hidrologi wilayah Rancaekek di Kabupaten Bandung bergantung kepada keberadaan air dari Kabupaten
Sumedang.
Masyarakat mengeluhkan pencemaran pada Sungai Cikijing dan sawah yang terjadi di 4 desa, yaitu desa
Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya Kecamatan Rancaekek yang diduga disebabkan oleh
pembuangan air limbah dari kegiatan industri yang berlokasi di wilayah Kabupaten Sumedang, yaitu: PT.
KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST. Perkiraan luas lahan tercemar di Kecamatan Rancaekek seluas 752 ha dari
total luas lahan baku sawah 983 ha.
Keluhan masyarakat berupa adanya pencemaran air permukaan dan air tanah yang merupakan sumber air
bersih bagi penduduk setempat. Pada tanah yang tercemar mengakibatkan produktivitas padi menjadi
rendah, dari 6 7 ton/ha menjadi hanya 1 2 ton/ha (Hasil penelitian Balai Peneltian Tanah Bogor,
2003). Diduga penurunan kualitas air Sungai Cikijing akibat pembuangan air limbah dan sludge IPAL PT.
KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST.
Menteri Lingkungan mengatakan Kasus pencemaran lingkungan hidup ini sudah dikeluhkan oleh
masyarakat cukup lama dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya, oleh karena itu perlu dilakukan
langkah penegakan hukum lingkungan yang pasti dan cepat.
Tindakan penegakan hukum harus dilakukan setelah upaya lain secara persuasif tidak menunjukkan hasil
seperti yang diharapkan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yang terkena dampak.
Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah antara lain :
Fasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan oleh BPLHD Propinsi Jawa Barat antara 3 perusahaan PT.
KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST dengan masyarakat desa Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya
Pada tanggal 6 Agustus 2002 dilakukan upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Gubernur Jawa Barat, dengan nomor surat 660.3/704/BPLHD tanggal 31 Maret 2003 perihal Peringatan I
Kesepakatan Rancaekek.
Tahun 2003, kasus pembuangan lumpur IPAL PT Kahatex II di Kecamatan Rancaekek, dikenakan sanksi
pidana 6 bulan kurungan, masa percobaan 10 bulan, denda Rp. 25 juta.
Tahun 2005 telah dilakukan addendum kesepakatan bersama yang meliputi :
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan penjadualan ulang jangka waktu realisasi pelaksanaan hasil
kesepakatan yang belum dilaksanakan.
Penyediaan air bersih bagi Desa Bojongloam Linggar, Sukamulya dan Jelegong akan dilaksanakan pada
saat ada permohonan dari masing-masing Kepala Desa.
Optimalisasi IPAL untuk segera dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan sejak ditandatanganinya
addendum kesepakatan ini.
Tanggal 11 Juni 2008 dilakukan lagi penandatanganan kesepakatan di luar pengadilan (Kesepakatan
Rancaekek ke II).
Berdasarkan surat dari Kementerian Lingkungan Hidup tanggal 5 Desember 2008 perihal hasil analisa air
limbah PT. KHT-II dan PT. ISI, diterbitkan surat: tanggal 10 Maret 2009, Pengenaan Sanksi Administratif
berupa Perintah Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT. KHT-II dan PT. ISI.
Surat dari Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup tanggal 14
Februari 2011 perihal permohonan bantuan penanganan kasus pencemaran lingkungan kecamatan
Rancaekek, Kabupaten Bandung dan ditindak lanjuti pertemuan koordinasi pada tanggal 30 Mei 2011
mengenai pelimpahan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di Kecamatan Rancaekek kepada
Kementerian Lingkungan Hidup.
Verifikasi lapangan bersama antara BLH Kab. Bandung, BLH Kab. Sumedang, BPLHD Jawa Barat dan
KLH : 12-14 September 2011, 4 Desember 2011 dan 9 11 Januari 2013. : Hasil verifikasi lapangan
menunjukkan ada indikasi kuat bahwa PT. KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST membuang air limbah melebihi
baku mutu lingkungan.
