Anda di halaman 1dari 8

DRONE

untuk pemetaan skala besar di Indonesia


Oleh:
Andreas Suradji

Semakin populernya drone di Indonesia, banyak pribadi maupun perusahaan yg pempunyai drone dg
berbagai macam penggunaannya termasuk untuk pembuatan peta foto.
Oleh sebab itu, Perlu dipikirkan juga bagaimana hasil nya dapat digunakan untuk melengkapi peta2 yg
ada terutama yg belum terpetakan secara resmi oleh Pemerintah, sebagai bentuk pemetaan partisipatif
masyarakat.
Supaya dapat digunakan oleh berbagai kalangan, peta2 tsb harus mempunyai standar yg jelas dan sesuai
dg kaidah pemetaan yg berlaku mengingat banyak pelaku yg tidak mempunyai latar belakang pemetaan.
Badan Informasi Geospasial (BIG) sebagai tempat bernaung insane-insan pemetaan sebenarnya
mempunyai standar didalam hal tsb bahkan beberapa sudah mempunyai SNI yg didalamnya dibahas
secara detail kaidah dan juklaknya.
Khusus ttg pemetaan dg drone dalam beberapa tahun terakhir ini sudah diimplemantasikan di BIG
terutama untuk pemetaan di wilayah Indonesia yg terpecil termasuk di pulau2 terluar dan perbatasan
Negara.
Dari panduan pekerjaan tsb mungkin bisa jadi acuan standar pemetaan drone di Indonesia. Oleh karena
itu beberapa hal yg mendasar yg mungkin bisa disosialisasikan dan di share kepada pengguna drone di
tanahair.
Negara kita yg luas ini akan sangat terbantukan oleh pemetaam partisipatif masyarakat. Tidak mungkin
hanya mengandalkan pemerintah untuk menyelesikan peta2 skala besar tsb.
Dibutuhkan improvisasi, inovasi yg padat teknologi bukan hanya padat karya saja untuk menyelesaikan
masalah yg ada. Anak muda Indonesia yg pintar2 dan tidak kalah dg anak muda luar negeri mampu
mengerjakan hal itu, asal diberi kesempatan. Pembuatan drone/UAV banyak dilakukan oleh anakmuda
kita diberbagai kota di Indonesia. Mulai dari SMK sampai universitas dg bebrbagai macam inovasi
didalamnya yg tidak kalah dg Drone buatan luar negeri yg komersial dan sangat mahal.
Bicara ttg Drone, ada dua hal penting yg harus dibahas lebih detail, yaitu Wahana dan Muatan
Wahana: berbagai maacam model dan type juga ukuran kecil maupun besar yg sekarang beredar di
masyarakat, mudah dibeli dimana2 (mall, toko online, maupun toko2 khusus hobby) bahkan bisa dibuat

sendiri (panduan dari internetpun ada). Kita bias beli dari harga ratusan ribu rupiah sampai dengan
ratusan juta rupiah tergantung kocek kita dan tujuan penggunaannya.
Dari jenisnya biasanya dibedakan Type fixed wing dan multirotor

Drone buatan Indonesia juga sangat banyak, industri ini berkembang pesat di Jakarta, Bandung
Yogyakarta dan Kota-kota besar yang lainnya. Ada juga buatan instansi pemerintah (BPPT, LAPAN,
Militer)
Bermula dari hobby, saat ini drone digunakan untuk berbagai keperluan (foto udara panorama,
pemantauan, pemetaan, dll)
Biasanya untuk kepentingan pemetaan kita akan pilih yg aman , stabil(karena muatan yg mahal) ,
endurance dan daya angkut muatan. Wahana ini biasanya sudah dilengkapi dg GPS dan auto pilot. Saat
sekarang pilihan auto pilot sangat beragam dari yg murah (open source) sampai dg yg mahal bermerk
(komersial). Bahkan beberapa dilengkapi dg GPS Geodetik untuk meningkatkan ketelitian dan
menguarangi jumlah GCP yg biasanya memerlukan effort tambahan yg cukup merepotkan dan mahal.

