Diketik ulang oleh Dokter M uda Bagian Penyakit Syaraf FKURRSUA Arifin Achmad Perode 7 Juli -9 Agustus 2014
BAB 1
10
lama. Rerata usia kasus baru adalah 25,06 16,9 tahun, sedangkan rerata usia pada
kasus lama adalah 29,2 16,5 tahun. Sebanyak 77,9% pasien berobat pertama kali ke
dokter spesialis saraf, 6,8% berobat ke dokter umum, sedangkan sisanya berobat ke
dukun dan tidak berobat.
I NSI DENSI
Insidensi median epilepsi di dunia 50,4 per 100.000/tahun (33,6-75,6). Pada negara
dengan pendapatan per kapita yang tinggi, insidensi median 45,0 (30,3-66,7) dan paada
negara dengan pendapatan per kapita menengah dan rendah adalah 81,7 (28,0-239,5).5
Di Asia, contohnya adalah insidensi epilepsi di Cina adalah 35/100.000 orang
per tahun, dan di India 49,3/100.000 orang per tahun.3,6 Puncak insiden di negara Cina
(Shanghai) pada usia 10-30 tahun dan >60 tahun, sedangkan di India puncaknya pada
usia 10-19 tahhun.3
Insidens epilepsi di negara maju mengikuti distribusi bimodal dengan puncak
pertama pada usia balita dan puncak kedua pada usia 65 tahun.7 Angka insiden di negara
maju dilaporkan >130/100.000 orang/tahun pada usia > 65 tahun, 160/100.000
orang/tahun pada usia >80 tahun. Insiden status epileptikus dilaporkan sebesar 6080/100.000 orang/tahun setelah usia 60 tahun, dengan angka mortalitas 2 kali lebih
besar dibandingkan dewasa muda. Sekitar 35% kasus epilepsi yang baru ditemukan
pada usia lanjut (>75 tahun) adalah status epileptikus. 8,9
Pada negara sedang berkembang insidens epilepsi lebih tinggi sekitar (100190/100.000 orang/tahun). Distribusi bimodal tidak tampak pada negara berkembang.
Beberapa negara berkembang melaporkan puncak insiden epilepsi tertinggi pada usia
dewasa muda, tanpa peningkatan pada usia tua. 8,9,10
BEBAN SOSI AL DAN EKONOM I
Epilepsi memberikan beban kesehatan di dunia secara global sebesar 0,5%. Di India,
beban biaya pengobatan diperkirakan sebesar USD 344 per tahun per kasus epilepsi
(atau 88% dari rerata pendapatan per kapita penduduk). Biaya total yang diperlukan
untuk biaya pengobatan 5 juta kasus epilepsi adalah sama dengan 0,5% anggaran
belanja negara di India.1 Di negara maju seperti Amerika Serikat, biaya pengobatan
11
epilepsi mencapai USD 12,5 triliun per tahun, 14% adalah biaya pengobatan langsung
dan 86% biaya tidak langsung.11
Di negara sedang berkembang, diperkirakan pasien epilepsi tidak
mendapatkan pengobatan yang diperlukan. Sekitar 9 dari 10 pasien epilepsi di Afrika
tidak mendapatkan pengobatan (treatment gap). Di beberapa negara dengan pendapatan
rendah dan menengah, ketersediaan obat antiepilepsi (OAE) sangat rendah dan harga
OAE relative mahal. Ketersediaan OAE generic sekitar kurang dari 50%. 1
M ORTALI TAS
Angka mortalitas akibat epilepsi di negara berkembang dilaporkan lebih tinggi
dibandingkan negara maju. Di Laos dilaporkan case fatality rate mencapai 90,0 per
1000 orang pertahun . Angka mortalitas epilepsi pada anak di Jepang dilaporkan 45 per
1000 orang pertahun. Di Taiwan 9 per 1000 orang pertahun , dimana orang dengan
epilepsi memiliki resiko kematian 3 kali lebih tinggi dibandingkan populasi normal. 3
Insiden SUDEP (Sudden Unexpected Death) mencapai 1,21/1000 pasien, wanita
leboih tinggi darai laki-laki. Jenis bangkitan dengan risiko SUDEP tertinggi adalah
tonik klonik.10
12
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Epilepsi. WHO fact sheet October 2012; number 999. Available at: http://
www.who.int/mediacentre/factsheet/fs 999/en/. Diunduh pada tanggal 28 Februari
20014.
2. Ngugi AK, Bottomley C, Kleinschmidt I, Sander JW, Newton C.Estimation of
the burden of active and life epilepsi: A meta analytic approach. Epilepsi 2010;
51(5): 883-90.
3. Li SC, Schoenberg BS, Wang CC, Cheng XM, Zhou SS, Bolis CL. Epidemiology
RI HSLOHSVL LQ XUEDQ DUHDV RI SHRSOHs republic of China. Epilepsia 1985; 26(5):
391-4.
4. Mac TL, Tran DC, Quet F, Odermatt P, Peux PM, Tan CT. Epidemiolog,
aetology, and clinical management of epilepsi in Asia: A systematic review.
Lancet Neurol 2007; 6: 533-43.
5. Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Epidemiuologi pasien epilepsi di 18 rumah
sakit di Indonesia. 2003 (data primer)
6. Ngugi AK, Kariuki SM, Bottmley C, Kleinshmidt I, Sander JW, Newton CR.
Incidence of Epilepsi: A Systematic review and meta analysis. Neurology 2011;
77: 1005: 31-2.
7. Lim SH. Seizures and epilepsi in the elderly: Epidemiology and etiology of
seizures and epilepsi in the elderly in Asia. Neurology Asia 2004; 9 (Suppl.1): 312
8. Banerjee PN, Filipi D, Hauser WA, The descriptive epidemiogy of epilepsi- a
review. Epilepsi Res. 2009; 85(1): 31-45.
9. Li S, Wang X, Wang J. Cerebrovascular disease and post-traumatic epilepsi.
Neurol Asia 2004; 9(suppl): 12-3.
10. Hui AC, Kwan P. Epidemiology and management of epilepsi in Hong Kong: an
overview. Seizure 2004; 13: 244-6
11. Cardarelli WJ, Pharm D, Smith BJ. The burden of epilepsi to patiens and payer.
Am J Manag Care 2010 Dec; 16 (12 Suppl): S331-6.
13
BAB 2
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus
spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitf, dan somatomotor. 2
KLASI FI KASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi (ILAE) terdiri
atas dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi
untuk sindrom epilepsi.
14
Klasifikasi I LAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi 3
1. Bangkitan parsial/fokal
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1. Dengan gejala motorik
1.1.2. Dengan gejala somatosensorik
1.1.3. Dengan gejala otonom
1.1.4. Dengan gejala psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2. Bangkitan yang disertai gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1. Parsial sederhana yang menjadi umum
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan umum
2.1 Lena (absence)
2.1.1 Tipikal lena
2.1.2
Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi I LAE 1989 untuk epilepsi dan sindrom epilepsi 4
1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsi with centrotemporal spikesI)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital.
1.1.3 Epilepsi prmer saat membaca (primary reading epilepsi)
1.2 Simtomatis
1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(.RMHQLNRZV6\QGURPH)
15
1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3 Epilepsi lobus temporal
1.2.4 Epilepsi lobus frontal
1.2.5 Epilepsi lobus parietal
1.2.6 Epilepsi oksipital
1.3 Kriptogenik
2. Epilepsi umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4
2.1.5
2.1.6
2.1.7
2.1.8
Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9
2.2.2
Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3
2.2.4
2.3 Simtomatis
2.3.1
Etiologi nonspesifik
Sindrom spesifik
2.3.3
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
16
3.1 Bangkitan umum dan fokal
3.1.1
Bangkitan neonatal
3.1.2
3.1.3
3.1.4
3.1.5
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Fisher S.G; Acevedo C; Arzimanoglou A et.al. A Practical Clinical Definition of
Epilepsi. Epilepsia 2014: 1-8
2. Rudolf G; Valenti MP; Hirsch E. Genetic Reflex Epilepsies. Orphanet Encyclopedia,
March 2004. http//www.orpha.net/data/patho/GB/uk-GeneticReflexEpilepsies.pdf
3. Commission on Classification and Terminology of the International Leage Against
Epilepsi. Proposal for Revised Clinical and Electroencephalographic Classification
of Epileptic Seizure. Epilepsia 1981; 22: 489-501
4. Commission on Classification and Terminology of International Leage Against
Epilepsi. Proposal for Revised Classsification of Epilepsies and Epileptic Syndrome.
Epilepsia July-August 1989; 30(4):389-99.
5. Panayiotopoulus CP. The Epilepsies Seizure, Syndrome and Management. Blandom
Medical Publishing. UK; 2005; 1-26.
