Askep Decompensasi Cordis
Askep Decompensasi Cordis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dekompensasi kordis (DK) atau gagal jantung (GJ) adalah suatu keadaan dimana
jantung tidak dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya
suatu sindroma klinis berupa dispnu (sesak nafas), fatik (saat istirahat atau aktivitas),
dilatasi vena dan edema, yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi
jantung.
Faktor yang dapat menimbulkan penyakit jantung adalah kolesterol darah tinggi,
tekanan darah tinggi, merokok, gula darah tinggi (diabetes mellitus), kegemukan, dan
stres. Akibat lanjut jika penyakit jantung tidak ditangani maka akan mengakibatkan gagal
jantung, kerusakan otot jantung hingga 40% dan kematian.
Insiden penyakit gagal jantung saat ini semakin meningkat. (Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun. Sedang pada anakanak yang
menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal jantung terjadi 90% sebelum umur
1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara umur 5 15 tahun.
Di Indonesia,data dari Departemen Kesehatan tahun 2008 menunjukan pasien
yang diopname dengan diagnosis decompensasi cordis mencapai 14.449. (Data yang
diperoleh dari rekammedik Rumah Sakit RK Charitas diperoleh data prevalensi penderita
DC pada tahun 2008 sebanyak 114 orang sedangkan pada tahun 2009 meningkat menjadi
135 orang, dan pada periode bulan Januari sampai dengan Juni 2010 berjumlah sebanyak
72 orang.
Sementara itu, menurut Aulia Sani, penyakit gagal jantung meningkat dari tahun ke
tahun. Berdasarkan data di RS Jantung Harapan Kita, peningkatan kasus dari penyakit
gagal jantung ini pada tahun 1997 adalah 248 kasus, kemudian melaju dengan pesat
hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532 kasus. Karena itulah, penanganan
sedini mungkin sangat dibutuhkan untuk mencapai angka mortalitas yang minimal
terutama pada bayi dan anak-anak.
Menurut data yang diperoleh penulis hingga sekarang penyakit jantung merupakan
pembunuh nomor satu (Sampurno,1993). WHO menyebutkan rasio penderita gagal
jantung di dunia adalah satu sampai lima orang setiap 1000 penduduk. Penderita penyakit
jantung di Indonesia kini diperkirakan mencapai 20 juta atau sekitar 10% dari jumlah
penduduk di Nusantara (www.depkes.go.id).
1 | Page
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas & mortalitas. Akhirakhir ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Gagal jantung merupakan tahap
akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan masalah kesehatan dunia. Di Asia,
terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan
gaya hidup, peningkatan konsumsi kalori, lemak dan garam, peningkatan konsumsi
rokok, dan penurunan aktivitas. Akibatnya terjadi peningkatan insiden obesitas,
hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit vaskular yang berujung pada peningkatan
insiden gagal jantung.
B. Rumusan Masalah
Uraian diatas menunjukkan pentingnya studi kasus tentang bagaimana pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Decompensasi Cordis di ruang ICCU Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mulai dari pengkajian sampai
dengan evaluasi asuhan keperawatan serta pendokumentasiannya?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan Decompensasi Cordis di
ruang ICCU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis
2 | Page
Cordis
f. Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
pendokumentasian hasil asuhan keperawatan pada klien dengan Decompensasi
Cordis
D. Manfaat
1. Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Menjadi masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan, sehingga mampu
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama pada Decompensasi Cordis
melalui pemberian asuhan yang sesuai standar asuhan keperawatan yang
komprehensif.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan agar laporan studi kasus ini dapat menjadi bahan masukan dan informasi
bagi profesi keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
3 | Page
dengan Decompensasi Cordis serta sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat
terhadap profesi di masyarakat.
3. Bagi Institusi
a. Rumah sakit
g. Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi rumah sakit untuk
meningkatkan pelayanan rumah sakit khususnya bagi perawat di ruang ICCU
RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya dalam memberikan asuhan keperawatan
pasien dengan Decompensasi Cordis.
b. Pendidikan
Memberikan masukan dan sumber informasi bagi institusi Akademi Keperawatan
Politeknik Kesehatan Palangka Raya dan sebagai perbandingan bagi mahasiswa
( i ) dalam pembuatan laporan kasus yang akan datang.
