Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS DUKUNGAN INFRASTRUKTUR JALAN DALAM PENGEMBANGAN

JAWA BARAT BAGIAN SELATAN SEBAGAI PUSAT KEGIATAN NASIONAL (PKN) DAN PUSAT
KEGIATAN WILAYAH (PKW)
Oleh : Prof. Dr. Ir. Drs. H. M. GUNTORO, MM *)

1. KONDISI UMUM JAWA BARAT BAGIAN SELATAN


Dalam kebijakan struktur ruang Jawa Barat dikembangkan 3 (tiga) Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) yang meliputi Bodebek, Bandung dan Cirebon, yang didukung oleh 7 (tujuh) Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) meliputi: Sukabumi, Palabuhanratu, Cikampek-Cikopo, Tasikmalaya,
Kadipaten, Indramayu dan Pangandaran. Dengan demikian terdapat 2 (dua) PKW berada di
Jawa Barat Bagian Selatan. Namun demikian perkembangan Jawa Barat masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan Jawa Barat bagian tengah maupun utara.
Salah satu permasalahan di Jabar Selatan yaitu tingkat aksesibilitas yang masih rendah
dengan kondisi jalan yang masih rusak ringan dan rusak berat serta sempit dengan waktu
tempuh sangat lama. Kondisi ini menyebabkan potensi ekonomi yang ada tidak dapat
berkembang secara maksimal. Beberapa potensi yang bisa dikembangkan yaitu potensi
kelautan, pariwisata, peternakan, perkebunan, pertanian, pertambangan energi dan lain-lain.
Potensi ini tidak dapat dimanfaatkan sehingga masih banyak masyarakat yang miskin,
produktivitas rendah, tingkat pendidikan rendah, tingkat kesehatan juga rendah dan lainlain.
2. METODA PENDEKATAN
Secara garis besar metoda penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: 1). Analisis penentuan
kebijakan pembangunan Jabar Selatan, 2). Penentuan kebijakan prioritas dan 3). Analisis
kelayakan ekonomi kebijakan prioritas sebagaimana gambar 1.

Kajian Kebijakan
dan Perencanaan

Kajian Tentang
Lingkungan dan Tata
Ruang

Kajian Tentang Potensi dan


Permasalahan
Pengembangan Jabar Selatan
TAHAP I
SWOT ANALISIS

Kebijakan Pengembangan Jabar


Selatan

Kebijakan Prioritas

Analisis Kelayakan
Ekonomi Kebijakan
Prioritas

TAHAP II
AMK
TAHAP III
Producer Surplus
Consumer Surplus
NPV
BCR
EIRR

Kesimpulan

*) Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat

Gambar 1: Metoda Pendekatan


Pada tahap pertama untuk menentukan kebijakan pembangunan Jabar Selatan dilakukan
analisis menggunakan SWOT Analisis. SWOT analisis adalah salah satu pendekatan analitis
tentang kondisi Internal dan Eksternal suatu entitas. Pada pendekatan ini setiap kondisi yang
terekam
dikelompokkan
menjadi
elemen-elemen
Strength/kekuatan
(S),
Weakness/kelemahan (W), Opportunity/kesempatan (O) dan Threat/ancaman (T).
Ilustrasi dari pendekatan ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
Strength

Threat

Diversification
Turnaround

Offence

Opportunity

Defence

Weakness
Gambar 2: Ilustrasi Pendekatan SWOT
Dalam proses analisisnya sebagai berikut:
a.

Inside-Out (Selling Concept)

Melakukan analisis tentang kemampuan diri sendiri baru melihat slot partisipasi dalam
peta lingkungan sekitar. Analisis yang digunakan beralur SWO-T.
b.

Outside-In (Marketing Concept)

Melakukan analisis tentang slot partisipasi dalam peta lingkungan sekitar yang
diinginkan, baru kemudian menilai kemampuan diri sendiri. Analisis yang digunakan
beralur O-T-S-W.
Setelah tahap pertama selesai dengan didapatnya beberapa kebijakan pembangunan Jabar
Selatan, maka diperlukan analisis kebijakan prioritas yang perlu mendapat dukungan utama
untuk diselesaikan terlebih dahulu.
Pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas ini ditemukan masalah yang komplek
yaitu masalah yang multiobjektif dan multikriteria tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan
banyak terdapat kriteria yang berperan dalam penentuan prioritas. Dalam studi ini,
penentuan skala prioritas dengan menggunakan metode Analisis Multi Kriteria (AMK).
AMK menggunakan model hirarki yang terdiri dari tujuan, kriteria dan beberapa subkriteria
serta alternatif untuk masing-masing permasalahan atau keputusan. AMK didasarkan atas
empat prinsip dasar yaitu dekomposisi (decomposition), penilaian kriteria dan alternatif
(comparative judgements), penentuan prioritas (synthesis of priority) dan konsistensi logis.
AMK memperhitungkan pembobotan setiap kriteria secara konsisten sehingga dapat
diketahui kriteria mana yang paling berperan untuk mengoptimalkan tujuan. Pembobotan
kriteria pada AMK dilakukan dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan
(pairwise comparison).

