervensi

:
20 | P a g e

1) Kaji status mental klien secara teratur.


2) Observasi perubahan sensori dan tingkat kesadaran pasien.
3) Kurangi aktivitas yang merangsang timbulnya respons valsava/aktivitas.
4) Catat adanya keluhan pusing.
Rasionalisasi :
1) Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
2) Bukti aktual terhadap penurunan aliran darah ke jaringan serebral adalah adanya
perubahan respons sensori dan penurunan tingkat kesadara.
3) Respons valsava akan meningkatkan beban jantung sehingga akan menurunkan curah
jantung ke otak.
4) Keluhan pusing merupakan manifestasi penurunan suplai darah ke jaringan otak yang
parah.
g. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemik.
Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan

sistemik.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas
Intervensi

1)

Kaji adanya edema ekstremitas.

2)

Kaji tekanan darah.

3) Kaji distensi vena jugularis.


4) Ukur intake dan output.
5) Kolaborasi berikan diet tanpa garam.

Rasionalisasi :
1) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2)

Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung.

3)

Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
21 | P a g e

4) Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air,


dan penurunan keluaran urine.
5) Namun meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma.
h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
Tujuan

: Aktivitas

sehari-hari

klien

terpenuhi

dan

meningkatnya

kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala
yang berat.
Intervensi

1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD, selama dan sesudah beraktivitas.
2) Pertahankan klien pada posisi tirah baring sementara sakit akut.
3) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
4) Pertahankan penambahan O2 , sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi :
1) Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya penurunan oksigen
miokard.
2) Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
3) Untuk mengurangi beban jantung.
4) Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return.
5) Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat peningkatan dalam pemenuhan

nutrisi.
Kriteria hasil : klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan
nutrisi sesuai anjuran.
Intervensi

:
22 | P a g e

1) Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan kondisi klien saat ini.
2)

Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di rumah sakit.

3) Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG.
4) Kolaborasi : Dengan nutrisi tentang pemenuhan diet klien, Pemberian multivitamin.
Rasionalisasi :
1) Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti aturan.
2) Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu proses penyembuhan
klien.
3) Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi,
serta mengurangi beban kerja jantung.
4) Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien.
5) Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan nutrisi secara umum
dan memperbaiki daya tahan.
j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur

berkurang
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh mangantuk.
Intervensi

1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2) Atur posisi fisiologis.
3) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan indikasi.
4) Kolaborasi pemberian obat sedatif.
Rasionalisasi :
1) Variasi penampilan dan perilaku Klien dalam pemenuhan istirahat serta tidur.
2)

Posisi fisiologismana mengakibatkan asupan O2 dan rasa nyaman.

3)

Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardium.

4)

Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien dalam memenuhi kebutuhan


tidur.
23 | P a g e

k. Risiko tinggi cedera yang berhubung dengan pusing dan kelemahan.


Tujuan

: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi cidera kepala pada klien.

Kriteria hasil : Klien tidak terjatuh, TTV dalam batas normal.


Intervensi

1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2)

Pantau adanya pengaman pada tempat tidur klien.

3)

Atur posisi fisiologis.


Rasionalisasi :

1) Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan istirahat dan tidur sebagai
temuan pengkajian.
2) Tempat tidur dengan adanya pengaman / pagar tempat tidur dapat mencegah klien
jatuh pada saat gelisah dan mengalami kelemahan.
3) Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa nyaman.
l. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
Tujuan

: Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan klien berkurang.

Kriteria hasil : Klien menyatakan kecemasan berkurang.


Intervensi

1) Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.


2) Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, dampingi klien, dan lakukan tindakan
bila menunjukkan perilaku merusak.
3) Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4) Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya diazepam.
Rasionalisasi :
1) Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.
2) Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
3)

Orientasi dapat menurunkan kecemasan.


24 | P a g e

4) Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.