E. Metoda
Data yang diambil dalam studi ini meliputi :
1. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari klien dengan cara melakukan
wawancara, data tersebut meliputi identitas klien dan penanggung jawab, riwayat
kesehatan klien dan keluarga, kondisi dan gejala fisik klien, pola fungsi kesehatan,
psikososial-spiritual, serta berbagai hal yang berhubungan dengan segala keluhan dan
respon klien terhadap penyakitnya. Pemeriksaan fisik dan observasi meliputi keadaan
4 | Page
A. Pengertian
Decompensasi
cordis
adalah
kegagalan
jantung
dalam
upaya
untuk
4. Kelas 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus
tirah baring.
(long,
1996).
Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan
tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan di atrium kanan dan
vena kava superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah udemaperifer,
hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang
cepat, hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sistol tidak mampu mempu darah
keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin
meningkat demikian pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti
oleh bendungan darah vena kava superior dan vena kava inferior serta seluruh
sistem vena tampak gejal klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis
eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan
bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik
pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.
C. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi
7 | Page
aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi
stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada
infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal
sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah
pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di
dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A,
1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
1. Stroke volume : isi sekuncup
2. Kontraksi kardiak
3. Preload dan afterload
Meliputi :
a. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi), infark
myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular
b. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle
c. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau arteri
pulmonal, hipertensi pulmonari
d. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular
e. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang
tinggi,tamponade, mitra; stenosis
f. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta, defek seftum
ventricalar
D. Patofisiologi
Bila kekuatan jantung untuk menapung stres tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh, jantung akan gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjala yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal,
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah
jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukan upaya tubuh untuk
mempertahankan perfungsi organ vital normal.
8 | Page
Sebagai respon tehadap gagal jantung, ada tiga mekanisme respon primer, yaitu
meningkatnya aktivitas. Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal.
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan dekompensasi dapat
dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:
1. Pasien dengan Penyakit Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-hari
2.
Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas hanya sedikit,
akan tetapi jika ada kegiatan berlebih akan menimbulkan capek, berdebar, sesak serta
angina
3. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat terbatas dan hanya
merasa sehat jika beristirahat.
4. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung menimbulkan
sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.
Konsep terjadinya gagal jantung dan efeknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
9 | Page
E. Pathways
10 | P a g e
11 | P a g e
12 | P a g e
F. Manifestasi klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau sisitem pulmonal
antara lain :
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri, antaralai :
1.
2.
3.
4.
5.
Dyspnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
Edema perifer
Distensi vena leher
Hati membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV)
13 | P a g e
b. Digitalisasi :
1) Dosis Digitalisi :
a) Digoksin oral untuk Digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis selama
24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
b) Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam
c) Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung : dogoksin 0,25 mg sehari. Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat
a) Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
15 | P a g e
16 | P a g e
2. Diagnosa
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikat.
b. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium sekunder daru penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
c. Kerusakan pertukaran gas yang berhungan dengan perembesan cairan, kongesti
paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan interstisial.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.
e. Gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya gurah jantung.
f. Penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak.
g. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kelebihan cairan sistemik.
h. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
k. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
3. Intervensi
a. Menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikat.
Tujuan
:
Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat
teratasi.
kriteria hasil
Intervensi
:
:
3)
4)
5) Istirahatkan pasien.
6) Ajarkan teknik telaksasi pernapasan dalam
7) kolaborasi pemberian terapi farmakologis antiangina.
Rasionalisasi:
1)
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi sebagai temuan
pengkajian.
2) Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang berdampak pada kematian
mendadak.
3) Posisi fisiologis akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer.
4) Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia
jaringan otak.
18 | P a g e
Digoxin 1-0-0
Rasionalisasi :
1) Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses pertukaran gas.
2) Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
3) Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak
pada timbulnya hipoksia.
4) Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat mengurangi timbulnya
edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas.
d. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut.
Tujuan
4)
kesadaran.
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal.
Intervensi
:
20 | P a g e
sistemik.
Kriteria hasil : Klien tidak sesak napas
Intervensi
1)
2)
Rasionalisasi :
1) Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2)
Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat
diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung.
3)
Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
21 | P a g e
: Aktivitas
sehari-hari
klien
terpenuhi
dan
meningkatnya
kemampuan beraktivitas.
Kriteria hasil : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejala
yang berat.
Intervensi
1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD, selama dan sesudah beraktivitas.
