Disusun Oleh :
Nur Fatjria Susilowati (122210101004)
Zarin Ilafah
(122210101008)
Tuhfatul Ulya
(122210101038)
BAB I
PENDAHULUAN
Rambut di kepala secara historis dikaitkan dengan keindahan dan perbedaan
sosial. Rambut telah dipangkas, dibentuk, dan bahkan berwarna sejak zaman paling
kuno. Teknologi nyata dalam pembersihan rambut dan kulit kepala telah dikembangkan.
Perawatan rambut dengan sendirinya dapat memicu kepercayaan diri dan dapat
mencerminkan status sosial.
Perawatan rambut berbeda dari satu masyarakat dengan yang lain tanpa
memandang perbedaan ekonomi, dan dari satu orang dengan lainnnya dalam
masyarakat. Harry mendefinisikan shampo sebagai "bentuk surfaktan yaitu bahan aktif
dalam bentuk yang sesuai. Cair, padat, bubuk. Tetapi penggunaan bahan aktif menjadi
sangat berbahaya dalam waktu yang lama untuk remaja serta lingkungan kita. Berbagai
senyawa sintetik, bahan kimia, pewarna dan turunannya telah terbukti menyebabkan
berbagai penyakit kulit dan memiliki banyak efek samping. Dan terjadi peningkatan
daya tarik kosmetik herbal dan berbagai besar produk herbal yang sekarang tersedia
untuk umum.
Tumbuhan yang digunakan harus memiliki varietas sifat seperti nervine tonik,
membersihankan dan melembutkan, sifat antiseptik, meningkatkan pertumbuhan
rambut, antibakteri dll. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode untuk
meningkatkan pertumbuhan dan menguatkan rambut dan tanpa mempengaruhi atau
merusak rambut. Obat herbal ini diformulasi menjadi shampo.
Shampo adalah formulasi polyherbal yang terdiri dari ekstrak Sapindus
trifoliatus (Sapindaceae) nama umum Reetha, PHyllanthus emblica (pHyllanthaceae)
nama umum Amla, Azadirachta indica (Meliaceae) nama umum Neem, Eclipta alba
(Asteraceae) nama umum Bhringraj, Nardostachys jatamansi (Valerianaceae) nama
umum Jatamanasi dan Aloe vera gel. Tumbuhan ini telah dipilih atas dasar sistem
tradisional dan pembenaran ilmiah.
Reetha digunakan sebagai bahan utama dalam sabun dan shampo untuk mencuci
rambut, karena dianggap baik untuk kesehatan rambut. Tanaman ini dikenal karena sifat
antimikroba yang bermanfaat untuk sistem septik. Amla digunakan sebagai kosmetik di
India. Ini merupakan hair tonic yang diterima di resep tradisional untuk meningkatkan
pertumbuhan rambut dan pigmentasi. Ekstrak dari daun Neem pertama kali digunakan
di India untuk mengobati infeksi jamur, dan penyakit kulit. Bhringraj adalah ramuan
utama untuk perawatan rambut di Ayurveda. Hal ini diyakini dapat mempertahankan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
penting untuk pertumbuhan rambut. Di dasar setiap folikel, berkembang biak sel-sel
dan, seperti yang terlihat mereka tumbuh ke atas, terjadinya proses kompleks dan saling
terkait dalam sintesis protein, struktural deretan dan adanya keratinisasi mengubah
sitoplasma menjadi bahan berserat yang dikenal sebagai rambut.
Rambut memiliki karakteristik struktural yang unik dan tingkat pertumbuhan
yang berbeda antara ras, jenis kelamin, individu-individu dari ras yang sama, area di
individu yang sama, dan bahkan dalam folikel yang sama. Perkembangan rambut adalah
proses dinamis, siklus di mana durasi siklus pertumbuhan tergantung tidak hanya
bergantung pada keadaan tubuh, tetapi juga pada variabel seperti usia, gizi, kebiasaan
dan faktor hormonal individu. Di kulit kepala, setiap helai rambut akan tumbuh dengan
mantap (sekitar 1 cm/bulan) dan terus-menerus selama tiga sampai lima tahun (fase
anagen); pertumbuhan kemudian berhenti dan diikuti oleh tahap sementara yang cukup
singkat (fase catagen) dan tahap beristirahat 2-4-bulan (fase telogen) hingga rambut
menjadi tua. Dengan onset tahap anagen, rambut baru mulai tumbuh dari folikel yang
sama. Pada waktu tertentu, sebagian rambut tumbuh, sedangkan beberapa sedang
beristirahat, dan beberapa telah meluruh. Biasanya, sekitar 150.000 sel rambut atau 90%
rambut berada dalam fase anagen dan sisanya 10% dalam fase catagen dan fase telogen,
dengan 50 sampai 100 rambut yang meluruh setiap hari.