Muatan,
pada tulisan kali ini akan kita fokuskan pada muatan dan metodologi pembuatan peta yg mungkin bisa
dijadikan standar yg selama ini belum tersosialisasikan
Muatan sangat tergantung dari tujuan pekerjaan. Biasanya surveylance atau pemantauan,
menggunakan video dan compact kamera, meskipun kadang ada juga yg dilengkapi sensor tambahan yg
sesuai kebutuhan .
Sedangkan untuk pemetaan masih dibedakan lagi menjadi dua, penginderaan jauh menggunakan
kamera standar untuk pembuatan peta ortomosaik, User lain menggunakan kamera infrared dan ada
juga kamera multispektral. Biasanya kamera yg sama atau sedikit berbeda dg kamera untuk pemetaan,
karena terkadang akurasi geometric tidak terlalu dipermasalahkan.
Yang membedakan pekerjaan ini dg pekerjaan foto udara biasa adalah wahana dan kamera yg
digunakan.
Pada foto udara, menggunakan pesawat dg pilot sehingga bisa terbang lebih tinggi, lebih cepat, dg daya
tahan lama (5 jam) dg daya angkut muatan yg lebih banyak.

Bicara masalah pemetaan, syarat2 akurasi peta tidak dapat ditinggalkan begitu saja. BIG sebagai instansi
yg berwenang di bidang pemetaan sudah pemgeluarkan PERKA (Peraturan Ketua Badan Informasi
Geospasial No. 15 Tahun 2015, ttg ketelitian peta, yg selanjutnya akan menjadi acuan/panutan semua
produk peta yg ada di Indonesia

PERKA BIG NO. 15 TAHUN 2015 - AKURASI GEOMETRIK

Untuk mencapai ketelitian yg diinginkan sesuai dg PERKA tsb, maka pembuatan peta menggunakan
drone harus mengiuti beberapa kaidah pemetaan fotogrametry. Hal ini yg sering dilupakan orang karena
saat ini semua orang bisa menerbangkan drone dengan dilengkapi kamera dan dengan software dapat
dilakukan ortofoto mosaic tanpa memerlukan suatu keahlian terentu. Ini yg harus sedikit diluruskan.
Untuk mencapai akurasi geometri sesuai aturan tsb ,diperlukan peralatan maupun metodologi yg juga
sesuai dg standar pemetaan.

Peralatan tsb antara lain adalah Kamera terkalibarasi (metrik) dan harus FIX Lens , GPS Geodetik untuk
pengukuran titik control dan software pengolahan yg biasanya dilengkapi proses Aerial Trianggulasi
selain juga untuk proses Ortofoto mosaic.
Kamera Metrik
Kamera jenis ini mahal apabila kalibrasi metric asli dibuat oleh/dari pabrik pembuat kamera tsb. Dan
juga ukuran Medium sehingga diperlukan drone yg khusus karena harus dapat mengangkut kamera yg
cukup besar dan cukup berat pula.
Oleh karena itu untuk Drone ukuran kecil biasanya digunakan kamera DSLR non Metrik yg terkalibrasi
bukan oleh pabrik pembuatnya. Ada beberapa tempat yg menjual kamera jenis ini dan ada juga yg
menyediakan jasa kalibrasinya. Biasanya vendor drone komersial sudah melengkapi produknya dg
kamera terkalibrasi

Di Negara lain, misalkan china, jasa kalibarasi kamera ini harus dilakukan oleh instansi pemerintah dg
maksud supaya hasil peta foto dari drone yg dilengkapi kamera terkalibarsi tsb sesuai standar pemetaan
Negara tsb dan dapat digunakan untuk melengkapi data peta yg ada secara resmi meskipun sebagai
masukan dari partisipatif masyarakat.
Metodologi pembuatan peta foto.
Sebuah missi penerbangan menggunakan Wahana Drone diawali dengan Project Parameter antara lain
Lokasi ini harus berupa Koordinat Batas Lokasi yang akan difoto disebut AOI (Area Of Interest),
Topografi dari Lokasi tersebut, ini dapat digunakan DEM dari SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission)
yang dapat di download gratis meski resolusi 90 m.
Dengan dua parameter diatas selanjutnya Flight Planning menjadi lebih tepat dan realistis dimana faktor
ketinggian menjadi pertimbangan untuk menghitung/menentukan Variasi Skala. Dengan background
Google Maps, Jalur terbang dimana setiap ujungnya berupa Waypoint direncakan lebih baik.
Akuisisi Data dilakukan dengan menerbangkan Drone terlebih dahulu dengan menggunakan RC (Radio
Control) secara Manual (oleh seorang Pilot) setelah terbang dan berada diketinggian tertentu kemudian
salah satu SWITCH pada RC yang difungsikan sebagai trigger untuk terbang Automatis mengikuti Way

