Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abstrak
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emulsi, Emulsiones, adalah sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan
yang tidak larut satu sama lain. Penandaan emulsi diantaranya dari bahasa latin
(Emulgere= memerah) dan berpedoman pada susu sebagai jenis suatu emulsi
alam.
Sistem emulsi dijumpai banyak penggunaannnya dalam farmasi. Dibedakan
antara emulsi cairan, yang ditentukan untuk kebutuhan dalam (emulsi minyak ikn,
emulsi parafin)dan emulsi untuk penggunaan luar. Yang terakhir dinyatakan
sebagai linimenta (latin linire = menggosok). Dia adalah emulsi kental (dalam
peraturannya dari jenis M/A), juga sediaan obat seperti salap dan suppositoria
dapat menggambarkan emulsi dalam pengertian fisika.
Ahli fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak
stabil secara termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling
bercampur
Pada percobaan ini kita akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan
menggunakan emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang
penting untuk diperlihatkan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak
dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan.
Dalam bidang farmasi, emulsi biasanya terdiri dari minyak
dan air.
Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fasa minyak, terdispersi di dalam fasa
air
b.
Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fasa air terdispersi di dalam fasa
minyak.
Emulsi sangat bermanfaat dalam bidang farmasi karena memiliki beberapa
keuntungan, satu diantaranya yaitu dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak
dari minyak. Selain itu, dapat digunakan sebagai obat luar misalnya untuk kulit
atau bahan kosmetik maupun untuk penggunaan oral.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sediaan emulsi?
2. Bagaimana cara pemilihan bahan eksipien dan konsentrasi yang digunakan
terhadap bahan aktif pada pembuatan sediaan emulsi?
3. Bagaimana cara pembuatan sediaan emulsi pada skala laboratorium dan
skala industri?
4. Apa saja parameter evaluasi dari sediaan emulsi yang dihasilkan?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian sediaan emulsi
2. Mengetahui cara pemilihan bahan eksipien dan konsentrasi yang digunakan
terhadap bahan aktif pada pembuatan sediaan emulsi
3. Mengetahui cara pembuatan sediaan emulsi pada skala laboratorium dan
skala industri
4. Mengetahui parameter evaluasi dari sediaan emulsi yang dihasilkan
D. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui teknologi formulasi sediaan semisolid dan
dapat mengaplikasikan pembuatan sediaan emulsi pada skala laboratorium dan
skala industri. Setelahnya dilakukan evaluasi sediaan emulsi yang terbentuk agar
mahasiswa
dapat
mengetahui
stabilitas
sediaan
emulsi
dan
dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. ( Farmakope Indonesia edisi IV
tahun 1995 hal 6). Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari
bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur .
(Ansel, 2014)
Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai fase dalam dan
medium dispers sebagai fase luar atau fase kontinu. Emulsi yang mempunyai fase
dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi minyak-alam-air dan biasanya
diberi tanda sebagai emulsi m/a . Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase
dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal
sebagai emulsi a/m.
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat
membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling
tidak bercampur. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak
dalam air memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut
mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya minyak
yang rasanya tidak enak, dengan menambahkan pemanis dan memberi rasa pada
pembawa air sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke lambung.
Berdasarkan konstituen dan maksud pemakaiannya, emulsi cair dapat
digunakan secara bermacam-macam seperti oral, topikal, atau parenteral; emulsi
semisolid digunakan secara topikal.
Teori-teori lazim yang menggambarkan cara umum untuk menguraikan cara
yang mungkin dimana dapat menghasilkan emulsi yang stabil, antara lain :
1. Teori tegangan permukaan
Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling
bercampur, kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan
pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut Tegangan Antarmuka.
Tipe system
36
A/M emulgator
79
8 18
M/A emulgator
13 15
15 18
Makin rendah nilai HLB suatu surfaktan maka akan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan akan makin hidrofil.