Rambut kulit kepala tersusun dari serat dengan diameter 50 sampai 80 mm dan
lapisan eksterior yang terdiri dari lapisan sel-sel datar, dan imbricated kutikula yang
menunjuk ke luar dari root tip. Struktur seperti imbricated kutikula berfungsi sebagai
fitur yang efektif untuk dibersihkan. Kutikula tipis (0.5 mm), 50 sampai 60 mm persegi,
melekat di ujung approximal korteks yang berada di dasar. Mereka tumpang tindih
secara longitudinal substansial mengakibatkan pemisahan rata-rata tepi skala kurang
lebih 5 mm. Tumpang tindih ini menghasilkan perisai berlapis-lapis 3 mm sampai 4 mm
tebalnya di sekitar serat rambut. Struktur kutikula yang baik memenuhi peran
penghalang pelindung untuk rambut.
Ditutupi oleh selubung pelindung lapisan kutikula pada rambut korteks, yang
merupakan sebagian besar serat dan bertanggung jawab untuk sifat mekanik dari
rambut. Sel kortikal berbentuk gelendong disusun sejajar sumbu serat, tumpang tindih
satu sama lain membentuk interdigitasi. Mereka memiliki pengaturan yang unik yaitu
protein konstituen, yang terdiri dari intermediate filament, secara tradisional disebut
selaras ke arah pertumbuhan serat dan dikelilingi oleh matriks yang dikaitkan protein
(IFAP). Filamen terdiri dari rantai protein dengan berat molekul tinggi, konten sulfur
rendah (sistin) dan memiliki struktur molekul protein tingkat tinggi (-heliks),
sedangkan matriks sekitarnya IFAP terdiri dari protein crosslinked dan konten sulfur
(sistin) yang rendah.
Selama proses keratinisasi, membran plasma sel dimodifikasi untuk membangun
lapisan perekat antara sel-sel yang berdekatan, yang dikenal sebagai membran sel
kompleks (CMC). Ini adalah tahap yang terjadi terus-menerus. Pada struktur korteks
tersebar partikel pigmen melanin. Nomor, karakteristik kimia dan pola penyaluran dari
melanin ini akan menentukan warna rambut. Dalam beberapa rambut, khususnya pada
rambut kasar, sel-sel medula vacuolated ditemukan pada daerah pusat fiber.
Rambut pada setiap ras berbeda-beda baik dalam bentuk, tingkat keikalan, dan
warna, ada juga sedikit perbedaan dalam sifat kimia yang mendasar dan struktur serat
(fiber), adanya perbedaan ini dapat terjadi karena komposisi asam amino penyusun
protein yang tidak serupa. Perbedaan antara rambut dari kelompok etnis yang berbeda
sering lebih kecil daripada variasi dalam sifat-sifat rambut yang diambil dari individu
yang berbeda dalam satu kelompok etnis. Dibandingkan dengan rambut ras Kaukasia
atau Asia, rambut ras Afrika lebih tidak teratur dalam bentuk penampang.
2.2 Shampo
Keramas telah menjadi suatu aktivitas pembersihan rambut. Ketika keramas,
paling tidak ada sekitar 100.000 - 150.000 sel serat fleksibel akan dibasuhkan dari
timbunan sebum, keringat, sel-sel kulit kepala terperangkap yang mengalami
desquamated, residu mousse, gel, dan semprotan rambut. Harus diingat bahwa
meskipun tindakan pembersihan merupakan fungsi mendasar dari suatu formulasi
shampo, tapi itu bukan satu-satunya tujuan. Rambut yang bersinar, lembut dan
pengelolaan secara inheren juga dijadikan suatu pertimbangan dalam suatu performansi
produk.
yang mengandung grup hidrofil dan ekor hidrofobik yang berfungsi sebagai agen
emulsifying. Pada dasarnya, penghapusan kotoran dari rambut diatur oleh proses dasar
yang sama yang telah sebelumnya diidentifikasi dari pembersihan kotoran yang melekat
pada kain. Berikut ini adalah tiga mekanisme dasar yang telah diajukan untuk
menjelaskan tindakan pembersihan oleh deterjen :
1. Mekanisme ''Roll-up'', berkaitan dengan timbunan yang bersifat progresif.
Mekanisme dengan cara pembasahan permukaan serat rambut sehingga
menghilangkan detasemen tetesan minyak secara cepat.
2. Mekanisme Micellar solubilization, kotoran tersolubilisasi ke dalam misel yang
kontak dengan permukaan yang kotor. Keberhasilan metode pembersihan ini
tergantung pada ketersediaan atau kuantitas (konsentrasi) Misel yang digunakan.
3. Mekanisme ketiga yaitu melalui sistem dispersi dan emulsifikasi dari partikel
kotoran yang terpenetrasi dengan sistem difusi ke dalam deterjen. Komponen
amfifilik dari sebum dapat meningkatkan pembersihan dengan interaksi
langsung bersama molekul surfaktan.