2) Pertahankan klien pada posisi tirah baring sementara sakit akut.
3) Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.
4) Pertahankan penambahan O2 , sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi :
1) Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya penurunan oksigen
miokard.
2) Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
3) Untuk mengurangi beban jantung.
4) Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous return.
5) Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
i. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
Tujuan
nutrisi.
Kriteria hasil : klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan
nutrisi sesuai anjuran.
Intervensi
:
22 | P a g e
1) Jelaskan tentang manfaat makan bila dikaitkan dengan kondisi klien saat ini.
2)
3) Beri makanan dalam keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTPRG.
4) Kolaborasi : Dengan nutrisi tentang pemenuhan diet klien, Pemberian multivitamin.
Rasionalisasi :
1) Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti aturan.
2) Untuk menghindari makanan yang justru dapat mengganggu proses penyembuhan
klien.
3) Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual, mempercepat perbaikan kondisi,
serta mengurangi beban kerja jantung.
4) Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien.
5) Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan asupan nutrisi secara umum
dan memperbaiki daya tahan.
j. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan
berkurang
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh mangantuk.
Intervensi
1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2) Atur posisi fisiologis.
3) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker sesuai dengan indikasi.
4) Kolaborasi pemberian obat sedatif.
Rasionalisasi :
1) Variasi penampilan dan perilaku Klien dalam pemenuhan istirahat serta tidur.
2)
3)
4)
1) Catat pola istirahat dan tidur klien siang dan malam hari.
2)
3)
1) Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan istirahat dan tidur sebagai
temuan pengkajian.
2) Tempat tidur dengan adanya pengaman / pagar tempat tidur dapat mencegah klien
jatuh pada saat gelisah dan mengalami kelemahan.
3) Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa nyaman.
l. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
Tujuan
5.
Evaluasi
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian
tujuan pasien dan menentukann keputusan dengan cara membandingkan data yang
terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
a. Evaluasi proses
Fokus pada evaluasi proses atau formatif adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses
harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas intervensi tersebut.
25 | P a g e
b. Evaluasi hasil
Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
pasien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir
asuhan keperawatan secara paripurna.
Evaluasi pada decompensasi cordis antara lain:
1. penurunan curah jantung dapat teratasi.
2. klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada.
3. Klien menyatakan kecemasan berkurang
4. TTV dalam batas normal.
5. keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang
6. Klien tidak sesak napas
7. Nutrisi klien terpenuhi
26 | P a g e
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
I.
TINJAUAN KASUS
Tanggal pengkajian : 05 Februari 2013
Identitas
1. Klien
Inisial klien
Umur
Jenis kelamin
Suku/bangsa
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
: Tn. Z
: 55 tahun
: Laki-laki
: Manado/Indonesia
: Islam
: Swasta
: SMA
: Jln. G.Obos XIII No. 01
Tgl Masuk RS
No. MR
: 3 Februari 2013
: 11.51.01
2. Penanggung Jawab
Nama
: Nisa Andawati
Umur
: 46 tahun
Pekerjaan
: IRT (Ibu Rumah Tangga)
Pendidikan
: SMP
Alamat
: Jln. G.Obos XII No. 01
Hubungan keluarga
: Istri
DIAGNOSA MEDIS
: Decompensasi Cordis
II.
Riwayat Perawatan
1. Keluhan Utama : Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit
27 | P a g e
28 | P a g e
Klien mengatakan tinggal di rumah sendiri yang memiliki ventilasi yang cukup
baik, lingkungan tempat tinggal klien juga cukup bersih.
e. Riwayat Psikososial
Hubungan klien dengan keluarga cukup baik, klien berkomunikasi dengan baik
menggunakan bahasa indonesia. Hubnugan klien dengan teman dan petugas
kesehatan cukup kooperatif.
III.
4. Pola eliminasi
Klien mengatakan masih bisa BAB dan BAK dengan normal layaknya saat
sehat
29 | P a g e
9. Pola seksual-reproduktif
Klien sudah menikah, dan mempunyai tiga orang anak
30 | P a g e
IV.
31 | P a g e
5. Pemeriksaan dada
Bentuk dada simetris, bunyi napas tambahan ronkhi, tidak ada nyeri tekan
pada dada klien. Jantung teraba (kardiomegali)
6. Pemeriksaan abdomen
Tidak ada asites, tidak ada nyeri tekan
b. Neurologis
n I: klien dapat membedakan bau atau aroma
32 | P a g e
V.