Dengan didapatnya kebijakan prioritas, maka dilakukan analisis kelayakan ekonomi terhadap
kebijakan prioritas tersebut yang merupakan analisis tahap ketiga. Metoda pendekatan pada
tahap kedua adalah dengan melihat kondisi jaringan jalan, lalu lintas dan tata guna lahan.
Dengan analisis ketiga aspek tersebut kemudian dibandingkan antara kondisi tanpa adanya
peningkatan jalan dan dengan adanya pembangunan jalan sebagaimana Gambar 3.
ANALISIS
KONDISI JALAN
KONSEP PENGEMBANGAN
SISTEM JARINGAN JALAN
(Sistranas. Sistrawil, dll)

ANALISIS
LALULINTAS
ARUS
LALULINTAS
SAAT INI

KONDISI JARINGAN
JALAN EKSISTING (IRMS)

ANALISIS TATA
GUNA LAHAN
ARUS
LALULINTAS
POTENSIAL

TATA GUNA
LAHAN
EKSISTING

KEBUTUHAN
PERGERAKAN SAAT INI

PERTUMBUHAN
LALULINTAS

BANGKITAN
PERGERAKAN

PERUBAHAN TATA
GUNA LAHAN

KEBUTUHAN PERGERAKAN
MASA YANG AKAN
DATANG
ASPEK
TEKNIS
KONDISI TANPA
PENINGKATAN JALAN

ANALISIS MANFAAT

ANALISIS EKONOMIS

Gambar 3: Proses Analisis Ekonomi


Pada dasarnya perhitungan manfaat pembangunan jalan terbagi menjadi dua pendekatan,
yaitu : pendekatan Producer Surplus dan pendekatan Consumer Surplus
Analisis producer surplus dilakukan sebagai salah satu parameter penilai untuk mengevaluasi
manfaat pembangunan jalan. Dalam hal ini kriteria keuntungan (benefit) yang digunakan
adalah semua surplus yang dinikmati oleh produsen barang dan jasa yang dijual akibat
adanya pembangunan jalan. Untuk jelasnya dengan gambar 4.

C4

St

St

C3

Sf

C3
C2
C2
C1

Q1

Q2

Gambar 4: Keuntungan Pembangunan Jalan dan Jembatan dari Producer Surplus


3

C1
C2

=
=

C2

C3
C3
C4

=
=
=

Unit harga produksi (marginal cost)


Unit harga produksi dan unit biaya transportasi sebelum adanya jalan dan
jembatan baru
Unit harga produksi dan unit biaya transportasi setelah adanya jalan dan jembatan
baru
Biaya produksi untuk jumlah Q1 (harga petani)
Biaya produksi untuk jumlah Q2 (harga petani)
Biaya produksi dan biaya transportasi = Harga Jual

Konsep pendekatan consumer surplus adalah adanya pengurangan harga yang dikeluarkan
oleh konsumen untuk memperoleh/menggunakan produk tertentu. Selisih harga awal
dengan harga baru yang harus dikeluarkan merupakan penghematan (savings) bagi
konsumen, sementara itu sesuai dengan fungsi (kurva) demand-nya maka akan terdapat
penambahan volume. Sehingga manfaat total adalah perkalian jumlah volume baru dengan
selisih harga yang terjadi. Keuntungan tersebut dapat dilihat pada gambar 5.

Harga
(Price)
Kurva Demand

P
P

Perubahan surplus akibat P turun menjadi P

N
M

Q1

Q2

Volume (Quantity)

Gambar 5: Keuntungan Pembangunan Jalan dan Jembatan dari Perubahan Consumer Surplus

3. HASIL ANALISIS
A.

TAHAP PERTAMA
Dari hasil Analisis SWOT didapat beberapa kebijakan yang harus dilaksanakan untuk
memacu perkembangan di Jawa Barat Bagian Selatan, yaitu:
a. Kebijakan pengembangan sumber daya lahan
Peningkatan produktivitas lahan dan aktivitas budidaya secara optimal dengan
tetap memperhatikan fungsi kawasan lindung yang telah ditetapkan.
Mengembangkan klaster sebagai pusat-pusat pengembangan komoditas
unggulan.
b. Kebijakan pengembangan sektor pertanian
Pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan, perkebunan,
peternakan dan perikanan sebagai produk aneka dari agribisnis terpadu yang
berorientasi ekspor dan substansi impor yang dapat meningkatkan kualitas SDM
dan menyerap tenaga kerja.
Meningkatkan investasi yang mendukung pengembanagn komoditas unggulan.
4

