Anda di halaman 1dari 9

Wagub Jabar: Limbah Kahatex Cemari Lingkuangan Rancaekek

Jumat, 09 Mei 2014 09:10:17| PEMPROV JABAR


Antarajawabarat.com,9/5 - Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar menyatakan limbah
pabrik Kahatex di Kabupaten Sumedang telah mencemari lingkungan aliran sungai di empat
desa, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
"Limbah Kahatex telah mencemari lingkungan di sekitarnya," kata Deddy usai meninjau kondisi
lingkungan dampak keberadaan pabrik di wilayah Bandung dan Sumedang, Kamis.
Ia menuturkan PT Kahatex yang berada di Jalan Raya Bandung-Rancaekek itu ternyata telah
menimbulkan persoalan pencemaran lingkungan dari pembuangan limbahnya.
Aliran limbah pabrik itu, kata dia, telah mencemari empat desa di Kecamatan Rancaekek yakni
Desa Lingga, Jelegong, Sukamulya, dan Bojong Loa.
Menurut dia, limbah yang mengalir ke sungai melewati permukiman warga dan areal pertanian
itu terlihat warnanya sangat pekat.
"Air di Sungai Rancawaru ini pun sangat pekat, kami akan tindak lanjuti itu," katanya.
Dia mendesak PT Kahatex memperhatikan masalah limbah, karena dampak pembuangannya itu
telah menganggu dan menimbulkan berbagai persoalan yang merugikan banyak masyarakat.
Ia khawatir limbah cair dari pabrik Kahatex masuk ke aliran Sungai Citarum dan menimbulkan
pencemaran lingkungan lebih besar dan merugikan lebih banyak orang.
"Kalau limbah itu sudah masuk ke Citarum tentunya jutaan orang yang akan terkena dampaknya,
ini harus diperhatikan," kata aktor dan Sutradara Film itu.
Ia mengungkapkan temuan lain pencemaran lingkungan yaitu industri yang tidak memiliki
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), kemudian pengelolaan limbah tidak optimal sehingga
limbah masih terlihat pekat dan berwarna.
Industri yang belum memiliki AMDAL itu, kata dia, di kawasan industri Kecamatan Solokan
Jeruk.
"Ini memprihatinkan, mereka tidak memiliki Amdal, kami targetkan mereka bisa memiliki
Amdal dalam enam bulan ini, kalau tidak stop aja," kata Deddy.

Pencemaran Limbah Tekstil di Bandung Ditangani KLH


October 17, 2012 Indra Nugraha (Kontributor Jawa Barat)
Penanganan limbah tekstil di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kini memasuki babak
baru. Sejak 2011, kasus ini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang mengkaji
dan menghitung kerugian masyarakat dampak limbah. Kepala bidang Pengendalian Pencemaran
Lingkungan Daerah (BPLHD) Jawa Barat (Jabar), Suharsono mengatakan, studi lapangan,
menghasilkan data valid terus dilakukan KLH. Besaran kerugian nanti diakumulasikan agar
perusahaan-perusahaan yang membuang limbah bisa mengganti. KLH akan menjadi fasilitator
menemukan titik temu kesepakatan antara masyarakat Rancaekek dan perusahaan, katanya di
Bandung.
Jika setelah mediasi tak menemukan titik temu, sanksi lebih tegas bisa diberikan kepada
perusahaan tekstil yang membuang limbah tanpa prosedur. Sanksi yang diberikan bisa bentuk
pidana bahkan pencabutan izin usaha.Proses kajian sedang berjalan. Paling lama dua tahun
sudah selesai. Kita tunggu saja tahun 2013.
Masalah limbah di kawasan Rancaekek, sudah sejak 1991 dan berlarut-larut. Limbah industri di
Rancaekek bukan permasalahan baru, kata Suharsono. Dia menilai, masalah ini bak lingkaran
setan. Setidaknya ada 35.000 orang menggantungkan hidup sebagai pekerja di perusahaanperusahaan tekstil ini. Ini menyebabkan penanganan lewat jalur hukum menjadi sangat sulit.
Dia mengatakan, hingga saat ini setidaknya 450 hektar sawah tercemar dan tidak bisa ditanami
lagi. Kerusakan sudah sangat parah. Data BPLHD Jabar, sepanjang 1993 hingga 2008 tercatat 20
laporan resmi masuk. Agustus 2002 ada kesepakatan antara masyarakat dengan PT. Kahatex,
PT. Insan Sandang dan PT. Five Star dalam mengatasi limbah tekstil.
Kesepakatan itu ditempuh dengan alternative dispute resolution (ADR) ber Nomor
660.3/631/I/2002 tanggal 6 Agustus 2002. Ia berisi beberapa hal untuk jangka pendek dan
panjang.