18
BAB 3
19
dapat diminta menirukan gerakan bangkitan atau merekam
video saat bangkitan)
o Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan?
o Apakah terdapat perubahan pola dari bangkitan sebelumnya
o Aktivitas penyandang saat terjadi bangkitan, misalnya saat
tidur, saat terjaga, bermain video game, berkemih, dan lainlain.
x Pasca bangkitan/ post- iktal:
x Bingung, langsung sadar, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, 7RGGs
paresis.
b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis,
alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang
antara bangkitan, kesadaran antara bangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
i. Jenis obat antiepilepsi
ii. Dosis OAE
iii. Jadwal minumOAE
iv. Kepatuhan minum OAE
v. Kadar OAE dalam plasma
vi. Kombinasi terapi OAE
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik
maupun
sistemik
yang
mungkin
menjadi
penyebab
maupun
komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis2
Pemeriksaan fisik umum
Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi, misalnya:
20
Trauma kepala
Tanda-tanda infeksi
Kelainan congenital
Tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan neurologis3
Untuk mencari tanda-tanda defisit neurologis fokal atau difus yang dapat
berhubungan dengan epilepsi. Jika dilakukan dalam beberapa menit setelah
bangkitan, maka akan tampak pascabangkitan terutama tanda fokal yang tidak
jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi, seperti:
-
Paresis Todd
Afasia pascaiktal
3. Pemeriksaan penunjang
x
21
Resonance Spectroscopy (MRS)
bermanfaat
dalam
memberikan
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan hematologis
Pemeriksaan ini mencakup hemoglobin, leukosit dan hitung jenis,
hematokrit, trombosit, apusan darah tepi, elektrolit (natrium,
kalium, kalsium, magnesium), kadar gula darah sewaktu, fungsi
hati (SGOT/SGPT), ureum, kreatinin dan albumin.
-
22
o EKG
DI AGNOSI S BANDING6
Ada beberapa gerakan atau kondisi yang menyerupai kejang epileptic, seperti pingsan
(Syncope), reaksi konversi, panik dan gerakan movement disorder. Hal ini sering
membingungkan klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatannya. Tabel 3.1
menunjukkan beberapa pembeda antara kejang epileptic dengan berbagai kondisi yang
menyerupainya.
23
24
25
26
27
28
29
30
DI AGNOSI S BANDING SI NDROM EPI LEPSI 8,9,10
Apabila diagnosis epilepsi sudah dapat ditegakkan, maka kita akan dihadapkan pada
berbagai sindromepilepsi. Penentuan sindrom yang tepat sangat mempengaruhi
keberhasilan terapi.sindrom epilepsi memiliki beberapa perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Panayiotopoulos CP. The Epilepsies Seizure, Syndromes and Management.
Blandom Medical Publishing. UK; 2005; 1-26
2. Steinlein, OK. Genetic Mechanisms That Underlie Epilepsi. Neuroscience
2004; 400-408.
3. Engel J. Fejerman N, Berg AT, Wolf P. Classification of Epilepsi. In Engel
J, Pedley TA. Epilepsi A Comprehensive Textbook 2 nd Ed. Voln one.
Lippincott Williams & Wilkins. USA; 2008; 767-772.
4. Molshe SL, Pedley TA. Overview: Diagnostik Evaluation In Epilepsi, A
comprehensive Texbook/ editors Jerome Engel JR. Tomothy A. Pedley, 2 nd
ed, Vol I, Lippincott Williams & Wilkins, 2008, pp: 783-784.
5. Leppik, IE. Laboratory Tests. In Epilepsi A Comprehensive Textbook/
editors Jerome Engel JR. Tomothy A Pedley, 2 nd ed, Vol I. Lippicott
Williams & Wilkins, 2008, pp: 791-796.
6. Scottish Intercollegiate Guidelines Network. Diagnosis and Management of
Epilepsi in Adults A national Clinical Guideline. SIGN.2003.
7. NICE. The Epilepsies: The diagnosis and management of the Epilepsies in
adult and children in primary and secondary care. NICE Clinical Guideline.
2012. pp 76-79.
8. Harsono. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi dan Penjelasannya dalam Epilepsi.
Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. 2007. Hal: 26-35.
9. Wyllie E. Appendix Proposal for Revised classification of Epilepsies and
Epileptic Syndrome in the Treatment of Epilepsi; Principles and Practice,
Philadelphia/Lodon, 1993, pp: 494-497.
10. Khalil BA, Misulis KE. Pattern of EEG Activity in Certain Forms of
Epilepsi in Atlas of EEG and Sezure Semiology, Philadelphia, 2006, pp:
153-154.
BAB 4
TERAPI
31
3-9
x Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis
bangkitan (Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi (Tabel 2).
x Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping (Tabel 3).
x Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
32
x Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai
kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi
bangkitan saat penurunan OAE pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila
responsyang didapat buruk, kedua OAE hareus diganti dengan OAE yan g lain.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua,
tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah
maksimal.9
x OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
x Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila:10,11
o
Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis
herpes.
33
x Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 4.4), demikian pula halnya dengan
profil farmakologis tiap OAE (Table 4.5) dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE
(Tabel 4.6)
x Strategi untuk menceghah efek samping:
o
Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada
sindrom epilepsi dan karakteristik penyandang.
OAE
Bangkitan
fokal
Phenytoin
Carbamazepine
Valproic acid
Phenobarbital
Gabapentin
Lamotrigine
Topiramate
Zonisamide
Levetiracetam
Oxcarbamazepine
Clonazepam
+ (A)
+ (A)
+ (B)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (A)
+ (A)
+ (C)
+ (C)
Bangkitan
umum
sekunder
+ (A)
+ (A)
+ (B)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (A)
+ (A)
+ (C)
-
Bangkitan
tonik
klonik
+ (C)
+ (C)
+ (C)
+ (C)
?+ (D)
+ (C)
+ (C)
?+
?+ (D)
+ (C)
-
Bangkitan
lena
Bangkitan
M ioklonik
+ (A)
0
0
+ (A)
?
?+
?+
-
+(D)
?+
?+? + (D)
?+
?+
-
Level of confidence:
A: efektif sebagai monoterapi; B: sangat mungkin efektif sebagai monoterapi; C:
mungkin efektif sebagai monoterapi; D: berpotensi untuk efektif sebagi monoterapi
34
35
36
37
38
39
40
41
42
PENGHENTI AN OAE5,6,18
Pada dewasa; penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5
tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien.
Dalam hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu
syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah
OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
x Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal
x Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
x Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat
waktu 3-6 bulan
x Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaan sebagai berikut:5,19,20
x Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi
x Epilepsi simtomatis
x Gambaran EEG yang abnormal
x Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE
x Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom
epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada
epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial kriptogenik/simtomatis, 8595% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
x Penggunaan lebih dari satu OAE.
x Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih kecil
pada penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima
tahun).20
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum
pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali.
Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan bila: 6
x Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama
x Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi
43
x Berencana untuk hamil
x Dipertimbangkan untuk penghentian terapi.
TERAPI TERHADAP EPI LEPSI RESI STEN OAE
Yang dimaksud dengan epilepsi resisten OAE adalah kegagalan setelah mencoba dua
OAE pilihan yang dapat ditoleransi, dan sesuai dosis ( baik sebagai monoterapi atau
kombinasi) yang mencapai kondisi bebas bangkitan. 21
Sekitar 25-30% penyandang akan berkembang menjadi epilepsi resisten OAE. 22
Penanganan epilepsi resisten OAE mencakup hal-hal sebagai beriku:23
x
Kombinasi OAE
Terapi NonFarmakologis
x Stimulasi N.Vagus8,32
Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi
refrakter usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Dapat
digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.
x Deep Brain Stimulation
x Diet ketogenik8
x Intervensi Psikologi
Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback
Tabel 4.7 Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi resisten OAE
Kombinasi OAE
I ndikasi
Sodium Valproat+etosuksimid
Bangkitan Lena
Karbamasepin+sodium valproat
Sodium Valproat+Lamotrigin
Topiramat+Lamotrigin
pemulihan kesadaran. Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai
bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. SE merupakan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna
menghentikakn bangkitan ( dalam waktu 30 menit). 24-26 Dikenal dua tipe SE; SE
konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan
motorik).
Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif8
Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau
bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan.
Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif8
Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan
elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik
termasuk perubahan perilaku atau DZDUHQHVV
SE dibedakan dari bangkitan serial ( frequent seizures), yaitu bangkitan tonik
klonik yang berulang tiga kali atau lebih dalam satu jam.
Klasifikasi Status Epileptikus
Berdasarkan klinis:
-
SE fokal
SE general
Berdasarkan durasi:
-
SE Refrakter ( bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )
SE-NK Umum
SE-NK fokal
45
Terdapat kesulitan monitor jalan napas, pernapasan, sirkulasi, atau tanda vital
lain.
Terapi OAE harus diberikan bersama sama dengan terapi emergensi. Pilihan
obat tergantung dari terapi sebelumnya, tipe epilepsi, dan klinis. Apapun OAE yang
digunakan sebelumnya, harus dilanjutkan dengan dosis penuh. Bila phenitoin atau
Phenobarbital telah diberikan pada terapi emergensi, dosis rumatan dapat diberikan
secara oral atau intravena dengan monitor kadar obat dalam serum. OAE rumatan lain
dapat diberikan dengan dosis loading peroral. Bila pasien sudah bebas bangkitan selala
12-24 jam dan terbukti kadar obat dalam plasma adekuat, maka obat anestesi dapat
diturunkan perlahan.8
Tabel 4.8 Protokol penanganan status epileptikus konvulsif8
Pemeriksaan Umum
Stadium 1 (0-10 menit)
SE Dini
Pertahankan patensi jalan napas dan resusitasi
Berikan oksigen
Periksa fungsi kardiorespirasi
Pasang infuse
Stadium 2 (0-30 menit)
Monitor pasien
Pertimbangkan kemungkinan kondisi non epileptic
Terapi antiepilepsi emergensi
Pemeriksaan emergensi (lihat di bawah)
Berika glukosa (D50% 50 ml) dan/atau thiamine 250 mg i.v bila ada kecurigaan
penyalahgunaan alkohol atau defisiensi nutrisi
Terapi asidosis bila terdapat asidosis berat
Stadium 3(0-60 menit)
SE M enetap
Pastikan etiologi
Siapkan untuk rujuk ke ICU
Identifikasi dan terapi komplikasi medis yang terjadi
Vasopressor bila diperlukan
Stadium 4 (30-90 menit)
Pindah ke ICU
Perawatan intensif dan monitor EEG
Monitor tekanan intrakranial bila dibutuhkan
Berikan antiepilepsi rumatan jangka panjang
46
47
48
49
STATUS EPI LEPTI KUS NON KONVULSI F27
x Dapat ditemukan pada 1/3 kasus SE
x
Terapi pilihan
Benzodiazepin I.V./ oral
Clobazam oral
SE Lena atipikal
Valproate oral
SE Tonik
Lamotrigine oral
SE nonkonvulsivus pada Phenytoin i.v. atau
penyandang koma
Phenobarbital
Terapi lain
Valproate i.v
Lorazepam/Phenytoin/
Phenobarbital i.v.