4. Implementasi
Fokus dari tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan implementasi
dari perencanaan intervensi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
Pendekatan asuhan keperawatan meliputi intervensi independen, dependen, dan
interdependen
a. Independen
Asuhan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat tanpa petunjuk dari dokter atau profesi kesehatan lainya. Type dati
aktivitas yang dilaksanakan perawat secara independen didefinisikan berdasarkan
diagnosis keperawatan.
b. Interdependen
Asuhan keperawatan interdependen menjelaskan kegiatan yang meemerlukan
kerjasama dengan profesi kesehatan lainya, seperti tenaga social, ahli gizi,
fisioterapi, dan dokter.
c. Dependen
Asuhan keperawatan dependen berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Tindakan tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis
dilaksanakan

5.

Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian
tujuan pasien dan menentukann keputusan dengan cara membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
a. Evaluasi proses
Fokus pada evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses
harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut.

25 | P a g e

b. Evaluasi hasil
Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi pada decompensasi cordis antara lain:
1. penurunan curah jantung dapat teratasi.
2. klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.
3. Klien menyatakan kecemasan berkurang
4. TTV dalam batas normal.
5. keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang
6. Klien tidak sesak napas
7. Nutrisi klien terpenuhi

26 | P a g e

BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
I.

TINJAUAN KASUS
Tanggal pengkajian : 05 Februari 2013

Pukul : 08.00 WIB

Nama Mahasiswa : Kelompok II


A. PENGKAJIAN
I.

Identitas
1. Klien
Inisial klien
Umur
Jenis kelamin
Suku/bangsa
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat

: Tn. Z
: 55 tahun
: Laki-laki
: Manado/Indonesia
: Islam
: Swasta
: SMA
: Jln. G.Obos XIII No. 01

Tgl Masuk RS
No. MR

: 3 Februari 2013
: 11.51.01

2. Penanggung Jawab
Nama
: Nisa Andawati
Umur
: 46 tahun
Pekerjaan
: IRT (Ibu Rumah Tangga)
Pendidikan
: SMP
Alamat
: Jln. G.Obos XII No. 01
Hubungan keluarga
: Istri
DIAGNOSA MEDIS
: Decompensasi Cordis

II.

Riwayat Perawatan
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit

27 | P a g e

a. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang


Klien mengatakan kurang lebih 3 hari yang lalu mengalami sesak nafas, kemudian
pada tanggal 3 Februari 2013 klen dibawa ke rumah sakit dengan kelihan sesak
nafas, klien dibawa oleh keluarga dan klien masuk IGD. Di IGD klien
mendapatkan terapi candasartam, spironoketon, injeksi lasix, infus NACL( 10
tpm/menit) serta therapi oksigen sebanyak 4 liter.
b. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Dahulu
Klien mengatakan pernah dirawat di Rumah Sakit pada tahun 2010 karena
penyakit Asma Bronkial.
c. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Keluarga
klien mengatakan keluarganya ada penderita asma dan diabetes, sedangkan ibu
klien meninggal pada tahun 1975 karena penyakit hipertensi.

Genogram keluarga Keterangan :


Perempuan
Laki-laki
Meninggal X
Pasien
Serumah ....
Bercerai

d. Riwayat Kesehatan Lingkungan

28 | P a g e

Klien mengatakan tinggal di rumah sendiri yang memiliki ventilasi yang cukup
baik, lingkungan tempat tinggal klien juga cukup bersih.

e. Riwayat Psikososial
Hubungan klien dengan keluarga cukup baik, klien berkomunikasi dengan baik
menggunakan bahasa indonesia. Hubnugan klien dengan teman dan petugas
kesehatan cukup kooperatif.

III.

Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
Klien menganggap kesehatan itu hal penting, dan klien berharap untuk segera
sembuh
2. Pola aktivitas latihan
Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas secara mandiri.
Namun ketika sakit klien tidak mampu melakukan aktivitasnya sendiri dan di
bantu oleh keluarga atau petugas kesehatan berhubung kondisinya yang lemah
3. Pola nutrisi metabolic
Klien mengatakan ketika sakit nafsu makannya berkurang dan mengalami
mual. Oleh karena itu klien hanya dapat menghabiskan setengah porsi
makanan yang disediakan
BB sebelum sakit : 70kg
BB setelah sakit : 66kg

4. Pola eliminasi
Klien mengatakan masih bisa BAB dan BAK dengan normal layaknya saat
sehat

29 | P a g e

Klien BAK 4 x sehari dan BAB 1-2 x sehari


Produksi urin 1200 cc per hari

5. Pola tidur / istirahat


Klien mengatakan tidak dapat tidur nyenyak karena sesak napas
Saat sakit klien hanya dapat tidur 2 jam ketika malam hari

6. Pola kognitif perceptual


Klien mengatakan tidak terlalu mengerti dengan penyakit yang dideritanya

7. Pola toleransi-koping stress


Bila ada masalah klien menceritakan kepada keluarga dan teman-teman
terdekatnya

8. Pola persepsi diri / konsep diri


Klien mengatakan tidak merasa malu dengan keadaannya saat ini

9. Pola seksual-reproduktif
Klien sudah menikah, dan mempunyai tiga orang anak

10. Pola hubungan peran

30 | P a g e

Hubungan interpersonal klien dan keluarga tidak terganggu

11. Pola nilai dan keyakinan


Klien beragama islam, dan meyakini agama yang di anutnya.
Sebelum sakit klien dapat melakukan ibadah (sholat) dengan normal, setelah
sakit klien hanya dapat berdoa / sholat dengan berbaring di atas tempat tidur

IV.

Observasi Dan Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum
Klien tampak lemah, terbaring di tempat tidur, terpasang infus NaCl (10 TPM)
di tangan sebelah kiri, Terpasang o2 2L/m, klien tampak gelisah dan sesak
napas
2. Tanda-tanda vital
TD: 150/90mmHg RR:25 x / m HR: 78 x / m S: 360C

3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening


Klien berkulit sawo matang, turgor kurang baik, tidak ada gatal-gatal pada
kulit. Rambut klien cukup rapi warna rambut hitam.

31 | P a g e

4. Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala tidak ada benjolan (dalam keadaan normal)
Bibir klien agak kering dan tidak pecah
Hidung simetris, cuping hidung (-)
Mata, sclera berwarna bening, konjungtiva berwarna merah muda
Leher : JVP (-), tidak ada pembengkakan limpa

5. Pemeriksaan dada
Bentuk dada simetris, bunyi napas tambahan ronkhi, tidak ada nyeri tekan
pada dada klien. Jantung teraba (kardiomegali)

6. Pemeriksaan abdomen
Tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan

7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis


a. ekstremitas atas dan bawah dapat digerakan
ekstremitas bawah lemah jika berjalan, tidak ada udema pada kaki bawah
klien

b. Neurologis
n I: klien dapat membedakan bau atau aroma
32 | P a g e

n II: lapang pandang klien baik


n III: klien dapat menggerakan mata ke atas, bawah, dan ke dalam
n IV: klien dapat menggerakan mata kebawah/dalam
n V: klien dapat menggerakan otot mata kebawah, kedalam
n VI : klien dapat mengunyah mampu mengontrol ekspresi wajah
n VII : klien dapat mengontrol ekspresi wajah seperti tersenyum
n VIII: kondisi udara baik
n IX : klien dapat menelan air liur dan minum,
n X : klien dapat mengatakan ohhh.... okula tampak simetris
n XI : klien dapat membalikan/menoleh kesisi berlawanan
n XII : klien dapat menggerakan/menjulurkan lidah

V.