2.2.2 Bahan-Bahan Shampo
Hampir semua shampo terdiri dari larutan, emulsi, atau dispersi surfaktan satu
atau lebih dengan beberapa bahan aditif untuk meningkatkan kinerja dan estetika sifat
dari produk. Bahan aditif yang digunakan untuk memberikan aroma dan warna, thicken,
opacify, dan menyampaikan atribut taktil tertentu. Mereka termasuk stabilisator,
modifikasi busa, pengawet, conditioning, dan agen antidandruff.
A. Surfaktan
Surfaktan memiliki karakteristik elektrolit rantai panjang dan biasanya
diklasifikasikan berdasarkan sifat hidrofilik kelompok mereka, yaitu anionik, nonionik,
ampHoterik, atau kationik.
Surfaktan Anionik
Sabun adalah garam dari asam lemak dan merupakan andalan dari produk
shampo. Dalam air, mereka akan menghasilkan busa yang dapat membersihkan kotoran
dengan baik, dan meninggalkan rambut dalam gaya yang baik. Sayangnya, dalam air
keras busa yang dihasilkan sedikit dan sabun dapat bergabung dengan kalsium atau
garam magnesium yang ada dalam air keras lalu kemudian akan tersimpan pada rambut
membentuk suatu film. Penggunaan Surfaktan sintetis dapat menggantikan penggunaan
sabun pada shampo berbasis sabun, meskipun beberapa produk masih mengandung
sejumlah kecil sabun.
Alkil sulfat adalah surfaktan anion yang paling banyak digunakan dalam
shampo, memberikan busa yang baik dan dapat membersihkan rambut serta sifatnya
tidak terpengaruh oleh hard water. Lauril sulfat adalah bahan dominan di sebagian
besar formulasi shampo dalam bentuk amonium atau garam amonium trietanol pada
konsentrasi 6 sampai 18% b / b. Meskipun sangat efektif dalam membersihkan rambut,
alkil sulfat terutama pada konsentrasi tinggi, memiliki kecenderungan untuk mengiritasi
kulit kepala dan menghilangkan beberapa komponen lipid dari kutikula rambut.Untuk
membuat shampo alkil berbasis sulfat yang ringan, shampo sering dimodifikasi oleh
penggabungan bahan yang lebih kecil daya iritasinya seperti alkil eter sulfat atau
surfaktan amfoter.
Alkil eter sulfat adalah produk sulfat dari lemak alkohol teretoksilasi. Alkil eter
sulfat lebih larut air dari pada alkil sulfat, yang sangat baik untuk melarutkan
wewangian dan bahan tambahan oleofilik lainnya, dan sangat cocok untuk formulasi
shampo yang berwarna bening. Seperti disinggung sebelumnya, surfaktan ini kurang
mengiritasi dari pada alkil sulfat dan digunakan dengan jumlah yang lebih tinggi pada
bentuk etoksilasi dishampo bayi.
Sulfonat alfa-olefin adalah campuran kompleks yang dihasilkan dari sulfonasi
alfa-olefin. Deterjen ini menunjukkan busa sangat baik pada sebum, efektif di berbagai
pH, dan menguntungkan dibandingkan dengan surfaktan lainnya dikulit dan iritasi mata.
Surfaktan anionik lainnya patut dicatat termasuk alkil sulfat monogliserida dan alkil
sulfosuccinates. Keduanya sangat ringan pada kulit dan, meskipun pembentuk busa
yang baik dan dapat digunakan dalam formulasi shampo dan digunakan secara tunggal,
dapat pula digunakan dalam kombinasi dengan alkil sulfat.
Surfaktan Nonionik
Surfaktan ini dianggap paling ringan dari surfaktan lainnya. Meskipun sedikit
membentuk busa, tetapi sifatnya sebagai pelarut yang baik dan sifat menyebar, secara
ekstensif digunakan untuk melengkapi aksi pembersih utama. Alkanolamida disusun
oleh kondensasi asam lemak (biasanya laurat) dan alkanolamina primer atau sekunder.
Kehadiran surfaktan ini dalam formulasi shampo memiliki efek menstabilkan tingkat
busa dan meningkatkan konsistensi busa.Oksida amino dibentuk oleh oksidasi lemak
amina tersier dan digunakan dalam shampo terutama sebagai pengubah busa dan
sebagai agen anti statis untuk meningkatkan keseluruhan pengelolaan rambut. Surfaktan
Polyethoxylated merupakan kelompok terbesar surfaktan nonionik dan termasuk
turunan teretoksilasi dari alkil fenol, alkohol lemak, ester lemak, dan digliserida.
Surfaktan Amfoter
Sering disebut sebagai amfolitik, surfaktan ini mengandung kelompok kation dan
anion dalam satu molekul. Karena muatan surfaktan ini bergantung pH, sifat, seperti
potensi untuk membentuk busa, kelarutan, dan CMC, juga bervariasi dengan perubahan
pH. Kebanyakan amfoter adalah turunan dari imidazolina atau betaine. Mereka cukup
kompatibel dengan anionik, nonionik, kationik atau surfaktan, dan telah banyak
digunakan untuk memformulasi shampo yang ringan (bayi) atau sebagai agen
mollifying yang dalam komposisi anionic lebih mengiritasi.