Benzodiazepine
Lamotrigine,
topiramate,
methylphenidate,
steroid
oral
methylphenidate, steroid
Anestesia
dengan
thiopentone, Phenobarbital,
propofol atau midazolam
50
51
52
DAFTAR PUSTAKA
1. David W. Chadwick, Roger J. Porter, Emilio Perucca, John M. Pellock:
Overview: General approaches to treatment. In Engel J, Pedley TA. Epilepsi A
Comprehensive Textbook 2nd Ed.Vol one. Lippincott Williams & Wilkins. USA
1117-1118.
2. John M. Freeman, Timothy A. Pedley. Indications for treatment. In Engel J,
Pedley TA. Epilepsi A Comprehensive Textbook 2nd Ed.Vol one. Lippincott
Williams & Wilkins. USA 1119-1123.
3. Panayiotopoulos CP.General Aspects on the Diagnosis of Epileptic Seizures
and Epileptic Syndrome in Clinical Guide to Epileptic syndrome and their
Treatment. Based on the new ILAE diagnostic cheme. Ozfordshire: Blandon
Medical Publishing, 2010, pp: 172-199
4. Lawrence J, Hirsch, Timothy A. Pedley. Goals of Therapy. In A Comprehensive
Textbook 2nd Ed.Vol.1. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.2008;
1125-1128.
5. Dulac O, Leppik IF. Initiating and Discontinuing Treatment in Comprehensive
Textbook Epilepsi. Lippincott-Raven 1st ed. Philadelphia.1998; 1237-46
6. Brodie MJ,Schacter SC,Kwan P. Fast Facts: Epilepsi 3 rd Ed. Health Press
Limited. UK 2005:37-84
7. Cockerell OC.Shorvon OD.Epilepsi current concepts. London: current Medical
Literature 1996.
8. National institute of clinical Excellence. The epilepsies: the diagnosis and
management of the epilepsies in adult and children in primary and secondary
car. NICE Clinical guideline 137. London January,2012
9. KwanP, Schacter SC, Brodie MJ. Drug resistant epilepsi. New England Journal
Medicine 2011: 365: 919-26. (Supplementary appendix)
10. Gummit RJ. The Epilepsi Handbook: The practical management of seizure. 2 nd
ed
53
12. Walker MC.Shorvon SD. Emergency Treatment of seizures and status
epilepticus. In the Treatment of Epilepsi 2nd ed. Blackwell science. USA 2004;
227-43
13. Menachem EB, French JA. Choice of antiepileptic drug. In in epilepsi A
Comprehensive Textbook /editors Jerome Engel JR., Tomothy A. Pedley, 2 nd ed,
vol 1, Lippincot Williams & Wilkins, 2008,pp: 1295-1300
14. Tracy Glauser, Elinor Ben-Menachem, blaise burgeois, Avital Cnaan, CARLOS
*XHUUHLUR 5HHWD .DOYLDLQHQ 5,&+$5' PDWVRQ -DFTuiline A. French,
Emilio Perruca, Torbjorn Tomson for the ILAE subcommission of AED
Guideline updated ILAE evidence review of antiepileptic drug efficacy and
effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizure drug syndromes.
Epilepsia: 1-13,2013.
15. Ballaban Gill K, Jacquiline A. French. Selection of antiepileptic Drugs.
Continum, August 2004.10(4); 80-89
16. Roger J, Porter, David C. Overview: General approach to treatment, in: Engel J,
Pedley TA. epilepsi A Comprehensive Textbook Lippincot Raven , Philadelphia.
1997; 1101-6
17. Brodie MJ, Dicter MA. Antiepileptic Drug . N Eng J Med.1996;334:168-175
18. Sorvon S Handbook Epilepsi of Treatment. Blacwell science. Toronto 2000;3484
19. Devinsky O. Patient with Refractory seizures. N Eng J Med. 1999;340:1565-70
20. Medical Research Council anti epileptic dryg withdrawal in patients in
remission. Lancet 1991;337:1175-80
21. Patrick Kwan, Alexis Arzimanoglou, Anne T berg, Martin J. Brodie w, Allen
+DXVHU *DU\ 0DWKHUQ 6RORPRQ / 0RVKH (PLOLR 3HUXFFD 6DPXHO :LHEH
Jacqqquiline French. Definition of drug resistant epilepsi: Consensus Proposal
by the ad hoc Task Force of the ILAE commission of theraupetic strategies
epilepsia, 51(6): 1069-1077, 2010.
22. Leppik IE. Intractable Epilepsi In adult in intractable seizure. Diagnosis
treatment and prevention. Advances in experimental medicine and biology.2002.
Vol 497:1-7
54
23. Alving j. what is Intractable Epilepsi? In Johannesen si, gram I, Sillapa M,
Thomson T, Intractable Epilepsi. UK. Wrigton Biomedical Publishing 1995;112
24. Manford M. Status epilepticus in practical guide to epilepsi. Burlington.
Butterworth Heinemann Elsevier sciences 2003:243-64
25. Fountain n. Treatment of status epilepticus. American Academy of Neurology,
55th annual meeting 2003.
26. Working group on status epilepticus. Treatment of convulsive status epilepticus
5HFFRPHQGDWLRQV RI WKH HSLOHSVL )RXQGDWLRQV RI DPHULFDV ZRUNLQJ JURXS RQ
status epilepticus. JAMA1993;270:854-9
27. Shorvon OD. Status epilepticus its clinical features and treatment in children and
adult. Cambridge university press; 1995
28. Chen jw, Wasterlain CG. Status Epilepticus: pathofiology and Management in
adult. Lancet Neurol 2006; 246-56
29. Rueg S. Non convulsive status epilepticus in adult-an overview, Schweizer
archive fur neurologie und psychiatrie.2008
30. Holtkamp M. Treatment strategies for refractory status epilepticus: current
opinion in critical care 2011,17:94-100
31. shorvon s, Ferlisis M. The treatment of super refractory status epilepticus critical
review of available therapies and clinical treatment protocol.Brain 2011:1-17
32. Morris GI, Gloss D. Buchhalter J, Mack KJ, Nickels K, Harden c. Evidence
based guideline update: Vagus nerve stimulation for the treatment of epilepsi.
report of guideline development subcommittee of the American Academy of
Neurology 2013: 81:1-7
55
BAB 5
Sampai saat ini belum ada terapi yang spesifik untuk epilepsi katamenial. Beberapa
terapi yang bias membantu mengurangi frekuensi bangkitan epilepsi adalah sebagai
berikut.
x
Tambahkan OAE yang bekerja cepat seperti Klobazam. Dosis Klobazam 20-30
mg/hari diberikan 10 hari selama periode mentruasi, 7,8
Asetazolamid, dosis 250-500 mg perhari, diberikan pada 5-7 hari sebelum dan
selama menstruasi.6,9.
fetal/neonatal yang bias terjadi adalah : keguguran (2 kali lebih sering dari normal),
kelainan congenital (2-3 kali lebih sering dari normal), hipoksia, kurangnya usia
kehamilan dan berat badan lahir, kelahiran premature , IQ rendah dan perilaku
abnormal.11
TERATOGENI TAS
Tidak ada OAE yang dianggap pasti aman pada kehamilan . Malformasi congenital
mayor meningkat 2-3 kali pada bayi dari ibu yang mendapatkan obat antiepilepsi
monoterapi. Terdapat peningkatan efek teratogenisitas yang lebih tinggi pada ibu
menggunakan asam valproat serta penggunaan politerapi. 12
Oleh karena itu, direkomendasikan pemberian asam folat pada perempuan yang
merencanakan kehamilan pada saat hamil terutama pada trimester pertama dengan dosis
1-5 mg perhari untuk mencegah defek neural tube. 5,10,11,14,16,17.
Pemberian asam folat perikonsepsial juga berhubungan positif dengan IQ anak yang
lahir dari perempuan menggunakan obat antiepilepsi.
13
57
generasi kedua yang relative kecil menimbulkan teratogenitas adalah lamotrigin,
leviteracetam, oxcarbazepin, dan topiramat. 5,14.
TATALAKSANA SEBELUM KEHAM I LAN
x
Bila memungkinkan diganti OAE yang kurang teratogenik, dan dosis efektif
harus tercapai sekurang-kurangnya 6 bulan sebelum konsepsi.15,16
Apabila
memungkinkan,
hindari
penggunaan
valproat.
Apabila
harus
menggunakan valproat, berikan dosis terkecil (kurang dari 750mg) dan gunakan
bentuk lepas lambat.