Hasil Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Natrium :152mmol/L ( n : 138-146 mmol/L).
b. Kalium 5,2mmol/L (n : 3,5-4,9mmol/L)
c. Cl 118mmol/L (n : 98-109mmol/L)
d. Loukosit 11.310 (n : 4.00-100 x 10^3)
e. Eritrosit 6,100 (n : 3.50-5,50)
f. Hb 17,7gr/dl (n : 13,5-18 gr/dl)
g. GDS 129 (n : <200)
h. Cretinin 1,40 (n :0,17-1,5 gr/dl)
i. SGPT 66 (n : 370C = <4)
j. Kholesterol 244 (n : <200)
k. Trigliserit 127 (n :<200)
l. Urit acit 6,0 mg/dl (n : 3,4-7,0mg/dl)

2. Pemeriksaan diagnostic
33 | P a g e

Foto thorax rongent : kesan kardiomegali

VI.
Terapi
1. Infus NaCl 0,9% (10 TPM)
2. Obat oral
a. Candesartan 2x1
b. Digoxin 1x1
Indikasi : payah jantung kronik, payah jantung penderita lansia dengan atau
tanpa payah ginjal, payah jantung akut, payah jantung pada anak.
c. Spironolacton 2x1
Indikasi : hipertensi esensial, edema pada payah jantung kongestif, edema yang
disertai peningkatan kadar aldosteron dalam darah, misalnya pada sindrom
nefrotik atau serosis hati, juga digunakan pada diagnosis maupun pengobatan
pada hiperaldosteronisme primer.
d. Laxadin syr 1x1
Indikasi : mengatasi buang air besar, persiapan menjelang tindakan radiologis
atau operasi.
e. Salbutamol 3x1
Indikasi :
f. Simvastatin 1x1
Indikasi : mengurangi kadar kolesterol total dan LDL. Sebagai anti
hiperkolesterol primer maupun sekunder.
g. CPG 1x1
h. Aspilet 1x1
34 | P a g e

Indikasi : demam, sakit kepala, sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi.

3. Obat injeksi
a. Inj furosemid 1x2
b. Inj simextam 2x1
c. Inj ranitidin 2x1
d. Arixtra 2,5gr x1

B. Analisa Masalah
Data fokus
(subyektif & objektif)
Masalah
DS:
klien
mengatakan Pola napas tidak efektif

Kemungkinan penyebab
Penurunan ekspansi paru

napasnya sesak
DO:

klien

tampak

sesak
35 | P a g e

napas
TTV: TD: 150/90mmHg RR :
25x/m HR : 78x/m s: 360C
DS: klien mengatakan nafsu Nutrisi

kurang

dari Intake tidak adekuat

makan nya menurun. Kadang kebutuhan tubuh


mual, dan muntah
DO: klien tampak lemah
Klien

hanya

dapat

menghabiskan setengah porsi


makan yang disediakan
BB sebelum sakit 70 kg
BB setelah sakit 66 kg
Ds : klien mengatakan tidak Gangguan

pemenuhan sesak nafas

bisa tidur karena sesak yang istirahat dan tidur


dirasakan.
Do : klien tampak lemah
kelopak

mata

bawah

berkantung,

Ds : klien mengatakan tidak Intoleransi aktivitas

Kelemahan

dapat melakukan aktivitas


secara mandiri.
Do : klien tampak lemah,
klien tampak di bantu dalam
aktivitasnya
C. Daftar diagnosa keperawatan
No

Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
36 | P a g e

3. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak
nafas
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

37 | P a g e

D. Perencanaan

38 | P a g e

No

Diagnose keperawatan

Pola napas tak efektif


b/d penurunan ekspansi
paru

Tujuan & kriteria


hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 7 jam,
diharapkan pola napas
klien efektif, dengan
kriteria hasil :
Pola nafas kllien
dengan frekuensi
dan kedalaman
yang normal
Klien
menyatakan
:
sesak napasnya
berkurang
/
hilang