Sejak bulan Januari 2013 hingga 26 Februari 2014 KLH, BPLHD Provinsi Jawa Barat, BLH Kabupaten
Sumedang dan BLH Kabupaten Bandung sepakat untuk mendayagunakan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan, melalui proses mediasi, yaitu : pembayaran ganti rugi kepada
masyarakat 4 desa (Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya) dan negara, pemulihan 752 ha sawah
yang tercemar serta melakukan tindakan tertentu berupa perbaikan pengelolaan air limbah.
Setelah melalui proses panjang dan karena sampai saat ini, ketiga perusahaan tidak menunjukkan itikad
baik untuk penyelesaian sengketa lingkungan berupa ganti rugi terhadap kerugian ekonomi dan
lingkungan serta melakukan tindakan tertentu untuk pemulihan dan perbaikan pengelolaan air limbahnya,
maka sesuai UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diperlukan
tindakan tegas berupa : penegakan hukum berupa Sanksi Administratif dan / atau Gugatan Perdata dan /
atau Tuntutan Pidana.
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan pada tanggal 29 April 2008 atas pengaduan pencemaran lingkungan
di Kecamatan Rancaekek menunjukan bahwa air limbah industri yang dibuang ke Sungai Cikijing diduga
berada diatas ambang baku mutu dan mengandung Natrium (Na) dan Chlor (Cl), sehingga padi yang
ditanam tidak tumbuh dan kalaupun ada yang tumbuh buahnya tidak berisi. Begitu juga ikan tidak akan
hidup dan kalaupun ada yang hidup produktivitasnya rendah dan diduga mengandung timbal.
Untuk mengatasi hal tersebut Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sumedang Tanggal 19
Desember 2008, membnerikan teguran terhadap PT Kahatex karena BOD dan COD diatas baku mutu.
Tanggal 10 Maret 2009 dikeluarkan sanksi administrasi perintah melakukan tindakan tertentu sesuai Pasal
25 s/d 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan isi
perintah sebagai berikut:
Optimalisasi IPAL sehingga limbah cair industri yang dibuang ke media lingkungan sesuai dengan baku
mutu. Teknik yang dapat dilakukan untuk hal tersebut adalah evaluasi pada proses flokulasi dan
koagulasi, evaluasi pada unit proses di unit sedimentasi, melakukan pengolahan untuk menghitung
Natrium (Na) dan Chlor (Cl), membuat unit filtrasi di outlet, membuat pemanfaatan air kembali (water
use), melakukan recharging air ke dalam tanah.
Merubah pembuangan dari Sungai Cikijing ke badan air yang lain dengan sistem tertutup.
Membuat kolam penampungan limbah akhir setelah melalui pengolahan sebelum dibuang ke badan air
penerima.
Memasang alat monitoring pengukur baku mutu limbah cair di kolam penampungan limbah cair.
Berdasarkan rapat pembahasan penyelesaian kasus Rancaekek yang dilaksanakan pada tanggal 17 Juni
2010 di BPLHD Provinsi Jawa Barat, menghasilkan beberapa kesimpulan diantaranya:
Evaluasi Penanganan Kasus Berdasarkan 7 (tujuh) Tuntutan Masyarakat. Evaluasi penanganan kasus
pengaduan pencemaran dan atau perusakan lahan pertanian di Kecamatan Rancaekek Kabupaten
Bandung berdasarkan 7 (tujuh) tuntutan Masyarakat Kecamatan Rancaekek tanggal 26 Februari 2008
adalah sebagai berikut: Pemulihan lahan yang terkena limbah sehingga menjadi lahan produktif lagi,
Baku Mutu Limbah Cair 0% (bersih), bermanfaat bagi lahan pertanian dan masyarakat, Adanya
pengawasan yang tegas dari instansi terkait, terhadap perusahaan, dibuatkan IPAL Terpadu jauh dari
kawasan pemukiman atau perumahan, namun lokasi masih di wilayah Kecamatan Rancaekek,
Normalisasi Kali Cikijing, Cimande dan Cikeruh untuk segera direalisasikan, pihak yang telah
menimbulkan kerugian bagi para petani harus bertanggung jawab, antara lain; sawah yang terkena
dampak limbah 415 ha, yaitu Desa Sukamulya, Jelegong, Bojongloa dan Linggar dan dibuatkan Sungai
Gendong, bagi masyarakat petani yang terkena limbah dengan sumber air dari Bendungan Depok.