(Anief, 2005)
Pada sistem HLB, umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai
suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian lipofilik dengan salah satu diantaranya
lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi dengan cara yang telah
diuraikan untuk membentuk tipe emulsi. Suatu metode telah dipikirkan dimana
zat pengemulsi dan zat aktif permukaan, dapat digolongkan susunan kimianya
sebagai keseimbangan hidrofil-lipofil atau HLB-nya. Dengan metode ini, tiap zat
mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas dari zat tersebut.
Umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang ditetapkan 3
sampai 6, yang menghasilkan emulsi air dalam minyak, sedangkan zat-zat yang
mempunyai harga HLB antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak dalam
air. Dalam suatu sistem HLB, harga HLB juga ditetapkan untuk minyak-minyak
dari zat-zat yang seperti minyak. Dengan menggunakan dasar HLB dalam
penyimpanan suatu emulsi, dapat dipilih zat pengemulsi yang mempunyai harga
HLB sama atau hampir sama sebagai fase minyak dari emulsi yang dimaksud.
(Ansel, 2014 )
Bahan-bahan yang diperlukan ditambahkan dalam pembuatan emulsi, antara
lain:
1. Bahan pengemulsi sebagai emulgator
Untuk mencegah koalesensi sehingga tetesan besar menjadi tetesan kecil.
2. Bahan pengemulsi sebagai surfaktan
Untuk mengurangi tegangan permukaan antara fase eksternal sehingga
proses emulsifikasi dapat ditingkatkan.
3. Pengental
Untuk mempertinggi kestabilan emulsi
4. Pengawet
Ditambahkan untuk semua jenis emulsi terutama emulsi minyak dalam air
karena kontaminan fase minyak dan fase air mudah terjadi.
5. Zat-zat tambahan
Pemanis, pewarna, pewangi.
Ketidakstabilan emulsi yang dapat terjadi, antara lain Flokulasi dan Creaming
yaitu pemisahan emulsi menjadi beberapa lapis cairan, masing-masing lapisan
mengandung fase terdispersi yang berbeda. Cracking dan Breaking merupakan
koalesensi dan pecahnya tipe emulsi dan bersifat irreversible. Inversi fasa yaitu
perubahan yang terjadi tiba-tiba dari tipe emulsi M/A menjadi emulsi A/M atau
sebaliknya. Demulsifikasi yaitu proses pemisahan sempurna dari suatu tipe emulsi
ke dalam masing-masing komponen cair.
Emulsi bisa disiapkan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat
komponen emulsi dan perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Dalam
ukuran kecil preparat emulsi yang dibuat baru, dapat dibuat dengan tiga metode
yang umum digunakan oleh ahli farmasi di apotek. Ketiga metode tersebut adalah:
1.
Zat pengemulsi ditambahkan ke air (di mana zat pengemulsi tersebut larut) agar
membentuk suatu mucilago, kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk
membentuk emulsi.
3.
Digunakan untuk minyak menguap dan minyak-minyak yang kurang kental dan
merupakan suatu variasi dari metode gom kering.
Kestabilan
termodinamik
emulsi
berbeda
dari
kestabilan
seperti
B. Aspek Biofarmasetika
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia
formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat.
Bioavailabilitas menyatakan
kecepatan dan jumlah obat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik. Biofarmasetik
bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik
agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Faktor-faktor dalam bioavailabilitas obat yaitu: Proses absorbsi sistemik
suatu obat meliputi Disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat,
Pelarutan obat dalam media aqueous, Absorbsi melewati membran sel menuju
sirkulasi sistemik.
Faktor-faktor fisiologik yang berkaitan dengan absorbsi obat
1. Perjalanan obat melewati membran sel
Faktor utamanya adalah kelarutan molekul dalam lipid. Obat-obat yang
lebih larut dalam lemak lebih mudah melewati membran sel daripada obat yang
kurang larut dalam lemak (larut air). Obat-obat yang mudah ter-ion akan larut
dalam air sehingga sulit melewati membran daripada obat yang dalam bentuk
molekul (tak terion).