Intervensi
keperawatan
1. Kaji
fungsi
pernapasan seperti
frekuensi
dan
kedalaman
pernapasan
2. Auskultasi
bunyi
napas dan catat
adanya bunyi napas
tambahan
3. Observasi tanda

tanda vital klien


klien pada
posisi semi fowler

4. Bantu

5. Berikan

oksigen
indikasi

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh b/d
intake tak adekuat

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 7 jam,
diharapkan nutrisi klien
dapat terpenuhi, dengan
krriteria hasil :
nafsu
makan
klien meningkat
berat badan klien
meningkat
klien
tidak
mengalami
kelemahan fisik
dan
dapat
melakukan
aktivitasnya

terapi
sesuai

1. awasi

konsumsi
makan dan cairan
2. perhatikan adanya
mual / muntah
3. anjurkan
makan
sedikit tapi sering
4. timbang berat badan

Rasionalisasi
1. kecepatan

biasanya
meningkat, dispnue dn
terjadi
peningkatan
kerja napas

2. bunyi napas biasanya

menurun bila jalan


napas
obstruktif
sekunder
terhadap
perdarahan / bekuan
3. mengetahui
keadaan
umum klien
4. posisi
semi fowler
membantu
memaksimalkan
ekspansi paru
5. memaksimalkan
pernapasan
dan
menurunkan
kerja
napas
1. mengidentifikasi

2.
3.

klien

4.

5. anjurkan

5.

klien
makan dalam posisi
duduk
6. berikan oral hygiene
untuk klien
7. kolaborasi

dengan
ahli gizi pemberian

Nama &
paraf

6.

adanya
kekurangan
nutrisi
gejala yang menyertai
akumulasi endogen
porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan
makanan
mengukur
derajat
kekurangan
nutrisi
klien
agar masukan makan
lancar dan mengurangi
rangsang muntah
menghilangkan
krasa
tidak enak pada mulut
dan meningkatkatkan
nafsu makan.

7. kebutuhan nutrisi klien

dapat terpenuhi sesuai

39 | P a g e

E. Implementasi
No diagnosa
keperawatan
I

Tanggal &
jam
6-2-2013
10.00 WIB

Pelaksanaan

Evaluasi tindakan / respon pasien

Nama &
paraf

1. Mengkaji fungsi pernafasan seperti

1. Do : Kecepatan nafas klien 24 x / menit

frekuensi dan kedalamannya


2. Mengobservasi tanda tanda vital

2. Do : TTV :
TD: 130/80 mmHg, S : 36 C, N : 80 x /
menit, RR : 24 x / menit

3. Membantu klien pada posisi semifowler

3. Ds : Pasien mengatakan lebih nyaman


dengan posisi semifowler

4. memberikan
II

6-2-2013
10.00 WIB

terapi

oksigen

sesuai

indikasi

1. Mengawasi konsumsi makanan / cairan

4. Do : Oksigen sudah diberikan sebanyak


2 liter via nasal kanul

1. Do:Klien

masih

belum

bisa

menghabiskan porsi makanan yang


disediakan ( hanya porsi makanan yg
2. Memperhatikan adanya mual . muntah

dimakan )
2. Ds :Klien mengatakan sudah tidak ada
mual / muntah

3. Menganjurkan klien makan sedikit tapi


sering
4. Menimbang berat badan klien

3. Klien

mengatakan

akan

mengikuti

anjuran perawat
4. Berat badan klien tidak bertambah
40 | P a g e

( tetap ) yaitu : 67 kg
5. menganjurkan klien makan dalam posisi
III

6-2-2013
10.00 WIB

5. Klien kooperatif

duduk
6. berikan oral hygiene untuk klien

6. Oral hygiene sudah dilakukan oleh


keluarga klien

7. Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam


pemberian diet untuk klien

gizi sesuai diet

1. Ds : klien mengatakan hanya dapat


tidur 2 3 jam pada malam hari

1. mengkaji pola tidur klien


IV

6-2-2013
10.00 WIB

2. memberikan oksigen tambahan dengan


nasal kanul atau masker sesuai dengan
indikasi.
3. menciptakan lingkungan yang nyaman
dan tenang
4. memberikan tempat tidur yang nyaman,
ganti laken yang sudah kotor

