Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Cleft Lip and Palate (CLP) atau bibir sumbing adalah cacat bawaan yang
menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk
dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan
terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. FoghAndersen di Denmark
melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran
hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di
Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden
2,1/1000 penduduk di Jepang.Insiden bibir sumbing di Indonesia belum
diketahui. Hidayat dan kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara
April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir
sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3
juta penduduk.Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah
multifaktor. Selain factor genetik juga terdapat faktor non genetik atau
lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing
dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara
penderita bibir sumbing, defisiensi Zink waktu hamil dan defisiensi vitamin
B6 dan asam folat. Bayi yang terlahir dengan bibir sumbing harus ditangani
oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar
memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut.
Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan
mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan
normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan Cleft Lip and
Palate (CLP) adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia,
namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat
badan mencapai 10 pon, Hb >10g%. Dengan demikian umur yang paling baik
untuk operasi sekitar 3 bulan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami
dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak penderita bibir
sumbing terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk dioperasi adalah

keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang
masih kurang.
Penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan karena kawin
dengan kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan enzim tubuh walau yang
diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya. Makanan yang
mengandung seng antara lain daging, sayur sayuran dan air. Di NTT airnya
bahkan tidak mengandung seng sama sekali. Soal kawin antar kerabat atau
saudara memang pemicu munculnya penyakit degeneratif (keturunan) yag
sebelumnya resesif, kelaian ini juga bisa dipicu kekurangan gizi lainnya
seperti vitamin B6 dan B kompleks, misalnya infeksi pada janin pada usia
muda dan salah minum obat-obatan atau jamu juga bisa megakibatkan bibir
sumbing.
Terobosan terbaru untuk kasus bibir sumbing didasarkan paska studi
terhadap DNA pada sekitar 8000 orang yang memiliki riwayat bibir sumbing
di 10 negara. Dari angka tersebut diperoleh sembilan variasi yang disebut
Single Nucleotida Poly morphisms (SNP5) dalam gen bernama IRF6. gen
IRF6 merupakan gen penyebab terjadinya kasus bibir sumbing. Selain itu,
mereka yang mengalami cacat tersebut disebabkan karena kekurangan nutrisi
dan faktor keturunan. Labiopalatoskisis merupakan deformitas daerah mulut
berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa
embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh
bersatu. Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian
atau semua bagian daridasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum
serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur- struktur yang terkena
menjadi : Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum
durum di belahan foramen incisivum. Palatum sekunder meliputi palatum
durum dan molle posterior terhadap foramen. Suatu belahan dapat mengenai
salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat
unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa,
dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan
jaringan otot palatum. Labiopalatoskisis ini dapat segera diperbaiki dengan
pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum,
bayi akan mengalami kesukaran.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi mulut dan geligi ?
2. Apa definisi dari bibir sumbing?
3. Apa klasifikasi dari bibir sumbing?
4. Bagaimana epidemologi bibir sumbing?
5. Bagaimana etiologi dari bibir sumbing?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari bibir sumbing?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari bibir sumbing?
8. Bagaimana penatalaksanaan dari bibir sumbing?
9. Bagaimana komplikasi dari bibir sumbing?
10. Bagaimana pencegahan dari bibir sumbing?
11. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk
pasien dengan bibir sumbing ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah pembelajaran mata kuliah keperawatan pencernaan II materi bibir
sumbing

diharapkan

mahasiswa

semester

dapat

memahami

mengaplikasikan dalam asuhan keperawatan pasien dengan gangguan


1.3.2

pencernaan yakni bibir sumbing atau labiopalatoskisis.


Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi labiopalatoskisis
2. Untuk mengetahui anatomi fisiologi mulut
3. Untuk mengetahui patofisiologi labiopalatoskisis
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis labiopalatoskisis
5. Untuk mengetahui komplikasi labiopalatoskisis
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan labiopalatoskisis
7. Untuk mengetahui prognosis labiopalatoskisis
8. Untuk mengetahui tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan

labiopalatoskisis.
1.4 Manfaat
1. Menambah pemahaman mengenai anatomi fisiologi mulut
2. Menambah sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan bagi pembaca.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisologi
a. Mulut
Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
dua bagian yakni; bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang
diantara gusi, gigi, bibir dan pipi. Dan bagian rongga mulut bagian
dalam, rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris,
palatum dan mandibularis, disebelah belakang bersambung dengan
faring. Selaput lendir mulut ditutupi oleh epitelium yang berlapis lapis,
dibawahnya terdapat kelenjar kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung
akhir saraf sensoris.
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam
ditutupi oleh selaput lendir atau mukosa. Otot orbikularis oris
menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depressor anguli
oris menekan ujung rambut. Palatum terdiri dari :
1. Palatum durum ( palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang
terdiri dari dua tulang palatum.
2. Palatum mole ( palatum lunak) terletak dibelakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari
jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan
kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus tonsil. Pipi
dilapisi oleh mukosa yang mengandung papilla, otot yang terdapat
pada pii adalah buksinator. Di rongga mulut terdapat geligi,
kelenjar ludah dan lidah.
b. Geligi
Geligi ada dua macam;
1. Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak berumur 6-7 bulan. Lengkap
pada umur 2,5 tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi susu,
terdiri dari 8 buah gigi seri( dens insisivus), 4 buah gigi taring
( dens kaninus), 8 gigi geraham ( dens molare).

2. Gigi tetap atau permanen tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya
32 buah, terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 8 gigi
geraham depan (molare), 12 gigi geraham (premolare).
Fungsi ggi terdiri dari gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring
gunanya untuk memutus makanan yang keras, dan geraham untuk
mengunyah makanan yang sudah dipotong. Bagian-bagian gigi :
Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas gusi.
Terdiri atas :
1. Lapisan email, merupakan lapisan paling keras.
2. Tulang gigi (dentin), didalamnya terdapat saraf dan pemnuluh
darah.
3. Rongga gigi ( pulpa), merupakan bagian anatara corona dan
radeks.
4. Leher gigi (kolum), merupakan bagian yang berada dalam gusi
5. Akar gigi ( radiks), merupakan bagian yang tertanam pada tulang
rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantara
semen gigi.
6. Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi agar
tetap melekat pada gusi. Semen gigi terdiri atas :
a. Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dan gusi
b. Gusi merupakan tempat gigi tumbuh ( syaifuddin, 2006)
2.2 Definisi Bibir Sumbing
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
prosesus nasal median dan maksilatis untuk menyatu selama
perkembangan embrionik ( Wong, 2003)
Labiopalatoskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah ( Ngastiah, 2005)
2.3 Klasifikasi Bibir Sumbing
a. Unillateral incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya dislah satu sisi bibir dan tidak
memanjang ke hidung.
b. Unilateral complete
Apanila celah sumbing terjadi hanya disalah satu bibr dan
memanjang hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sungbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
5

d. Labio palato skisis


Merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut,
palato skisis ( sumbung palatum) dan labio skisis ( sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio. ( Hidayat, 2005)
2.4 Epidemologi
1:300-600. 60% mencakup bibir. 1:20 jika kedua orang tua mengalami
bibir sumbing. (Sodikin.2009)
2.5 Etiologi
a. Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan
resesif dan 25% bersifat dominan. Karena mengalami mutasi gen
dan kelainan kromosom.
b. Faktor eksternal / lingkungan
1. Faktor usia ibu
2. Obat-obatan , asetosal, aspirin ( Schardein, 1985), rifampisin,
fenasetin, sulfonamid, aminoglikosid, indometasin, asam
flufetamat,
menyebabkan

ibuprofen,
celah

penisilamin,
langit

antihistamin

langit.

dapat

Antineoplastik,

kortikosteroid.
3. Nutrisi
4. Penyakit infeksi seperti sifilis, virus Rubella
5. Radiasi
6. Stress emosional
7. Trauma ( trimester pertama) ( Wong. 2003)
2.6 Manifestasi Klinis
Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang
terjadi pada bayi dengan bibir sumbing. Kesulitan dalam melakukan
hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi
dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan
yang ditemukan adalah reflek hisap dan menelan pada bayi dengan
bibir sumbing tidak sebaik bayi normal, dan bayi lebih banyak
menghisap udara pada saat menyusu.
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah
bibir atas hingga pemisahan total bibir yang memanjang hingga
kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu atau kedua sisi bibir atas.
Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas

bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang


melibatkan palatum sekunder.
Pada labio schisis :
a. Distorsi hidung, tampak sebagian atau kedua duanya
b. Adanya celah bibir
Pada palato schisis :
a.
b.
c.
d.
e.

Tampak ada celah pada tekak atau uvula.


Palato lunak dan keras atau foramen incisivus.
Adanya rongga pada hidung.
Distorsi hidung.
Teraba ada celah atau terbukanya langit langit pada waktu

periksa.
f. Mengalami kerusakan dalam mengisap atau makan ( Sodikin,
2011)
2.7 Pemeriksaan penunjang
a. Foto Rontgen
Untuk memeriksa kelainan pada rongga mulut.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada bibir, palatum, hidung, dan uvula. Kaji tanda
tanda dan gejala yang mengikutnya seperti kesulitan
menelan, infeksi pada telinga, pada saat bayi menyusu, air susu
keluar dari hidung, dan gangguan berbicara.
c. MRI untuk evaluasi abnormal
Untuk melihat kelainan kelainan pada rongga mulut
d. Pemeriksaan USG
Sumbing bbir lebih mudah di diagnosis melalui ultrasond
kehamilan. Diagnosis dapat dibuat pada awal kehamilan 18
minggu. Prenatal diagnosis memberikan orangtua dan tim
medis keuntungan dari perencanaan lanjutan untuk perawatan
bayi. (Belajar ilmu bedah.2010)
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan idealnya, anak dengan bibir sumbing ditatalaksana
oleh tim labiopalatoskisis yang terdiri dari spesialis bedah,
maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodentis,
psikolog dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan
keluarganya diberikan sejak lahir sampai umur 18 tahun. Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia 3 bulan. Ada tiga tahap
penatalaksanaan yakni :
7

1. Tahap sebelum operasi


Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan
tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi, yang cukup
dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang
memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg, Hb lebih dari
10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu, jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang
tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah
parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi
menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak
tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara
perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari
masuknya susu melewati langit langit yang terbelah. Selain itu
celah bibir harus direkatkan dengan manggunakan plaster khusus
non alergik untuk mencegah agar celah bibir menjadi tidak jauh
akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya
gusi kearah depan akibat dorongan lidah pada prolabium, karena
jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi
sulit dan secara kosmetika hasil kahir yang didapat tidak sempurna.
Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu
operasi tiba.
3. Tahap sewaktu operasi
Tahapan selanjutnya dalah tahapan operasi, pada saat ini yang
diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh bayi menerima perlakuan
operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahlli bedah.
Operasi untuk langit langit optimal usia 18-20 bulan mengingat
anak aktif bicara usia 2 tahun dan presekolah. Palatoplasty
dilakukan sedini mungkin ( 15-24 bulan) sebelum anak mulai
bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk

cara bicara. Jika operasi dilakukan terlambat, sering hasil operasi


dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau sangat
sulit dicapai. Operasi yang dilakukan sesudah 2 tahun harus diikuti
dengan speech teraphy karena jika tidak septelah operasi suara
sangau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah biasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi
memosisikan lidah pada posisi salah.
4. Tahap setelah operasi
Dokter bedah yang emnangani akan memberikan instruksi pada
orang tua pasien

misalnya setelah operasi bibir sumbing luka

bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok


atau dot khusus. Cara menyusui bagi ibu dengan bayi bibir
sumbing :
a. Memberikan informasi pentngnya ASI
b. Usaha untuk menutup celahatau sumbing agar bayi dapat
memegang puting dan areola dalam mulutnya
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan
cangkir atau sendok teh.
4.2 Komplikasi
a. Obstruksi jalan nafas
Seperti disebutkan sebelumnya, pasca bedah obstruksi jalan nafas
adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca operasi
langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke
oropharynx

sementara

pasien

tetap

dibius

dari

anasthesi.

Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam


pengelolaan situasi ini. Obstruksi jalan napas juga daat menjadi
masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran nafas
dinamika, terutama pada anak anak dengan rahang kecil.
b. Pendarahan
Intraoperative pendarahan adalah komplikasi yang potensial.
Karena kaya suplai darah ke langit langit, yang memerlukan
transfusi darah yang signifikan dapat terjadi. Ini dapat berbahaya
pada bayi, dalam total volume darah yang rendah. Sebelum operasi
penilaian tingkat Hb dan platelet adala important. 6 injeksi epinefrin
sebelum insisi dan langit langit intraoperative hidroklorida
oxymetaxoline penggunaan material kemasan yang basah dapat
9

mengurangi kehilangan darah. Untuk mencegah kehilangan darah


pasca operasi, wilayah demucosalized langit-langit harus dikemas
dengan avinate atau agen hemostatic serupa.
c. Palatal fistula
Luka dehiscnece ( palatal fistula) dapat terjadi sebagai komplikasi
dalam periode pasca operasi langsung, atau dapat memjadi masalah
yang tertunda. Sebuah fistula palatal dapat terjadi dimana saja di
sepanjang belahan asli situs. Insiden ini telah dilaporkan setinggi
34% dan tingkat keparahan sumbing asli telah terbukti berkolerasi
dengan risiko terjadinya fistula.
d. Kelainan midface
Perawatan sumbing langit langit d beberapa lembaga telah
berfokus pada awal intervensi bedah. Salah satu efek negatif
berkenaan dengan pertumbuhan rahang atas. Sumbing langit langit
mungkin perlu orthognatik operasi.
4.3 Pencegahan
a. Menghindari merokok
Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko
lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah
orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan
secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya
celah-celah orofacial.
b. Menghindari alkohol
Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat
mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut
sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya
defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal
alcohol syndrome).
c. Memperbaiki nutrisi ibu
Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan
trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir,
palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus. Nutrisinutrisi yang penting dan dibutuhkan seorang ibu saat hamil antara
lain asam folat, vitamin B-6 dan vitamin A.
d. Modifikasi pekerjaan

10

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar


menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan
pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai
agrikulutur). Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam
industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam
kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko
terjadinya celah orofasial.
4.4 Prognosis
Kelainan bibir ssumbing merupakan kelainan bawaan yang
dapat dimodifikasi atau disembuhkan. Kebanyakan anak lahir dengan
kondisi ini melakukan operasi saat usia dini, dan hal ini sangat
memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya
teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan bibir
sumbing

yang

telah

dilaksanakan

mempunyai

perkembangan

kemampuan bicara baik. Tetapi bicara yang berkesinambungan


menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah masalah
berbicara pada anak bibir sumbing.
4.5 Asuhan Keperawatan Teoritis.
a. Pengkajian:
1. Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur
2. Keluhan utama : Pasien dengan bibir sumbing mengeluh
kesulitan dalam menelan(menyusu) sehingga asupan nutrisi
kurang dari kebutuhan
3. Riwayat Kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah
mengalami

trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana

pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, kecukupan asam folat, obatobat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah
stress saat hamil.
5.

Riwayat Kesehatan Sekarang

11

Mengkaji

berat/panjang

bayi

saat

lahir,

pola

pertumbuhan, pertambahan/ penurunan berat badan, riwayat


otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
6.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Riwayat kehamilan, riwayat keturunan.
7. Pemeriksaan Fisik:
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi
karakteristik sumbing.
b.
Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi.
c.
Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d.
Kaji tanda-tanda infeksi.
e.
Palpasi dengan menggunakan jari.
f.
Kaji tingkat nyeri pada bayi.
8. Pengkajian Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga.
b. Kaji harga diri/ mekanisme kuping dari anak/ orangtua.
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan.
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan
kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
b.

Diagnosa Keperawatan

1. Diagnosa 1 : Imbalance nutrition: less than body requirements related


factors weaknes of muscles required for swallowing related factors biological
factors.
Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
Kode 00002
Kriteria Hasil NOC
a. Nutritional status : adequacy of
nutrient
b. Nutritional status : food and fluid
intake
c. Weight control
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam,
pasien menunjukkan keseimbangan nutrisi

Intervensi NIC
Nutrition Monitoring : (p.276)
1. Menimbang berat badan pasien.
2. Kaji adanya alergi makanan
3. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
4. Ajarrkan pasien bagaimana membuat

12

dibuktikan dengan indkator : (p.386)


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total ion binding capacity
Jumlah limfosit

5.
6.
7.
8.

catatan makanan harian


Monitor adanya BB dan gula darah
Monitor lingkungan selama makan
Monitor turgor kulit
Jadwalkan pengobatan dan tindakan

tidak selama jam makan


9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb, dan kadar Ht
10. Monitor mual muntah
11. Monitor intake nutrisi
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekerngan jarngan konjungtiva
13. Atur posisi semifowler/fowler selama
makan
14. Anjurkan banyak minum
15. Pertahankan terapi IV line
16. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
17. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebuthan suplemen makanan seperti
NGT/TPN sehingga intake cairan

2.

yang adequat dapat dipertahankan.


Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk
menelan

( Risk for aspiration related factors with impaired ability to swallow)


Class : 2 physical injury
Domain 11 safety/protection
Kode 00039
Kriteria hasil NOC:
a. Aspiration prevention (p.95)
b. Swallowing status (p.529)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami
aspirasi dengan kriteria :

Intervensi NIC: (p.87 p.369)


1. Monitor kemampuan menelan
2. Monitor status pulmonal
3. Monitor kebutuhan pencernaan
4. Meminimalkan penggunaan sedative
dan narcotic
5. Memposisikan tegak lurus 30 derajat

13

1. Mengidentifikasi faktor risiko


2. Memposisikan tubuh tegak lurus pada

90 derajat
6. Mengawasi saat makan atau

saat makan dan minum


3. Menghindari faktor risiko
4. Memelihara oral hygine
5. Memilih makanan sesuai dengan

mendampingi seperlunya
7. Menjaga set suction tersedia
8. Kolaborasikan dengan tim kesehata

kemampuan menelan
6. Mengendalikan sekresi oral
7. Mampu mengunyah
8. Penerimaan terhadap makanan

lain untuk mendukung penyembuhan


pasien
9. Menentukan kemampuan pasien
untuk fokus pada pembelajaran
memakan dan menelan
10. Mendukung privasi pasien
11. Kolaborasi dengan terapi bicarauntuk
mengajarkan ke keluarga pasien
tentang regimen latihan menelan
12. Menginstruksikan pasien agar tidak
berbicara saat makan
13. Menginstruksikan pasien untuk
membuka dan menutup mulut sebagai
manipulasi makan

3. Diagnosa 3 : post op : resiko infeksi b.d prosedur infasive


Domain 11 safety/protection
Class 1 infection
Kode 00004
Kriteria hasil NOC
a. Risk Control (p.435)
b. Knowledge : Infection control
c. Immune status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi

Intervensi NIC
1. Pertahankan teknik aseptif
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
5. Ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
6. Tingkatkan intake nutrisi

14

2. Meunjukkan kemampuan untuk


mencegah timbulnya infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
5. Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal

7. Berikan terapi antibiotik


8. Monitor tanda dan geajala infeksi
sistemik dan lokal
9. Pertahankan teknik isolasi
10. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas dan
drainase
11. Monitor adanya luka
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi

15

BAB 3
STUDI KASUS
Asuhan keperawatan Kasus (Clef Lip Palate/ Sumbing)
Ny.S datang ke rumah sakit Universitas Airlangga Surabaya dengan
anaknya yang bernama An.T yang berumur 3 bulan dengan keluhan terdapat
belahan pada bibir yang menyebabkan anaknya susah untuk menelan dan
menyusu. Pasien terlihat kurus karena berkurangnya nafsu makan. Ny.S
mengatakan bahwa saat ia sedang mengandung pada trimester pertama pernah
mengalami trauma. Saat dilakukan pemeriksaan teraba ada celah (terbukanya
langit langit), palato lunak dan keras.
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama

: An.T

b. Usia

: 3 bulan

c. Jenis kelamin : laki - laki


d. Alamat

: Surabaya

2. Keluhan utama
Ny.S mengatakan An.T susah untuk menelan makanan dan menyusu.
3. Riwayat penyakit sekarang
An.T terdapat belahan di bibir
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Ny.S mengatakan bahwa saat ia sedang mengandung pada trimester
pertama pernah mengalami trauma.
5. Riwayat penyakit keluarga
Data tidak ditemukan

16

6. Riwayat gaya hidup


Data tidak ditemukan
7. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)

: Normal
: Normal
: Cemas
: Normal
: susah menelan dan menyusu, terlihat kurus (BB
menurun)
: normal

B6 (Bone)
3.2 Analisa Data
No

Data Fokus

pathway

Masalah Keperawatan

.
1.

DS :
1. Ny.S

Trauma pada trimester 1


mengatakan

anaknya

An.T

susah

untuk

menelan

dan

menyusu
2. Berkurangnya
nafsu makan

nutrisi : kurang dari


kebutuhan

Kegagalan perkembangan
jaringan lunak dan tulang

Kegagalan penyatuan prosesus


nasal medial dan maxilaris

DO :
1. Terdapat

kehamilan

Ketidakseimbangan

belahan

pada bibir
2. Anak terlihat kurus

Celah kecil s/d kelainan hebat


pada wajah

Celah pada bibir

17

Labioskisis / sumbing

Gangguan menelan

Berkurangnya nafsu makan

Intake makanan tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan


2.

DS :

Trauma pada trimester 1

Susah menelan dan

DO :

Kegagalan perkembangan
celah

(terbukanya langitlangit)
2. Palato lunak dan
keras

kehamilan

menyusu

1. Terdapat

Resiko Aspirasi

jaringan lunak atau tulang pada


trimester 1

Kegagalan penyatuan susunan


palato

Terdapat celak pada tekak, palato


lunak dan keras

Palatoskisis

18


Gangguan menelan

Resiko aspirasi
3.

DS :

Trauma pada trimester 1

Susah menelan dan

DO :

Kegagalan perkembangan

1. Terdapat

belahan

pada bibir
celah

jaringan lunak dan tulang

pada

tekak (terbukanya
langit langit)
3. Palato lunak dan
keras

kehamilan

menyusu

2. Ada

Resiko infeksi

Kegagalan penyatuan prosesus


nasal medial dan maxilaris serta
kegagalan penyatuan susunan
palato

Labioskisis dan palatoskisis

Pembedahan

Perawatan luka pembedahan tidak


baik

Resiko infeksi

19

3.3 Diagnosis Keperawatan


1. Diagnosa 1 : Imbalance nutrition: less than body requirements related factors
weaknes of muscles required for swallowing related factors biological factors.
Domain : 2 Nutrition
Class : 1 Ingestion
Kode 00002
Kriteria Hasil NOC
d. Nutritional status : adequacy of
nutrient
e. Nutritional status : food and fluid
intake
f. Weight control
Setelah dilakukan tindakan selama 2x24 jam,
pasien menunjukkan keseimbangan nutrisi
dibuktikan dengan indkator : (p.386)
7. Albumin serum
8. Pre albumin serum
9. Hematokrit
10. Hemoglobin
11. Total ion binding capacity
12. Jumlah limfosit

Intervensi NIC
Nutrition Monitoring : (p.276)
18. Menimbang berat badan pasien.
19. Kaji adanya alergi makanan
20. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
21. Ajarrkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian
22. Monitor adanya BB dan gula darah
23. Monitor lingkungan selama makan
24. Monitor turgor kulit
25. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
26. Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb, dan kadar Ht
27. Monitor mual muntah
28. Monitor intake nutrisi
29. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekerngan jarngan konjungtiva
30. Atur posisi semifowler/fowler selama
makan
31. Anjurkan banyak minum
32. Pertahankan terapi IV line
33. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
34. Kolaborasi dengan dokter tentang
kebuthan suplemen makanan seperti

20

NGT/TPN sehingga intake cairan


4.

yang adequat dapat dipertahankan.


Diagnosa 2 : pra bedah : resiko aspirasi b.d terganggunya kemampuan untuk
menelan

( Risk for aspiration related factors with impaired ability to swallow)


Class : 2 physical injury
Domain 11 safety/protection
Kode 00039
Kriteria hasil NOC:
c. Aspiration prevention (p.95)
d. Swallowing status (p.529)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami
aspirasi dengan kriteria :
9. Mengidentifikasi faktor risiko
10. Memposisikan tubuh tegak lurus pada
saat makan dan minum
11. Menghindari faktor risiko
12. Memelihara oral hygine
13. Memilih makanan sesuai dengan
kemampuan menelan
14. Mengendalikan sekresi oral
15. Mampu mengunyah
16. Penerimaan terhadap makanan

Intervensi NIC: (p.87 p.369)


14. Monitor kemampuan menelan
15. Monitor status pulmonal
16. Monitor kebutuhan pencernaan
17. Meminimalkan penggunaan sedative
dan narcotic
18. Memposisikan tegak lurus 30 derajat
90 derajat
19. Mengawasi saat makan atau
mendampingi seperlunya
20. Menjaga set suction tersedia
21. Kolaborasikan dengan tim kesehata
lain untuk mendukung penyembuhan
pasien
22. Menentukan kemampuan pasien
untuk fokus pada pembelajaran
memakan dan menelan
23. Mendukung privasi pasien
24. Kolaborasi dengan terapi bicarauntuk
mengajarkan ke keluarga pasien
tentang regimen latihan menelan
25. Menginstruksikan pasien agar tidak
berbicara saat makan
26. Menginstruksikan pasien untuk
membuka dan menutup mulut sebagai
manipulasi makan

21

5. Diagnosa 3 : post op : resiko infeksi b.d prosedur infasive


Domain 11 safety/protection
Class 1 infection
Kode 00004
Kriteria hasil NOC
d. Risk Control (p.435)
e. Knowledge : Infection control
f. Immune status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam pasien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil :
6. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
7. Meunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
8. Jumlah leukosit dalam batas normal
9. Menunjukkan perilaku hidup sehat
10. Status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal

Intervensi NIC
15. Pertahankan teknik aseptif
16. Batasi pengunjung bila perlu
17. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
18. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
alat pelindung
19. Ganti letak IV perifer dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
20. Tingkatkan intake nutrisi
21. Berikan terapi antibiotik
22. Monitor tanda dan geajala infeksi
sistemik dan lokal
23. Pertahankan teknik isolasi
24. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas dan
drainase
25. Monitor adanya luka
26. Dorong masukan cairan
27. Dorong istirahat
28. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi

22

BAB 4
KESIMPULAN
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
prosesus nasal median dan maksilatis untuk menyatu selama
perkembangan embrionik ( Wong, 2003)
Labioskisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah ( Ngastiah, 2005)
Penyebab bibir sumbing anatara lain: faktor herediter, sebagai
faktor yang sudah dipastikan. 75 % dari faktor keturunan resesif dan
25% bersifat dominan. Karena mengalami mutasi gen dan kelainan
kromosom,faktor eksternal / lingkungan, faktor usia ibu, obat-obatan ,
asetosal, aspirin ( schardein, 1985), rifampisin, fenasetin, sulfonamid,
aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen, penisilamin,
antihistamin dapat menyebabkan celah langit langit. antineoplastik,
kortikosteroid,nutrisi,penyakit

infeksi

seperti

sifilis,

virus

rubella,radiasi,stress emosional,trauma ( trimester pertama) ( Wong.


2003)
Bibir sumbing dapat berkisar dari sedikit takik pada bagian merah
bibir atas hingga pemisahan total bibir yang memanjang hingga
kedalam hidung. Dapat dijumpai pada satu atau kedua sisi bibir atas.
Sumbing langit langit dapat dijumpai sebagai bagian dari deformitas
bibir sumbing atau sebagai kelainan garis tengah tersendiri yang
melibatkan palatum sekunder.

23

DAFTAR PUSTAKA
Chapter II_3 Maloklusi Pdf. Diakses pada tanggal 16 Maret
2016 pukul 12.20 WIB
Eddy Hariyanto-Fkg Unhas.pdf. Diakses pada tanggal 16
Maret 2016 pukul 12.40 WIB
Davies, lorna dan Mcdonald, Sharon. 2009. Pemeriksaan
Kesehatan Bayi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan
Sistem Gastrointestnal dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba
Medika.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA
International Nursing Diagnoses: Definition and Classification,
2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan
Sistem Gastrointestnal dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba
Medika.
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes
5th Edition. USA: Elsevier

24

Anda mungkin juga menyukai