2. Difusi Pasif
Merupakan bagian terbesar dari proses transmembran bagi umumnya obatobat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat
pada kedua sisi membran sel.
3. Transpor Aktif
Adalah proses transmembran yang diperantarai oleh pembawa (carrier)
yang memainkan peran penting dalam sekresi ginjal dan bilier dari berbagai obat
dan metabolit.
konsentrasi, misal dari konsentrasi rendah ke tinggi, maka sistem ini memerlukan
energi. Molekul pembawa bisa sangat selektif terhadap molekul obat.
4. Difusi yang dipermudah (Fasilitated Diffusion)
Merupakan sistem transport yang diperantarai pembawa, berbeda dengan
transport aktif, obat bergerak oleh karena perbedaan konsentrasi dan tidak
memerlukan energi.
5. Pinositosis (Transpor Vesikular)
Merupakan proses pemecahan partikel atau bahan terlarut oleh sel.
Pinositosis merupakan pemecahan solute kecil atau cair. Selain pinositosis juga
Bentuk
Obat dalam
bentuk amorf menunjukkan laju pelarutan yang lebih cepat daripada obat dalam
bentuk kristal.
4. Faktor formulasi yang mempengaruhi pelarutan obat
Misalnya bahan pensuspensi, bahan pelincir tablet, surfaktan, pembentukan
garam dan kompleks, perubahan pH.
C. Bahan Aktif (Paraffin Liquid)
Pada teknologi formulasi sediaan emulsi, bahan aktif yang digunakan adalah
Paraffin Liquidum (Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 hlm. 445, FI
IV hlm. 652)
1. Sifat Fisikokimia
Pemerian
Transparan,
tidak
berwarna,
cairan
kental,
tidak
: Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air, Larut dalam
jenis minyak lemak hangat.
Stabilitas
HLB Butuh
: 10 12 (M/A). 5 6 (A/M)
Inkompatibilitas
Penyimpanan
2. Dosis
Titik didih
Bulk Density
Flash Point
Melting Point
Tekanan Uap
Viskositas
Kelarutan
: 265 oC
: 0,48-0,6 g/cm3
: 127 oC
: 70 oC
: 1,33 Pa (0,01 mmHg) 20 oC
: 3,47 mm2/s (3.47 cSt) 80 oC
: Praktis tidak larut dalam air, gliserin,
propilenglikol,
alkalihidroksida
larutan
dan
mencairkan
yang
tertutup
baik,terlindung dari cahaya. Lebih stabil jika disimpan tempat dingin dan kering.
c. Inkompatibilitas
Butylated Hydroxytoluene merupakan golongan fenol dan sangat
inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan permanganat.
d. Metode Produksi
Butylated Hydroxytoluene dibuat dari reaksi P-cresol dengan Isobutane.
2. Metilselulosa
a. Sifat Fisikokimia dan Mekanika
Bulk Density : 0,276 g/cm3
Tap Density
: 0,464 g/cm3
: 5-8
Kelarutan
dengan etanol,
Ph
: 6,6
Kelarutan
: Larut dalam etanol pada 102 bagian, larut dalam 3,5 bagian
propilenglikol, larut dalam 1,2 bagian air, praktis tak larut dalam
propanol.
(Struktur alkohol)
Pemerian
Titik didih
: 78,15oC
Kelarutan
Fungsi
: Pengawet (>10%)
Alkohol akan tetap stabil dan stabil jika diletakkan di autoklaf atau filtrasi
dan penyimpanannya diletakkan ditempat yang tepat yaitu pada tempat yang
dingin.
c. Inkompatibilitas
Pada kondisi asam etanol dapat bereaksi dengan bahan pengoksidasi.
d. Metode Produksi
Etanol dihasilkan dari fermentasi tepung, gula dan karbohidrat lainnya
secara enzimatik.