B. Bahan Tambahan Pada Shampo
Bahan tambahan dimasukkan ke dalam formulasi shampo untuk meningkatkan
estetika serta untuk meningkatkan kinerjanya. Pengental terdiri dari berbagai macam
senyawa yang digunakan untuk meningkatkan viskositas dari formulasi, memodifikasi
konsistensi dari cairan kental kegel yang tebal. Yang paling sering digunakan sebagai
pengental adalah elektrolit, seperti natrium klorida, alkanolamida, dan turunan selulosa
yang larut dalam air, seperti karboksi metil selulosa, hidroksi etil selulosa, polimer
karboksi vinil dari jenis Carbopol, alkohol polivinil, dan getah alam, seperti tragakan.
Silikat magnesium aluminium memiliki kemampuan sebagai pengental dan agen
penghilang ketombe dalam shampo antiketombe. Bahan opasitas berfungsi untuk
memberikan efek pearlescent atau penampilan buram pada shampo.Untuk tujuan ini,
peleburan suhu tinggi dengan bahan seperti lilin dicampur ke dalam formulasi.
Kegunaan tertentu dalam hal ini adalah setil alkohol dan stearil dan ester setara dengan
emulsi lateks polimer vinil, stirena, dan akrilik. Suasana shampo dapat menjadi tempat
yang ideal untuk pertumbuhan mikroba, terutama dari gram negatif seperti
Pseudomonas sp. Hal ini efek merugikan pada sifat shampo yang dapat memberikan
bahaya kesehatan ke konsumen. Fungsi pengawet adalah untuk menghambat
perkembangan bakteri tersebut. Meskipun formaldehida telah menjadi salah satu
pengawet yang paling populer dan efektif, penggunaannya telah menurun karena adanya
senyawa lain. Contohnya metil dan propil paraben, DMDM hydantoin, quaternium-15,
imidazolidynylurea, dan lain-lain. Pemilihan bahan pengawet yang cocok dibuat melalui
uji tantangan di mana produk tersebut mengalami kondisi terburuk yang mungkin
diantisipasi selama pembuatan, penyimpanan rak, dan penggunaan aktual.
Zat aditif lainnya adalah pewangi yang merupakan unsur penting, sering
dibandingkan dalam pasar untuk menentukan shampo yang akan dipilih dan
keberhasilan produk. Penambahan alkohol (etanol dan isopropanol) atau glikol
diperlukan untuk mempertahankan warna bening shampo yang tipenya berwarna
bening, sedangkan kehadiran agen sequestering, seperti ethylenediaminetetraacetic acid
(EDTA), mencegah pembentukan dari tidak larutnya kalsium atau magnesium sabun
ketika shampo yang dibilas pada rambut. Food Dye & Coloring (FD&C) and Drug &
Cosmetic (D&C) pewarna yang biasa ditambahkan untuk meningkatkan estetika
formulasi shampo. Setelah berkeramas biasanya menyisir rambut menjadi sulit. Untuk
mengatasi ini, shampo mengandung '' conditioning '' yang bersifat substantif terhadap
rambut, sisanya diserap pada permukaan setelah pembilasan, aplethora telah digunakan
untuk tujuan ini. Termasuk oksida amina, hidrolisat protein, surfaktan kationik, polimer
kationik, lanolin dan turunannya, serta bahan alam, seperti bir, madu, dan telur.
2.2.3 Formula Shampo
Produk shampo harus memiliki formula yang jelas terdiri dari campuran kompleks
bahan yang dipilih dengan cermat dan selaras sehingga efektif mengatasi kebutuhan
konsumen . Tabel 1 menunjukkan konsentrasi sifat dan relatif bahan yang terkandung
dalam shampo.
A. Shampo Khusus
Shampo bayi memiliki persyaratan ketat untuk tidak mengiritasi kulit kepala dan
mata.Oleh karenaitu, sebagian besar produk didasarkan pada sistem deterjen amfoter.
yang
mencerminkan
efektivitas
produk
dan
estetika
formulasi.
Ada pula yang disebut conditioning shampo, atau 2in1 shampo yang menawarkan fitur
pembersihan rambut dan pelembut dalam satu langkah, versi awal produk tersebut tidak
memberikan kepuasan konsumen. Sampai pertengahan 1980 an bahwa perbaikan yang
signifikan dalam kinerja yang dicapai dengan pengemulsi silikon menjadi dasar shampo
anionik. Produk tersebut terbukti berkhasiat sebagai pembersih, dan rambut dikeramas
terasa lembut dan halus dan mudah untuk disisir. Silikon dapat digantikan oleh
quaternized guar gum, polimer kationik, dan guaternaries.
