Laju Mutasi
Ada dua parameter yang digunakan untuk mengukur kejadian mutasi yaitu laju mutasi
(mutation rate) dan frekuensi mutasi (mutation frequency). Laju mutasi menggambarkan
peluang suatu macam mutasi tertentu sebagai suatu fungsi dari waktu, sedangkan frekuensi
mutasi adalah jumlah kejadian sesuatu mutasi tertentu pada suatu macam populasi sel atau
individu.
Pada umumnya laju mutasi yang teramati rendah, tetapi beberapa gen jelas terlihat
sering bermutasi daripada yang lainnya. Mutasi spontan yang terjadi sekalipun frekuensi yang
teramati berbeda dari gen ke gen maupun dari makhluk hidup ke makhluk. Laju mutasi yang
teramati rendah serta mutasi spontan yang terjadi didasarkan pada mutasi yang dampaknya
teramati (terdeteksi), dan sama sekali tidak termasuk mutasi yang dampaknya teramati.
Pengukuran frekuensi mutasi ke depan (forward mutation) berkisar sekitar 10-8 hingga
10-10 mutasi yang terdeteksi perpasangan nukleotida pergenerasi. Banyak mutasi yang terjadi
daripada yang benar-benar terdeteksi, jika sebagaian besarnya tidak diperbaiki. Laju mutasi
yang terdeteksi secara individual rendah. Tetapi kenyataannya tiap individu makhluk hidup
mempunyai banyak gen, dan setiap spesies tersusun dari banyak individu. Sebenarnya mutasi
merupakan peristiwa yang biasa, tidak jarang.
Pengukuran laju mutasi lebih mudah pada bakteri dan faq disebabkan karena
kromosom kelompok makhluk hidup monoploid dengan demikian prngukuran dan
pemeriksaan makhluk hidup dapat dilakukan sejumlah besar populasi. Pada tahun 1972
Muller merancang suatu cara yang tepat untuk mempelajari mutasi. Teknik muller ini
dilakukan dengan cara menyilangkan individu betina Muller-5 homozigot yang disilangkan
dengan individu jantan wildtype. Individu jantan wildtype ini yang akan dideteksi mutan
letalnya yang resesif dan yang terpaut dengan kromosom kelamin X. Turunan I yang
dihasilkan adalah individu betina heterozigot. Sedangkan individu jantan pada keturunan I
ini merupakan Muller-5. Turunan II ini muncul individu jantan Wildtype, maka kemyataan
tersebut membuktikan bahwa kromosom X yang dideteksi tidak mengandung sesuatu mutan
resesif letal. Teknik Muller-5 untuk pengukuran laju mutasi juga bermanfaat untuk
mendeteksi agen-agen penyebab mutasi.
Deteksi Mutasi
Deteksi mutasi pada makhluk hidup monoploid semacam bakteri dan jamur sangat
efisien. Konidia monoploid yang mengandung sesuatu mutan dapat dideteksi dan diisolasi
atas dasar kegagalannya tumbuh pada suatu medium lengkap. Mutasi yang sudah dikaji
bahwa mutasi pada konidia tersebut mempengaruhi biosintesis protein.
Teknik Muller-5 juga merupakan deteksi mutasi pada Drosophila dan disebut dengan
peristiwa CIB. C adalah suatu inversi yang menekan peristiwa pindah silang. I adalah suatu
alela letal resesif. Sedangkan B adalah suatu duplikasi gen dominan yang memunculkan mata
Bar. Selain teknik tersebut Muller juga menggunakan teknik kromosom X berlekatkan atau
attached-X procedure.
Pada tumbuhan tingkat tinggi dapat dideteksi dengan cara mendeteksi mutasi-mutasi
biokimiawi. Teknik yang pertama yang dilakukan adalah dengan melalui analisis komposisi
kimia. Analisis kimia tersebut bermanfaat untuk melawan sakit kurang gizi yang diakibatkan
oleh ketidakcukupan protein atau ketiadaan asam amino. Teknik deteksi mutasi lain pada
tumbuhan adalah melibatkan kultur jaringan galur sel tumbuhan pada galur tertentu.
Pada manusia deteksi mutasi dilakukan dengan cara anlisis silsilah. Upaya pelacakan
melalui analisis silsilah dilakukan dengan sejauh mungkin. Segera setelah sesuai sifat
dipastikan menurun, akan dirmalkan apakah alela mutan terpaut kromosom kelamin atau
terpaut autosom. Misalnya pada penyakit katarak setelah dibuatkan analisis silsilah ternyata
gen mutan dominan tidak terpaut kromosom X. Selain itu deteksi mutasi pada manusia dapat
dilakukan dengan teknik invitro. Teknik ini memanfaatkan kultur sel yang didasarkan pada
analisis enzim, migarasi protein pada medan elektroforetik.
Uji Ames
Senyawa kimia masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan atau saluran
pernapasan. Uji ames ini dikembangkan oleh Bruce Ames pada tahun 1970-an. Uji ames
menggunakan bakteri Salmonela thphimurium sebagai organisme uji. Pada saat ini uji ames
berhasil mengidentifikasi sejumalah besae agen mutasi dari anatara berbagai senyawa kimia
dilingkungan kita seperti zat aditif, pewarna rambut, klorida vinil, pewarna makanan tertentu.
terdapat
banyak
individu,
sehingga
peristiwa
mutasi
ini
kromosom
monoploid.
Kromosom
yang
monoploid
akan
dimana
frekuensi
mutasi
berbanding
lurus
dengan
dosis
memiliki
kromosom
haploid
pada
fase
generatifnya,
kromosom X
analisis
komposisi
biokimia.
Penerapan
teknik
ini
dengan