2. Pemeriksaan diagnostic
33 | P a g e
VI.
Terapi
1. Infus NaCl 0,9% (10 TPM)
2. Obat oral
a. Candesartan 2x1
b. Digoxin 1x1
Indikasi : payah jantung kronik, payah jantung penderita lansia dengan atau
tanpa payah ginjal, payah jantung akut, payah jantung pada anak.
c. Spironolacton 2x1
Indikasi : hipertensi esensial, edema pada payah jantung kongestif, edema yang
disertai peningkatan kadar aldosteron dalam darah, misalnya pada sindrom
nefrotik atau serosis hati, juga digunakan pada diagnosis maupun pengobatan
pada hiperaldosteronisme primer.
d. Laxadin syr 1x1
Indikasi : mengatasi buang air besar, persiapan menjelang tindakan radiologis
atau operasi.
e. Salbutamol 3x1
Indikasi :
f. Simvastatin 1x1
Indikasi : mengurangi kadar kolesterol total dan LDL. Sebagai anti
hiperkolesterol primer maupun sekunder.
g. CPG 1x1
h. Aspilet 1x1
34 | P a g e
Indikasi : demam, sakit kepala, sakit gigi, rasa nyeri pada otot dan sendi.
3. Obat injeksi
a. Inj furosemid 1x2
b. Inj simextam 2x1
c. Inj ranitidin 2x1
d. Arixtra 2,5gr x1
B. Analisa Masalah
Data fokus
(subyektif & objektif)
Masalah
DS:
klien
mengatakan Pola napas tidak efektif
Kemungkinan penyebab
Penurunan ekspansi paru
napasnya sesak
DO:
klien
tampak
sesak
35 | P a g e
napas
TTV: TD: 150/90mmHg RR :
25x/m HR : 78x/m s: 360C
DS: klien mengatakan nafsu Nutrisi
kurang
hanya
dapat
mata
bawah
berkantung,
Kelemahan
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak
nafas
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
37 | P a g e
D. Perencanaan
38 | P a g e
No
Diagnose keperawatan
Intervensi
keperawatan
1. Kaji
fungsi
pernapasan seperti
frekuensi
dan
kedalaman
pernapasan
2. Auskultasi
bunyi
napas dan catat
adanya bunyi napas
tambahan
3. Observasi tanda
4. Bantu
5. Berikan
oksigen
indikasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 7 jam,
diharapkan nutrisi klien
dapat terpenuhi, dengan
krriteria hasil :
nafsu
makan
klien meningkat
berat badan klien
meningkat
klien
tidak
mengalami
kelemahan fisik
dan
dapat
melakukan
aktivitasnya
terapi
sesuai
1. awasi
konsumsi
makan dan cairan
2. perhatikan adanya
mual / muntah
3. anjurkan
makan
sedikit tapi sering
4. timbang berat badan
Rasionalisasi
1. kecepatan
biasanya
meningkat, dispnue dn
terjadi
peningkatan
kerja napas
2.
3.
klien
4.
5. anjurkan
5.
klien
makan dalam posisi
duduk
6. berikan oral hygiene
untuk klien
7. kolaborasi
dengan
ahli gizi pemberian
Nama &
paraf
6.
adanya
kekurangan
nutrisi
gejala yang menyertai
akumulasi endogen
porsi lebih kecil dapat
meningkatkan masukan
makanan
mengukur
derajat
kekurangan
nutrisi
klien
agar masukan makan
lancar dan mengurangi
rangsang muntah
menghilangkan
krasa
tidak enak pada mulut
dan meningkatkatkan
nafsu makan.
39 | P a g e
E. Implementasi
No diagnosa
keperawatan
I
Tanggal &
jam
6-2-2013
10.00 WIB
Pelaksanaan
Nama &
paraf
2. Do : TTV :
TD: 130/80 mmHg, S : 36 C, N : 80 x /
menit, RR : 24 x / menit
4. memberikan
II
6-2-2013
10.00 WIB
terapi
oksigen
sesuai
indikasi
1. Do:Klien
masih
belum
bisa
dimakan )
2. Ds :Klien mengatakan sudah tidak ada
mual / muntah
3. Klien
mengatakan
akan
mengikuti
anjuran perawat
4. Berat badan klien tidak bertambah
40 | P a g e
( tetap ) yaitu : 67 kg
5. menganjurkan klien makan dalam posisi
III
6-2-2013
10.00 WIB
5. Klien kooperatif
duduk
6. berikan oral hygiene untuk klien
6-2-2013
10.00 WIB
klien
dalam
melakukan
No
Tanggal
.