5. memberikan posisi semi fowler


1. Memantau

klien

dalam

7. Makanan pasien sudah diatur oleh ahli

melakukan

2. Do:Oksigen sudah diberikan sebanyak


2 liter
3. Do : lingkungan klien cukup tenang
4. Do : laken klien sudah diganti dengan
yang bersih
5. Ds: klien mengatakan nyaman dengan
posisi semi fowler
1. Klien masih belum bisa melakukan
aktivitas secara mandiri
41 | P a g e

No

Tanggal

.
Dx
I

dan jam
7-2-2013
15.00
WIB

II

III

7-2-2013
15.00

Catatan perkembangan (SOAP)


aktivitas
2. Membantu

klien

dalam

Nama dan
2. Klien kooperatif
paraf
melakukan 3. Klien mengatakan

dapat dihabiskan sebanyak setengah porsi.


A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

7-2-2013
15.00

S : klien mengatakan dapat tidur lebih lama dar

sebelumnya yaitu kurang lebih 3-5 jam, karena


sesaknya telah berkurang
O : klien tampak lebih tenang, dan tidak gelisah seperti
sebelumnya
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi

IV

tidur

S : klien mengatakanaktivitas
sesak nafasnya
sehari sudah
hari berkurang
beristirahat dengan baik
O : keadaan umum masih lemah
3. Meningkatkan
4. Klien mengatakan akan melakukan
0
TTV : TD : 130
/ 90 mmHg, S :tirah
36,5baring
C,
HR : 81 x/mnt,
RR : 23 x / mnit.
4. Menganjurkan
klien
untuk
anjuran perawat
A : masalah teratasi sebagian
menghentikan aktivitas bila terjadi nyeri
P : lanjutkan intervensi
dada / nafas pendek
S : klien mengatakan nafsu makannya masih kurang,
O : keadaan umum masih lemah, porsi makanan hanya

WIB

WIB

dapat

7-2-2013
15.00

S : klien mengatakan tubuhnya masih lemah


O : aktivitas klien tampak masih dibantu oleh keluarga

WIB

dan perawat
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi

F. Evaluasi

42 | P a g e

43 | P a g e

No

Tanggal

.
Dx
I

dan jam
8-2-2013
09.00
WIB

II

8-2-2013
09.00
WIB

Catatan perkembangan (SOAP)

Nama dan
paraf

Evaluasi II

S : klien mengatakan sesak nafasnya sudah berkurang


O : keadaan umum masih lemah
TTV : TD : 130 / 80 mmHg, S : 36,3 0 C,
HR : 78 x/mnt, RR : 22 x / mnit.
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
S : klien mengatakan nafsu makannya sudah
meningkat dari sebelumnya, tidak ada mual/
muntah .
O : keadaan umum masih lemah, porsi makanan
belum dapat dihabiskan oleh klien (hanya

III

7-2-2013
09.00
WIB

IV

7-2-2013
09.00
WIB

porsi yang dapat dihabiskan)


A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
S : klien mengatakan dapat tidur lebih lama dari
sebelumnya yaitu kurang lebih 3-5 jam, karena
sesaknya telah berkurang
O : klien tampak lebih tenang, dan tidak gelisah seperti
sebelumnya
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
S : klien mengatakan tubuhnya masih lemah
O : aktivitas klien tampak masih dibantu oleh keluarga
dan perawat
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
44 | P a g e

II.

PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17).
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasi dan mencatat data yang menggambarkan seluruh respon
manusia yang mempengaruhi pola kesehatan. Pencatatan hasil pengkajian keperawatan secara lengkap dan akurat serta
tidak boleh terdapat unsur dugaan atau interprestasi perawat (Nursalam, 2001: 18)
Menurut Ardiansyah (2012:28), manifestasi klinis dari Decompensasi Cordis meliputi :
1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat
terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas
2. Orthopnea, yaitu kesulitan bernafas saat penderita berbaring.Proximal, yaitu
3. nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi saat pasien duduk lama dengan posisi kaki atau tangan dibawah atau
setelah pergi berbaring ditempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan daha atau lendir.
5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan
sirkulasi oksigen.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan.
7. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kana atas
8. Anoreksia dan mual.
45 | P a g e

9. Rasa ingin kencing pada malam hari.


10. Badan lemah akibat menurunya curah jantung.
Dalam kasus Tn. Z yang mengalami decompensasi cordis yang berfokus pada asuhan keperawatan pada klien dengan
decompensasi cordis, keadaan fisik serta respon klien. Pada saat pengkajian klien terutama mengeluhkan seseak nafas
yang ia rasakan, hal itu kemungkinan disebabkan karena pada teori Doengos (2000: 52 ) berfokus pada masalah utama
yang terjadi pada penyakit kardivaskular yaitu kegagalan serambi kiri / kanan jantung yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk memberikan keluaran yang cukupuntuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan
terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik yang berdampak paru mengalami tekanan yang menyebabkan pada
penurunan ekspansi pada paru.
Pada Tn. Z Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, juga melalui catatan
keperawatan mengenai status klien, di dukung oleh pemeriksaan penunjang laboratorium.
Hasil dari pengumpulan data tersebut diperoleh informasi data dasar klien yang memungkinkan untuk mengidentifikasi
masalah-masalah klien, merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana keperawatan dan implementasi
keperawatan serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
Menurut Doenges (2000:786) pemeriksaan diagnostik pada klien dengan adalah tergantung pada kondisi DC
tersebut. pemeriksaan diagnostik nya terdiri dari:
1. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial akut, dan guna mengkaji kompensaai
seperti hipertropi ventrikel. Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar serta
berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
2. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau nekrotik pada penyakit jantung
kotoner
3. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan pembesaran jantung
4. echo-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi
jantung.
5. Foto polos dada
46 | P a g e

a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
6. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi
derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta
gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
Pada kasus Tn. Z tidak semua prosedur diagnostik dan laboratorium dilakukan, pemeriksaan yang dilakukan adalah :
Foto thorax rongent : kesan kardiomegali, Natrium :152mmol/L ( n : 138-146 mmol/L), Kalium 5,2mmol/L (n : 3,54,9mmol/L), Cl 118mmol/L (n : 98-109mmol/L), leukosit 11.310 (n : 4.00-100 x 10^3), Eritrosit 6,100 (n : 3.50-5,50), Hb
17,7gr/dl (n : 13,5-18 gr/dl), GDS 129 (n : <200), Cretinin 1,40 (n :0,17-1,5 gr/dl), SGPT 66 (n : 370C = <4), Kholesterol
244 (n : <200), Trigliserit 127 (n :<200), Urit acit 6,0 mg/dl (n : 3,4-7,0mg/dl).
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan bahwa klien mengalami kardiomegali, hal ini kemungkinan disebabkan
jantung bekerja terlalu keras untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh, jantunng yang bekerja
terlalu keras membuat jantung mengalami pembesaran.
Pada pemeriksaan laboaratorium didapatkan bahwa kolesterol Tn. Z melampaui batas normal dan kolesterol yang tinggi
tidak baik untuk jantung.
Pada pengkajian tanggal 05-2-2013 didapatkan data dari keluhan klien yaitu klien mengatakan napasnya sesak, klien
mengatakan nafsu makan nya menurun. Kadang mual, dan muntah, : klien mengatakan tidak bisa tidur karena sesak yang
dirasakan.
Pada dasarnya tanda dan gejala yang didapatkan dari klien sama dengan teori Doengos : 2000:52.
Dalam pelaksanaan pengkajian yang telah di lakukan oleh penulis terdapat ada beberapa faktor pendukung, yaitu :
tersedianya peralatan yang di sediakan dari kampus dari mahasiswa sendiri maupun oleh perawat di ruang ICCU untuk
melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik, disamping itu sikap kooperatif dari klien dan keluarga selama di lakukan
pengkajian, adanya pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan di ruangan, adanya data-data dari tim medis yang
47 | P a g e