5. Vanillin
a. Sifat Fisikokimia dan Mekanika
Titik didih
: 284-285 oC
Titik leleh
: 81-83 oC
Bulk Density : 0,6 g/cm3
Kelarutan
Titik didih
: 100 oC
Melting Point : 0 oC
Viskositas
Kelarutan
C setelah itu uap akan memasuki proses kondesasi dengan yaitu kondensor yang
E. Parameter Evaluasi
1. Organoleptis
Uji organoleptik atau uji indera atau uji sensori merupakan cara pengujian
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai peranan penting
dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi
kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk
2. pH sediaan
Uji nilai pH, prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan
pengukuran aktivitas ion hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan
menggunakan pH meter.
3. Viskositas
Uji viskositas, viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan
untuk mengalir, makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya.
4. Penentuan Tipe Emulsi
Untuk menentukan tipe emulsi dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Metode zat warna
1) Sudan III
Merupakan zat warna yang larut dalam minyak, tetapi tidak larut dalam air
jika ke dalam larutan ditambahkan sudan III, setelah diaduk warna merah menjadi
semakin jelas menunjukan bahwa emulsi adalah tipe a/m, tetapi jika warna merah
suram semakin tidak tampak menunjukkan emulsinya adalah m/a.
2) Metilen blue
Merupakan zat warna yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam minyak.
Jika zat ini diteteskan pada emulsi berwarna seragam maka air merupakan fase
luar dan emulsi ini bertipe m/a.
b. Metode Electrical Conductivity
Air dapat menghantarkan arus listrik sedangkan minyak tidak. Alatnya
terdiri dari kawat dengan 2 elektrode yang dicelupkan dalam emulsi dan
dihubungkan dengan lampu neon. Jika lampu menyala dalam air maka merupakan
medium pendipers dan emulsinya merupakan tipe m/a. Bila lampu tidak menyala
maka minyak merupakan medium pendispers dan emulsinya adalah tipe a/m.
c. Metode pengenceran fase
Jika ke dalam emulsi ditambahkan sedikit air maka setelah pengocokan dan
pengadukan diperoleh kembali emulsi yang homogen sehingga emulsinya adalah
tipe m/a. jika emulsi dicampur minyak maka akan menyebabkan pecahnya
emulsi. Pada emulsi a/m akan diperoleh sebaliknya.
d. Fluoresensi
Karena minyak berfluoresensi seluruhnya dan emulsinya m/a menunjukkan
pola titik-titik.
5. Penentuan Ukuran Droplet/partikel
Uji analisis ukuran droplet:
a. Dikalibrasi skla okuler
b. Dibuat emulsi encer partikel yang akan diamati di atas Objek glass, tutup
dengan cover glass.
c. Diambil micrometer objektif diganti dengan objek glass yang berisi sampel,
kemudian dimulai pengukuran diameter droplet (>300 droplet)
d. Dilakukan pengelompokkan, ditentukan ukuran droplet terkecil dan terbesar
dari seluruh sampel, dibagi kedalam interval dan kelas
e. Ditentukan diameter droplet
BAB III
METODE KERJA
A.
1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
2.
a.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
b.
1)
3.
1)
2)
3)
4)
B. Metode Kerja
1. Skala Industri
a. Dilakukan penimbangan terhadap semua bahan:
Nama Bahan
Paraffin cair
Vanillin
BHT
Metilselulosa
Etanol 95%
Sodium Sakarin
Aquades
Jumlah
150 mL
30 mg
1,5 g
3g
30 mL
0,025 g
Ad 300 mL
Jumlah
150 mL
30 mg
1,5 g
3g
30 mL
0,025 g
Ad 300 mL
telah ditimbang 3 g ke dalam aquades
72,61 mL.
c. Ditambahkan paraffin cair sebanayak 150 mL
d. Dilakukan pengadukan cepat dengan menggunakan
mixer
hingga
didapatkan emulsi yang putih menyerupai susu (ad korpus emulsi), sisihkan.