Evaluasi Terhadap Kesepakatan Jangka Pendek. Telah dilakukan kesepakatan jangka pendek Nomor
660.1/1.423/I, tanggal 11 Juni 2008 antara Warga Desa Jelegong, Desa Linggar, Desa Sukamulya, dan
Desa Bojongloa Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung dengan PT Kahatex dan PT Insan Sandang,
dengan butir-butir kesepakatan dan evaluasi tindak lanjutnya sebagai berikut: Melaksanakan Optimalisasi
sistem kinerja IPAL, Pemberian Bantuan Kesehatan Pembelian obat-obatan, Pemberian Bantuan
Pinjaman Modal untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Ketenagakerjaan.
Saran dan Rekomendasi
Strategi penyelesaian kasus Rancaekek dirumuskan dengan mempertimbangkan dua hal utama yaitu,
Tuntutan masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk 7 (tujuh) tuntutan masyarakat
danPertimbangan ilmiah berdasarkan analisis situasi konflik dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Berdasarkan dua pertimbangan tersebut, strategi penyelesaian kasus Rancaekek dibagi ke dalam
empat strategi utama, yaitu:
Penghentian Pencemaran, meliputi 3 tuntutan masyarakat, yaitu: Baku Mutu Limbah Cair 0% (bersih),
bermanfaat bagi lahan pertanian dan masyarakat, Adanya pengawasan yang tegas dari instansi terkait,
terhadap perusahaan, dibuatkan IPAL terpadu yang jauh dari kawasan pemukiman atau perumahan,
namun lokasi di wilayah Kecamatan Rancaekek.
Ganti Rugi dan Pemulihan, meliputi 2 bentuk, yaitu: (a) Ganti Rugi dan Pemulihan Lahan Privat. Strategi
ini meliputi 2 tuntutan masyarakat, yaitu: (1) Pemulihan lahan yang terkena limbah sehingga menjadi
lahan produktif lagi, dan (2) Pihak yang telah menimbulkan kerugian bagi para petani harus bertanggung
jawab, antara lain; sawah yang terkena dampak limbah 415 ha, yaitu Desa Sukamulya, Jelegong,
Bojongloa dan Linggar. (b) Ganti Rugi dan Pemulihan Lingkungan Publik. Strategi ini meliputi 2 tuntutan
masyarakat, yaitu: (1) Normalisasi kali Cikijing, Cimande dan Cikeruh untuk segera direalisasikan, dan
(2) Buatkan sungai gendong, bagi masyarakat petani yang terkena limbah dengan sumber air dari
bendungan Depok.
Penataan Kawasan dan Kebijakan, yang meliputi masalah harmonisasi tata ruang dan kebijakan baku
mutu pencemaran dan kriteria baku kerusakan lingkungan.
Pemulihan Kehidupan Sosial Ekonomi, yang meliputi aspek penyerapan tenaga kerja lokal, penyediaan
sarana air bersih dan kesehatan. (iH2).
http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/48548/wagub-jabar-limbah-kahatex-cemari-lingkuanganrancaekek
http://www.mongabay.co.id/tag/pencemar-lingkungan/
http://www.menlh.go.id/penegakan-hukum-terhadap-kasus-pencemaran-lahan-pertanian-di-kecamatanrancaekek-kabupaten-bandung/