Pengembangan teknologi produksi tepat guna yang mendukung pengembangan


komoditas unggulan.
Meningkatkan sinergitas dan kelembagaan kemitraan tripartit (petani,
pemerintah dan pelaku ekonomi) yang dapat mendukung pengembangan
komoditas unggulan.
c. Kebijakan pengembangan industri dan perdagangan
Peningkatan aktivitas ekonomi yang sudah ada.
Peningkatan investasi usaha baru yang mendukung sektor pertanian.
d. Kebijakan pengembangan pariwisata
Pengembangan produk dan destinasi wisata.
Pengembangan pasar dan pemasaran.
Pengembangan sumber daya manusia.
Pembagian Kawasan Wisata Unggulan (KWU).
Pengembangan Kelembagaan.
e. Kebijakan pengembangan pertambangan
Aktivitas penambangan yang memberdayakan masyarakat setempat.
Aktivitas penambangan berwawasan lingkungan.
f. Kebijakan pengembangan jaringan jalan
Kebijakan yang diterapkan yaitu peningkatan sediaan dan kualitas jaringan jalan di
Jabar Selatan baik pada ruas utara-selatan maupun pada ruas barat-timur sebagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan daya tarik aktivitas
budidaya di Jabar Selatan.
Strategi yang diterapkan dalam meimplementasikan kebijakan tersebut yaitu:

B.

Menyelesaikan pembangunan/peningkatan jalan jalur horizontal Jabar Selatan


mulai dari perbatasan Jawa BaratBanten sampai dengan Jawa BaratJawa
Tengah dengan kondisi yang baik.
Dengan melakukan analisis sistem jaringan jalan nasional, jaringan jalan pada
jalur horizontal Jabar Selatan ini merupakan bagian dari sistem jalur pantai
selatan Pulau Jawa sehingga fungsinya merupakan jalan arteri primer sehingga
statusnya ditingkatkan menjadi jalan nasional.
Meningkatkan kualitas jalan jalur vertikal antara utara dan selatan.
Terdapat beberapa ruas jalan jalur vertikal Jabar Selatan. Dengan melakukan
analisis, jalur jalan yang prioritas untuk ditingkatkan yaitu ruas Bandung Cukul
- Cisewu Rancabuaya dan Garut Cikajang Pameungpeuk.

TAHAP KEDUA
Pada analisis tahap kedua dilakukan penentuan kebijakan prioritas untuk segera
dilaksanakan. Dengan metoda AMK didapat kebijakan yang prioritas untuk segera
dilaksanakan yaitu Kebijakan pengembangan jaringan jalan, sebagaimana terlihat pada
tabel 1.

Tabel 1: Nilai Prioritas Masing-masing Kebijakan

Bobot
Global
(B)

Kriteria

Kebijakan
Keb.1

Keb.2

Keb.3

Keb.4

Keb.5

Keb.6

Nilai
(N)

Bx
N

Nilai
(N)

Bx
N

Nilai
(N)

Bx
N

Nilai
(N)

Bx
N

Nilai
(N)

Bx
N

Nilai
(N)

Bx
N

Biaya murah

0.18

8.00

1.44

7.00

1.26

6.50

1.17

7.00

1.26

5.50

0.99

5.50

0.99

Pengembangan ekonomi

0.20

4.50

0.90

6.50

1.30

7.00

1.40

7.00

1.40

6.00

1.20

8.50

1.70

Pemanfaatan potensi daerah

0.15

6.00

0.90

7.50

1.13

6.00

0.90

8.50

1.28

6.50

0.98

6.50

0.98

Dampak terhadap lingkungan

0.18

7.00

1.26

8.00

1.44

5.00

0.90

7.50

1.35

5.00

0.90

7.00

1.26

Mendukung sektor lainnya

0.29

6.50

1.89

7.00

2.03

6.50

1.89

7.50

2.18

6.50

1.89

9.50

2.76

Jumlah

1.00

Rangking

Keterangan:
Keb.1 = Kebijakan
Keb.2 = Kebijakan
Keb.3 = Kebijakan
Keb.4 = Kebijakan
Keb.5 = Kebijakan
Keb.6 = Kebijakan
C.