B. Bentuk produk
Secara umum, formulasi shampo adalah sistem air yang relatif sederhana. Yang
terakhir adalah konsekuensi pertimbangan dari pasar dan pilihan konsumen. Dengan
demikian, shampo bening menyampaikan kesan pembersihan lebih unggul, sedangkan
shampo yang buram formulasi viskositas yang sama atau sedikit lebih tinggi
kondisioner. Shampo yang bening seperti gel biasanya dijual dalam tube yang keras dan
nyaman untuk disimpan dan perjalanan. Selain itu, kelas yang lain adalah shampo
kering aerosol. Mereka terdiri dari bubuk yang dapat menyerap minyak,seperti pati,
bedak, atau tanah liat, yang disemprotkan ke rambut dan setelah itu dapat dihapus
dengan cara menyikat atau menyisir.
C. Evaluasi dan Keselamatan
Sebagai formulator shampo diharapkan khasiat shampo semakin baik dengan
membuat prototipe yang dievaluasi di laboratorium menggunakan prosedur pengujian
yang ditetapkan. Dengan demikian, kekuatan busa dan karakteristik busa diukur dan
dilihat tidak adanya sebum, dan mendapatkan beberapa wawasan ke dalam aspek
formula. Sifat rambut dikeramas, untuk kilaunya, compatibility, tubuh, dan kekusutan
,dinilai bersama-sama dengan evaluasi subjektif dari penampilan rambut. Hal tersebut
dapat menjadi bukti utama, namun, dari potensi keberhasilan formulasi ini dinilai dalam
praktek penggunaannya. Dengan demikian, evaluasi konsumen produk baik dengan luar
panelis atau fasilitas pengujian di rumah sangat penting. Preferensi konsumen untuk
aroma
tertentu
sangat
penting
dan
komentar
mereka
untuk
estetika
karakteristik shampo dan hasil rambut dikeramas bila dikombinasikan dengan hasil tes
laboratorium memberikan dasar yang kuat untuk klaim produk potensial. Bahan shampo
tidak menimbulkan bahaya tertentu untuk kulit atau keselamatan mata.Waktu kontak
pendek dan bilas dengan air . Potensi iritasi beberapa surfaktan sudah disinggung. Hal
ini adalah praktek umum untuk sebagian besar produsen yang membuat ketentuan untuk
mengevaluasi produk mereka untuk kulit dan iritasi mata.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Formulasi dan Evaluasi dari Shampo Herbal dengan Potensi Antimikrobial
Semua obat dan eksipien dikumpulkan dari Bacfo Farmasi (India) Ltd, Limited
C-15, sektoral 2, Noida.
Standarisasi PHarmacognostical
Standar kuantitatif dari semua komponen obat dilakukan sesuai metode
Farmakope Ayurvedic dari India (API) dan dibandingkan dengan standar API. (Tabel 1)
Metode Ekstraksi
Semua obat ditimbang secara akurat & di ekstraksi dengan air (10x dari berat
obat yaitu 5g dalam 50ml di waterbath pada 80-100 oC). Pelarut mencapai 20 ml, maka
filtrasi dilakukan. Residu diambil dan tambahkan pelarut lagi hingga 40ml, kemudian
direbus. Setelah tersisa 20 ml lalu disaring & prosedur yang sama diikuti lagi.
Formulasi Shampo
Komponen formulasi yang digunakan terdaftar dalam Tabel 2. Formulasi 2%
dari Sapindus trifoliatus, PHyllanthus emblica, Azadirachta indica, Eclipta alba,
Nardostachys jatamansi dan lidah buaya yang dibuat dengan metode kantong kain.
Komponen A (larut dalam air) yang terdiri dari ekstrak obat, PEG 400 & Aloe vera dan
komponen B (larut dalam minyak) yaitu SLS (Sodium lauril sulfat), CAPB (Cocoamido
propil betain), & Polyquaternium-7 yang dipanaskan secara terpisah pada 60-80 oC &
aduk sampai menjadi homogen. Tambahkan komponen A ke dalam komponen B dengan
agitasi lambat tanpa mengeluarkan busa. Larutan jenuh natrium klorida ditambahkan
untuk meningkatkan viskositas. Pengadukan dengan pendingin & parfum ditambahkan
pada 45 5 oC.
Evaluasi Shampo
Formulasi dievaluasi menggunakan metode standar evaluasi umum, yaitu
evaluasi organoleptik, mikrobiologi dan kimia termasuk berat jenis, pH, detergent
content, solid content, viskositas, tegangan permukaan.
hotplate sampai semua cairan menguap. Berat shampo saja (padatan) setelah
pengeringan dihitung.
6. Evaluasi rheologi
Viskositas shampo itu ditentukan dengan menggunakan Viscometer.
Viskositas shampo diukur pada suhu dan wadah sampel yang konstan selama
disimpan penelitian.