Tatalaksana Saat Hamil
x
Ibu diberikan informasi bahwa bagi yang mengalami bebas bangkitan minimal 9
bulan sebelum kehamilan, kemungkinan besar (84-92%) akan tetap bebas
bangkitan selama kehamilannya. Demikian juga kemungkinan terjadinya
persalinan premature atau kontraksi prematur terutama pada perempuan yang
merokok.19
Jenis OAE yang sedang digunakan jangan diganti bila tujuannya hanya untuk
mengurangi resiko teratogenik.5,15
untuk
pemeriksaan
kadar
alfa-fetoprotein
dan
58
Kadar OAE diperiksa awal setiap trimester dan pada bulan terakhir kehamilan.
Juga dapat dipantau bila ada indikasi (misalnya bila terjadi bangkitan atau ragu
dengan ketaatan minum obat)
Dosis OAE dapat dinaikkan apabila kadar OAE turun dibawah kadar OAE
sebelum kehmailan, atau sesuai kebutuhan klinik. 5,16
Harus dilakukan di klinik atau rumah sakit dengan fasilitas untuk perawatan
epilepsi dan untuk unit intensif untuk neonatus. 5,16
Bila dosis OAE dinaikkan selama lehamilan, maka turunkan kembali secara
bertahap sampai dosis sebelum kehamilan untuk menghindari toksisitas. Kadar
OAE perlu dipantau sampai minggu ke-8 pasca persalinan.14,15
Semua OAE terdapat pada air susu ibu )ASI) walaupun dalam proporsi yang
berbeda-beda. Konsentrasi plasma OAE pada bayi tidak hanya ditentukan oleh
jumlah obat dalam ASI, namun juga fungsi hepar yang belum sepenuhnya
berkembang dan eliminasi obat yang lebih lambat.15,16,18
59
Apabila bayi dari ibu yang menggunakan fenobarbital terlihat mengantuk, maka
dianjurkan untuk memberikan susu botol berseling dengan ASI. 16
Perempuan
dengan
epilepsi
dianjurkan
menggunakan
kontrasepsi
nonhormonal.20
x
Ada kemungkinan
mengurangi
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Harden CL.Interaction Between Epilepsi and Endocrine Hormones: Effect on
The Lifelong Health of Epileptic Women. AdvStudMed.2001 ; 3(8A); S720S725.
2. WHELESS JW , KIM HL. Adolescent seizures and epilepsi syndromes.
Epilepsia. 43(Suppl.3 ): 33-52, 2002.
3. Appleton RE, Neville BGR. Teenagers with epilepsi. Arch Dis Child 1999; 81:
76-79
4. Harden CL, Frye CA. Hormone changes in epilepsi.In Engel J, Pedley TA.
Epilepsi A Comprehensive textbook 2nd Ed. Vol 1. Lippincott Williams &
Wilkins. USA; 2008, p.2037-2041
5. Weil S, Deppe C, Noachtar S. The Treatment of women with epilepsi.Dtsch
Arzteble Int 2010; 107(45) :787-93.DOI: 10.3238/arztebl.2010.0787
6. 9HUURWWL$'(JLGLR&$JRVWLQHOOL69HUURWWL&3DYDYRQH3'iagnosis and
management of catamenial seizures : a review. International Journal of women
Health 2012; 4: 535-541.
7. Feely M, Gibson J. Intermittent clobazam for catamenial epilepsi: tolerance
avoided.Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 1984; 47; 12791282
8. Camfield P, Camfield C. Benzodiazepines used primarily for chronic
treatment (clobazam, clonazepam, clorazepate and nitrazepam). In shorvon S,
Perucca E, Engel J. The treatment of epilepsi 3rd edition. Wiley-Blackwell.
USA, 2008,p.421-430.
9. Neufeld MY. Acetazolamide. In shorvon S, Perucca E, Engel J. The treatment
of epilepsi 3rd edition. Wiley-Blackwell. USA, 2009, p. 399-410.
10. Morel MJ. Epilepsi in women. Am Fam Physician 2002,66: 1489-94.
11. Hart LA,sibai BM. Seizures in pregnancy: Epilepsi, eclampsia, and stroke.
Seminars in perinatology; 2013.37: 207-224.
12. Mawer G, Briggsa M, Bakerb GA, Bromleyb R, Coylea H, Eatockb J, et al.
Pregnancy with epilepsi : obstetric and neonatal outcome of a controlled study.
Seizure.2010 March ; 19 (2): 112-119.
61
13. Kimford J Maedor, Gus A baker, Nancy Browning, Morris J Cohen, Rebecca L
Bromley et al for the NEAD study Group. Fetal antiepileptic drug exposure
and cognitive outcomes at age 6 years (NEAD study): a Prospective
observational study. Lancet Neurol.2013 March; 12 (3): 244-252.
14. Reimers A, Brodtkorb E. Second-generation antiepileptic drugs and pregnancy
: a guide for clinicians. Expert Rev. Neurother; 2012; 12 (6): 707-717.
15. Kimford Jay Meador. Women and epilepsi.AAN 2007.
16. Crawford P. Best Practice Guidelines for the Management of women with
Epilepsi. Epilepsia, 2005; 46 (suppl.9): 117-124.
17. Harden CL, Meador KJ, Pennel PB, et al. Practice Parameter update:
Management issues for women with epilepsiFocus on pregnancy (an
evidence-based review): Teratogenesis and perinatal outcomes: Report of the
Quality Standars Subcommittee and Therapeutics and Technology Assesment
Subcommittee of the American Academy of Neurology and American Epilepsi
Society. Neurology, 2009; 73: 133-141.
18. Harden CL, Meador KJ, Pennel PB,et al. Practice Parameter update:
Management issues for women with epilepsiFocus on Pregnancy (an
evidence-based review): vitamin K, folicacid, blood levels, and Therapeutics
and Technology and American Academy of Neurology and American Epilepsi
Society. Neurology, 2009; 73; 142-149.
19. Harden CL, Hopp J, Ting TY, Pennell PB, French JA, Hauser WA, et all.
Management issues for women with epilepsi-Focus on pregnancy (an
evidence-based review) : I. Obstetrical complications and chage in seizure
frequency. Epilepsia, 2009; 50 (5): 1229-1236.
20. Reddy DS. Clinical pharmacokinetic interactions between antiepilepstic drugs
and hormonal contraceptives. Expert Rev Clin Pharmacol. 2010; 3 (2): 183192.
62
EPILEPSI PADA ANAK
Susi Aulina, Reggy Panggabean, Uni Ganayami
Epidemiologi
Dinegara berkembang, insidensi epilepsy pada anak lebih tinggi disbanding Negara
maju, berkisar antara 35-150/100.000 penduduk pertahun. Prevalensi yang pasti untuk
epilepsy pada anak sulit ditemukan. 1
LANGKAH-LANGAKAH DIAGNOSIS PADA ANAK DENGAN EPILEPSI
Anamnesis
Lihat: langkah-langkah diagnosis pada bab 3
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGIS
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik dan neurologis pada anak
adalah sebagai berikut:
x lingkar kepala
x mencari tanda-tanda dismorfik
x kelainan kulit
x pemeriksaan jantung dan organ lain
x gangguan respirasi(hiperventilasi)
x evaluasi psikologis
x deficit neurologis
x pemeriksaan funduskopis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EEG4.5
2. Pencitraan : CT-scan, MRI,MR spektroskopis
3. Laboratorium: pemeriksaan metabolic, genetic dan lain-lainsesuai indikasi6
BEBRAPA SINDROMA EPILEPSI PADA ANAK YANG SERING DITEMUKAN
Sindroma Ohtahara
Awitan pada hari pertama setelah lahir, sampai usia 3 bulan. Laki-laki le3bih banyak
dari pada perempuan dengan perbandingan 9:7. 7
x ETIOLOGI tersering adalah malformasi otak pada saat tumbuh kembang atau
adanya lesi diotak
x MANIFESTASI KLINIS bangkitan utama berupa spasme tonik, lama bangkitan
1-10 detik, frekuensi 10-300 kali dalam 24 jam, dapat juga disertai kejang
motorik parsial atau hemikonvulsi pada sampai1/3 kasus. 8.9
x GAMBARAN EEG: brust suppression asimetris. Lamanya fase supresi 3-5
detik. Interval dari brust ke brust 5-10 detik.
x PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN:
o Pencitraan untuk mencari cerebral dysgenesis,keruakaan otak atau atrofi
otak
o Laboratorium : pemeriksaan kromosom, analisis generic, kelainn
metbolik berup hiperglikemia nonketotik, defisiensi cytochrome
c.oxidase atau laktik asidosis.9
63
TATALAKSANA
o Tidak ada terapi efektif.10
o Dapat dipertimbangkan operasi bila terdapat dysplasia serebri fokal.10
x PROGNOSIS
o Morbiditas dan mortalitas tinggi. Lima puluh persen penyandang hidup
dengan gngguan psikomotor dan defisit neurogis berat.
o Sindrom ini dapat berlanjut menjadi sindroma west (75 %), dan
selanjutnya sindroma lennox gastaut(12%).10,11
SINDROMA WEST
Awitan pad usia 4-6 bulan, jarang sebelum usia3 bulan atau setelah 12 bulan, laki-laki
lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 3:2 insiden 3-5/10.000
kelahiran hidup12
x ETIOLOGI
o Idopatik
o Kriptogenik (10-40%)
o Simtomatis (70-80%):
Prenatal: atrofi otak 50%, malformasi SSP seperti agenesis
corpus callosum, polimikrogilia, lissensefali, hemimegaensefali,
dysplasia kortikal fokal, schizencephaly dan termasuk sindroma
neurokutan seperti tuberous sclerosis complex (TSC), sturgeWeber atau foetopathy, sindroma Down. Gangguan metaboliki
seperti penyakit Menkes, fenilketonuri atau gangguan
mitokondria seperti mutasi NARP.
