Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NIM
Kelas / Kelompok Praktikum
Emawati Fatima
25010115140332
D-2015 / 6
Susu pasteurisasi adalah susu yang sudah dipanaskan pada suhu 630 C selama
15 menit atau dipanaskan pada suhu 720 C selama 15 detik yang biasa sisebut
Faktor utama yang menentukan mutu susu yang telah mendapat perlakuan
tertentu adalah bahan baku, proses pengolahan dan pengemasannya. Bahan baku
adalah susu segar yang memiliki mutu tinggi terutama dalam komposisi gizinya.
Pada umumnya susu yang dikonsumsi masyarakat adalah susu olahan baik dalam
bentuk cair (susu pasteurisasi, susu UHT ) maupun susu bubuk. dan sangat kecil
peluang kita untuk mengkonsumsi susu segar
BAKTERI PATOGEN YANG DAPAT MENCEMARI SUSU
Susu dapat tercemar oleh bakteri patogen atau nonpatogen yang berasal
dari sapi itu sendiri, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih,
debu, udara, lalat dan penaganan oleh manusia (VOLK dan WHEELER, 1990).
Pertumbuhan mikroba dalam susu dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan
susu, yang ditandai oleh perubahan rasa, aroma, warna, konsistensi, dan
penampakan. Pada tinjauan ini dibahas beberapa bakteri patogen yang berpeluang
ada dalam susu antara lain:
Bacillus spp
Brucella spp
Beberapa spesies dari genus Brucella yang bersifat patogen pada manusia
adalah B. melitensis, B. abortus, B. suis dan B canis (ENRIGHT, 1990) dan
memiliki hewan target sebagai reservoir masing-masing berurutan pada kambing,
sapi, babi dan anjing (ALTON, et al., 1988). Brucella menyebabkan penyakit
brucellosis yang dapat terjadi baik pada hewan maupun manusia. Penyakit yang
terjadi bersifat zoonosis, ditularkan dari hewan ke manusia melalui kontak
langsung dengan bahan keguguran, karkas yang tercemar, minum susu sapi atau
susu hewan lain penderita brucellosis atau makan produk ternak yang tercemar
(FENSTERBANK, 1987).
B. abortus biotipe 1 telah menginfeksi sapisapi di Indonesia (SETIAWAN,
1992), sedangkan sapi-sapi perah di Jakarta terinfeksi B. abortus biotipe 1, biotipe
2 dan biotipe 3 masing-masing berurutan sebanyak 77,6; 13,2 dan 9,2%
(SUDIBYO, 1995). Pada tahun 1984 B. abortus biotipe 1 telah diisolasi dari
sampel susu sapi perah di Lawang, Malang, Jawa Timur (CHOTIAH, 2006) dan
pada tahun 1994 dari sampel susu sapi perah di Jakarta (SUDIBYO, 1995).
Walaupun B. abortus dapat mencemari susu segar, tetapi bakteri tersebut dapat
dirusak dengan perlakuan pasteurisasi.
Campylobacter spp
Enterobacter sakazakii
Listeria monocytogenes
dilaporkan bahwa 45% sampel susu dari kasus mastitis pada sapi perah di
Australia menunjukkan positif terdapat L. monocytogenes. Dilaporkan bahwa
bakteri dapat diisolasi dari susu yang sudah dipasteurisasi, keju dan es krim
(FLEMING et al., 1985).
Sejak tahun 1985 L. monocytogenes dikatagorikan dalam kelompok
foodborne pathogen pada manusia (SUTHERLAND, 1989). Bakteriemi
yangterjadi pada ibu hamil penderita listeriosis dapat menginfeksi fetus melalui
plasenta. Meningitis dan meningoensefalitis berkembang terutama pada bayi yang
baru lahir dan yang lebih dewasa. Beberapa pasien juga mengalami gejala klinis
gastroenteritis. Rataan kasus yang berakibat fatal kira-kira 30% (LUND, 1990). L.
monocytogenes tersebar luas di lingkungan umum dan akan tahan untuk periode
waktu lama. Keberadaan bakteri ini dalam susu kemungkinan akibat pencemaran
baik dari hewan, manusia dan lingkungan selama proses produksi. L.
monocytogenes tidak akan tahan hidup setelah perlakuan HTST komersial
pasteurisasi (LOVETT et al., 1990) dan akan mati dengan proses pasteurisasi
dalam batch komersial (PRENTICE, 1994)
MENCEGAH CEMARAN BAKTERI PADA SUSU
Proses produksi susu di tingkat peternakan memerlukan penerapan good
farming practices seperti yang telah diterapkan di negara-negara maju. Pakan sapi
harus diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas
dari antibiotika dan bahanbahan toksik lainnya. Sapi perah sebagai produsen susu
harus dijaga kesehatannya agar susu yang diproduksi tidak terinfeksi oleh bakteri
patogen yang dapat menimbulkan penyakit terutama yang bersifat foodborne
pathogen. Lingkungan peternakan, sanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja harus
dijaga terhadap cemaran bakteri patogen dan cara pemerahan harus dilakukan
dengan benar untuk mencegah adanya cemaran mikroorganisme khususnya
bakteri patogen. Sehingga sapi perah akan menghasilkan susu segar dengan
komposisi gizi yang baik dan sehat.
Selanjutnya pada tahapan pasca panen memerlukan penerapan good
handling practices. Penanganan susu segar yang baru diperah harus diberi
perlakuan dingin termasuk selama transportasi susu menuju tempat penampungan,
selama dalam penampungan dan menuju industri pengolahan susu (IPS).
Teknologi dalam pengolahan telah memungkinkan susu untuk disimpan lebih
lama dan dapat mengurangi tingkat cemaran bakteri. Berbagai teknologi
pengolahan susu antara lain susu pasteurisasi, pembuatan susu kental, pembuatan
susu bubuk dan susu UHT, sangat diperlukan penerapan good manufacture
practices. Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu
olahan harus dilakukan dengan sanitasi yang maksimum dengan menggunakan
alat-alat yang steril dan meminimumkan kontak dengan tangan dan seluruh proses
dilakukan secara aseptik. Pengemasan susu harus dilakukan secara higienis
dengan menggunakan kemasan aseptik, kedap udara sehingga bakteri pun tak
dapat masuk ke dalamnya.
Referensi : http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/loksp0837.pdf?secure=1