7. Tegangan Permukaan
Pengukuran dilakukan dengan mengencerkan 10% shampo dalam air
suling pada suhu kamar. Stalagmometer dibersihkan menggunakan asam kromat
dan air murni karena tegangan permukaan akan sangat dipengaruhi dengan
adanya minyak atau pelumas lainnya. Data dihitung dengan persamaan berikut
di bawah ini:
R2 = (W3-W1) N1 x R 1 (W2 -W1) N 2
Dimana W 1 adalah berat beker gelas kosong, W2 adalah berat beker
gelas dengan air suling, W3 adalah berat beaker dengan larutan shampo. N1
adalah tetes air suling; N2 adalah tetes larutan shampo. R1 adalah tegangan
permukaan air suling pada suhu kamar; R2 adalah tegangan permukaan larutan
shampo.
8. Pengujian Stabilitas Dipercepat
Pengujian stabilitas dipercepat pada formulasi F1dan F2 dilakukan pada
suhu 40 2oC dan 75 5% kelembaban relatif dan diteliti untuk 90 hari. (Tabel.
6)
3.2 Formulasi Dan Evalusi Shampo Herbal Dan Dibandingan Dengan Produk
Shampo Pasaran
3.2.1 Preparsi Shampo Herbal
Rebusan Maticia
Chamomile,
urtika
dioica,
serai,
Acacia
dan sifat fisika kimia seperti pH, densitas dan viskositas. Untuk menjamin
kualitas produk, tes khusus dilakukan seperti penentuan residu kering dan kadar
air dalam ekstrak. Jumlah surfaktan, aktivitas, kandungan garam, tegangan
permukaan, stabilitas termal dan mekanik serta tes detergensitas. Kemudian
hasilnya akan dibandingkan dengan formulasi dipasaran.
a. Penampilan fisik / visual
Dievaluasi dalam hal clarity, kemampuan memproduksi busa, dan fluiditas.
b. Penentuaan pH
Menentukan pH dari 10% larutan shampo dalam air suling pada suhu
kamar 25 C.
c. Menentukan persen padatan
Menguapkaan dish kering kemudian ditimbang dan menambahkan 4
gram shampo untuk penguapan dish. Dish dan shampo ditimbang. Berat
ekstrak shampo hanya dikalkulasi dan shampo dalam dish penguapan di
tempatkan diatas hot plate hingga bagian liquid menguap. Berat shampo
setelah pengeringan dikalkulasi.
d. Evalusi rheologi
Viskositaas shmpoo ditentukan
dengan
serangkaian
Brookfield
viscometer (Model DV-1 Plus, LV, USA) dengan keepatan spindle ynag
berbeda, mulai daari 0,3 10 rpm3. Viskositas shmpoo diukur denaan
menggunaakan spindle T95. Suhu dan ukuran wadah dijaga agar konstan
selama uji dilakukan.
e. Dispersi kotoran
Dua tetes shampo diteteskan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml air
suling. Ditambahkan 1 tetes tinta, kemudian tabung reaksi di tutup dan
digetarkan 10 kali. Jumlah tinta dalam busa dapat diestimasikan sebagai
tidak ada, sedikit, sedang, atau berat.
f. Tindakan pembersihan
5 gram benang wol dalam lemak, dimasukkan dalam termos yang berisi
200 ml air yag mengandung 1 gram shampo. Suhu air dijaga pada 35 C.
labu dikocok selama 4 menit (kocok 50 kali/ menit). Larutan yang telah
dihilangkan dan sampel diambil, dikeringkan, dan ditimbang. Jumlah lemak
dihilangkan kemudian dikalkulasi dengan menggunnakan :
DP = 100(1-T/C)E
DP adalah daya detergency, C merupakan berat sebum dalam kontrol sampe dan
T merupakan berat sebum dalam sampel.
g. Pengukuran tegangaan permukaan
Pengukuran dilakukan den mengencerkan 10% larutan shampo dalam air
suling pada suhu kamar. Bersihkan dengan stalagnometer secara seksama
menggunakan asam kuat dan air yang telah dimurnikan. Tegangan permukaan
sangat terpengaruh oleh lemak atau lubrikan lain. Data dapat dihitung dengan
rumus :
R2 =
( W 3W 1) n1
R1
( W 2W 1 ) n2 x
h. Detergen ability
Metode Thompson digunakan untuk mengevaluasi kemampuan sampel
berbusa. Rambut kusut dicuci dengan 5% larutan SLS, lalu dikeringkan dan
dibagi kedalam group dengan berat 3g. Sampel disuspensi dalam larutan nheksana yang mengandung 10% sebum tiruan dan mencampur dengan kocokan
selama 15 menit pada suhu kamar. Penghilangan solven dalam sampel dengan
cara diuapkan pada suhu kamar dan menentukan kandungan sebumnya. Langkah
selanjutnya, masing-masing sampel dibagi menjadi 2 bagian sama banyak,diui
dengan 0,1 ml dari 10% shampo dan dipertimbangkan sebagai kontrol negatif.
