Anda di halaman 1dari 4

I.

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan alam yang berlimpah

termasuk daratan luas untuk kegiatan pertanian. Banyak kegiatan pertanian yang bisa
dilakukan di Indonesia, tidak hanya mengusahakan tanaman perkebunan tetapi juga
mengusahakan tanaman pangan. Terlebih lagi Indonesia memiliki iklim yang cocok
untuk ditanami tanaman pangan misalnya padi, jagung, kedelai. Hal ini tentu saja
sangat mendukung kegiatan usahatani di Indonesia.
Kedelai merupakan komoditas yang tidak asing lagi bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Komoditas ini banyak dicari masyarakat Indonesia sebagai
bahan dasar untuk membuat tahu, tempe, kecap dan susu kedelai. Terlebih lagi
kedelai mempunyai kandungan gizi tinggi yaitu protein nabati yang dibutuhkan
manusia. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang semakin hari
semakin meningkat terjadi permintaan yang tinggi terhadap kedelai. Padahal
Indonesia belum mampu swasembada kedelai. Menurut Kementrian Pertanian (2015)
rata-rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya sebesar 2,2 juta ton biji kering, akan
tetapi kemampuan produksi dalam negeri saat ini hanya mampu memenuhi 779.992
ton (Angka Tetap tahun 2013, BPS) atau 33,91 % dari kebutuhan. Selanjutnya
berdasarkan Angka Ramalan II tahun 2014 baru mencapai 921.336 ton atau 40,06%.
Hal tersebut mengakibatkan pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk
mengimpor kedelai dari luar negeri karena masih rendahnya produksi kedelai di
Indonesia untuk mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia. Menurut Kementrian
Pertanian (2015), impor kedelai sepanjang tahun 2014 sebanyak 1.915.791,22 ton.
Padahal harga kedelai impor lebih murah dibandingkan kedelai lokal. Keadaan
tersebut tentu saja menyebabkan petani kedelai mengalami kerugian karena harga
kedelai

impor lebih murah daripada harga kedelai lokal. Hal ini menyebabkan

menurunnya minat petani kedelai untuk tidak menanam kedelai dan mengganti
dengan komoditas lainnya.
Kementrian Pertanian (2015) produksi kedelai di DIY tahun 2013 sebesar
31.677 ton wose. DIY menyumbang produksi sebesar 4,06 % dari nasional. Namun
demikian produktivitas baru mencapai 13,6 kw/ha, di bawah rata-rata nasional yaitu

sebesar 14,16 kw/ha. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa produktivitas masih
dapat ditingkatkan dengan penerapan program dari pemerintah. Menurut Badan
Litbang (2015) prospek pengembangan kedelai di dalam negeri untuk menekan
impor cukup baik, mengingat ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim
yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup
terampil dalam usahatani. Di samping itu, pasar komoditas kedelai masih terbuka
lebar.
Banyak hal yang dilakukan pemerintah untuk swasembada dan mengatasi
impor bahan pangan salah satunya dengan program Gerakan Penerapan Pengelolaan
Tanaman Terpadu kedelai (GPPTT). Program GPPTT dilaksanakan dibeberapa
daerah termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di DIY telah diterapkan
GPPTT untuk swasembada kedelai daerah. Terdapat 3 kabupaten yang diikut
sertakan dalam program GPPTT kedelai yaitu Kabupaten Kulon Progo, Gunungkidul
dan Bantul. Program ini menjadikan petani kedelai mampu melaksanakan budidaya
kedelai secara mandiri dengan hasil akhir untuk meningkatkan produktivitas dan
produksi kedelai daerah. Dalam program ini pemerintah memberikan sarana produksi
untuk menunjang keberhasilan program tersebut misalnya benih dan pupuk. Selain
itu pemerintah juga memberikan penyuluhan melalui penyuluh pertanian lapangan
(PPL) atau pun mantri tani untuk memberikan dan menjelaskan teknik budidaya
kedelai yang tepat. Ada pun mahasiswa yang dilibatkan untuk mendampingi petani
dan melakukan pencatatan kegiatan petani.
Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul merupakan salah satu kawasan yang
sebagian penduduknya bekerja disektor pertanian. Kawasan ini masih mempunyai
lahan yang cukup luas dan cocok digunakan dalam usaha pengembangan padi dan
kedelai. Kecamatan ini merupakan salah satu wilayah dilaksanakannya program
GPPTT kedelai sejak awal tahun 2015. Program ini dilaksanakan di kecamatan
Dlingo karena tanah yang ada cocok untuk ditanami kedelai. Selama program
GPPTT kedelai dilaksanakan di DIY, Kecamatan Dlingo merupakan salah satu
wilayah yang sudah menyelesaikan serangkaian program GPPTT kedelai mulai dari
pengolahan tanah hingga panen. Adanya program GPPT ini tentu saja menimbulkan
suatu persepsi yang berbeda-beda dari petani. Persepsi merupakan proses yang
terjadi didalam diri seseorang terhadap adanya rangsangan kemudian terjadi proses

penyariangan dan interpretasi ataupun penafsiran terhadap rangsangan tersebut.


Proses penafsiran tersebut bisa berbeda-beda. Banyak faktor yang mempengaruhi
persepsi petani di Kecamatan Dlingo. Maka dari itulah dengan topik penelitian
Persepsi Petani Terhadap Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman
Terpadu Kedelai di Kecamatan Dlingo, Bantul penting dan strategis untuk
dilakukan.

2.

Rumusan masalah
Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul merupakan salah satu kawasan

dilaksanakannya program GPPTT kedelai. Program GPPTT kedelai merupakan


program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan produksi kedelai.
Program ini adalah program pemerintah yang baru dilaksanakan pada awal tahun
2015. Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian bagaimana persepsi petani
terhadap program GPPTT kedelai di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dikaji antara lain:
1) Bagaimana persepsi petani terhadap program GPPTT kedelai di Kecamatan
Dlingo, Kabupaten Bantul?
2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi persepsi petani terhadap program
GPPTT kedelai di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul?

3.

Tujuan
1) Mengetahui persepsi petani terhadap program GPPTT kedelai di Kecamatan
Dlingo, Kabupaten Bantul.
2) Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi petani terhadap
program GPPTT kedelai di Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul.

4.

Kegunaan penelitian
1) Bagi peneliti, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar S1 sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
2) Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memberikan informasi dan referensi
untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan program
GPPTT kedelai.
3) Bagi pemerintah, dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam membuat
kebijakan yang berkaitan dengan program GPPTT kedelai.

Anda mungkin juga menyukai