Point. Dan dengan menggunakan GCS (Ground Control Station) yang terhubung dengan Autopilot
Systems menggunakan Telemetry dapat memonitor aktifitas Drone di udara. Data Quality Check
dilakukan di lapangan antara lain Image Quality, awan, bayangan, Overlap, Sidelap dan Variasi Skala

Perencanaan jalur terbang


Perencanaan Jalur Terbang (Flight Planning) dibuat dengan Software Khusus atau Arc Gis dan Lain-lain

Pemasangan dan pengukuran GCP

Aerial Trianggulasi

Pembuatan peta foto

Independent Control Point (ICP)


Setelah semua pekerjaan pembuatan peta orto foto selesai, ada satu proses lagi yg sangat penting dan
menentukan segalanya, karena dari hasil ini dapat ditentukan bahwa pekerjaan dapat diterima sesuai
standar peta yg dimaksud atau tidak. Proses ini tidak boleh tidak dilakukan untuk menyatakan bahwa
pekerjaan sesuai dg kualitas standar yg berlaku.
Titik ICP ini tidak dimasukan dalam perhitungan proses orto sebagai GCP tetapi digunakan setelahnya
dengan cara meng overlay titik ICP tsb ke dalam hasil ortofoto mosaik.
Jumlah GCP, Metoda pengukuran, proses foto yg canggih menjadi tidak penting lagi bila hasil kualitas
ICP tidak dapat memenhi. Jumlah titik ICP ini belum ada stabdar yg baku tetapi kira2 sejumlah1 titik
setiap5000 ha tergantung skala peta yg dibuat atau kesepakatan dg pemberi pekerjaan. Sebaiknya ICP
ini diukur dg cara memasang alat GPS persis diatas obyek yg dikenali di foto.
Contoh gambar posisi ICP

Dengan kemajuan teknologi pemoresan data dan semakin canggihnya software dan algoritma
didalamnya, jumlah GCP bisa bervariasi dan tidak lagi memerlukan standar yg baku, ASAL hasil ICP sesuai
memenuhi standar. Sebagai contoh GCP sedikit tapi hasil ICP bagus akan lebih baik daripada GCP
buanyak tetapi hasil ICPnya jelek. Meskipun ada pemberi pekerjaan yg mensyaratkan GCP sangat
banyak yg biasanya untuk mendongkrak harga HPSnya saja tanpa alasan ilmiah yg jelas.
Saya lebih setuju dg jumlah ICP yg jelas/banyak daripada GCP yg banyak. Metoda pembuatan peta bebas
berimprovisasi dan berinovasi tetapi haasil harus sesuai standar yg dibuktikan olrh kualitas ICPnya.

Contoh hasil hitungan ICP berdasarkan sekala peta:

Peraturan pemerintah ttg pengambilan data dari udara


Ada beberapa peraturan yg sudah dikeluarkan khusus untuk foto udarasalah satunya adalah Scurity
.Clearence. Boleh tidaknya daerah tsb dipetakan dari udara perlu ijin dari Direktorat Wilayah Pertahan,
karena kaitan dg rahasia negara.dan keselamatan penerbangan. Pemotretan udara dg Drone pastinya
iharus ikut peraturan yg berlaku.

Untuk Keamanan Penerbangan, Dperemen Perhubungan juga sdh mengeluarkan peraturan. Teri=utama
untuk kemanan . banyak drone yg jatuh dan mengenai masyarakat umum yg menyebabkan luka serius
bahkan kematian, hal semacam ini yg harus jadi erhatian kita bersama.
Bahkan bagusnya Drone buatan pabrik banyak yg sudah meyertakan setting otomasis, misalakan di
daerah2 tertentu (bandar, perkotaan, dll) di lock/kunci sehingga pengguna tidak bisa terbang jauh atau
terbang tinggi (misalnya di lock di ketinggian 50m, peraturan perhubungan adalah max 150m)
Dengan teknologi yg murah dan canggih ini, bagaimana bila drone digunakan teroris dan disi bom???
Kesimpulan, drone bisa digunakan untuk membuat peta skala besar asal prosedur dan kamera yg
digunakan sesuai dg standar Photogrammetry dan mempunyai akurasi sesuai dg aturan dari BIG

Foto Penulis :

Anda mungkin juga menyukai