KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus pada
waktunya. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Tutorial Tropical
Medicine System (TMS) pada Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung.
Laporan kasus dengan judul Laporan Kasus VIII Furuncle & scabies
merupakan hasil turorial yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Bandung.
Pada penulisan laporan kasus ini penulis menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan kelemahan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penulis. Oleh sebab itu, demi bertambahnya wawasan dan
pengetahuan penulis dalam penyusunan laporan kasus dikemudian hari, penulis
dengan lapang dada menerima segala kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak.
Keberhasilan dalam penyusunan laporan kasus ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan, pengarahan baik moral maupun material yang tidak ternilai
besarnya dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada Julia Hartati, dr. dan Siti Anisa Devi Trusda, dr.
selaku tutor yang telah banyak memberikan waktu, tenaga, bimbingan serta
dorongan penuh kesabaran selama tutoraial.
Semoga segala amal kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis
mendapatkan pahaya yang berlipat ganda dari Allah swt. Akhirnya dengan segala
kerendahan hati penulis berharap karya tulis ini dapat berguna bagi siapa saja yag
membacanya.
Bandung, Juni 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................1
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Sinopsis Kasus I.............................................................................................5
1.3 sinopsis kasus II.............................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................7
2.1 Staphylococcus...............................................................................................7
2.1.1 Morfologi Dan Identifikasi.........................................................................8
2.1.2 Struktur Antigen..........................................................................................9
2.1.3 Toksin Dan Enzim.......................................................................................9
2.1.4 Pathogenesis..............................................................................................11
2.1.5 Patologi.....................................................................................................11
2.1.6 Tes Diagnosis Laboratorium.....................................................................12
2.2 Staphylococcus Aureus.................................................................................13
2.2.1 Morfologi Dan Identifikasi.......................................................................13
2.2.2 Struktur Antigen........................................................................................14
2.2.3 Toksin dan Enzim......................................................................................15
2.3 Sarcoptes Scabieia var hominis....................................................................17
2.3.1 Morfologi, karakteristik dan ukuran:........................................................18
BABIII...................................................................................................................20
PEMBAHASAN KASUS......................................................................................20
3.1 Infeksi Bakteri Kulit (Pyoderma).................................................................20
3.2 Manajemen Furuncle....................................................................................25
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1................................................................................................................23
Gambar 2................................................................................................................23
Gambar 3................................................................................................................24
Gambar 4................................................................................................................40
Gambar 5................................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit scabies dan furuncle adalah penyakit yang sering terjadi pada
masyarakat indonesia dan sering dijumpai pada masyarakat indonesia.
Furuncle merupakan benjolan kecil di kulit yang dipenuhi oleh nanah serta
terasa nyeri, furuncle ini disebabkan oleh infeksi di folikel rambut. Biasanya
infeksi ini disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus yang banyak hidup di
permukaan kulit terutama di area sekitar hidung, secara normal tubuh telah
teradaptasi untuk melawan bakteri ini, tapi pada kondisi-kondisi tertentu terutama
pada kondisi dimana terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh (immun) bakteri
ini bisa menginfeksi. Sebenarnya dalam skala yang kecil furuncle ini tidak
berbahaya, namun jika tidak mendapat perawatan yang tepat furuncle bisa
menjadi gerbang menuju infeksi pembuluh di pembuluh darah yang berbahaya.
Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering dijumpai di
Indonesia dan tetapmenjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini mudah
sekali menular dan banyak faktor yang membantu penyebarannya antara lain:
kemiskinan, higine
individu yang jelek, lingkungan yang tidak sehat, berkembangnya prostitusi dan
derajat sensitisasi individu.
Penyakit scabies merupakan great imitator of all skin disease artinya
keluhan dan gejalanya menyerupai banyak penyakit kulit lain sehingga
diagnosisnya sering tidak akurat.
Keadaan ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak tepat, sehingga
perluasan dan penyebaran penyakit pun bertambah berat, yang pada akhirnya
biaya pengobatanpun menjadi semakin mahal.
Karena penyakit ini menimbulkan rasa sangat gatal (terutama pada malam
hari), maka tentu saja dapat mengurangi produktivitas kerja dan bagi anak-anak
disekolah akan sangat menganggu proses belajar.
Penyakit ini sudah lama dikenal. Walaupun demikian penanggulangannya
masih merupakan masalah yang sulit, terutama bila terjadi epidemic.
Seorang pria bernama imo mengeluh adanya sebuah lesi bulat yang terasa
nyeri, kemerahan dan berlokasi pada bokongnya, ia juga merasakan rasa panas
pada bokongnya tanpa gatal dan suhu tubuhnya normal.
Tiga hari sebelumnya, ia mengeluh lesi nodul folicle erwarna merah pada
bokongnya dan sangat nyeri, secara cepat menjadi lebih besar dan keras. Lesinya
lalu kemudian menjadi lunak dan pada bagian atas lesi terdapat supurasi dan lebih
nyeri.
Tidak ada demam, berat badan Bimo sekitar 90Kg, tinggi 160cm dan ia
menderita Hyperhydrosis dan Diabates Melitus sejak berumur 20 tahun.
Hobbynya adalah gymnastic
Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan adanya abses dibokongnya
dengan alas kemerahan, dan setelah absesnya diaspirasi dan dilakukan pewarnaan
gram terdapat gram positive coccus dengan formasi anggur.
Bimo diobati dengan warm wet dressing dan 500mg eritromisin kapsul
3xsehari selama 5 hari.
Setelah 2 minggu, Bimo sembuh.
1.3 Sinopsis kKasus II
Seorang lelaki bernama budi berumur 15 tahun, mengeluh gatal terutama
pada malam hari sekitar selama 1 bulan, kakak lelakinya dan ibunya mengeluh
gejala yang sama. Ia tinggal serumah dalam rumah kecil (6x6m) dengan 8 orang
aggota keluaraga.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi papul yang gatal berlokasi pada
lipatan jari, pergelangan tangan, ketiak dan scrotum.
Pada pemeriksaan dermatologis, selain lesi papular yang gatal juga
terdapat lesi kemerahan papul dan banyak kanalikuli pada lipatan jarinya. Pada
pemeriksaan skin scraping ditemkan kutu berbentuk oval dan bagian ventralnya
gepeng dengan panjang 0.4mm dan beberapa telur.
Budi diobati dengan permethrin 5% untuk 10 jam dalam seminggu dan
siulang 1 minggu kemudian. Budi kembali setelah 3 minggu masih gatal tetapi
lesinya sembuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Staphylococcus
Staphylococcus merupakan bakteri gram + berbebtuk bulat, biasanya dalam rangkaian
tak beraturan seperti anggur.
Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan selaput mukosa manusia,
lainnya menyebabakan pernanahan, abscess, berbagai infeksi pyrogen dan bahkan
septicemia.
Genus staphylococcus terdiri sekitar 30 spesies. Tiga spesies utamya yang penting
dalam klinik adalah :
1.
Staphylococcus aureus
Merupakan bentuk koagulase (+), hal ini membedakan dari spesies lain.
spesies ini merupakan pathogen utama manusia, mulai dari keracunan
makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.
2.
Staphylococcus epidermidis
Merupakan staphylococcus koagulase (-), flora normal manusia dan kadangkadang menimbulkan infeksi, seringkali akibat alat-alat ditanam, khususnya
pasien yang sangat muda, dengan atau fungsi imun yang tergangggu.
3.
Staphylococcus saprophyticus
Relative lebih sering menyebabkan infeksi saluran kemih pada wanita muda.
Ciri-ciri
Sel berbentuk bulat dengan garis tengah 1 mikrometer tersusun dalam kelompok yang
tak beratruan. Staphylococcus tidak bergerak dan tidak membentuk spora.
2.
Biakan
-
berkilau.
3.
Sifat-sifat pertumbuhan
-
Asam teikoat, merupakan polimer gliserol atau ribotol fosfat berikatan dengan
10
Katalase
Koagulase
Enzim lain
lain
yang
dihasilkan
antara
lain
hialuronidase
(factor
penyebar),
Eksotoksin
Toksin (hemolisin) adalah protein pathogen yang dapat melisiskan eritrosit, merusak
trombosit dan mungkin identik dengan factor letal dan factor dermonecrotic
eksotoksin, juga bekerja kuat pada otot polos pembuluh darah.
Toksin , merusak sfingomielin dan bersifat racun untuk berbagai jenis sel, termasuk
eritrosit. Toksin-toksin ini dan 2 toksin yang lainnya ( dan ) secara antigenic
berbeda dan tidak punya hubungan dengan lisis pada streptococcus.
-
Leukosidin
Toksin eksfoliatif
11
Enterotoksin
Staphylococcus merupakan penyebab penting daalm keracunan makanan,
enterotoksin dihasilkan ketika S.aureus tumbuh pada makanan yang mengandung
karbohidrat dan protein.
2.1.4 Pathogenesis
-
kulit dan selaput mukosa, saluran nafas dan saluran cerna. 40-50% manusia
merupakan pembawa s. aureus dalam hidungnya.
-
pigmen kuning dan bersifat hemolitik. Staphylococcus yang non pathogen dan tidak
invasive seperti S.epidemidis cenderung bersifat koagulase (-) dan tidak hemolitik,
organism ini jarang menyebabkan pernanahan tapi dapt menginfeksi prosthesis
ortopedik atau kardiovaskular.
-
dan non hemolitik. Bakteri ini menyebabkan UTI pada wanita muda.
2.1.5 Patologi
Prototype lesi staphylococcus adalah furuncle atau abscess setempat lainnya.
Kelompok S.aureus yang tingal dalam folikel rambut menimbulkan nekrosis jaringan
12
biakan.
Sediaan
13
2.
Ciri-ciri
-
Anaerobic fakultatif .
Biakan
-
14
3.
Sifat-sifat pertumbuhan
-
Asam teikoat, merupakan polomer gliserol atau ribotol fosfat berikatan dengan
15
Katalase
Koagulase
Suatu protein mirip enzim yang dapat menggumpalkan dplasma yang telah diberi
oksalat atau sitrat dengan suatu bantuan factor yang terdapat dalam banyak serum;
dapat mengndapkan fibrin pada permukaan staphylococcus, mungkin mengubah pola
pemakanan bakteri oleh sel-sel fagosit, dianggap mempunyai potensi menjadi
pathogen yang invasive. S.aureus menghasilkan koagulase. Factor serum bereaksi
dengan koagulase untuk menghasilkan esterase dan menyebabkan aktivitas
pembekuan.
-
Enzim lain
Enzim
lain
yang
dihasilkan
antara
lain
hialuronidase
(factor
penyebar),
Eksotoksin
16
Toksin (hemolisin) adalah protein pathogen yang dapat melisiskan eritrosit, merusak
trombosit dan mungkin identik dengan factor letal dan factor dermonecrotic
eksotoksin, juga bekerja kuat pada otot polos pembuluh darah.
Toksin, merusak sfingomielin dan bersifat racun untuk berbagai jenis sel, termasuk
eritrosit. Toksin-toksin ini dan 2 toksin yang lainnya ( dan ) secara antigenic
berbeda dan tidak punya hubungan dengan lisis pada streptococcus.
-
Leukosidin
Toksin eksfoliatif
Enterotoksin
6 toksin (A-F) dihasilkan ketika S. aureus tumbuh pada makanan yang mengandung
karbohidrat dan protein.
17
Genus: Arthropod
Class: Arachnida
Subclass: Acari
Family: Sarcoptidae
Life cycle:
18
19
After the egg hatched larvae migrate to skin surface and burrow
into intack stratum corneum (molting pouch)
Larva has only 3 pairs of leg and last about 3-4 days
Adult
Male
Female
Stay at molting
pouch
MATE
BABIII
After female burrow she remain there and continous to lengthen burrow and lay egg for the rest of her life (1-2 months)
20
PEMBAHASAN KASUS
Etiologi
S. aureus
Kelainan sistemik yang menjadi predisposisi untuk
furunculosis :
Alkoholisme
Malnutrisi
Blood dyscrasias
Diabetes
Kelainan fungsi neutrofil (penyakit granuloma kronik)
Immunosupresi (AIDS)
Epidemiologi
Jarang pada anak-anak kecuali dengan anak yang memiliki
atopik eczema.
Lebih sering pada remaja dan dewasa khususnya laki-laki.
Patogenesis
Iritasi
Tekanan
Gesekan
Hyperhydrosis
Dermatitis
aureus
Dermatophytosis
21
kebanyakan menjadi
sentral nekrotik dan
ruptur melalui kulit
mengeluarkan discharge
purulent dan debris
nekrotik
Faktor predisposisi
Alkoholisme
DM
Malnutrisi
Immunosupresi
Hyperhydrosis
Atopik eczema
Tempat predileksi
Furuncles terjadi di tempat hair-bearing, khususnya pada regio
yang biasa untuk
bergesekan
Oklusi
Berkeringat
pergelangan tangan
Manifestasi klinik
22
Dimulai
rambut
23
Gambar 1
Furuncles soliter atau multipel.
Kadang-kadang (jarang) disertai dengan gejala ringan
demam dan malaise.
Gambar 2
24
Histopatologi
Deep abses dengan limfosit dan neutrofil dan pada kasus yang lama
disertai dengan plasma sel dan foreign-body giant cell.
Gambar 3
Diagnosis banding
Cystic acne.
Hidradenitis suppuratif infeksi bakteri di kelenjar apocrine,
hanya pada ketiak dan groin saja.
Selulitis.
Furuncular myasis furuncle yang disebakan oleh kutu.
Komplikasi
Jaringan parut (scars).
25
Antibiotik sistemik
-
26
3. Penicilin
3.3 Prognosis
3.4 Komplikasi
Sepsis
Brain abses
Osteomyelitis
Endocarditis
3.5 Pencegahan
27
28
3.7.1 Erythromycin
Aktivitas Antimikroba
streptokokkus,
stafilokokkus,
dan
corynebacteria,
dalam
Farmakokinetika
Waktu paruh serum adalah 1,5 jamdalam kondisi normal dan 5 jam pada
pasien-pasien dengan anuria.
Jumlah besar dari dosis yang diberikan dekskresi dalam empedu dan hilang
dalam feses, hanya 5% yang dieksresi dalam urin.
Obat yang telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali ke dalam otak
dan cairan serebrospinal.
29
Efek samping
a.
Efek-efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, dan diare sesekali menyertai pemberian oral.
Intoleransi gastrointestinal, yang disebabkan oleh stimulasi langsung pada
mortalitas usus, merupakan alasan yang paling sering dikemukakan untuk
menghentikan erythromycin dan menggantinya dengan antibiotik lain.
b.
Toksisitas Hati
Erythromycin (khususnya dalam bentuk estolate) dapat menimbulkan hepatitis
kolestasis akut (demam, ikterus, kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai
reaksi hipersensitivitas. Kebanyakan pasien sembuh, namun hepatitis dapat timbul
kembali bilamana obat diberikan ulang. Reaksi-reaksi alergi lainnya meliputi
demam, eosinofilia, dan ruam.
c.
Interaksi-interaksi obat
Metabolite erythromycin dapat menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
meningkatkan konsentrasi serum sejumlah obat, termasuk theophylline,
antikoagulan
oral,
cyclosporine,
dan
methylprednisolone.
Erythromycin
30
Enzim lain :
o Hyalurinidase faktor penyebaran
o Stafilokinase fibrinolisis
o Proteinase, lipase, B-laktamase
Eksotoksin
-
eksfoliatif deskuamasi
31
32
33
3.9 Scabies
Merupakan
scabiei. Penyakit ini di temukan pertamakali pada tahun 1687. Scabies menyerang
semua golongan umur, ras, dan penyebarannya di seluruh dunia.
Transmisi :
Menyebar melaui kontak manusia ke manusia melaui kontak kulit langsung,
bedding, clothing, dan penyakit seksual menular.
Manifestasi klinis:
Gejala klinis timbul setelah 6-8 minggu terpapar mite. Gejala yang timbul yaitu ;
Pada pertama kali terdapat papule yang gatal, small sedikit meninggi di
tempat pertama mite menginfeksi kulit.
Tempat predileksi :
Anterior axilla
Elbow
34
Scrotum
Penis
Areolae mamae
Buttocks
Pruritic dermatitis
Atopic dermatitis
Popular urticaria
35
Insect bite
Dermatitis herpetiformis
Diagnosis
3.10 Impetigo
Terdapat dua jenis impetigo
1. Nonbullous
Disebabkan oleh S.aureus . merupakan jenis impetigo terbanyak
>70%. Biasanya menyerang anak-anak dan jarang pada orang dewasa.
Lesinya biasanya khas pada anterior nares dan lip, dimana pertama kali
terdapat vesicle atau pustule yang kemudian menjadi krusta plaque yang
berwarna seperti honey dengan diameter 2 cm.
Diferential diagnosis:
2. Bullous
Insict bites
Epidermal dermatophytes
Herpes simpleks
Varicella
Thermal burns
36
Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan skabies, yaitu :
1. Permetrin
-
Merupakan obat krim dengan kadar 5% yang paling efektif dan aman
karena bersifat membunuh untuk parasit S. scabiei dan memiliki
toksisitas yang rendah dan tidak mengiritasi kulit.
Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia kurang dari 2 tahun
tetapi tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 tahun.
37
Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita
hamil, karena toksik terhadap susunan saraf pusat.
5. Krotamiton
10% dalam krim atau lotion juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua
efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut
dan uretra
6. Malation
-
7. Monosulfiran
38
Apabila ada yang menderita skabies, periksakan semua anggota keluarga yang
kontak dengan penderita. Jika ternyata menderita skabies, obati semuanya
secara serempak agar tidak terjadi penularan ulang.
3.12 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan
dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain higiene), maka penyakit ini dapat
di berantas dan memberikan prognosis yang baik.
3.13 Follow up
39
Jika pasien memiliki lesi yang persisten selama 1 bulan segera periksakan,
reinfeksi atau infeksi yang menetap perlu dicurigai. Pada kasus ini,
pengobatan harus dilakukan ulang. Keluarga atau orang yang kontak dekat
harus diperiksa untuk memeriksa sumber reinfeksi.
Semua anggota keluarga dan kerabat dekat harus diobati bahkan jika
asimptomatik, untuk mencegah reinfeksi. Tempat tidur dan baju harus dicuci
untuk menghilangkan telur dan tungau.
40
Gambar 4
41
Gambar 5
3.15 Ektoparasid
3.15.1 Permethrin
Sisa obat masih tetap ada sampai dengan 10 hari setelah penggunaan.
42
43
Gatal-gatal
44
disebabkan oleh sensitisasi terhadap ekskret & sekret tungau setelah terinfeksi
gatal akibat masuknya S.scebei ke dalam lapisan kulit, tapi hanya samapai dengan
lapisan luar, sehingga sensasi nyeri lemah sehingga yang terasa gatal
pruritus nokturna S.scabei lebih aktif pada malam hari
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Jawetz, Melnick. Mikrobiologi Kedokteran. Ed 20. Jakarta : ECG; 1996
2. Gordon C. Cook AZ. Manson's Tropical Disease. 21, editor. London: Saunders;
2003.
46
Disusun oleh:
Kelompok A
Alma Wijaya
NPM: 10100105004
Mariska Inggrida
NPM: 10100105005
NPM: 10100105008
NPM: 10100105012
NPM: 10100105022
NPM: 10100105025
NPM: 10100105039
NPM: 10100105041