Setelah dikeringkan, sebum dalam sampel diekstrak dengan 20 ml n-heksana
dan ditimbang kembali. Persen daya penyabunan dapat dihitung menggunakan :
DP = 100(1-T/C)
i. Kemampuan berbusa dan stabilitas busa
Menggunakan metode cylinder shake untuk menentukan kemampuan
berbusa, 50 ml dari 1% larutan shampo dimasukkan ke dalam graduarted
cylinder 250 ml dan menutup cylinder dengan tangan dan dikocok 10 kali. Total
volume busa dalam 1 menit pengocokan direkam. Volume busa hanya kalkulasi,
segera setelah pengocokan.
j. Uji sensitisitas pada kulit
Babi guinea dibagi dalam 7 grup (n=3). Pada hari sebelum percobaan,
rambut pada punggung babi dihilangkan. Hewan dalam group 1 normal tanpa
perlakuan, grup 2, 3, 4, 5 secara berturut-turut diaplikasikan dengan formulasi
shampo F1, f2, f3, MS1 dan MS2. Shampo yang diaplikasikan pada kulit
binatang. 0,8% v/v larutan aquos formalin digunakan sebagai agen pengiritasi
kulit pada grup 7. Pemberian formalin pada hewan dilakukan selama 72 jam,
kemudian penilaian dilakukan secara visual. Dilihat eritema yang terjadi 0, none;
1, slight; 2, well defined; 3, moderate; dan 4, scar formation (severe).
k. Tes iritasi mata
Hewan dikontrol dari rumah hewan. 1% larutan shampo diteteskan ke
mata 6 kelinci albino. Kerusakan pada mata kelinci di rekam pada interval 4
detik. Reaksi terhadap iritasi dapat membuat swelling kelopak mata, inflamasi
pada iris, bernanah, perdarahan dan kebutaan.
l. Uji stabilitas
Stabilitas termal dari formulasi diuji dengan pembubuhan pada tube gelas dan
dimasukkan dalam chamber pada 45 C dan kelembaban 75%. Penampilan fisik
dan stabilitas fisika periksa untuk periode 3 bulan dalam interval 1 bulan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Formulasi dan Evaluasi dari Shampo Herbal dengan Potensi Antimikrobial
Tanaman reetha, amla, nimba, jatamansi, dan bhringraj telah dilaporkan untuk
pertumbuhan rambut dan pendingin. Berbagai parameter kontrol kualitas seperti viskositas, pH,
detergent content, dan tinggi busa telah diperiksa. Semua parameter memberikan hasil yang
menguntungkan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa bahan aktif obat
ini ketika dimasukkan dalam shampo menghasilkan produk yang lebih stabil dengan daya tarik
estetika yang baik.
Penampilan fisik: Kedua formulasi berwujud semi liquid, memiliki tekstur yang seragam dan
berbau khas. (Tabel Nomor 4)
Nilai pH: pH shampo pada rentang 6-7 yang menunjukkan tidak ada efek berbahaya pada kulit
kepala dan rambut. Kedua formulasi menunjukkan pH dekat dengan pH kulit. (Tabel 3) Hasil
Detergent content, nilai Foam dan berat jenis (wt / ml) dari kedua formulasi menunjukkan nilai
yang baik. (Tabel Nomor 3)
Stabilitas termal: Pada suhu 40 2oC dan kelembaban relatif 75 5% selama 90 hari.
Formulasi ditemukan stabil (Tabel Nomor 3)
Degradasi produk: Tidak ada degradasi produk pada 40 suhu 2 oC dan 75 5% kelembaban
relatif (Tabel No.3)
Microbial Count (cfu / gm): Hasil menunjukkan nilai yang memuaskan. (Tabel 5, Gambar1)
Persen dari Solid Contents: Jika shampo memiliki terlalu banyak padatan akan sulit untuk
bekerja di rambut atau terlalu sulit untuk dicuci. Hasil (Tabel 3)
Evaluasi Rheologi: Formulasi ini menunjukkan sifat pseudoplastic yang merupakan atribut
yang diinginkan dalam formulasi shampo. Shampo herbal menunjukkan viskositas yang tinggi
dan peningkatan laju geser, dimana ini memudahkan penyebaran shampo pada rambut. (Tabel 3)
Tegangan permukaan: Penurunan tegangan permukaan adalah salah satu mekanisme dalam
detergensi. Penurunan tegangan permukaan air dari 72,8 dyne / cm menjadi 28,76 dyne / cm
pada shampo herbal merupakan indikasi tindakan deterjen yang baik. (Tabel 3)
Studi Stabilitas Dipercepat: Pengujian stabilitas dipercepat pada formulasi F1 dan F2
dilakukan pada 40 suhu 2oC dan 75 5% kelembaban relatif dan dipelajari untuk 90 hari. Hasil
diperoleh yang sangat baik. (Tabel 6)
4.2 Formulasi Dan Evaluasi Dari Shampo Herbal Dan Didandingkan Produk Shampo Di
Pasaran
4.2.1 Hasil Evaluasi sampo herbal
Hasil inspeksi visual dari seluruh formulasi yang tercantum dalam tabel 2. Memiliki
karakteristik yang baik sehubungan dengan busa.
