Anda di halaman 1dari 16

Karya Tulis

Laporan Karya Wisata


YOGYAKARTA
SURGA TEMPAT WISATA BERSEJARAH

Disusun:

Erwin Mahendra Eka Saputra


Kelas:
IX B

SMP Negeri 47 Bandung


Jl.Budi-Cilember No.19 B
Tahun 2014

LEMBAR PENGESAHAN

Dalam laporan karya tulis berdasarkan Karya Wisata SMP Negeri 47 Bandung
pada tanggal 13-15 Desember tahun 2014, penulis mengangkat judul
Yogyakarta Surga Tempat Wisata Bersejarah

Telah diterima dan disahkan Oleh :

Guru Pembimbing II

Guru Pembimbing I

Rini Sukasih.SP.d

Penyusun

Mengetahui :
Kepala Sekolah SMP Negeri 47 Bandung

Agus Deni Saipul.MMP.d

Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta karunian-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul Yogyakarta Surga Tempat Wisata
Bersejarah ini dengan baik. Karya tulis Kegiatan karya wisata ini berisi
tentang seluruh kegiatan karya wisata yang dilaksanakan siswa-siswi Kelas IX
SMPN 47 Bandung. Terselesaikannya karya tulis ini tentu tidak lepas dari
bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada:
1.
2.
3.
4.
5.

Orang Tua
Panitia yang telah menyelenggarakan karya wisata
Ibu Rini Sukasih.SP.d
Guru-guru yang telah membimbing kami di tempat wisata
Teman-teman

Karya tulis ini disusun untuk melengkapi tugas mata pelajaran Bahasa
Indonesia. Selain itu, saya berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, saya mengharap segala kritik dan saran yang
membangun dan dapat menjadikan karya tulis ini jauh lebih baik lagi. Saya
mohon maaf setulus-tulusnya atas kesalahan maupun kekurangan dalam
penyusunan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan
memberikan motivasi bagi para pembacanya, khususnya bagi saya.

Penyusun

Daftar Isi
Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan

Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
Waktu dan Tempat

Bab 2 Isi/Pembahasan

1.
2.
3.
4.

Perjalanan
Objek yang dikunjungi
Candi Borobudur
Malioboro
Keraton Yogyakarta
Taman Sari

Bab 3 Penutup
Kesimpulan
Saran

5.

BAB 1
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia yang


merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten
Paku Alam. Disitu banyak berbagai tempat-tempat obyek pariwisata yang
sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri dengan ciri
khasnya masing-masing
Tempat-tempat obyek pariwisata tersebut misalnya : Candi Borobudur,
Malioboro, Keraton Yogyakarta , dan Taman Sari
Hal-hal yang melatar belakangi pembuatan karya tulis ini adalah :
1. Tugas dari guru yang bersangkutan.
2. Penulis ingin memperluas pengetahuan tentang Yogyakarta dan sekaligus
ingin mengetahui tempat wisata di Yogyakarta

B.

Tujuan

Tujuannya untuk rekreasi sekaligus menambah wawasan dan ilmu pengetahuan


yang tidak diajarkan di sekolah,mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di
jogja, diantaranya kraton Yogyakarta, malioboro,Taman Sari, dan candi
Borobudur. Yaitu untuk dapat mengetahui seluk beluk tempat-tempat wisata
yang ada di jogja tersebut.

C.

Manfaat

Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang umum dan luas,mengenal tempattempat wisata di jogja yang indah dan dipelihara di Indonesia, mengetahui asal
usul dari tempat-tempat wisata di jogja dan mempererat keakraban dengan
teman satu sekolah.

D.

Waktu dan tempat

Yogyakarta, 13 Desember 15 Desember 2014.