menunjang dalam pengkajian seperti hasil pemeriksaan laboratorium, status klien yang memberikan keadaan klien.
Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pengkajian ini adalah terbatasnya waktu untuk pengkajian kerena klien
membutuhkan istirahat yang cukup.
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
Adapun kriterianya adalah proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S). Bekerja
sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memalidasi diagnosa keperawatan (Nursalam, 2002:312)
Diagnosa keperawatan pada DC menurut Doengoes (2000:52-54) ada 4 yaitu curah jantung menurun
berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan, kelebihan volume cairan berhubungan denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus,
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler, kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama. Serta dari referensi lain yaitu
Sedangkan pada kasus Tn. Z hanya ditemukan 4 diagnosa yaitu Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, Gangguan pemenuhan
kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Diagnosa 1

b. Diagnosa II : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
Nutrisi kurang adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami penurunan
berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk
48 | P a g e

kebutuhan metabolik (Potter & Perry, 2005:1447). Tanda-tanda nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah lesu,
kelemahan dan nyeri otot (dapat menyebabkan ketidakmampuan berjalan), mudah lelah, anoreksia, konstipasi atau
diare, membran mata pucat (konjungtiva pucat), edema pada tungkai.
Data yang mengindikasikan adanya masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang ditemukan pada Tn. Z
adalah adanya ungkapan klien mengatakan bahwa ia kurang nafsu makan, Kadang mual, dan muntah ,dan klien hanya
mampu menghabiskan porsi makanan yang disediakan berat badan sebelum sakit 70 kg, dan saat sakit berat badan klien
turun menjadi 66 kg, klien tampak lemah di tempat tidur, konjungtiva pucat dan mukosa bibir kering.Data tersebut
mendukung untuk diangkatnya diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
c. Diagnosa III: , Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas.
d. Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Diagnosa keperawatan pada DC menurut Doengoes (2000:52-54) ada yang tidak diangkat kedalam kasus yaitu curah
jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, kelebihan volume cairan berhubungan
denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Ke tiga diagnosa tersebut tidak penulis angkat disebabkan oleh data-data yang mendukung adanya diagnosa-diagnosa
keperawatan tersebut tidak ditemukan pada saat pengkajian, Penulis membuat diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
dikumpulkan dari klien dan keluarga serta data yang mendukung lainnya.
Faktor pendukung dalam penegakan diagnosa ini adalah adanya data-data baik subjektif maupun objektif dengan
kerjasama klien dan keluarga dalam menceritakan kejadian dan keluhan yang dialami klien.

49 | P a g e

Faktor penghambat yang dirasakan yaitu kurangnya ketelitian serta kurangnya pengetahuan serta kurang
mendalamnya pengkajian dalam merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan prioritas
masalahnya

50 | P a g e

51 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA
Tabrani, (1998), Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung
Guyton, (1991), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta
Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Dongoes M.E, Marry F, Alice G (1997) Nursing Care Plans,
F.A davis Company, Philadelphia. Carpennito L.J (1997), Nursing Diagnosis, JB. Lippincot, New York
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik, Penerbit EGC, Jakarta.
Price Sylvia A ( 1993) , Patofisiologi, Penerbit EGC, Jakarta.
Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia, Gaya
Baru Jakarta.
Long. C.B (1996) Medical Surgical. Nursing. CV. Mosby St Louis, USA.

52 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai