Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

STIMULASI PERSEPSI : HALUSINASI

Oleh :
Hestik Handayani

(1120016042)

Lintang Dian Pratiwi

(1120016046)

Luluatul Machfudho

(1120016010)

M. Iqbal Abdillah

(1120016052)

Rokhmad Rozinul A

(1120016019)

Roudlatul Jannah

(1120016016)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2016

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)


STIMULASI PERSEPSI : HALUSINASI
A. Latar Belakang
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep,
2008). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan. Salah satu gangguan hubungan sosial pada
pasien

gangguan

jiwa

adalah

gangguan

sensori persepsi:

Halusinasi dan merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di
mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Dampak dari halusinasi yang
diderita klien diantaranya dapat menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan
asyik dengan fikirannya sendiri. Salah satu penanganannya yaitu dengan
melakukan Terapi Aktivitas Kelompok yang bertujuan untuk mengidentifikasi
halusinasi dan mengontrol halusinasi yang dialaminya.
Dari beberapa kasus gangguan jiwa yang ada di RSJ Menur Surabaya
terdapat kasus halusinasi. Oleh karena itu, perlu diadakan Terapi Aktivitas
Kelompok tentang halusinasi.
B. Landasan Teori
1. TAK (Terapi Aktivitas Kelompok)
a.
Definisi
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih
(Yosep, 2007).
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok
untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep,
2008).

b. Tujuan TAK
Terapi aktivitas kelompok mempunyai tujuan :
1) Umum
a) Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui
komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b) Membentuk sosialisasi
c) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang
hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive
(bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d) Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti
kognitif dan afektif.
2) Khusus
a) Meningkatkan identitas diri.
b) Menyalurkan emosi secara konstruktif
c) Meningkatkan keterampilan hubungan sosial untuk diterapkan sehari-hari.
d) Bersifat rehabilitatif: meningkatkan kemampuan ekspresi diri,
keterampilan

sosial,

kepercayaan

diri,

kemampuan

empati,

dan

meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan


pemecahannya.
(Yosep, 2007)
c. Tahapan dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan
berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase
prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok.
1) Fase Prakelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,
kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Jumlah
anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang.
Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang
memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas,
tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).
2) Fase Awal Kelompok
Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan
peran baru. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu
orientasi, konflik, dan kohesif
a. Tahap orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,


leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
b. Tahap konflik
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi
ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok
mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak
produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).
c. Tahap kohesif
Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih
intim satu sama lain (Keliat, 2004).
3) Fase Kerja Kelompok
Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan
realistis (Keliat, 2004). Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari
produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan
kemandirian (Yosep, 2007).
4) Fase Terminasi
Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman
kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari.
Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).
2. Konsep Halusinasi
a. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada (Videbeck, 2008). Halusinasi adalah
suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam jumlah atau
pola ransang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal
disertai dengan respon yang berkurang, dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan
rangsang tertentu (Towsend, 1998 dikutip dari Yosep 2008).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
ransangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001 dikutip dari Marlindawany,
dkk, 2008).
b. Tahapan halusinasi
Menurut Janice Clack (1962), pasien yang mengalami gangguan jiwa
sebagian besar disertai halusinasi meliputi beberapa tahapan antara lain :

1. Tahap Comforting
Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, pasien
biasanya mengkompensasikan stressornya dengan koping imajinasi sehingga
merasa senang dan terhindar dari ancaman.
2. Tahap Condeming
Timbul kecemasan moderate, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya
pasien merasa mendengarkan sesuatu, pasien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku menarik diri
(With drawl).
3. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, pasien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan pasien
susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang pasien
merasa sangat kesepian/sedih.
4. Tahap Conquering
Pasien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak
diikuti perilaku pasien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.
(Yosep, 2008)
c. Jenis halusinasi
Berbagai jenis halusinasi antara lain (Cancro & Lehman, 2000):
1. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, berbicara kepada
pasien atau membicarakan pasien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat
berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi pendengaran
merupakan jenis halusinasi yang paling sering terjadi. Halusinasi berupa perintah,
suara-suara yang menyuruh pasien untuk mengambil tindakan, seringkali
membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dianggap berbahaya.
2. Halusinasi penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya
atau orang yang telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak.
Halusinasi ini merupakan jenis halusinasi kedua yang sering terjadi.
3. Halusinasi penciuman

Mencium aroma atau bau padahal tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau
tertentu seperti urine atau feses, atau bau yang sifatnya lebih umum , misalnya bau
busuk atau bau yang tidak sedap. Jenis halusinasi ini sering ditemukan pada
pasien demensia, kejang atau stroke.
4.

Halusinasi pengecapan
Mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan

terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut bisa seperti rasa logam atau pahit
atau mungkin seperti rasa tertentu.
5.

Halusinasi taktil
Mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh

atau seperti binatang kecil yang merayap di kulit. Paling sering ditemukan pada
pasien yang mengalami putus alcohol.
6.

Halusinasi kenestetik
Meliputi laporan pasien bahwa ia merasakan fungsi tubuh yang biasanya

tidak bisa dideteksi. Contohnya sensasi pembentukan urine atau impuls yang
ditransmisikan melalui otak.
7. Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika pasien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan
tubuh. Gerakan tubuh kadang kala tidak lazim, misalnya melayang di atas tanah.
(Videbeck, 2008)

d. Etiologi
Adapun etiologi dari halusinasi terbagi menjadi dua yaitu faktor predisposisi
dan presipitasi.
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi dari halusinasi adalah aspek biologis, psikologis,
genetik, sosial dan biokimia. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan.
Beberapa faktor di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian
sehingga menyebabkan kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang

menggangggu sistem metabolisme tubuh akan mengeluarkan suatu zat yang


bersifat halusinogen (Carson, 2000).
Menurut Cloninger (1989), gangguan jiwa terutama gangguan persepsi
sensori: halusinasi dan gangguan psikotik lainnya erat sekali penyebabnya dengan
faktor genetik. Individu yang memiliki hubungan sebagai ayah, ibu, saudara atau
anak dari pasien yang mengalami gangguan jiwa memiliki kecenderungan 10 %,
sedangkan keponakan atau cucu kejadiannya 2-4 %. Individu yang memiliki
hubungan sebagai kembar identik dengan pasien yang mengalami gangguan jiwa
memiliki kecenderungan 46-48 %, sedangkan kembar dizygot memiliki
kecenderungan 14-17 % (Yosep, 2008).
Menurut Andreasan (1991), bahwa neurotransmiter dan resptor di sel-sel
saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata
mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk
gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia (Yosep, 2008).
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi, dalam penelitian
dengan menggunakan CT Scan otak, ditemukan pula perubahan pada anatomi
otak pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran
lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (Yosep, 2008).
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi adalah stresor sosial dimana stress dan kecemasan akan
meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari orang
yang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok/masyarakat; faktor biokimia
dapat meyebabkan partisipasi pasien berinteraksi dengan kelompok kurang,
suasana yang terisolasi (sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang

mengeluarkan

halusinogenik;

faktor

psikologis

yang

juga

akan

meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan disertai terbatasnya


kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai berkembangnya
perubahan sensori persepsi pasien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang
menyenangkan (Stuart & Sundeen, 1998 dikutip dari Cyber nurse 2009).
e. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Berbicara, senyum dan tertawa sendiri.
2) Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasakan

3) sesuatu yang tidak nyata.


4) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
5) Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak
mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi,
berganti pakaian dan berhias yang rapi.
6) Sikap curiga, bermusuhan, menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan,
mudah tersinggung, jengkel, mudah marah, ekspresi wajah tegang,
pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.
7) (Towsend & Mary, 1995 dikutip dari Cyber Nurse 2009)
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan
medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a) Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya
diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :

Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya


diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup

3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya
diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi
sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep,

2011).
b) Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode
yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan
pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi,
dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c) Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri
lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama
(Maramis, 2005)

2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi
yaitu ( Keliat, 2010):
a) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus
yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini
merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang
menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya
kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan
halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa
ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya
klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi
dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai
stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui
sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.
C. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi: Halusinasi
1. Tujuan kegiatan
a. Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol halusinasi
dalam kelompok secara bertahap.
b. Tujuan Khusus
1) Klien dapat mengenal halusinasi.
2) Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3) Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
4) Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal.
5) Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh minum obat.
2. Metode Terapi Aktifitas Kelompok

Metode yang digunakan pada therapy aktifitas kelompok (TAK) ini adalah
metode:
a. Diskusi dan tanya jawab.
b. Melengkapi jadwal harian.
3. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Terapi Aktifitas Kelompok ini dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal

Sesi

Waktu

Tempat

1.