2. pH
pH shampo terbukti dapat meningkatkan kulitas rambut, meminimalkan iritasi pada mata
dan menstabilkan ekologi dari kulit rambut. Pada tabel 2 dapat menunjukkan pH asam
yang stabil yaitu dalam range 5,5 5,9, yang mana pH ini sesuai dengan pH kulit.
3. Persen partikel solid
Jika sampo mengandung banyak partikel padat, maka sahmpo akan susah masuk ke
dalam rambut atau susah untuk dicuci. Hasil evaluasi ditunjukkan oleh tabel 1 yaitu
antara 22-29% yang berarti shampo mudah dicuci.
4. Evaluasi rheologi
Hasi menunjukkan viskositas sampel berubah dengan peningkatan rpm, oleh karena itu
formulasi shampo mengikuti time dependent. Kedua , viskositas menurun dengan
meningkatkan rpm, jadi formulasi shampo mengikuti pseudo plastic. Formulasi
menunjukkan pseudo plastic saat didinginkan. Saat rpm rendah sampo herbal
menunjukkan viskositas yang tinggi dan meningkatkan shear rate, ini merupakan
formulasi shampo yang baik untuk rambut. Hasil ini menunjukkan uji rheologi dengan
sifat alir yang berbed-beda, menggunakan regresi linier dan non linier. Tabel 2
menunjukkan sifat alir newtonian, plastic dan pseudo plastic yang baik.
5. Dispersi kotoran
Kotoran akan tinggal dalam busa dan akan sulit untuk dibilas. Ini akan menumpuk pada
rambut. Hasil menunjukkan tidak ada kotoraan tinggal dalam busa dan menandakan
formulasinya baik.
6. Aksi membersihkan
Penghilangan sebum merupakan tujuan dari shampo. Hasil menunjukkan kesamaan
dengan kemampuan berbusa, ketika digabungkan dengan formulsi didapatkan 18-33%.
Ditunjukkan oleh tabel 4.
7. Pengukuran tegangan permukaan
Adanya penurunan teganganp ermukaan air murni sampai 40 dynes/cm dan penurunan
tegangan permukaan air dari 72,8 dynes/cm hingga 35,37 dynes/cm dengan penambahan
shampo herbal. Hasil ditunjukkan oleh tabel 4.
8. Kemampuan pembersihan
Formulasi shampo MS1, MS memberikan pembersihan yang maksimum. Formulasi
shampo F1, F2, dan F3 menghasilkan busa sedang. Hasil ditunjukkan dalam tabel 4
9. Pembentukan busa dan staabilitas busa
Semua formulasi memberikan hasil pembentukan busa yang sama dalam air murni.
Stabilitas busa ditunjukkan oleh tabel 4. Point dari evaluasi ini, menunjukkan tidak ada
korelasi antara detergency dan membusa, ini mengkonfirmasi akta bahwa shampo yang
memiliki busa banyak tidak membersihkan dengan baik.
10. Tes sensitisitas kulit
Uji tidak menunjukkan reaksi hipersensitif oleh semua formulasi.
11. Tes iritasi mata
Tidak terjadi iritasi oleh semua formulasi.
12. Study stabilitas
Stabilitas dan acceptabilitas dari organoleptis formulasi (warna dan bau)
Selama diuji kestabilan fisika kimia. Stabilitas formulasi herbal ditunjukkan oleh tabel 6.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1. Konsumen produk rambut herbal telah meningkat secara signifikan selama beberapa
tahun terakhir. Faktor-faktor seperti radiasi UV, penggunaan produk kimia keras memiliki
dampak langsung dan tidak langsung pada rambut. Untuk mengatasi masalah ini maka
dirancang sebuah shampo herbal yang tidak hanya memberikan perlindungan terhadap
rambut tetapi juga memberi efek dingin, berkilau dan untuk perawatan. Dan penelitian ini
berfokus pada potensi ekstrak herbal untuk tujuan kosmetik.
2. Shampo yang diformulasi tidak hanya aman dari bahan kimia, sebagai agen pendingin,
tetapi juga sangat mengurangi kerontokan rambut saat menyisir dan memperkuat
pertumbuhan rambut. pH shampo yang disesuaikan dengan pH kulit yaitu 5,5-5,9, ini
untuk mempertahakan mantel asam kulit kepala. Tidak adanya korelasi antara detergency
dan foaming, yang menunjukkan bahwa foaming yang banyak tidak membersihakan
dengan baik. Sehingga ini aakan mengubah presepsi konsumen shampo.
DAFTAR PUSTAKA
Paye, Marc., Barel, Andre O., Maibach, Howard I. 2006.Handbook of Cosmetic Science
Technology, Second Edition. Taylor & Francis. New York.
Namita., Nimisha. Formulation And Evaluation Of Herbal Shampoo Having Antimicrobial
Potential. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2013. 5(3).
Sharma, Richa Madhu., Shah ,Kinjal.,Patel, Janki. Evaluation Of Prepared Herbal Shampoo
Formulations And To Compare Formulated Shampoo With Marketed Shampoos.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2011. 3(4).