Air sungai di Dusun Jelegong, Rancaekek, Bandung. Foto: Indra Nugraha

Kesepakatan jangka pendek dengan mengoptimalisasikan IPAL sesuai teknis yang


direkomendasikan BPLHD Jabar, normalisasi Sungai Cikijing dan memberikan kompensasi bagi
program ini. Adapun besaran kompensasi, PT. Kahatex Rp115, 500 juta, PT. Insan Sandang
Internusa Rp8 juta, dan PT. Five Star Rp7,5 juta.
Untuk jangka panjang, pembangunan IPAL terpadu, pengembangan program community
development meliputi penyediaan air bersih, sarana medis dan pengalihan mata pencarian
masyarakat dari sawah ke usaha lain. Juga memfasilitasi dan pembinaan untuk pengembangan
peluang dan potensi usaha masyarakat.
Pada 2003, ada upaya penanganan limbah industri, yakni pencanangan mulaifeasibility
study (studi kelayakan) IPAL Gabungan Industri di Rancaekek. Namun, hingga saat ini
pembuatan IPAL gabungan tidak pernah terealisasi. Karena membutuhkan dana sangat besar.
Pada 2007, pengaduan masyarakat mengenai pencemaran sungai dan sawah di Rancaekek tinggi
setidaknya ada 11 laporan. Pengaduan oleh masyarakat baik, individu, LSM, hingga surat dari
DPR RI bahkan komnas HAM.
Isi surat beragam. Ada permohonan investigasi penyakit kulit dan pernafasan, keluhan mengenai
dampak negatif boiler batubara PT. Kahatex sampai perihal kerusakan lingkungan pertanian dan
eksploitasi air permukaan oleh industri.
Berbagai desakan segera menyelesaikan masalah limbah industri tekstil di Rancaekek menguat.
Lahirlah, tujuh tuntutan masyarakat Rancaekek pada 28 Februari 2008 di BPLHD Jabar, melalui
Camat Rancaekek. Ketujuh tuntutan antara lain, pemulihan lahan terkena limbah hingga menjadi
lahan produktif, pengawasan tegas dari instansi terkait, terhadap perusahaan, IPAL terpadu jauh
dari pemukiman sampai normalisasi Kali Cikijing, Cimande dan Cikeruh.
Lalu, pada 11 Juni 2008, desakan warga menghasilkan kesepakatan jangka pendek antara PT
Kahatex, PT Insan Sandang Internusa, perwakilan masyarakat desa dan instansi terkait.
Kesepakatan itu mengharuskan perusahaan optimalisasi sistem kinerja IPAL, pemberian bantuan
pinjaman modal UKM dan rekrut tenaga kerja warga sekitar.
Kesepakatan itu ternyata tak menghentikan pencemaran. Maret 2009, PT Kahatex dan PT Insan
Sandang Internusa kena sanksi administrasi. Mereka wajib optimalisasi IPAL, evaluasi proses
fisika, kimia, dan biologi. Perusahaan juga harus mengevaluasi unit proses serta pengolahan
menghilangkan Na dan Cl. Kedua perusahaan harus membuat kolam penampungan limbah
akhir dan memasang alat monitoring. Lalu, mereka membuat kajian pengubahan pembuangan
dari Sungai Cikijing ke badan air yang lain

Lahan Untuk Kedalutan Pangan.