Dx
I
dan jam
7-2-2013
15.00
WIB
II
III
7-2-2013
15.00
klien
dalam
Nama dan
2. Klien kooperatif
paraf
melakukan 3. Klien mengatakan
7-2-2013
15.00
IV
tidur
S : klien mengatakanaktivitas
sesak nafasnya
sehari sudah
hari berkurang
beristirahat dengan baik
O : keadaan umum masih lemah
3. Meningkatkan
4. Klien mengatakan akan melakukan
0
TTV : TD : 130
/ 90 mmHg, S :tirah
36,5baring
C,
HR : 81 x/mnt,
RR : 23 x / mnit.
4. Menganjurkan
klien
untuk
anjuran perawat
A : masalah teratasi sebagian
menghentikan aktivitas bila terjadi nyeri
P : lanjutkan intervensi
dada / nafas pendek
S : klien mengatakan nafsu makannya masih kurang,
O : keadaan umum masih lemah, porsi makanan hanya
WIB
WIB
dapat
7-2-2013
15.00
WIB
dan perawat
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
F. Evaluasi
42 | P a g e
43 | P a g e
No
Tanggal
.
Dx
I
dan jam
8-2-2013
09.00
WIB
II
8-2-2013
09.00
WIB
Nama dan
paraf
Evaluasi II
III
7-2-2013
09.00
WIB
IV
7-2-2013
09.00
WIB
II.
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan
data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001:17).
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan, mengorganisasi dan mencatat data yang menggambarkan seluruh respon
manusia yang mempengaruhi pola kesehatan. Pencatatan hasil pengkajian keperawatan secara lengkap dan akurat serta
tidak boleh terdapat unsur dugaan atau interprestasi perawat (Nursalam, 2001: 18)
Menurut Ardiansyah (2012:28), manifestasi klinis dari Decompensasi Cordis meliputi :
1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat
terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas
2. Orthopnea, yaitu kesulitan bernafas saat penderita berbaring.Proximal, yaitu
3. nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi saat pasien duduk lama dengan posisi kaki atau tangan dibawah atau
setelah pergi berbaring ditempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan daha atau lendir.
5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan
sirkulasi oksigen.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan.
7. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kana atas
8. Anoreksia dan mual.
45 | P a g e
a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan pembesaran ventrikel kanan.
6. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada saat distol. Selain itu dapat dideteksi
derajat beratnya hipertensi pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah jantung serta
gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat dihitung luas katup mitral.
Pada kasus Tn. Z tidak semua prosedur diagnostik dan laboratorium dilakukan, pemeriksaan yang dilakukan adalah :
Foto thorax rongent : kesan kardiomegali, Natrium :152mmol/L ( n : 138-146 mmol/L), Kalium 5,2mmol/L (n : 3,54,9mmol/L), Cl 118mmol/L (n : 98-109mmol/L), leukosit 11.310 (n : 4.00-100 x 10^3), Eritrosit 6,100 (n : 3.50-5,50), Hb
17,7gr/dl (n : 13,5-18 gr/dl), GDS 129 (n : <200), Cretinin 1,40 (n :0,17-1,5 gr/dl), SGPT 66 (n : 370C = <4), Kholesterol
244 (n : <200), Trigliserit 127 (n :<200), Urit acit 6,0 mg/dl (n : 3,4-7,0mg/dl).
Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan bahwa klien mengalami kardiomegali, hal ini kemungkinan disebabkan
jantung bekerja terlalu keras untuk memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh, jantunng yang bekerja
terlalu keras membuat jantung mengalami pembesaran.
Pada pemeriksaan laboaratorium didapatkan bahwa kolesterol Tn. Z melampaui batas normal dan kolesterol yang tinggi
tidak baik untuk jantung.
Pada pengkajian tanggal 05-2-2013 didapatkan data dari keluhan klien yaitu klien mengatakan napasnya sesak, klien
mengatakan nafsu makan nya menurun. Kadang mual, dan muntah, : klien mengatakan tidak bisa tidur karena sesak yang
dirasakan.