e. Dimasukkan vanillin 30 mg kedalam gelas kimia dan larutkan dengan etanol
95% sebanyak 30 mL. Setelah homogen, ditambahkan BHT 1,5 g aduk ad
homogen.
f. Dilarutkan sodium sakarin 0,025g dengan 25 mL aquades menggunakan
gelas kimia.
g. Ditambahkan sisa air 47,6 mL kedalam gelas kimia.
h. Dimasukkan dimasukkan campuran tersebut kedalam mixer, diaduk hingga
semua bahan tercampur dan diperoleh emulsi yang menyerupai susu.
i. Diberikan kemasan primer (botol coklat) dan kemasan sekunder.
BAB IV
4.2 HASIL PENELITIAN
4.2.1 Preformulasi
a. Perhitungan
50
Paraffin cair
= 100 x 100 = 50 mL
0,0 1
x 100=10 mg
100
Vanillin
BHT
0,5
= 100 x 100 = 500 mg
Metilselulosa
1
= 100 x 100 = 1 g
Etanol 95%
= 100
0,075
x 100 = 75 m g
10
Sodium Sakarin = 100 x 100 = 75 mg
b. Tabel Formula
Nama Bahan
Paraffin cair
Vanillin
BHT
Metilselulosa
Etanol 95%
Sodium Sakarin
Aquades
4.2.2 Uji Organoleptis
Warna
Puti susu agak
kekuningan
Jumlah per
kemasan
50 mL
10 mg
500 mg
1000 mg
10 mL
75 mg
100 mL
Jumlah per
Batch
150 mL
30 mg
1,5 g
3g
30 mL
0,025 g
Ad 300 mL
Rasa
Rasa sepet agak manis
Fungsi
Bahan aktif
Flavour
Antioksidan
Emulgator
Pemanis
Pengawet
Pelarut
Bau
Bau vanillin
pengawet yaitu Etanol 95% untuk menjaga stabilitas sediaan yang dibuat dengan
cara mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Selanjutnya sediaan yang telah jadi dilakukan evaluasi. Tujuan dari evaluasi
sediaan yaitu untuk melihat ketstabilan yang dilihat dari parameter-parameter
yang telah ditentukan dan kemudian dibandingkan dengan teori sediaan emulsi
secara ideal. Uji evaluasi pertama yaitu Uji Organoleptis yang terdiri dari rasa
baud an warna. Hasil dari uji organoleptis adalah berwarna putih susu agak
kekuningan, bau vanillin dan rasanya sepet agak manis. Untuk evaluasi sediaan
hanya bisa hingga uji organoleptis saja. Untuk uji evaluasi viskositas tidak
dilakukan tetapi menurut teori idealnya viskositas 110-230 mPas pada suhu 20oC.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan percoban yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Sediaan emulsi sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
2. Emulsi paraffin dengan viskositas 110-230 mPas, berwarna putih agak
kekuningan, bau vanillin dan rasanya agak manis tapi sedikit sepet.
5.2
Saran
Lebih diperhatikan dan lebih teliti pada saat proses pembuatan terutama
menggunakan alat-alat seperti mixer, dkk. Praktikan lebih tepat dalam manajemen
waktu agar sediaan yang telah dibuat dapat dievaluasi secara keseluruhan
sehingga data yang diperoleh dapat dibandingkan dengan teori sediaan emulsi.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1998. Pengantar Bukus Sediaan Farmasi Edisi 4. Diterjemahkan oleh
Farida Ibrahim.UI Press. Jakarta.
Ansel, H.C. 2014. Pengantar Bukus Sediaan Farmasi Edisi 4. UI Press. Jakarta.
Anief, Moh..2005. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Parrot, L.E. 1970. Pharmaceutical technology. Burgess Publishing Company.
Mineneapolis.
Rowe, R.C., Sheckey, P.J. and Quinn, M.E. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association, London..
Shargel, L. and Yu, A. 2012. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics. 4th
Edition. Mcgraw-Hill. New York.