R. Flamboyan

2.

R. Flamboyan

3.

R. Flamboyan

4.

R. Flamboyan

5.

R. Flamboyan

4. Nama klien dan ruangan


Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 5 orang yang berasal dari ruangan
flamboyan. Adapun nama-nama klien yang akan mengikuti TAK yaitu:
a. A
b. B
c. C
d. D
e. E
5. Susunan Pelaksana
Yang bertugas dalam TAK kali ini disesuaikan dengan petugas setiap Sesi
yang telah disepakati. Sebagai berikut:
a. Leader
: Lintang Dian P. S. Kep
b. Co. Leader : Roudlatul Jannah. S. Kep
c. Fasilitator : M. Iqbal Abdillah. S. Kep
M. Rokhman R. S. Kep
Hestik handayani. S. Kep
d. Observer : Luluatul M. S. Kep
6. Uraian Tugas Pelaksana
a. Leader
a) Memimpin jalannya therapy aktifitas kelompok.
b) Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya therapy.
c) Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
d) Memimpin diskusi kelompok.

e) Membuka acara.
b. Co. Leader
a)
Mendampingi Leader
b)
Mengambil alih posisi leader jika leader bloking.
c)
Menyerahkan kembali posisi kepada leader.
d)
Menutup acara diskusi.
c. Fasilitator
a)
Ikut serta dalam kegiatan kelompok.
b)
Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif
mengikuti jalannya therapy.
d. Observer
a) Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang tersedia).
b) Mengawasi jalannya aktifitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan.
7. Setting tempat
Keterangan:
= Leader
= Co-leader
= Observer
= Perawat
= Pasien

8. Mekanisme kegiatan TAK


Dalam Terapi Aktivitas Kelompok stimulasi persepsi : halusinasi dapat
dibagi menjadi 5 sesi yaitu:

Mekanisme Kegiatan TAK


Sesi pertama (Mengenal Halusinasi)
A. Tujuan
1) Pasien dapat mengenal halusinasi.
2) Pasien mengenal waktu terjadinya halusinasi.
3) Pasien mengenal situasi terjadinya halusinasi.
4) Pasien mengenal perasaannya pada saat terjadi halusinasi.
B. Langkah kegiatan :
a. Persiapan
1) Memilih pasien sesuai dengan indikasi yaitu pasien dengan perubahan sensori
persepsi: halusinasi.
2) Membuat kontrak dengan pasien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Orientasi
1) Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien.
b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
c) Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan nama).
2) Evaluasi/ validasi

Menanyakan perasaan pasien saat ini.


3) Kontrak
a) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu
mengenal suara-suara yang didengar.
b) Terapis menjelaskan aturan main berikut:

Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
kepada terapis.

Lama kegiatan 45 menit

Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

c. Tahap kerja
1) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu mengenal suara
suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya, waktu terjadinya, situasi
terjadinya, dan perasaan pasien pada saat terjadi.
2) Terapis meminta pasien menceritakan isi halusinasi, kapan terjadinya, situasi
yang membuat terjadi, dan perasaan pasien saat terjadi halusinasi. Mulai dari
pasien yang sebelah kanan , secara berurutan sampai semua pasien mendapat
giliran. Hasilnya ditulis di whiteboard
3) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.
4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan pasien dari suara
yang biasa didengar
d. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b) Tindak lanjut
Terapis meminta pasien untuk melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaanya
jika terjadi halusinasi.
c) Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati TAK yang akan datang, yaitu cara mengontrol halusinasi
2. Menyepakati waktu dan tempat.

Sesi I TAK
Stimulasi Persepsi :Halusinasi
Mengengal Halusinasi

No

Nama

Menyebut isi

Menyebut waktu

Verbal
Menyebut

Klien

halusinasi

halusinasi

frekuensi
halusinasi

1.
2.
3.
4.

