BAB I
PENDAHULUAN
A.
kemudian
aliran
tersebut
berevolusi
dan
memicu
yang
mengidentikkan
Mutazilah
dengan aliran
BAB II
PEMBAHASAN
A.
mu`tazilah
ini
bermula
dari
lontaran
sebagai
rahmat
Allah
atasnya,
Washil
Bin
Atha`
posisi antara iman dan kufur. Antara surga dan neraka (almanzilah baina manzilatain).
Di dalam menyebarkan ajarannya, ia didukung oleh Amr bin
Ubaid (seorang gembong Qadariyyah kota Bashrah) setelah
keduanya bersepakat dalam suatu pemikiran bidah, yaitu
mengingkari taqdir dan sifat-sifat Allah.2
Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok Mutazilah
semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. Hingga
kemudian para tokoh mereka mendalami buku-buku filsafat yang
banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat
itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli
kalam (yang berorientasi pada akal dan mengabaikan dalil-dalil
dari Al Quran dan As Sunnah).3
Oleh karena itu, tidak aneh bila kaidah nomor satu mereka
berbunyi: Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Quran, As
Sunnah dan Ijmadan akal-lah sebagai kata pemutus dalam
segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal, menurut
persangkaan mereka maka sungguh syariat tersebut harus
dibuang atau ditakwil.4
Secara etimologis, kata Mutazilah berarti golongan yang
mengasingkan atau memisahkan diri. Dalam lembaran sejarah
Islam, golongan ini pernah terjadi di kala pertikaian antara Ali bin
Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Pada saat itu
terdapat beberapa orang sahabat Nabi yang tidak menginginkan
2 Muhammad bin Abdul Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), 46-48.
3 Ibid, 29.
4 Abu al-Hasan al-Khayyath, Al-Intishar Firraddi alal MutazilatilQadariyyah Al-Asyrar, 1/65.
dibawa
kaum
Khawarij
dan
Murjiah
yang
dalam
nama
Mutazilah
bukanlah
produk
dari
B.
tindakan
dikategorikan
Allah
Shifah
dan
Filiyah.
berkaitan
Hanya
dengan
saja
makhluk,
Mutazilah
tidak
dia
berada
diluar
Dzat,
dan
akan
menyebabkan
,
Allah Mengetahui dengan Dzat-Nya, bukan dengan
Ilmu-Nya, Berkuasa dengan Dzat-Nya bukan dengan
Kuasa-Nya, dan Berkehendak dengan Dzat-Nya bukan
dengan Kehendak-Nya.
b. Mengatakan al-Quran makhluk.
Mutazilah
mengatakan
bahwa
Kalam
tidak
mungkin
yang
mereka
simpulkan
inilah
yang
[: ]
dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung
Mutazilah mencoba mentakwil ayat ini dengan mengatakan
bahwa Allah SWT menciptakan Kalam pada sebatang pohon yang
kemudian kalam itu keluar dari pohon tersebut, lalu Musa as.
mendengarnya, atau dengan bahasa lain Allah menciptakan
kemampuan bagi pohon untuk mengeluarkan kalam yang akan
disampaikan-Nya
kepada
Musa,
lalu
Musa
as.
mendengar
Mutazilah
mengatakan
al-Quran
makhluk
adalah
tapi kalam itu berupa kumpulan huruf yang teratur dan suara
yang jelas, baik nyata atau ghaib.
c. Mengingkari bahwa Allah SWT dapat dilihat dengan mata
telanjang.
Mutazilah memandang bahwa pendapat yang mengatakan
Allah dapat dilihat dengan mata telanjang di akhirat, membawa
pada ide yang sangat bertentangan dengan Tauhid yaitu tasybih,
menyamakan Allah SWT dengan makhluk. Karena menurut
mereka, ruyah (pandangan) adalah kontak sinar (ittishal syua')
antara yang melihat dengan yang dilihat, dan mereka
memberikan satu syarat agar ruyah itu bisa terjadi yaitu binyah
(tempat/media), dan ruyah tersebut mesti berhubungan dengan
benda nyata (maujud), dan Allah SWT bukanlah yang demikian,
oleh karena itulah mereka mengatakan hal itu mustahil terjadi
pada Allah SWT.
Dengan
pendapat
yang
demikian,
mereka
melakukan
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseriseri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (QS. alQiyamah: 22-23)
Mereka mengatakan bahwa kata ( )di sana tidak berarti
melihat ( )malainkan menunggu ( )dan kata ()
bukanlah huruf jar melainkan musytaq (pecahan kata) dari kata (
)yang berarti nikmat, sehingga maksud ayat adalah: Wajahwajah itu menanti nikmat dari Tuhannya.10
Mereka juga mentakwil ayat:
10 Ibid, 227.
Allah cahaya langit dan bumi (QS. Al-Nur: 35)
Dengan mengatakan bahwa bukan berarti Allah itu adalah
cahaya yang bisa dilihat, melainkan Allah memberikan cahaya
kepada langit dan bumi. Sedangkan terhadap hadits yang
menyatakan orang mukmin di surga bisa melihat Allah bahkan
kondisinya sama dengan kondisi ketika kita melihat bulan
purnama,
hadits
ini
tidak
diterima
oleh
Mutazilah
dan
sejalan
dengan
penjelasan
mereka
tentang
membatasi
jihat
bagi-Nya
berarti
menetapkan
atau
juga
halnya
dengan
semua
ayat
yang
10
[:]..... ......
Artinya: ...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan
Dia.... (QS. Asy Syura; 11)
Untuk menegaskan penilaiannya terhadap antropomorfisme,
Mutazilah memberi takwil terhadap ayat-ayat secara lahir
menggambarkan
kejisiman
Tuhan,
yaitu
dengan
cara
Mutazilah
ingin
mensucikan
perbuatan-perbuatan
11
Tuhan
mempunyai
kewajiban-kewajiban
seperti
wahyu
kepada
manusia,
untuk
membantu
12
tidak mukmin dan tidak pula kafir, tetapi fasiq, suatu posisi
diantara dua posisi.15
Golongan Khawarij berpendapat bahwa orang tersebut
menjadi kafir dan akan kekal di neraka. Golongan Murjiah
berpendapat bahwa orang tersebut tetap mukmin, tidak kekal di
neraka dan mengharapkan rahmat dan ampunan dari Allah. Dan
golongan Mutazilah berpendapat bahwa orang tersebut tidak
mukmin dan tidak kafir tetapi fasiq dan akan kekal di neraka,
tetapi siksanya lebih ringan dari orang kafir. Pendapat ini
merupakan pendapat di antara pendapat Khawarij dan pendapat
Murjiah.
5. al-Amr bi al-Maruf wa al-Nahi an al-Munkar (Perintah untuk
berbuat baik dan larangan berbuat jahat).
Ajaran ini sebenarnya bukan hanya dimiliki oleh golongan
Mutazilah saja, tetapi juga dimiliki oleh semua umat Islam.
Tetapi ada perbedaanya, yaitu pelaksanaan ajaran tersebut
menurut
Mutazilah,
bila
perlu
harus
diwujudkan
atau
13
paham
mutazilah
dengan
yang
lainnya
(Dinasti
Abbasiyah).
Mutazilah
sempat
menjadi
14
Huzail
al-Allaf
adalah
seorang
filosof
Islam.
Ia
mempunyai
sifat;
kalau
dikatakan
Tuhan
berkuasa,
15
al-Allaf.
Kalau
Al-Allaf
mengatakan
bahwa
Tuhan
Menurutnya,
mukjizat
al-quran
terletak
pada
16
menjelaskan
bahwa
perbuatan-perbuatan
manusia
tidaklah
Bisyr
al-Mutamir
yang
penting
menyangkut
mempercayai
keqadiman
al-Quran.
Ia
juga
menolak
17
al-Mutawakil,
mengembalikan
lawan
kekuasaan
golongan
golongan
Mutazilah
yang
untuk
mempercayai
18
keazalian
al-Quran.
Sejak
saat
itu
golongan
Mutazilah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara harfiah Mutazilah adalah berasal dari Itazala yang
berarti berpisah. Aliran Mutaziliyah (memisahkan diri) muncul di
Basrah, Irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan
Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan
al-Bashri
karena
perbedaan
pendapat.
Wasil
bin
Atha
berdosa
besar
aliran
Mutazilah
yang
menolak
19
yang
tinggi
terhadap
akal
dan
logika
20
al-Munkar
(Menegakkan
yang
Makruf
dan
Melarang
Kemunkaran).
Setelah beberapa puluh tahun lamanya golongan Mutazilah
mencapai kepesatan dan kemegahannya, akhirnya mengalami
kemunduran. Kemunduran ini sebenarnya karena perbuatan
mereka sendiri, mereka hendak membela / memperjuangkan
kebebasan berfikir akan tetapi mereka sendiri memusuhi orangorang yang tidak mengikuti pendapat-pendapat mereka.
DAFTAR PUSTAKA
21
dan
Tradisionalisme
Islam,
Yogyakarta,
IRCISOD, 2002.
Mazruah, Mahmud, Tarikh Al Firaq Al Islamiyah, Dar Al Mannar,
Kairo, 1991.
Mufid, Fathul, Ilmu Tauhid/Kalam, Kudus: STAIN Kudus, 2009.
Muhaimin,
M,
Ilmu
Kalam,
Sejarah
dan
Aliran-aliran,
Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1999.
Muthohar, Ahmad, Teologi Islam, Yogyakarta: Teras, 2008.
Nasution, Harun, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan,
1986.
Taib, Abd Muin Thahir, Ilmu Kalam, Jakarta : Penerbit Widjaya.
1986.