LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. KA
Umur
: 3,8 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Jln. Sidotani
No. MR
: 08.93.10
Tanggal Masuk RS
: 5 Mei 2016
Tanggal Keluar RS
: 7 Mei 2016
Berat badan
: 10 kg
2
Tinggi badan
: 87 cm
Lingkar kepala
: 41 cm
Status gizi
BB/U = (z score) <-3 SD = Kesan Gizi Buruk
TB/U = (z score) < -3 SD = Kesan Sangat Pendek
BB/TB = (z score) <-3 SD = Kesan Sangat Kurus
Tanda vital
: HR
Suhu : 38C
Kepala
Mata
: Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+
strabismus (+)
Telinga
Hidung
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorax
: Bentuk dan pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis
dan dinamis, retraksi sela iga (-)
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
Status neurologis
+/-
Morro
+
3
Sucking
Palmar grasp
Plantar grasp
Rooting
Placing
Paracute
Stepping
Supporting
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5 Mei 2016
Hb
: 13,1 g/dl
Ht
: 36,8 %
Leukosit
: 21.370 /l
Trombosit : 471.000 /l
Eritrosit
: 4,44 juta/l
Natrium
: 133,5 mmol/L
Kalium
: 3,62 mmol/L
Chlorida
: 101,5 mmol/L
CT Scan
4
Cerebral palsy
Mikrocephali
Epilepsy
Hydrancephal
VII. RESUME
Pasien merupakan rujukan dari praktek dokter umum di Ujung Tanjung,
datang ke RSUD Kecamatan Mandau dibawa oleh ibu dan diantar oleh perawat
karena mengalami kejang 1 hari SMRS. Kejang timbul 5 kali per hari dengan interval
waktu 10 menit. Lama masing-masing kejang kurang lebih 10 menit. Kejang timbul di
seluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas. Setelah kejang, anak tertidur.
Pasien juga menderita demam sejak 2 hari SMRS. Demam naik turun dengan
suhu paling tinggi 39,50 C. Adanya muntah, batuk dan pilek disangkal oleh ibu pasien.
Buang air kecil lancar.
Pasien belum bisa duduk, berdiri, dan berjalan. Pasien juga belum bisa bicara,
hanya mengeluarkan kata-kata tidak jelas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis dengan
GCS 15 (E4M6V5). Lingkar kepala pasien 41 cm (mikrosefali). Status gizi buruk.
Frekuensi denyut jantung 128 x/menit, pernafasan 32x/menit, dan suhu 380C. Pada
mata didapatkan strabismus (+). Pada ekstremitas didapatkan adanya spastis dan
hipotonus. Refleks patologis Babinski (+).
VIII. PENATALAKSANAAN
-
O2 (-)
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam
: Ad bonam
Ad fungsionam
: Dubia
Ad sanationam
: Dubia
X. FOLLOW UP
S
6 Mei 2016 :
O
Kes: CM
A
Epilepsi
P
IVFD D5 NS 10
tpm macro
menggigil
Ceftriaxone 1 x 800
(+), RR : 36 x/mnt
: 37,1 C
mg IV
Kepala : mikrocephali
Dexamethasone 3 x
2 mg
Phenitoin 2 x 25 mg
Thorax :
Stesolid supp 10 mg
(jika kejang)
6
Cerebral
BLPL
palsy
Obat pulang ;
Mikrocephali
Vellepsy 3 x 4 cc
Epilepsy
Global
: 37,3 C
Kepala : mikrocephali
Mata : strabismus (+)
Thorax : dbn
Delayed
Abdomen : dbn
Ekstremitas: spastik (+)
development
Hydrancephal
BAB II
PEMBAHASAN
7
Anak KA, 3,8 tahun, pasien rujukan dari Ujung Tanjung datang ke IGD RSUD
Mandau dengan keluhan kejang sejak 1 hari SMRS. Dalam kasus ini sesuai dengan
anamnesis maupun pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis dengan cerebral palsy diplegia
spastik.
Pada anamnesis didapatkan kejang, demam, dan keterlambatan aktivitas fisik
seperti duduk, merangkak, berdiri, berjalan serta keterlambatan berbicara yang
merupakan gejala CP. Gejala awal ini biasanya tampak pada usia < 3 tahun dan orangtua
sering mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Pasien juga
mengalami penurunan tonus otot (hipotonia), tampak lemah dan lemas, kadang floppy.
Dalam kasus ini tergolong sebagai cerebral palsy berat apabila dilihat dari kemampuan
fungsionalnya, karena pada kasus ini pasien masih belum bisa melakukan pekerjaannya
sehari-hari sesuai umurnya dan memiliki gejala motorik yang berat.
Dari riwayat kehamilan dan persalinan didapatkan bahwa pasien lahir premature
(32 minggu) dengan berat badan lahir 1800 gram (BBLR) serta riwayat asfiksia saat lahir
yang merupakan faktor resiko terjadinya cerebral palsy. Pada kondisi imatur, terjadi
hipoperfusi yang akan mengakibatkan perdarahan matrik germinal atau leukomalacia
periventricular. Dimana area ini dekat dengan ventrikel lateral yang rentan terhadap
cedera, daerah ini membawa serat yang bertanggungjawab atas kontrol motor dan tonus
otot kaki yang apabila terjadi gangguan atau cedera akan mengakibatkan diplegi spastik.
Dari riwayat penyakit terdahulu didapatkan riwayat kejang tanpa demam sejak
usia 1 tahun, dimana gejala ini merupakan salah satu gejala penyerta yang
memperburuk prognosa penyakit ini. Setengah dari seluruh anak CP menderita kejang.
Selama kejang, aktivitas elektrik dengan pola normal dan teratur di otak mengalami
gangguan karena letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada penderita CP dan epilepsy,
gangguan tersebut akan tersebar ke seluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh
tubuh, seperti kejang tonik klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otak dan
menyebabkan gejala kejang parsial. Makin banyaknya gejala penyerta, misalnya retardasi,
kejang, dan makin beratnya gejala motorik maka akan makin buruk pula prognosisnya.
Pada pemeriksaan fisik kepala didapatkan microcefali. Mikrocefali adalah
gangguan sistem saraf langka yang menyebabkan kepala bayi menjadi kecil dan tidak
sepenuhnya berkembang. Otak anak berhenti tubuh sebagaimana mestinya. Hal ini dapat
terjadi saat bayi masih dalam kandungan ibu atau dalam beberapa tahun pertama
kelahiran. Berdasarka grafik lingkar kepala Nellhaus, anak dengan usia 3,8 tahun
seharusnya memiliki lingkar kepala 50 cm.
Pada pemeriksaan mata didapatkan strabismus. Banyak anak CP menderita
strabismus, dimana mata tampak tidak segaris karena ada perbedaan pada oto mata kanan
dan kiri. Pada perkembangannya, hal ini akan menimbulkan gejala penglihatan ganda.
Jika tidak segera dikoreksi akan menimbulkan gangguan penglihatan berat pada satu mata
dan sebenarnya dapat diintervensi dengan kemampuan visus tertentu, misalnya
membatasi jarak panjang. Pada pemeriksaan reflex primitif ditemukan reflek moro,
palmar grasp, asymmetric tonic neck positif dimana reflex ini seharusnya sudah hilang di
usia 6 bulan.
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah vellepsy untuk mengatasi kejang
akibat epilepsy. Penatalaksanaan spastisitas pada umumnya bertujuan untuk memperkecil
akibat-akibat hiperrefleksia yang terdiri dari segi rehabiltasi medik maupun pembedahan.
Penatalaksanaan rehabilitasi medik bertujuan untuk mobilisasi penderita secara bertahap
sehingga dapat dipantau progresivitas dari setiap tahapan tersebut. Tindakan bedah
orthopedi dapat berupa; a) osteotonu untuk memperbaiki alignment dan stabilitas, b)
arthrodesis, c) pemanjangan tendon untuk memperluas gerak sendi, serta d) pemindahan
tendon untuk memfungsionalkan anggota gerak.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada laporan kasus ini antara lain :
1.
Untuk menentukan penyebab CP, harus digali mengenai : bentuk CP, riwayat
kesehatan ibu dan anak, dan onset penyakit.
2.
3.
4.
Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya CP pada pasien ini adalah BBLR
dan prematuritas.
5.
CP pada pasien ini tergolong cukup berat karena disertai gejala penyerta,
yaitu: kejang.
B. SARAN
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
10
1. Arvin, Behrman Kliegman. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Volume 3. Jakarta:
EGC. 2000 : 2085-2086
2. Soedarmo, Sumarno dkk. Buku Ajar Neurologi Anak. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 1999 : 116
3. Hassan, Rusepno dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2 . Jakarta: Penerbit FKUI. 1985:
884-888
4. Koman LA,Mooney III JF, Smith BP, et al. Management of spasticity in cerebral palsy
with botolinum-A toxin: report of preliminary, randomized, double-blind trial. J
Pediatr Orthop 1994;14:299
5. Irga. Cerebral palsy.www.aan.com/professionals/practice/index.cfm.
Accessed 21
Juni 2016.
6. Septian, Bahri. Cerebral Palsy.http://www.scribd.com/doc/26304944/CP. Accessed 21
Juni 2016.
11