Non verbal
Menyebut situasi

Menebutkan

halusinasi

respon halusinasi

Sesi kedua (Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik)


1) Tujuan:
1) Pasien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi.
Pasien dapat memahami cara menghardik halusinasi.
Pasien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi.
Langkah kegiatan
Persiapan
Mengingatkan kontrak kepada pasien yang telah mengikuti sesi 1.
Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
Orientasi
Salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada pasien.
b) Pasien dan terapis pakai papan nama.
2) Evaluasi/validasi
a) Terapis menanyakan persaan pasien saat ini.
b) Terapis menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu,
2)
3)
2)
a.
1)
2)
b.
1)

situasi, dan perasaan.


3) Kontrak
a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan latihan satu cara mengontrol
halusinasi.
b) Menjelaskan aturan main (sama seperti pada sesi 1)
c. Tahap kerja
1) Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat
mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien
mendapat giliran.
2) Berikan pujian setiap pasien selesai bercerita.
3) Terapis menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi
saat halusinasi muncul.
4) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi, yaitu Pergi jangan
ganggu saya, saya mau bercakap-cakap dengan
5) Terapis meminta masing-masing pasien memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dari pasien sebelah kiri terapis, berurutan searah jarum jam
sampai semua peserta mendapat giliran.
6) Terapis memberikan pujian dan mengajak semua pasien bertepuk tangan saat
setiap pasien selesai memperagakan menghardik halusinasi.
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
2) Tindak lanjut

a) Terapis menganjurkan pasien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari


jika halusinasi muncul.
b) Memasukkan kegiatan menghardik dalam jadwal kegiatan harian pasien.
3) Kontrak yang akan datang
a) Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK yang berikutnya,
yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
b) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya.

Sesi II TAK
Stimulasi persepsi : Halusinasi
Kemampuan Menghardik Halusinasi
No

Aspek yang Dinilai

.
1.

Menyebutkan cara yang selama ini

2.
3.

digunakan mengatasi halusinasi


Menyebutkan efektivitas cara
Menyebutkan
cara
mengatasi

4.

halusinasi dengan menghardik


Memperagakan
menghardik
halusinasi

Nama Klien

Sesi ketiga (Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan)


A. Tujuan:
1) Pasien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi.
2) Pasien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
B. Langkah kegiatan :
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti Sesi 2.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Pasien dan terapis pakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Terapis menanyakan keadaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang sudah dipelajari.
3. Terapis menanyakan pengalaman pasien menerapkan cara menghardik
halusinasi.
c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mencegah terjadinya halusinasi
dengan melakukan kegiatan.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan cara kedua, yaitu melakukan kegiatan sehari-hari.
b) Memberi penjelasan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi.
c) Terapis meminta tiap pasien menyampaikan kegiatan yang biasa dilakukan
setiap sehari-hari, dan tulis di whiteboard.
d) Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis formulir
yang sama di whiteboard.
e) Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan
harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan formulir,
terapis menggunakan whiteboard.
f) Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
g) Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah
selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah selesai menyusun jadwal
kegiatan dan memperagakannya.
2. Terapis memberikan pujian atas kebehasilan kelompok.

b) Tindak lanjut
Terapis menganjurkan pasien melaksanakan dua cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.
c) Kontrak yang akan datang
1.
Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya, yaitu
2.
3.

mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap.


Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
Terapis membagikan fomulir jadwal kegiatan harian. Terapis menulis

4.

formulir yang sama di whiteboard.


Terapis membimbing satu persatu pasien untuk membuat jadwal kegiatan
harian, dari bangun pagi sampai tidur malam. Pasien menggunakan

5.
6.

formulir, terapis menggunakan whiteboard.


Terapis melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pasien yang sudah
selesai membuat jadwal dan memperagakan kegiatan.

Sesi III TAK


Stimulasi Persepsi : Halusinasi
Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan
No

Aspek yang dinilai

1.