BAB II
Isi / Pembahasan
Perjalanan
Perjalanan karya wisata SMPN 47 Bandung dilaksanakan pada hari
sabtu-senin tgl 13-15 Desember 2014, Pada jam 17.00 kami semua sudah
berkumpul di sekolah untuk melaksanakan salat magrib dan diberikan
pengarahan. Kurang lebih pukul 18.30 kami pun berangkat ke Yogyakarta.
Pada sekitar pukul 04.30 kami tiba di Candi Masjid Agung Purworejo, di
sana kami melaksanakan salat subuh.Dan pada pukul 05.00 kami pun
melanjutkan perjalanan menuju ke RM Orang Utan. Lalu sekitar pukul 06.30
kami tiba di RM Orang Utan disana kami makan pagi dan mandi lalu kami
berkumpul kembali, pada pukul 08.00 kami melanjutkan perjalanan ke Candi
Borobudur yang berada dikawasan Kab Magelang Jawa Tengah.
Sesampainya disana kami berwisata di Candi Borobudur, kami berjalan
sampai ke puncak borobudur disana kami foto-foto untuk mengabadikan setiap
momen lalu sebelum meninggalkan area borobudur kami membeli sovenir dan
oleh-oleh.Pada pukul 10.00 kami berkumpul untuk melanjutkan perjalanan ke
Taman Pintar saat di tengah perjalanan terjadi hujan deras dan kami pun tidak
jadi ke Taman Pintar jadi kami langsung menuju ke RM DNany.
Pada pukul 13.00 kami tiba di RM DNany untuk makan siang lalu kami
melanjutkan perjalanan pada pukul 14.30 untuk check in di hotel Gowongan
Inn.Pada pukul 15.00 kami tiba di hotel Gowongan Inn, setelah disana kami
melakukan acara bebas, pada pukul 18.30 kami jalan-jala ke jalan Malioboro
yang letaknya tidak jauh dengan hotel disana kami membeli oleh-oleh dan
wikul menikmati suasana disana.Pada pukul 21.00 kami harus kembali ke hotel
untuk makan malam.
Pada pagi hari kami makan pagi, lalu pada pukul 08.30 kita check out
dari hotel dan melanjutkan perjalanan ke Keraton Yogyakarta dan Taman Sari.
Sekitar pukul 09.00 kami di turunkan di tempat parkir bis, lalu melanjutkan
perjalanan dengan bejalan kaki, sesampainya di keraton kami di pandu oleh
pemandu wisata disana kami melihat-lihat barang-barang dan replika
bersejarah.Lalu sesudah dari keraton kami kembali jalan kaki menuju Taman
Sari, di Taman Sari ada kolam pemandian putri-putri keraton.

Setelah itu saat pukul 11.00 kami berkumpul kembali di parkiran bis
untuk melanjutkan perjalanan ke pusat oleh-oleh khas Yogya, pada pukul 11.30
kami tiba di pusat oleh-oleh khas Yogya.Lalu kami melanjutkan perjalanan ke
RM Candi Mas untuk makan sore.Pada pukul 14.30 kami melanjutkan
perjalanan pulang ke Bandung.Saat pukul 18.00 kami beristirahat kembali di
RM Candi Sari untuk makan malam dan salat magrib, lalu pukul 21.00 kami
melanjutkan perjalanan pulang ke Bandung, dan tiba di Bandung pukul 04.00 .

Objek yang di kunjungi


1. Candi Borobudur

A. Sejarah
B.Nama
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya
menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara,
yaitu artinya "gunung" (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak terasteras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata
borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena pergeseran bunyi
menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata
"bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada
pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya
kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah "tinggi", atau
mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi maksudnya ialah
sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi. Sejarawan J.G. de
Casparis memperkirakan bahwa Bhmi Sambhra Bhudhra dalam bahasa
sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan
boddhisattwa",adalah nama asli Borobudur.
C.Struktur

Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri 10 tingkat,


berukuran 123 x 123 meter, tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5
meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai
penahan.10 tingkat itu terdiri dari;enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga
tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya,
yang menghadap kea rah barat. Selain itu tersebar di semua tingkattingkatannya beberapa stupa. Jumlah stupa di kompleksnya tersebut 594.
Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat
mazhab Mahayana. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh
tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan
menjadi Buddha.
Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang
masih terikat nafsu.
Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah
dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk.
Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka.
Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam
stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah
terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha
bersemayam
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan
relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang
dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia
Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah
Hindia Belanda ketika itu. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan
seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan
jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi
tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara
berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan
dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk
punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah
Indonesia. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur
Mandala. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan
sistem interlock yaitu sepertibalok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.

D.Relief
Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini
dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa

Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur.
Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita
jtaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada
pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan
berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah
timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi,
artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa
benar.

a. Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0
sudut tenggara) Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang
menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum
karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada
setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab
akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela
manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga
perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan
penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati
(samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah
yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
b. Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief
(tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya
Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di
Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi
sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang
dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan
kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut
hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief
tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai
Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri
Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan
wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda
Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum",
sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

c. Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai


Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga.
Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan
dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an. Sedangkan Awadana, pada
dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang
Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab
Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab
Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka
dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang
sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang
Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair
Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

d. Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita
Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari
Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha
Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita

E.Tahap Pembangunan Candi


a. Tahap pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750
dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang
sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata
susun yang dibongkar.
b. Tahap kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu
undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
c. Tahap ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan
dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undakundak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.

d. Tahap keempat
Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung
atas pintu.

2. Malioboro

Jalan Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota
Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan
Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Pangeran
Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini merupakan
poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.
Pada awal abad 19, pemerintahan Kolonial Hindia Belanda
membangunMalioboro sebagai kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan.
Dengan tujuan menandingi kekuasaan pada masa Sultan Mataram dengan
kemegahan istananya. Selain itu dibangun pula Benteng Vredeburg pada tahun
1765 (sekarang dijadikan museum dan kawasan public area), dibangun pula
Istana Karesidenan Kolonial, Pasar Bringharjo, Inna Garuda Hotel (dulunya
Hotel Garuda yang digunakan untuk penginapan dan berkumpulnya para elit
kolonial pada masa itu), serta kawasan Malioboro itu sendiri. Letak kesemua
bangunan sejarah tersebut berada di utara alun-alun Keraton Yogyakarta.
Sebelum berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan
yang sepi dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya
dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan

Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil
(kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun
Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar
Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah
Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut.
Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga
kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan
akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.
Sebagai daerah obyek wisata, Malioboro menawarkan wisata belanja yang
terdiri dari wisata belanja tradisional dan wisata modern. Wisata belanja
tradisional yang dimaksud adalah adanya proses jual beli yang diikuti tawarmenawar. Berbagai jenis souvenir yang dijual oleh pedagang yang berjejer di
sepanjang Malioboro. Barang dagangan yang dijual di kawasan ini seperti,
pakaian, kaos dagadu, batik tekstil, berbagai macam kerajinan yang terbuat dari
kayu, perak, kulit, dan sebagainya.

3. Keraton Yogyakarta
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton
Yogyakarta merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningratyang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah
menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan
keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultandan rumah tangga
istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton
ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian
kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik
kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka
keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu
contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah
dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa
bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon
adalah bekas sebuah pesanggarahan[2] yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan
ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura
dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan
lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di
tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan
Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang
sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu
Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara),
Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan
Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton
Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara
maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga
merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi
menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs
Warisan Dunia UNESCO.

4. Taman Sari
Taman Sari Yogyakarta atau Taman Sari Keraton Yogyakarta adalah situs bekas
taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta Kebun ini dibangun pada zaman
Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman
yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10
hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian,
jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan
lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini
pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai
tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari
yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati,
yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono IIsebagai tempat istirahat kereta
kuda yang akan pergi ke Imogiri. Sebagai pimpinan proyek pembangunan
Taman Sari ditunjuklah Tumenggung Mangundipuro. Seluruh biaya
pembangunan ditanggung oleh Bupati Madiun, Tumenggung Prawirosentiko,
besrta seluruh rakyatnya. Oleh karena itu daerah Madiun dibebaskan dari
pungutan pajak. Di tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih
oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro mengundurkan diri.
Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa bangunan yang
ada mengindikasikan Taman Sari berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir
jika istana diserang oleh musuh. Konon salah seorang arsitek kebun kerajaan ini
adalah seorangPortugis yang lebih dikenal dengan Demang Tegis.
Kompleks Taman Sari setidaknya dapat dibagi menjadi 4 bagian. Bagian
pertama adalah danau buatan yang terletak di sebelah barat. Bagian selanjutnya
adalah bangunan yang berada di sebelah selatan danau buatan antara lain
Pemandian Umbul Binangun. Bagian ketiga adalah Pasarean Ledok Sari dan
Kolam Garjitawati yang terletak di selatan bagian kedua. Bagian terakhir adalah
bagian sebelah timur bagian pertama dan kedua dan meluas ke arah timur
sampai tenggara kompleks Magangan.

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
KotaYogyakarta memiliki banyak sekali tempat wisata yang unik dan
mengagumkan, tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat yang indah. Dan
semua itu sangat berkaitan erat dengan pendidikan, karena dengan mengetahui
tempat-tempat wisata tersebut kita bisa tahu sejarah dan menambah ilmu
pengetahuan.

B. Saran
1. Pelaksaaan Karya Wisata hendaknya direncanakan secara matang.
2. Pelaksanaan Karya Wisata lebih baik diupayakan pada musim kemarau
3. Aktivitas guru bidang study yang bekait diharapkan membimbing
ditempat obyek wisata

Anda mungkin juga menyukai