Mulai Pindah-Pindah ke Manggala Wanabhakti
Sarasehan Adiwiyata Nasional 2014 dan Peringatan HCPSN 2014
Serba Data
Anugerah Jurnalistik 2014 Inovasi Ramah Lingkungan
Gerakan Menanam Pohon Nasional 2014
Terindikasi Terjadi Hujan Asam di Beberapa Kota di Indonesia The Sixteenth Session of the
Intergovernmental Meeting on the Acid Deposition Monitoring Network in East Asia
Refleksi dan Apresiasi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Periode 2009 2014
Tes Kompetensi Dasar (TKD) Dengan Sistem CAT Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) KLH Tahun 2014
Pemantauan Emisi Industri Melalui Teknologi Predictive Emission Monitoring System (PEMs)
Hasil Akhir Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2014
KLHK Berperan Aktif Pada National Dialogue Initiative Global Environmental Facility (GEF)
Kunjungan Kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke Kota Malang
Tuntutan Masyarakat Adat Dayak Wehea
Pengusulan Calon Penerima Penghargaan Kalpataru 2015
Penegakan Hukum Terhadap Kasus Pencemaran Lahan Pertanian Di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten
Bandung
Categories: Berita, Penaatan Hukum Lingkungan, Siaran Pers, Siaran Press
Bandung, 14 Mei 2014. Hari ini Menteri Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA,
melakukan kunjungan lapangan ke daerah terkena dampak akibat pembuangan limbah industri tekstil di
Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Kunjungan ini merupakan pelaksanaan penegakan hukum
lingkungan terhadap pelaku pencemaran dan/atau perusakan DAS Citarum. Menteri Lingkungan Hidup
didampingi oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, H. Deddy Mizwar, dan Deputi V KLH Bidang Penaatan
Hukum Lingkungan, Drs. Sudariyono.
Pertumbuhan ekonomi kawasan Rancaekek mulai bergeser sejak dimulainya pengembangan industri
tekstil di Kabupaten Sumedang yang membutuhkan air, dan menimbulkan pencemaran di kawasan
Rancaekek karena beban pencemaran air sudah melebihi daya tampung Sungai Cikijing yang berhulu di
Kabupaten Sumedang dan berhilir di Kabupaten Bandung. Wilayah Rancaekek terdiri dari Kecamatan
Rancaekek di Kabupaten Bandung dan Kecamatan Cikeruh di Kabupaten Sumedang. Secara morfologis
wilayah Rancaekek merupakan hamparan yang lebih rendah dari daerah sekitarnya, sedangkan secara

hidrologi wilayah Rancaekek di Kabupaten Bandung bergantung kepada keberadaan air dari Kabupaten
Sumedang.
Masyarakat mengeluhkan pencemaran pada Sungai Cikijing dan sawah yang terjadi di 4 desa, yaitu desa
Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya Kecamatan Rancaekek yang diduga disebabkan oleh
pembuangan air limbah dari kegiatan industri yang berlokasi di wilayah Kabupaten Sumedang, yaitu: PT.
KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST. Perkiraan luas lahan tercemar di Kecamatan Rancaekek seluas 752 ha dari
total luas lahan baku sawah 983 ha.
Keluhan masyarakat berupa adanya pencemaran air permukaan dan air tanah yang merupakan sumber air
bersih bagi penduduk setempat. Pada tanah yang tercemar mengakibatkan produktivitas padi menjadi
rendah, dari 6 7 ton/ha menjadi hanya 1 2 ton/ha (Hasil penelitian Balai Peneltian Tanah Bogor,
2003). Diduga penurunan kualitas air Sungai Cikijing akibat pembuangan air limbah dan sludge IPAL PT.
KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST.
Menteri Lingkungan mengatakan Kasus pencemaran lingkungan hidup ini sudah dikeluhkan oleh
masyarakat cukup lama dan sampai saat ini belum ada penyelesaiannya, oleh karena itu perlu dilakukan
langkah penegakan hukum lingkungan yang pasti dan cepat.
Tindakan penegakan hukum harus dilakukan setelah upaya lain secara persuasif tidak menunjukkan hasil
seperti yang diharapkan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat yang terkena dampak.
Berbagai upaya yang telah dilakukan Pemerintah antara lain :
Fasilitasi penyelesaian sengketa lingkungan oleh BPLHD Propinsi Jawa Barat antara 3 perusahaan PT.
KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST dengan masyarakat desa Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya
Pada tanggal 6 Agustus 2002 dilakukan upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Gubernur Jawa Barat, dengan nomor surat 660.3/704/BPLHD tanggal 31 Maret 2003 perihal Peringatan I
Kesepakatan Rancaekek.
Tahun 2003, kasus pembuangan lumpur IPAL PT Kahatex II di Kecamatan Rancaekek, dikenakan sanksi
pidana 6 bulan kurungan, masa percobaan 10 bulan, denda Rp. 25 juta.
Tahun 2005 telah dilakukan addendum kesepakatan bersama yang meliputi :
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan penjadualan ulang jangka waktu realisasi pelaksanaan hasil
kesepakatan yang belum dilaksanakan.
Penyediaan air bersih bagi Desa Bojongloam Linggar, Sukamulya dan Jelegong akan dilaksanakan pada
saat ada permohonan dari masing-masing Kepala Desa.
Optimalisasi IPAL untuk segera dilaksanakan oleh masing-masing perusahaan sejak ditandatanganinya
addendum kesepakatan ini.
Tanggal 11 Juni 2008 dilakukan lagi penandatanganan kesepakatan di luar pengadilan (Kesepakatan
Rancaekek ke II).

Berdasarkan surat dari Kementerian Lingkungan Hidup tanggal 5 Desember 2008 perihal hasil analisa air
limbah PT. KHT-II dan PT. ISI, diterbitkan surat: tanggal 10 Maret 2009, Pengenaan Sanksi Administratif
berupa Perintah Melakukan Tindakan Tertentu kepada PT. KHT-II dan PT. ISI.
Surat dari Kepala BPLHD Provinsi Jawa Barat kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup tanggal 14
Februari 2011 perihal permohonan bantuan penanganan kasus pencemaran lingkungan kecamatan
Rancaekek, Kabupaten Bandung dan ditindak lanjuti pertemuan koordinasi pada tanggal 30 Mei 2011
mengenai pelimpahan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di Kecamatan Rancaekek kepada
Kementerian Lingkungan Hidup.
Verifikasi lapangan bersama antara BLH Kab. Bandung, BLH Kab. Sumedang, BPLHD Jawa Barat dan
KLH : 12-14 September 2011, 4 Desember 2011 dan 9 11 Januari 2013. : Hasil verifikasi lapangan
menunjukkan ada indikasi kuat bahwa PT. KHT-II, PT. ISIT dan PT. FST membuang air limbah melebihi
baku mutu lingkungan.
Sejak bulan Januari 2013 hingga 26 Februari 2014 KLH, BPLHD Provinsi Jawa Barat, BLH Kabupaten
Sumedang dan BLH Kabupaten Bandung sepakat untuk mendayagunakan penyelesaian sengketa
lingkungan hidup di luar pengadilan, melalui proses mediasi, yaitu : pembayaran ganti rugi kepada
masyarakat 4 desa (Jelegong, Bojongloa, Linggar dan Sukamulya) dan negara, pemulihan 752 ha sawah
yang tercemar serta melakukan tindakan tertentu berupa perbaikan pengelolaan air limbah.
Setelah melalui proses panjang dan karena sampai saat ini, ketiga perusahaan tidak menunjukkan itikad
baik untuk penyelesaian sengketa lingkungan berupa ganti rugi terhadap kerugian ekonomi dan
lingkungan serta melakukan tindakan tertentu untuk pemulihan dan perbaikan pengelolaan air limbahnya,
maka sesuai UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, diperlukan
tindakan tegas berupa : penegakan hukum berupa Sanksi Administratif dan / atau Gugatan Perdata dan /
atau Tuntutan Pidana.

Dicemari Limbah Cair Industri, Masyarakat Rancaekek Menjerit (2)

by Arief Rustandi on APRIL 28, 2011 in JAWA, PENCEMARAN

Berdasarkan hasil verifikasi lapangan pada tanggal 29 April 2008 atas pengaduan pencemaran lingkungan
di Kecamatan Rancaekek menunjukan bahwa air limbah industri yang dibuang ke Sungai Cikijing diduga
berada diatas ambang baku mutu dan mengandung Natrium (Na) dan Chlor (Cl), sehingga padi yang
ditanam tidak tumbuh dan kalaupun ada yang tumbuh buahnya tidak berisi. Begitu juga ikan tidak akan
hidup dan kalaupun ada yang hidup produktivitasnya rendah dan diduga mengandung timbal.

Sanksi Administrasi Bagi Pencemar

Untuk mengatasi hal tersebut Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sumedang Tanggal 19
Desember 2008, membnerikan teguran terhadap PT Kahatex karena BOD dan COD diatas baku mutu.
Tanggal 10 Maret 2009 dikeluarkan sanksi administrasi perintah melakukan tindakan tertentu sesuai Pasal
25 s/d 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan isi
perintah sebagai berikut:

Optimalisasi IPAL sehingga limbah cair industri yang dibuang ke media lingkungan sesuai dengan baku
mutu. Teknik yang dapat dilakukan untuk hal tersebut adalah evaluasi pada proses flokulasi dan
koagulasi, evaluasi pada unit proses di unit sedimentasi, melakukan pengolahan untuk menghitung
Natrium (Na) dan Chlor (Cl), membuat unit filtrasi di outlet, membuat pemanfaatan air kembali (water
use), melakukan recharging air ke dalam tanah.
Merubah pembuangan dari Sungai Cikijing ke badan air yang lain dengan sistem tertutup.
Membuat kolam penampungan limbah akhir setelah melalui pengolahan sebelum dibuang ke badan air
penerima.
Memasang alat monitoring pengukur baku mutu limbah cair di kolam penampungan limbah cair.
Berdasarkan rapat pembahasan penyelesaian kasus Rancaekek yang dilaksanakan pada tanggal 17 Juni
2010 di BPLHD Provinsi Jawa Barat, menghasilkan beberapa kesimpulan diantaranya:

Evaluasi Penanganan Kasus Berdasarkan 7 (tujuh) Tuntutan Masyarakat. Evaluasi penanganan kasus
pengaduan pencemaran dan atau perusakan lahan pertanian di Kecamatan Rancaekek Kabupaten

Bandung berdasarkan 7 (tujuh) tuntutan Masyarakat Kecamatan Rancaekek tanggal 26 Februari 2008
adalah sebagai berikut: Pemulihan lahan yang terkena limbah sehingga menjadi lahan produktif lagi,
Baku Mutu Limbah Cair 0% (bersih), bermanfaat bagi lahan pertanian dan masyarakat, Adanya
pengawasan yang tegas dari instansi terkait, terhadap perusahaan, dibuatkan IPAL Terpadu jauh dari
kawasan pemukiman atau perumahan, namun lokasi masih di wilayah Kecamatan Rancaekek,
Normalisasi Kali Cikijing, Cimande dan Cikeruh untuk segera direalisasikan, pihak yang telah
menimbulkan kerugian bagi para petani harus bertanggung jawab, antara lain; sawah yang terkena
dampak limbah 415 ha, yaitu Desa Sukamulya, Jelegong, Bojongloa dan Linggar dan dibuatkan Sungai
Gendong, bagi masyarakat petani yang terkena limbah dengan sumber air dari Bendungan Depok.
Evaluasi Terhadap Kesepakatan Jangka Pendek. Telah dilakukan kesepakatan jangka pendek Nomor
660.1/1.423/I, tanggal 11 Juni 2008 antara Warga Desa Jelegong, Desa Linggar, Desa Sukamulya, dan
Desa Bojongloa Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung dengan PT Kahatex dan PT Insan Sandang,
dengan butir-butir kesepakatan dan evaluasi tindak lanjutnya sebagai berikut: Melaksanakan Optimalisasi
sistem kinerja IPAL, Pemberian Bantuan Kesehatan Pembelian obat-obatan, Pemberian Bantuan
Pinjaman Modal untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Ketenagakerjaan.
Saran dan Rekomendasi

Strategi penyelesaian kasus Rancaekek dirumuskan dengan mempertimbangkan dua hal utama yaitu,
Tuntutan masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk 7 (tujuh) tuntutan masyarakat
danPertimbangan ilmiah berdasarkan analisis situasi konflik dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Berdasarkan dua pertimbangan tersebut, strategi penyelesaian kasus Rancaekek dibagi ke dalam
empat strategi utama, yaitu:

Penghentian Pencemaran, meliputi 3 tuntutan masyarakat, yaitu: Baku Mutu Limbah Cair 0% (bersih),
bermanfaat bagi lahan pertanian dan masyarakat, Adanya pengawasan yang tegas dari instansi terkait,
terhadap perusahaan, dibuatkan IPAL terpadu yang jauh dari kawasan pemukiman atau perumahan,
namun lokasi di wilayah Kecamatan Rancaekek.
Ganti Rugi dan Pemulihan, meliputi 2 bentuk, yaitu: (a) Ganti Rugi dan Pemulihan Lahan Privat. Strategi
ini meliputi 2 tuntutan masyarakat, yaitu: (1) Pemulihan lahan yang terkena limbah sehingga menjadi
lahan produktif lagi, dan (2) Pihak yang telah menimbulkan kerugian bagi para petani harus bertanggung
jawab, antara lain; sawah yang terkena dampak limbah 415 ha, yaitu Desa Sukamulya, Jelegong,
Bojongloa dan Linggar. (b) Ganti Rugi dan Pemulihan Lingkungan Publik. Strategi ini meliputi 2 tuntutan
masyarakat, yaitu: (1) Normalisasi kali Cikijing, Cimande dan Cikeruh untuk segera direalisasikan, dan
(2) Buatkan sungai gendong, bagi masyarakat petani yang terkena limbah dengan sumber air dari
bendungan Depok.
Penataan Kawasan dan Kebijakan, yang meliputi masalah harmonisasi tata ruang dan kebijakan baku
mutu pencemaran dan kriteria baku kerusakan lingkungan.

Pemulihan Kehidupan Sosial Ekonomi, yang meliputi aspek penyerapan tenaga kerja lokal, penyediaan
sarana air bersih dan kesehatan. (iH2).

http://www.antarajawabarat.com/lihat/berita/48548/wagub-jabar-limbah-kahatex-cemari-lingkuanganrancaekek

http://www.mongabay.co.id/tag/pencemar-lingkungan/

http://www.menlh.go.id/penegakan-hukum-terhadap-kasus-pencemaran-lahan-pertanian-di-kecamatanrancaekek-kabupaten-bandung/

Anda mungkin juga menyukai