6.39

pengembangan
pengembangan
pengembangan
pengembangan
pengembangan
pengembangan

7.16
3

6.26

7.46

5.95
6

7.68
1

sumber daya lahan


sektor pertanian
industri dan perdagangan
pariwisata
pertambangan
jaringan jalan

TAHAP KETIGA

Dari analisis pembobotan yang dilakukan maka kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah
pengembangan jaringan jalan. Jaringan jalan yang baik merupakan prasyarat dalam
pengembangan pembangunan wilayah maupun sekaligus faktor penting untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kerangka makro-ekonomi, jaringan jalan merupakan tulang punggung perekonomian
nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Sarana transportasi
memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah
satu dengan daerah yang lain. Dengan demikian diharapkan dengan pengembangan jaringan
jalan maka kebijakan-kebijakan lainnya dapat berjalan dengan baik.
Dari hasil perhitungan producer surplus dan consumer surplus, dapat disimpulkan besarrnya
nilai ekonomi yang didapat pada masing-masing ruas jalan seperti yang tertera pada tabeltabel berikut.
Tabel 2: Besarnya Nilai Parameter Ekonomi pada Pendekatan Producer Surplus dan Consumer
Surplus Ruas Cibareno Surade
Measures of Economic Feasibility
Net Present Value - NPV (RP. Billion)
Benefit Cost Ratio BCR
Economic Internal Rate of Return - EIRR (%)

Discount Rate
30%

50%

90%

386.753,0 249.624,4 172.593,2


387,79

534,89

712,53

21%

Tabel 3: Besarnya Nilai Parameter Ekonomi pada Pendekatan Producer Surplus dan Consumer
Surplus Ruas Ujung Genteng Surade
Measures of Economic Feasibility
Net Present Value - NPV (RP. Billion)
Benefit Cost Ratio BCR

Discount Rate
40%

60%

90%

2.342.960,5 1.618.667,7 1.237.430,8


3674,61

4312,27

Economic Internal Rate of Return - EIRR (%)

5102,26

20%

Tabel 4: Besarnya Nilai Parameter Ekonomi pada Pendekatan Producer Surplus dan Consumer
Surplus Ruas Surade - Sindangbarang
Measures of Economic Feasibility
Net Present Value - NPV (RP. Billion)

Discount Rate
5%

10%

20%

589.020,7 192.709,5

Benefit Cost Ratio BCR

3,63

Economic Internal Rate of Return - EIRR (%)

-28.880,5

2,03

0,80

17,00

Tabel 5: Besarnya Nilai Parameter Ekonomi pada Pendekatan Producer Surplus dan Consumer
Surplus Ruas Sindangbarang - Pameungpeuk
Measures of Economic Feasibility
Net Present Value - NPV (RP. Billion)
Benefit Cost Ratio BCR

Discount Rate
30%

40%

50%

111.495,1

27.162,4

-5.038,9

2,28

1,37

0,92

Economic Internal Rate of Return - EIRR (%)

47,00

Tabel 6: Besarnya Nilai Parameter Ekonomi pada Pendekatan Producer Surplus dan Consumer
Surplus Ruas Pameungpeuk - Cimerak
Measures of Economic Feasibility
Net Present Value - NPV (RP. Billion)

Discount Rate
70%

80%

90%

1.214,7

1.755,2

2.574,5

1,03

1,05

1,08

Benefit Cost Ratio BCR


Economic Internal Rate of Return - EIRR (%)

19 %

Tabel 7: Besarnya Nilai Parameter Ekonomi pada Pendekatan Producer Surplus dan Consumer
Surplus Ruas Cimerak - Kalipucang
Measures of Economic Feasibility
Net Present Value - NPV (RP. Billion)
Benefit Cost Ratio BCR
Economic Internal Rate of Return - EIRR (%)

Discount Rate
60%

80%

100%

101.307,2

49.235,0

72.591,4

478,84

318,56

593,59

19%

4. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah pengembangan jaringan jalan baik pada
jalur horizontal maupun vertikal. Diharapkan dengan pengembangan jaringan jalan maka
kebijakan-kebijakan lainnya dapat berjalan dengan baik.
Strateginya yaitu menyelesaikan pembangunan/peningkatan jalan jalur horizontal Jabar
Selatan mulai dari perbatasan Jawa BaratBanten sampai dengan Jawa BaratJawa
Tengah serta jalur vertikal antara utara dan selatan.
b. Dari analisis ekonomi di atas terlihat bahwa setiap ruas jalan di Jawa Barat Selatan
sangat layak untuk dilaksanakan. Hal ini terlihat dari:
Nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari 0
Nilai Benefit Cost Ratio (BCR) lebih besar dari 1
Nilai Economic Internal Rate of Return (EIRR) berada di atas suku bunga yang
berlaku

Anda mungkin juga menyukai