Perinatal: ensefalopati hipoksik-iskemik, hipoglikemia saat masa
perinatal atau komplikasi terjadinya hipotrofi fetal akibat
perdarahan intra uterin atau suatu toksemia, trauma, perdarahan
intracranial, infeksi.
Postnatal: iskemia, trauma, infeksi dan tumor papiloma pleksus
Khoroid13
x MANIFESTASI KLINIS
o Spasme infantile berupa gerakan aksial singkat dan mendadak lebih
sering fleksi disbanding ektensi ektremitas atau berupa campuran fleksi
ektremitas atas dengan ektensi ektremitas bawah, simetris/asimetris,
diikuti dengan teriakan. Dapat terbatas pada leher saja atau kontraksi
aksial diikuti spasme tonik selama 10 detik. Pada umumnya terjadi 20-40
kadang sampai 100 spasme dengan interval waktu antaranya 5-30
detik13,14
x GAMBARAN EEG
o interiktal : hypsarrhythmia berupa gelombang tajam multifocal dengan
amplitudo tinggi dengan irama dasar tidak beraturan,simetris pada 2/3
kasus, asimetris pada 1/3 kasus.
64
o Iktal: pola elektro-dekrimental berupa gelombang lambat menyeluruh
dengan amplitudo tinggi, diikuti aktivitas amplitude rendah. 13
x PENCITRAAN
o CT scan kepala : hidraensefali, schizencephaly dan agenesis corpus
collusum
o MRI: disgenesis kortikal, gangguan migrasi neorun, gangguan
mielinasi.13,14
x TATALAKSANA
o Belum ada terapi yang efektif
o ACTH dengan dosis 150 unit/m2/hari atau 20-40 unit/.m2/hari dapat
menurunkan kejang pada 60-80% kasus. Dosis diturunkan perlahan
dalam 4-8 minggu. Observasi kemungkinan efek samping berupa:
edema, perdarahan lambung, berat badan meningkat, hipertensi, iritasi
atau infeksi didaerah injeksi, lebih mudah sakit, dan kematian.
Bangkiatan dapat timbul kembali8 pada 1/3 kasus, tetapi kemungkinan
dapat berespons pada pemberian kembali ACTH atau menggunakan
dosis yang tinggi (dan kemudian perlahan diturunkan kembali).
o Valproate, Zonisamide, Vigabatrin, Topiramate dapat digunakan.
o Diet ketogenik
o Dapat dipertimbangkan operasi bila terdapat lesi structural fokal.13,15
x PROGNOSIS
o Sangat tergantung etiologi, kematian pada 50% kasus sebelum usia 10
tahun. Retardasi mental pada 80-90 % kasus, pada kriptogenik prognosis
lebih baik.6,15
Sindroma lennox-gastaut
Awitan 1-7 tahun, puncak pada usia 1-5 tahun, laki-laki banding perempuan 20:14.
Insidensi 2,8/10.000 kelahiran hidup, 5-10% pada anak dengan epilepsi yang
intraktabel.
x Etiologi
o Cacat otak structural
o Gangguan metabolisme otak.16,17
x M anifestasiklinis
o Mioklonik, lena atipikal, atonik, tonik dan tonik klonik atau status
epileptikus non-konvulsif (se-nk)
o Retardasi mental.16.17
x Gambarabeeg
o Eeg interiktal :slow spike wave complex (sswc) menyeluruh dengan
irama dasar lambat.
o Eegiktal : bangkitan tonik, tampak aktivitas cepat> 10 hz; lena atipikal,
swc; mioklonik : polyspikes; atonik : seluruh aktivitas eeg menunjukkan
amplitude yang rendah (flattening of all eeg activity).9,18,19
65
66
o Kurang dari 10% kasus berkembang menjadi spada usia 8-15 tahun atau
kadang-kadang 20-30 tahun.
o Dapat berkembang menjadi juvenile myoclonic epilepsy.21,23
Epilepsi mioklonik pada remaja
Awitan pada usia 5-166 tahun, prevalensi 88-10% diantara epilepsy pada dewasa dan
dewasa muda. Laki-laki sama dengan perempuan.
x Etiologi: penyebab pasti belum diketahui, berkaitan dengan kelainan
genetic.24
x M anifestasiklinis
o Trias bangkitan sebagai berikut
1. Bangkitan mioklonik saat bangun tidur biasanya pada
ektremitas atas (proksimal atau distal) berupa elevasi bahu
dan ektensi siku dengan durasi singkat yang lebih dari satu
detik.
2. Bangkitan umum tonik klonik (gtcs), dicetuskan oleh sleep
deprivation dan saat dibangunkan dari tidur.
3. Bangkitan absanstipikal> 1/3 kasus dengan gangguan
kesadaran ringan.24,25
o Bentuk serangan lain adalah: perioral reflex myoclonias ( 23 %)
danflash like oro-linguo-facial myoclonias. pada 30% pasien
ditemukan clinical photosensitifity, terutamapada wanita.26
x Gambaraneeg:
o Iktal: polispike menyeluruh(10-16 hz) atau 4-6 hzswc, sinkron
bilateral predominan frontal, dengan durasi 0.5-2 detik, diikuti
perlambatan irregular.24.25saat lena: 3hz swc.
o Interiktal; spike wave 4-6 hz,polispikedan 3 hzswcpada 20% kasus.
x Tatalaksan
o Asam valproate
o Levetiracetam
o Klonazepam baik sebagai terapi tambahan atau terapi tunggal
myoclonic jerks tanpa gtcs
o Fenobarbital efektif pada 60% pasien.21,25,25
x Prognosis
o Prognosis baik, 80-90% terkontrol dengan obat
o Pasien yang mempunyai ketiga trias bangkitan resisten terhadap
pengobatan.24
Epilepsi benigna dengan gelombang paku didaerah sentrotemporal
Awitan pada usia 3-13 tahun (puncak 9-10 tahun), laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan dengan perbandingan 2:3.27,28
x Etiologi: berhubungan dengan genetic, kelainan kromosom 15q14.29
o M anifestasiklinis: bangkitan tidak sering terjadi.
67
o Bangkitan hemifasial sensorimotor( 30% pasien). Bangkitan
motoric pada bibir bawah berupa klonik beberapa detik sampai
menit. Seringkali terjadi bangkitan tonik ipsilateral menyebabkan
deviasi mulut. Bangkitan hemifasial sensorik jarang terjadi,
berupa rasa kebas pada sudut mulut. Kesadaran biasanya intak.
Gejala sensori motor hemifasial kemungkinan terjadihanya saat
iktal, seringkali berhubungan dengan ketidak mampuan berbicara
dan hipersalivasi.
o Bangkitan oro-pharingo-laryngeal (opl), terjadi pada 53% kasus,
yang berdiri dari manifestasi sensori motor didaerah dalam mulut,
lidah, pipi, gusi, dan daerah pharingo-laryngeal. Gejala sensorik
berupa parestesi dan biasanya difus pada satu sisi. Gejala motoric
opl berupa gargling grunting.
o Gangguan bicara (40%). Anak mengalami gangguan artikulasi,
dan berusaha berkomunikasi melalui bahasa tubuh.
o Hipersalivasi.
Pada 75% pasien banagkitan terjadi saat tidur non-rapid eyes movement (nrem) baik
pada siang hari ataupun malam hari. Lama bangkitan hanya beberapa detik sampai 1-2
menit dapat lebih lama.30-60% dapat menjadi gtcs.30
x Gambraneeg
o Eeg interiktal:
Irama dasar pada umumnya normal.
o Spike wave yang terletak disentro temporal (centrotemporal
wave/cts) atau area rolandic. Eegiktal : terdapat pengurangan
spontan cts sebelum iktal, pada daerah rolandic dan terdiri atas
gelombang lambat bercampur dengan aktivitas cepat dan
gelombang paku.
x Tatalaksana
o Oag tidak diperlukan pada sebagian anak oae yang dapat
diberikan adalah karbamazepin, lamotrigin, levetiracetam,
soldium valproate.32
x Prognnosis: remisi lengkap tanpa deficit neurologis sebelum usia 15-16
tahun.30
68
Daftarpustaka
1. Forsgen l. Incidens and prevalence.in: wallacesj, farelk.eds. Epilepsy in
children.2nd ed. Crcpres, new york, 2004: 21-3
2. Scottish intercollageate guidelines network (sign). Diagnosis and
mangementof epilepsies in children and young people, a national clinical
guidelines. Edinburg. 2005; 4-10.
3. Wilmshurtsjm. Approach to epilepsy in chailhood. Cme. 2004; 22:427433.
4. Nordkidr. Pedley ta. The use of elctroencephalography in the diagnosis
of epilepsy in childhood. Pediatric epilepsy.3rd ed. Demos. New york
2008: 195-211.
5. National institute for clinical exellence (nice). The epilepsies, the
diagnosis and management of the epilepsies in adults and children in
primary dansecondary care. Clinical guiodeline20:2004: 8-73.
6. Panayyiotopolouscp.a clinical guide to epileptic syndromes and their
treatment. Bladon medical publishing 2002: 11-35.
7. Ohtahara s, yamatogi, y. Ohtahara syndrome; with special reference to its
depelopmental aspects for diferretiating from early myoclonic
encephalophaty. Epilepsy res. 2006; 70(suppl): s58-s67.
8. Panayyiotupolous c, editor. Ohtaharasyndrome. In; atlas of epilepsy
spinger-verlaglondonltd:2010. P.848-50.
9. Ohtahara s. Yamtogi y. Epileptic encephalopathies in early infancy
withsu[pression-burst. Journal of clinicalneurophysiology. 2003; 20:
398-407.
10. Beal
jc,
cheian
k,
moshesl.
Early
onset
epilepticencephalopathiesohtahara syndrome and early myoclonic
encephalopathy. Pediatric neurology2012: 47: 317-23.
69
BAB 7
70
demensia atau penyakit lain.2 Acute confusional state atau gangguan mental yang
fluktuatif dapat merupakan manifestasi dari iktal, postiktal, ataupun merupakan
manifestasi dari status epileptikus non konvulsius yangs seringkali disangka sebagai
manifestasi dari gangguan psikiatrik. 8
MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi abnormalitas anatomi.
Perubahan yang berkaitan dengan lanjut usia dapat berkaitan dengan atrofi difus,
hiperintensitas periventrikuler akibat hipertensi dan aterosklerosis umum terjadi dan
sebaiknya tidak diinterpretasikan sebagai penyebab bangkitan. 10
EEG rutin dapat tidak sensitif atau spesifik untuk menegakkan diagnosis pada
lanjut usia, tidak terdapatnya abnormalitas epileptiform, tidak menyingkirkan epilepsi.
Jika diagnosis diragukan, pasien dapat dilakukan monitoring video EEG. 1
PENATALAKSANAAN
Pemilihan Obat Anti Epilepsi pada Lanjut Usia
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) yang direkomendasikan untuk epilepsi fokal
pada lanjut usia lanjut dapat dilihat pada daftar dibawah. Obat antiepilepsi spektrum
luas perlu dipertimbangkan pada epilepsi umum atau pada tipe campuran (fokal dan
umum).1
Rekomendasi epilepsi parsial pada lanjut usia (I LAE 2013)11
-
Level C : Carbamazepine
Level E : lain-lain
Pemberian dimulai dari dosis sangat rendah dan peningkatan dosis (titrasi)
dilakukan secara sangat perlahan (start very low and go very slow) merupakan prosedur
yang perlu diperhatikan dalam pemberian OAE pada lanjut usia. 3 Setengah dosis dewasa
yang direkomendasikan sebagai dosis awal dan awitan seringkali dapat mengontrol
kejang.1
71
filtrasi
glomerulus. 8
Perubahan
farmakokinetik
tersebut
akan
72
5. Consensus guideline on the management of epilepsi. Epilepsi Council,
Malaysian Society of Neuroscience, 2010:74
6. Delanty ND, Montouris GD. Use of anti-epileptic drugs in special populations
focus on the elderly and those with co-morbidity. VIREPA Course on Clinical
Pharmacology and Pharmacotherapy, 2010/2011:7.
7. Pollar JR. Patient issues in antiepileptic drugs selection. VIREPA Course on
Clinical Pharmacology and Pharmacotherapy, 2010/2011:7.
8. Shorvon S. Handbook of epilepsi treatment. 3rded. Wiley-Blackwell, 2010:132-6
9. Manford M.Practical guide to epilepsi. Butterworth Heinemann USA, 2003:
221-5
10. Brodie MJ, Kwan P. Epilepsi in elderly people. BMJ, 2005;331:1317-21.
11. Glauser T, Menachem EB, Bourgeois B, et al. Updated ILAE evidence review
of antiepileptic drug efficacy and effectiveness as initial monotheraphy for
epileptic seizures and syndromes. Epilepsia: 1-13, 2013.
73
BAB 8
74
x Zona epileptogenik bilateral dan difus
EVALUASI UM UM PASCA OPERASI :
Setelah seorang pasien epilepsi dinyatakan dalam kondisi resisten OAE dan
dipertimbangkan untuk tindakan operasi, maka selanjutnya:
x Ditentukan zona epileptogenik
x Diterangkan tujuan operasi
x Ditentukan tindakan atau jenis operasi
x Dijelaskan hasil akhir operasi yang dapat dicapai
x Dijelaskan konsekuensi operasi
EVALUASI KHUSUS PRA OPERASI
x Menentukan tipe bangkitan dan sindrom epilepsi
x Menentukan lokasi awitan bangkitan pada EEG
x Menentukan ada/tidak adanya lesi intrakranial
x Menentukan keadaan klinik dan tumbuh kembang penyandang
PEM ERIKSAAN YANG I DEAL DILAKUKAN
x Anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis
x MRI minimal 1,5 Tesla protokol epilepsi (dengan irisan tipis pada hipokampus)
x Video EEG iktal
x Pemeriksaan neuropsikologi
x Pemeriksaan psikiatri
x Pencitraan otak fungsional (PET, SPECT, MRI)
x Tes WADA
x Magnetoencepahalography (MEG)/Magnetic source imaging (MSI)
x EEG intrakranial/elektrokortikografi
DATA MINIMAL YANG HARUS TERSEDIA
x Anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis
x Semiologi bangkitan
x EEG interiktal dan iktal
x MRI tesla protokol epilepsi (dengan irisan tipis pada hipokampus)
x Pemeriksaan neuropsikologi
75
DAFTAR PUSTAKA
1. Engel J, Cascino GD, Shield WD. Surgically remediable syndromes, in Engel J,
Pedley TA: Epilepsi a comprehensive text book. 2nded. Lippincott Williams &
Wilkins. Philadelphia. 2008; 1761-1769
2. Kwan P, Arzimanoglou A, Berg AT, Brodie MJ, Hauser WA, Mathern G,
Moshe SL, Perucca E, Wiebe S, French J. Definition of drug resistant epilepsi:
Consensus proposal by the ad hoc Task Force of the ILAE Commission on
Theurapetic Strategies. Epilepsia, 2010; 51(6): 1069-1077.
3. Carreno M, Luders HO. General principles of presurgical evaluation. In HO
luders and YG Comair (eds) Epilepsi Surgery. Lippincort William & Wilkins,
Philadelphia, pp 51-62
4. Engel J. Overview of surgical treatment of epilepsi, in Shorvon S, Perucca E,
Engel J, Moshe S: The treatment of epilepsi. 3rded. Wiley-Blackwell\
76
BAB 9
psikososial
pada
penyandang
epilepsi
dapat
timbul
akibat
77
Adanya komorbiditas.
Yang perlu diperhatikan adalah penjelasan bahwa epilepsi ini tidak menular,
dapat dikontrol, dapat menikah, hamil dan menyusui, serta merencanakan
keluarga berencana.
Menjelaskan pengaruh epilepsi dan efek OAE pada ibu dan anak dan berbagai
tipe bangkitan yang dapat terjadi pada penyandang epilepsi dan apa yang
dilakukan saat terjadi bangkitan.
78
PHUHND WLGDN PHUDVD VHQGLUL GDQ GDSDW PHPEDQWX PHQLQJNDWNDQ NHSHUFD\DDQ GLUL
Pemberdayaan penyandang dapat melalui organisasi PERPEI ( Perhimpunan
Penanggulangan Epilepsi Indonesia dan YEI (Yayasan Epilepsi Indonesia).
Pilihan Pekerjaan6,7
Pilihan pekerjaan menjadi penting dalam hubungannya dengan perbaikan kualitas hidup
penyandang epilepsi. Prinsip pilihan pekerjaan adalah sebagai berikut :
x
Lingkungan kerja (atasan atau teman kerja) tahu kondisi penyandang epilepsi
dan dapat memberikan pertolongan awal dengan baik, maka epilepsi jangan
dirahasiakan
Ada komunikasi yang baik antara atasan dengan dokter yang merawat
Olahraga yang dilakukan di jalan umum (balap, lari maraton, bersepeda) dan
diketinggian (naik gunung, panjat tebing) sebaiknya dihindari
Pengawasan khusus dan atau alat bantu diperlukan untuk beberapa jenis
olahraga, seperti renang, atletik, senam
79
Pemberian SIM kepada penyandang epilepsi didasarkan atas prinsip telah bebas
bangkitan minimal 3 tahun berdasarkan surat keterangan dokter spesialis saraf.
Larangan mutlak bagi penyandang epilepsi untuk mengoperasikan transportasi umum.
KESI M PULAN
Keadaan masalah psikososial mengakibatkan kesulitan penyandang epilepsi untuk
menentukan masa depannya dan berinteraksi secara sosial. Dengan demikian, perlu
adanya peningkatan pengetahuan masyarakat luas mengenai epilepsi yang ditinjau dari
berbagai aspek sehingga kualitas hidup orang dengan epilepsi dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin. Disarankan menggunakan kalung tanda pengenal bagi
penyandang epilepsi setiap saat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoby A. Theoritical and methodological issues in measuring quality of life.
Dalam : Quality of life in epilepsi chapter 4. University of Liverpool, UK,
Harwood academic Publisher, 2010; hlm 43-51.
2. Shackleton DP, Kasteleijin DGA, de Craen AJM. Vandenbroucke JP,
Watendrop RGJ. Living with epilepsi, longterm prognosis and psychosocial
outcomes. Neurology 2003; 61:64-70.
3. Hermanm B, Bishop M. Impact of epilepsi on quality of life in adults : a review.
Dalam : Quality of life in epilepsi chapter 4. University of Liverpool, UK,
Harwood academic Publisher, 2010; hlm 10-115.
4. Austin JK, de Boer HM, Shafer PO. Disruption in social functioning and
services facilitating adjustment for the child and adult. In : Engel J Jr, Pedley TA
9eds0. Epilepsi: a comphrehensive texbook. 2nd ed. Vol 3. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
5. -HURPH (QJHO -U 0' $0$V 6FLHQFH 1HZV 'HSDUWPHQW DW -464-2410,
the AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com
6. Betts Tim. Managing the person with epilepsi. In : Dam.M(ed). Practical
approach to epilepsi. Pergamon Press, Inc. 1991. P.137-160.
7. Devinsky OA. Guide to understanding and living with epilepsi. Philadelphia :
FA Davis Company 1994; p.3-5,201-216,290-294.
80
BAB 10
81
DASAR HUKUM
Menurut KUHP, epilepsi adalah bagian dari penyakit kejiwaan. UU 8-02
perlindungan konsumen, UU Praktik Kedokteran, UU No. 23 tahun 052 tentang
kesehatan, UU No. 36 tahun 2009, dan Permenkes 512 tahn 2007, tidak satupun pasal
menyangkut aspek perlindungan hukum sehubungan engan penyandang epilepsi, baik
yang diakibatkan oleh dirinya atau orang lain. 2
M ASALAH M EDIKOLEGAL
M asalah pekerjaan
x Diberhentikan dari pekerjaan karena mendapat bangkitan sewaktu bekerja dan
bagaimana mendapat hak pesangon.
x Diberhentikan dari pekerjaan karena ketahuan mengkonsumsi OAE, baik dari
laporan dokter perusahaan atau tagihan perusahan.
x Diberhentikan dari pekerjaan karena mengkonsumsi OAE yang diindikasikan untuk
penyakit lain seperti nyeri atau penanganan pascaherpes.
x Diberhentikan dari pekerjaan karena mengelola mesin yang berbahaya meskipun
bangkitan sudah terkontrol.
x Dokter spesialis saraf selalu berusaha menjadi penengah antara penyandang dan
pemberi pekerjaan dalam masalah pemutusan hubungan kerja
Penyandang epilepsi membutuhkan pekerjaan sederhana, mesin dan bahan kimia
WHUWHQWXDWDXEHUVLIDWPHQHWDSWLGDNGDODPNHUMDVKLIWXQWXNPHnghindari gangguan
tidur.4
Epilepsi dan Tindak Pidana Kejahatan
Kasus Kriminal
x Terhadap penyandang epilepsi yang telah melakukan tindak kejahatan yang murni
selama bangkitan, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain apakah
individu sebelumnya adalah penyandang epilepsi, tipe bangkitan, perilaku selama
bangkitan berlangsung, dan perilaku selama tidak terjadi bangkitan. 3
x 0HQHQWXNDQ DSDNDK LWX VXDWX NHMDKDWDQ DSDELOD VDDW PHODNXNDQ NHMDKDWDQ
termasuk penyerangan, pemerkosaan, dan pencurian
82
x Bagaimana penyandang epilepsi atau orang lain menjelaskan kepada polisi suatu
bangkitan yang terjadi dan polisi dapat menerima. Tidak mudah untuk membedakan
antara perilaku yang disebabkan oleh alkohol atau salah guna obat, penyakit jiwa,
retardasi mental, serta masalah medis lain, dibanding aktivitas yang melanggar
hukum oleh penyandang epilepsi.3
x Menentukan apakah suatu kematian dari penyandang epilepsi itu akibat dari
bangkitan yang dialaminya atau akibat dari tindak kekerasan yang dilakukan orang
lain.
Kasus Sipil
x Pada kasus perebutan hak asuh anak maka orang tua yang menderita epilepsi
diragukan kemampuannya dalam memberikan asuhan yang efektif dan aman kepada
anaknya.
x Bila anak yang menderita epilepsi maka dapat dituduh bahwa ini bukan akibat
kecelakaan dan bahwa orang tua tidak mampu merawatnya dengan baik.
Kecelakaan
x Apakah trauma kepala, kesulitan proses kelahiran dan kecelakaan medis terdahulu
menjadi penyebab terjadinya epilepsi atau hanya suatu koinsidensi.
x Pada kasus seperti tersebut diatas, kebenaran diagnosis epilepsi mungkin
dipertanyakan dan ini sulit dipastikan.
Kelalaian M edis
x Kesalahan diagnosis
o Bangkitan non-epileptik yang didiagnosis sebagai epilepsi dapat menyebabkan
hilangnya kesempatan memiliki SIM dan mata pencaharian.
o Keadaan non-epileptik yang dapat disembuhkan seperti episodic cardiac asystole
yang didiagnosis sebagai epilepsi sangat merugikan individu.
o Kegagalan mendiagnosis dan memberi terapi epilepsi serta menghindari
komplikasi dan kematian.
x Kelalaian memberikan informasi kepada penyandang epilepsi tentang efek samping
OAE, terapi pembedahan yang diberikan, reaksi alergi, efek kronis OAE, interaksi
OAE dengan obat lain serta potensi teratogenik OAE.
x Kelalaian memberi informasi tentang resiko penghentian dan penggantian OAE.
83
x Kelalaian dalam memperingatkan keluarga penyandang epilepsi tentang masalah
keamanan, terutama tenggelam, terbakar saat memasak, dan resiko kematian akibat
bangkitannya.5
Ketidaklengkapan catatan medis
x Standar pelayanan medik pada kasus kelalaian medis, hampir selalu dinilai dari apa
yang tertulis pada catatan medis, oleh karena itu sangatlah perlu untuk mempunyai
catatan medik yang lengkap seta tertulis dan terbaca dengan jelas.
x Apabila penyandang epilepsi meminta catatan medisnya oleh karena ketidakpuasan
pelayanan yang diterimanya, atau untuk kepentingan pengacaranya guna tujuan
penuntutan, maka perlu kiranya dokter berkonsultasi dengan organisasi profesi
terkait.5
Epilepsi dan Hak untuk M engemudi (kendaraan Darat, Laut, dan Udara)
x Kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas bagi
penyandang epilepsi yang mengemudi kendaraan merupakan hal yang wajar. Rasa
khawatir tadi terutama disebabkan oleh kemungkinan munculnya bangkitan sewaktu
penyandang epilepsi sedang mengemudi, sementara kendaraan yang melaju dengan
kecepatan tinggi.
x Suatu kecelakaan dapat terjadi untuk alasan yang lain; misalnya stres berat akibat
suatu perjalanan jauh yang memicu bangkitan. Dalam kasus ini, maka polisi harus
menyadari keterbatasan pengetahuannya akan hilangnya kesadaran penyandang
epilepsi saat bangkitan, untuk itu harus dikomunikasikan dengan jelas.
x Adakalanya penyandang epilepsi selalu dapat merasakan ada aura sebelum bangkitan
terjadi
dan mereka dapat menepikan kendaraan dan berhenti sejenak dan tetap
berada dalam kendaraan sampai setelah bangkitan. Kemungkinan ini harus diketahui
oleh polisi jika dalam tugasnya menemukan kendaraan yang diparkir dan pengemudi
tidak berespon ketika polisi mendekat. 3,4,6,7
x Rekomendasi pemberian SIM kepada penyandang epilepsi berdasakan prinsip
sebagai berikut :
o Bangkitan epilepsi tertentu telah terkontrol dengan OAE selama minimal 24
bulan.
o Rekaman EEG tidak menunjukkan adanya aktivitas epileptiform.
84
x Bagi pengemudi pribadi dengan asisten, masa bebas bangkitan lebih pendek (6-12
bulan) dapat dipertimbangkan, pada bangkitan parsial sederhana dan melibatkan
anggota tubuh nondominan atau epilepsi nokturnal.
x Bagi pengemudi angkutan umum, pengecualian ini tidak berlaku, bahkan mungkin
tidak diberikan SIM atau diperlukan syarat tambahan seperti : berobat secara rutin,
rekaman EEG, psikotes, atau masa bebas bangkitan lebih lama.
x Perlu ditentukan batas waktu maksimalmengemudi bagi penyandang epilepsi untuk
menghindarkan stres fisik/psikis yang berlebihan (maksimal 4 jam untuk orang
normal menurut UU No. 22 tahun 2009).
x Bila dokter akan menghentikan OAE, ada resiko bangkitan berulang; disarankan
untuk berhenti mengemudi selama minimal 6 bulan setelah penghentian obat. 7
x Perlu adanya komunikasi serta kerja sama
tempat bekerja mengenai riwayat penyakit yang diderita untuk dapat memberikan
pengawasan langsung (jadwal kerja, lama kerja, lingkungan kerja, diet, dan
sebagainya).
x Pembatasan izin mengemudi bagi penyandang epilepsi di negara negara tertentu
bervariasi demi keamanan masyarakat dan berdasar pada adanya peningkatan resiko
relatif kecelakaan penyandang epilepsi dibandingkan populasi umum 1,3 sampai 2
kali lipat.8
x Disamping hal tersebut diatas, beberapa ketentuan dibawah ini perlu diperhatikan
secara sungguh sungguh, baik oleh dokter maupun oleh penyandang epilepsi dan
keluarganya :
o Dokter harus selalu memberi pengertian kepada penyandang epilepsi bahwa
kondisi kesehatannya sangat mempengaruhi keamanan dalam berkendara.
Penyandang epilepsi dengan bangkitan yang tidak terkontrol, tidak boleh
mengendarai kendaraan bermotor.9
o Dokter harus selalu memberi pengertian kepada instansi terkait baik POLRIdan
DDLJR bahwa pengemudi penyandang epilepsi yang masih mengalami bangkitan
dapat membahayakan.
o Pengemudi yang sering mengalami kecelakaan lalu lintas perlu dikonsulkan ke
dokter spesialis saraf untuk dilakukan pemeriksaan adanya epilepsi dan kalau
perlu diobati.9
85
o Meskipun dokter dapat memberikan pendapat bahwa seseorang mampu
mengemudikan kendaraan secara aman, keputusan akhir ada di tangan kepolisian.
Pada negara tertentu, seorang dokter dapat memberikan saran, bila dalam
bangkitan kesadaran baik atau gerakan dapat dikontrol. Mengemudi dapat
diteruskan bila bangkitan terjadi hanya keadaan tertentu, terutama bangkitan
hanya dalam keadaan tidur atau selalu didahului aura sehingga penyandang dapat
menghentikan kendaraan sebelum bangkitan mulai.10
o Dokter harus mengingatkan perusahaan asuransi, bahwa secara umum
penyandang epilepsi cenderung beresiko rendah mengalami kecelakaan akibat
bangkitan; dengan demikian biaya asuransi tidak perlu dibedakan dengan
masyarakat lain.
o Berkenan dengan tipe epilepsi, dan beratnya bangkitan, serta masa bebas
bangkitan akan dapat dijelaskan secara proporsional oleh dokter spesialis saraf.
86
o Kementerian Tenaga Kerja & Transmigrasi RI
o Kepolisian Republik Indonesia
o Kejaksaan Agung Indonesia
o Perhimpunan Pengacara Indonesia
x Kebutuhan surat keterangan dokter spesialis saraf bagi penyandang epilepsi untuk
melakukan aktivitas sosial dan pekerjaan
x Bervariasinya jenis
aktivitas/pekerjaan
x Dengan demikian surat keterangan dokter spesialis saraf akan bervariasi dengan kata
lain GRHVQWDSSO\DQHUROHRUUHFRPPHQGDWLRQLQVLWXDWLRQV
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam konsep surat
Didalam surat
o Mempunyai riwayat bangkitan dengan frekuensi tinggi dan lama bangkitan yang
panjang akan berbeda pendekatannya.
o Mengenal dan dapat menhindari pencetus.
o Jenis aktivitas atau pekerjaan penyandang epilepsi akan berbeda pendekatannya.
o Hentikan aktivitas dan pekerjaan begitu bangkitan terjadi kembali.
o Kunjungan ulang penyandang epilepsi setelah 6 bulan atau 1 tahun kepada
dokter yang merawat dan tercatat di rekam medis.
o Aura atau tanda tanda lain sebelum bangkitan dengan kesadaran penuh
dianggap sebagai bangkitan.
o Kejang demam pada masa anak dan berhenti setelah usia 5 tahun tidak dianggap
sebagai bagian dari riwayat epilepsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. -HURPH $QJHO -U 0' $0$V 6FLHQFH 1HZV 'HSDUWPHQW DW -464-2410,
the AAN Press Room at 415-978-3521 or email kstone@aan.com
2. Kamus Istilah, menurut peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia,
suplemen 2001, PT Tatanusa, Jakarta, Indonesia.
3. Roy G Beran, Epilepsy and Law, The International Center For Health, Law and
Ethics Library, Yozmot Publ.Ltd, Tel-Aviv 61560, Israel,2000.
4. Epilepsy : Medicolegal Issues. http://emedicine.medscape.com/article/1148461overview#a30.
5. Duncan JS. Institute of Neurology, University colllege London, National
Hospital for Neurology and Neurosurrgery, Queen Square, London, and
National Society for Epilepsy. Medico-legal aspects of epilepsy. 2009.
http://www.epilepsisociety.org.uk/forprofessionals/
articles-1/
socialaspe
cts/maincontent/chapter56duncan.pdf.
6. P Fenwick and M Walker. Epilepsy and the Law. The Maudsley Hospital,
London, and Department of Clinical Neurology, Institute of Neurology, Queen
Square, London, and National Society for Epilepsy, Chalfont St Peter, Bucks.
http://www.epilepsisociety.org.uk/forprofessionals/articles1/socialaspectd/main_content/ chapter55fenwickwalker.pdf
7. Driving and the law. http://www.epilepsy.com/epilepsy/rights_driving#1.
88
8. Ooi WW, Gutrecht JA. International Regulation for Automobile Driving and
Epilepsy. J Travel Med : 2000;7:1-4.
9. Drazkowski J. An Overview of epilepsy and driving, from: problems with
Epilepsi beyond Seizure, 2006 Annual Course, American Epilepsy Society,
Editor Peter Camfield MD Vol 48 Supp : 9 ; 2007.
10. Epilepsy
support-driving.
http://www.epilepsylifelinks.com/service-driver-
seizure.php
11. Morgan J. 2010. NZ. Transport Agency. Waka Kotahi.
89
BAB 11
90
Pelaporan EEG
Pendahuluan
x
(chloralhidrat/melatonin)
atau
persiapan
khusus
seperti
perekaman
apakah
pengurangan tidur
x
Tuliskan
juga
kesadaran
penyandang
pada
awal
Bila penyandang puasa perlu dicantumkan pada awal pelaporan (makan terakhir
jam...)
Jumlah elektroda perlu dicantumkan bila tidak memenuhi standar (21 buah) atau
digunakan penggunaan elektroda tambahan.
Perlu juga dicantumkan lama perekaman, bila lama perekaman, bila lama
perekaman lebih cepat atau lebih lama dari20-30 menit.
Dimulai
dari
irama
dasar,
aktivitas
dominan,
terangkan
tentangg;
Kemudian lakukan penilaian yang sama untuk aktivitas yang nondominan dan
abnormalitas
Respon terhadap buka tutup mata dan prosedur aktivasi perlu juga dinilai baik
normal maupun abnormal
I nterpretasi meliputi :
x Kesan EEG
o Interpretasi adalah kesan pembaca tentang normalatau abnormalnya hasil
rekaman, buatlah singkat dan padat , jangan berkepanjangan
91
o Bila hasil rekaman abnormal, tentukan derajatabnormalitasnya, dan cantumkan
apa yang menjadi dasar abnormalitasnya, dan cantumkan apa yang menjadi
dasar abnormalitas tersebut
o Bandingkan dengan hasil rekaman EEG sebelumnya bila ada.
x Korelasi gambaran EEG dengan klinis
o Perlu diterangkan bagaimana hubungan temuan EEG dengan gambaran klinis
penyandang epilepsi
o Bila dirasa perlu, pembaca EEG boleh mengajukan saran, misalnya meminta
EEG diulang dengan prosedur tambahan, misalnya mengurangi tidur.
92
DAFTAR PUSTAKA
1. Flink RPB, Guekht AB, et al. Guidelines for the Use of Methodology in The
diagnosis of Epilepsy. International league Against Epilepsi Commision Report.
Commision on European Affairs. Subcommission on European Guidelines. Acta
Neurologica. Scandinavia, 2002;106(1):1-7
2. Panayiotopoulous CP, A Clinical Guide to Epileptic Syndromes and the
treatment. Oxfordshire. UK. Bladon Medical Publishing, 2010
3. Lawrence J Hirsch, Hiba Arif. Elektroencephalography (EEG) in the diagnosis
of
seizures
and
epilepsy.
Official
reprint
from
UpToDatewww.uptodate.com.2010;1-25.
4. Ebersole JS, Pedley TA. Current practice of clinical Electroencephalography
Third Edition. Lippincott Williams & Wilkins.USA.2003
5. Epstein CM, Bej MD,Schaefer NF, Lagerlund TD, et al. Guidelines Revision.
American Clinical Neurophysiology Society.2006.
6. Luders HO, Noachtar S, Atlas and Classification of Eletroencephalograpy.
W.B.Saunders Company. Philadephia.2000.
LAM PI RAN
HASI L PEM ERIKSAAN EEG
Nama
Jenis Kelamin :
Umur
tahun
No. EEG
Dokter Pengirim :
Tanggal
Alamat
Premedikasi
Pengobatan
93
Makan terakhir
: Pk.
Lama
Perekaman
menit
Riwayat penyakit termasuk pernyataan klinis dan bangkitan terakhir :
+DVLO
05,
WDQJJDO
+DVLO
((*
VHEHOXPQ\D
WDQJJDO
Frekuensi
Amplitudo
Distrbusi
Keterangan
Irama
Daerah posterior
dasar
kepala, simetris
Beta
Bifrontal,
Kontinu, ritmis
simetris
PSWY
Intermiten,bercampur dengan
Daerah posterior
kepala
buka mata
7LGXU6WDGLXP
Aktivitas
Perlambatan
Frekuensi
Amplitudo
Distrbusi
Simetris
Keterangan
Ritmis, irama dasar
berkurang
Vertex sharp
Frontosentral
msec
transient
Spindels
Durasi 150-200
Frontosentral
94
POSTS
Bioksipital
Simetris
Durasi 100 msec
Frekuensi
Amplitudo
Distrbusi
Keterangan
Frekuensi
Amplitudo
3KRWLF
Distrbusi
Bioksipital
Keterangan
Simetris
GULYLQJ
Keterangan:
)UHNXHQVL+]$PSOLWXGR/90-9+-Y
PSWY : Posterior Slow Wave of The Youth
POSTS : Positive Occipital Sharp Transient Singkatan lain dapat dicantumkan disini
misalnya SWC : Spike wave complex sesuai dengan temuan yang didapat
Kesan EEG:
Normal/Abnormal (I/II/III)*
Korelasi:
Dikorelasikan antara temuan EEG dengan gambaran kilns (untuk menjawab pertanyaan
klinis)
95
96