Pada dasarnya tanda dan gejala yang didapatkan dari klien sama dengan teori Doengos : 2000:52.
Dalam pelaksanaan pengkajian yang telah di lakukan oleh penulis terdapat ada beberapa faktor pendukung, yaitu :
tersedianya peralatan yang di sediakan dari kampus dari mahasiswa sendiri maupun oleh perawat di ruang ICCU untuk
melakukan pengkajian dan pemeriksaan fisik, disamping itu sikap kooperatif dari klien dan keluarga selama di lakukan
pengkajian, adanya pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan di ruangan, adanya data-data dari tim medis yang
47 | P a g e
menunjang dalam pengkajian seperti hasil pemeriksaan laboratorium, status klien yang memberikan keadaan klien.
Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pengkajian ini adalah terbatasnya waktu untuk pengkajian kerena klien
membutuhkan istirahat yang cukup.
B. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan.
Adapun kriterianya adalah proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan perumusan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri dari masalah (P), penyebab (E), dan tanda atau gejala (S). Bekerja
sama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memalidasi diagnosa keperawatan (Nursalam, 2002:312)
Diagnosa keperawatan pada DC menurut Doengoes (2000:52-54) ada 4 yaitu curah jantung menurun
berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan, kelebihan volume cairan berhubungan denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus,
kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler, kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan tirah baring lama. Serta dari referensi lain yaitu
Sedangkan pada kasus Tn. Z hanya ditemukan 4 diagnosa yaitu Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, Gangguan pemenuhan
kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
a. Diagnosa 1
b. Diagnosa II : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
Nutrisi kurang adalah suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami atau berisiko mengalami penurunan
berat badan yang berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk
48 | P a g e
kebutuhan metabolik (Potter & Perry, 2005:1447). Tanda-tanda nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah lesu,
kelemahan dan nyeri otot (dapat menyebabkan ketidakmampuan berjalan), mudah lelah, anoreksia, konstipasi atau
diare, membran mata pucat (konjungtiva pucat), edema pada tungkai.
Data yang mengindikasikan adanya masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang ditemukan pada Tn. Z
adalah adanya ungkapan klien mengatakan bahwa ia kurang nafsu makan, Kadang mual, dan muntah ,dan klien hanya
mampu menghabiskan porsi makanan yang disediakan berat badan sebelum sakit 70 kg, dan saat sakit berat badan klien
turun menjadi 66 kg, klien tampak lemah di tempat tidur, konjungtiva pucat dan mukosa bibir kering.Data tersebut
mendukung untuk diangkatnya diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
c. Diagnosa III: , Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat dan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas.
d. Diagnosa IV : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Diagnosa keperawatan pada DC menurut Doengoes (2000:52-54) ada yang tidak diangkat kedalam kasus yaitu curah
jantung menurun berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard, kelebihan volume cairan berhubungan
denganmenurunnya laju filtrasi glomerulus, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
Ke tiga diagnosa tersebut tidak penulis angkat disebabkan oleh data-data yang mendukung adanya diagnosa-diagnosa
keperawatan tersebut tidak ditemukan pada saat pengkajian, Penulis membuat diagnosa keperawatan berdasarkan data yang
dikumpulkan dari klien dan keluarga serta data yang mendukung lainnya.
Faktor pendukung dalam penegakan diagnosa ini adalah adanya data-data baik subjektif maupun objektif dengan
kerjasama klien dan keluarga dalam menceritakan kejadian dan keluhan yang dialami klien.
49 | P a g e
Faktor penghambat yang dirasakan yaitu kurangnya ketelitian serta kurangnya pengetahuan serta kurang
mendalamnya pengkajian dalam merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan prioritas
masalahnya
50 | P a g e
51 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Tabrani, (1998), Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung
Guyton, (1991), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta
Barbara Engram, (1995), Perawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta
Dongoes M.E, Marry F, Alice G (1997) Nursing Care Plans,
F.A davis Company, Philadelphia. Carpennito L.J (1997), Nursing Diagnosis, JB. Lippincot, New York
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik, Penerbit EGC, Jakarta.
Price Sylvia A ( 1993) , Patofisiologi, Penerbit EGC, Jakarta.
Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia, Gaya
Baru Jakarta.
Long. C.B (1996) Medical Surgical. Nursing. CV. Mosby St Louis, USA.
52 | P a g e