Menyebutkan kegiatan yang bisa

2.

dilakukan
Memperagakan kegiatan yang bisa

3.
4.

dilakukan
Menyusun jadwal kegiatan harian
Membuat dua cara mengontrol
halusinasi

Nama klien

Sesi keempat (Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-Cakap)


A. Tujuan :
1) Pasien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinasi.
2) Pasien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi.
B. Langkah kegiatan :
1) Persiapan
a) Mengingatkan kontrak dengan pasien yang telah mengikuti sesi 3.
b) Terapis membuat kontrak dengan pasien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1.
Salam dari terapis kepada pasien.
2.
Pasien dan terapis memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1.
Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2.
Menanyakan pengalaman pasien setelah menerapkan dua cara yang
telah dipelajari (mengahardik dan menyibukkan diri dengan kegiatan
yang terarah) untuk mencegah halusinasi.
c) Kontrak
1.
Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap.
2.
Terapis menjelaskan aturan main (sama dengan sesi sebelumnya).
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mengontrol dan mencegah halusinasi.
b) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa diajak
bercakap-cakap.
c) Terapis meminta tiap pasien menyebutkan pokok pembicaraan yang biasa
dan bisa dilakukan.
d) Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi muncul
Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja dengan suster atau
Suster, tentang kapan saya boleh pulang.
e) Terapis meminta pasien untuk memperagakan percakapan dengan orang di
sebelahnya.
f) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.
g) Ulangi e s/d f sampai semua pasien mendapat giliran.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1.
Terapis menayakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2.
Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah dilatih.

3.
Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi,
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis membuat kesepakatan dengan pasien untuk TAK berikutnya,
yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
2. Terapis menyepakati waktu dan tempat.

Sesi IV TAK
Stimulasi Persepsi : Halusinasi
Mencegah Halusinasi dengan Bercaka Cakap
No

Aspek yang dinilai

1.

Menyebutkan orang yang bisa diajak

2.
3.
4.

bicara
Memperagakan percakapan
Menyusun jadwal percakapan
Menyebutkan 3 cara mengontrol dan
mencegah halusinasi

Nama klien

Sesi kelima (Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat)


A.
1)
2)
3)
B.
1)

Tujuan :
Pasien mamahami pentingnya patuh minum obat.
Pasien memahami akibat tidak patuh minum obat.
Pasien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.
Langkah kegiatan :
Persiapan
a) Mengingatkan kontrak pada pasien yang telah mengikuti sesi 4.
b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Orientasi
a) Salam terapeutik
1. Salam dari terapis kepada pasien.
2. Terapis dan pasien memakai papan nama.
b) Evaluasi/validasi
1. Menanyakan perasaan pasien saat ini.
2. Terapis menanyakan pengalaman pasien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan

tiga

cara

yang

telah

dipelajari

(menghardik,

menyibukkan diri dengan kegiatan, dan bercakap-cakap).


c) Kontrak
1. Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan patuh
minum obat.
2. Menjelaskan aturan main (sama seperti sesi sebelumnya).
3) Tahap kerja
a) Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu mencegah
kambuh karena obat memberi perasaan tenang, memperlambat kambuh.
b) Terapis menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat, yaitu penyebab
kambuh.
c) Terapis meminta pasien menyampaikan obat yang dimakan dan waktu
memakannya. Buat daftar di whiteboard.
d) Menjelaskan lima benar minum obat yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat,benar cara minum obat, benar dosis
obat.
e) Minta pasien menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
f) Berikan pujian pada pasien yang benar.
g) Mendiskusikan perasaan pasien sebelum minum obat (catat di
whiteboard).
h) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat (catat di
whiteboard).
i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu mencegah
halusinasi/kambuh.

j) Meminta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat dan


kerugian tidak patuh minum obat.
k) Memberi pujian tiap kali pasien benar.
4) Tahap terminasi
a) Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti TAK.
2. Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang sudah
dipelajari.
3. Terapis membaerikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan pasien untuk menggunakan empat cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian, bercakap-cakap,
dan patuh minum obat.
c) Kontrak yang akan datang
1. Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk mengontrol
halusinasi.
2. Buat kesepakatan baru untuk TAK yg lain sesuai dengan indikasi
pasien (Keliat, 2006).

Sesi V TAK
Stimulasi Persepsi : Halusinasi
Mengontrol halusinasi dengan Patuh Minum Obat
No
1.
2.
3.
4.

Nama klien

Menyebutkan 5 benar cara

Menyebutkan keuntungan minum

Menyebutkan akibat tidak patuh

minum obat

obat

minum obat

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B. A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, F.W. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa ( Psychiatric Mental
Health Nursing) . Jakarta : EGC.
Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. (Edisi revisi). Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai