Anda di halaman 1dari 30

READING REPORT

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Karangan: Hanun Asrohah, M.Ag.
Penerbit/ tahun terbit: PT Logos Wacana Ilmu/ 1999
Saya akan sedikit menjelaskan sedikit mengenai isi buku yang saya jadikan bahan Laporan Membaca (Reading Report) yakni
buku Sejarah Pendidikan Islam karya Hanun Asrohah.
Berikut merupakan bagian isi yang selanjutnya sebagai tema dalam analisis,
Pertama, Pendidikan Islam dan Sejarahnya di Masa Awal. Pendidikan islam dimulai sejak diutusnya Nabi Muhammad saw. oleh
Allah SWT, sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran, surat al-Mudatsir 74 ayat 1-7. Selanjutnya setelah Nabi wafat,
perjuangan mengenai pendidikan islam dilanjutkan oleh para sahabat.
Setelah Dinasti Umayyah berkuasa, pelaksanaan pendidikan Islam semakin meningkat daripada masa sebelumnya.
Dinasti Umayyah telah meletakkan dasar-dasar bagi kemajuan pendidikan dan pemikiran di masa Dinasti Abbasiyyah. Karena
usahanya inilah, Philip K. Hitti mengatakan bahwa masa Dinasti Umayyah adalah inkubasi atau masa tunas bagi
perkembangan intelektual islam.
Kedua, Islam dan Pemikiran Hellenisme. Pemikiran Yunani yang ditransfer ke dalam islam di samping warisan Hellenis, juga
warisan intelektual Hellenistik, yang keduanya di sini disebut dengan Hellenisme. Pengaruh Hellenisme membawa pengaruh
besar bagi kemajuan pendidikan Islam pada saat itu. Di mana terjadi transfer ilmu dari bangsa-bangsa yang sudah
berkebudayaan tinggi seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India, dengan cara menterjemahkan buku-buku ke dalam bahasa
Arab.
Ketiga, Pengaruh Hellenistik dan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam sebelum Kebangkitan Madrasah. Tidak dapat dielakkan
lagi bahwa penerjemahan karya-karya pemikiran Yunani telah menyebabkan semaraknya dunia pendidikan Islam di masa
Klasik. Walaupun pendidikan di masa Klasik tidak sekompleks pendidikan modern, pendidikan islam di masa Klasik dapat
dikatakan maju bahkan dianggap telah mencapai masa keemasan dalam sepanjang sejarah. Sejak permulaan penerjemahan
karya-karya pemikiran Yunani, pendidikan Islam mengalami kemajuan pesat baik dalam materi pengajarannya (kurikulum)
maupun lembaga pendidikan.
Keempat, Sistem Pendidikan Islam pada Masa Kejayaan. Rasa cinta umat Islam akan pengetahuan, menimbulkan kebutuhan
untuk mengembangkan pendidikan dengan mendirikan institusi-institusi untuk mengajarkan dan mengembangkan ilmu.
Dengan dipelopori oleh penguasa-penguasa Islam yang cinta ilmu, seperti Harun al-Rasyid dan al-Mamun, berdirilah
lembaga-lembaga pendidikan untuk kegiatan keilmuan, seperti kegiatan penerjemahan yang didirikan oleh Harun al-Rasyid,
yang di zaman al-Mamun kegiatannya semakin sempurna sehingga menyebabkan didirikannya Bait al-Hikmah.
Kelima, Kebangkitan Madrasah. Semakin banyaknya umat islam yang tertarik untuk menuntut ilmu, sehingga membuat
mesjid penuh dan tidak muat untuk menampung murid-murid yang belajar mendorong lahirnya bentuk lembaga pendidikan
baru. Perkembangan bentuk lembaga ini melalui tiga tahap, yaitu dari mesjid ke mesjid khan, kemudian menjadi madrasah.
Antara madrasah dan lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya mempunyai perbedaan. Lembaga lembaga
pendidikan sebelum madrasah tidak diatur secara administrative, sedangkan madrasah memiliki administrasi yang teratur
dan rapi.
Keenam, Pembaruan Pendidikan Islam. Pada abad ke-19 umat islam telah terbangun dan sadar dari keterbelakangan umat
islam disbanding bangsa Eropa. Mulailah mereka menata dan memperbaiki segala kekurangan dalam diri mereka, seperti
bidang politik, militer, kegiatan intelektual, dan sebagainya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan umat dituntut perannya
bagi pembaruan islam.
Ketujuh, Pendidikan Islam di Indonesia. Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam
terjadi sejak abad ke-7. Pendidikan Islam dibawa ke Indonesia oleh para ulama yang bertujuan menyebarkan dan mengajar
penduduk setempat mengenai Islam. Selain ulama, para pedagang dari Gujarat yang datang ke Nusantara juga membawa
pengetahuan mengenai ajaran Islam.
Kedelapan, Integrasi Pendidikan Islam ke dalam Sistem Pendidikan Nasional.Indonesia merupakan negara yang berdasarkan
agama, pendidikan agama tidak dapat diabaikan dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Umat beragama beserta
lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia merupakan potensi besar dan sebagai modal dasar dalam pembangunan mental
spiritual bangsa dan merupakan potensi nasional untuk pembangunan fisik materiil bangsa Indonesia. Hal ini sesuai dengan
tujuan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur
berdasarkanPancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, agama tidak dapat dipisahkan dengan penyelenggaraan pendidikan
nasional Indonesia.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang penting bagi manusia untuk menghadapi kelangsungan hidupnya hingga masa
depan. Pendidikan dituntut untuk dapat mengantarkan manusia pada kehidupan yang sesungguhnya. Pendidikan yang
dikenal dewasa ini tidak hanya mencakup secara umum tetapi juga spesifik kepada pendidikan Islam. Dimana pendidikan
Islam dituntut untuk dapat mencetak generasi-generasi penerus yang handal baik dalam ilmu pendidikan umum maupun
agama.
Pendidikan diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan
peradaban. Tidak ada satu prestasi pun tanpa peranan pendidikan. Kejayaan Islam pada masa klasik, yang telah
meninggalkan jejak kebesaran Islam di bidang ekonomi, politik, intelektualisme, tradisi-tradisi, keagamaan, seni dan
sebaginya, tidak terlepas dari dunia pendidikan. Begitu pula dengan kemunduran pendidikan Islam, telah membawa Islam
berkubang dalam kemunduran.
Dengan mempelajari kehidupan masa lampau umat Islam, membantu kita memahami sebab-sebab kemajuan dan
kemunduran pendidikan Islam. Pemahaman tersebut dapat dijadikan sebagai alat berpijak untuk mengembangkan pendidikan
Islam di masa sekarang, dengan mengambil yang baik, dan membuang kesalahan-kesalahan pada masa lampau. Ada
pepatah yang mengatakan Jangan sekali-kali meninggalkan Sejarah atau Belajarlah dari Sejarah. Oleh karena itu, untuk
mencapai kemajuan pendidikan Islam sekarang dan untuk memecahkan persoalan-persoalan pendidikan Islam, kita harus
mempelajari Historical Islam, khususnya yang menyangkut dengan dunia pendidikan Islam. Menurut Simuh sebagaimana
telah dikutip oleh Hanun Asrohah dalam bukunya, untuk kemajuan pendidikan, umat Islam harus memiliki sense of
history, dengan berpijak pada kenyataan yang benar-benar ada, tidak hanya berpijak pada normatif Islam sehingga
pendidikan agama baru berdiri dengan satu kaki saja.
Sejarah pendidikan Islam meliputi keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan Islam dari waktu ke waktu
yangh lain, sejak zaman lahirnya Islam sampai saat ini, atau dapat dirumuskan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan Islam, baik dari segi ide dan konsepsi, maupun dari segi
institusi dan operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Dalam buku Sejarah Pendidikan Islam
karya Hanun Asrohah yang saya jadikan sebagai hasil Laporan membaca (reading report ) ini, aspek-aspek yang dibahas

meliputi sejarah pendidikan Islam di dunia Islam masa klasik sampai abad modern, termasuk di dalamnya sejarah pendidikan
Islam di Indonesia , mulai perkembanganawal hingga sekarang.
Meskipun laporan membaca (reading report) buku Sejarah Pendidikan Islam karya Hanun Asrohah ini telah
diupayakan semaksimal mungkinnn, namun penulis menyadari bahwa didalamnya masih terdapat kekurangan. Oleh karena
itu, kepada Bapak Slamet Untung dimohon untuk berkenan memberikan saran kritik. Semoga laporan membaca(reading
report) ini dapat bermanfaat. Amiin
ANALISIS
A.
Pendidikan Islam dan Sejarahnya Di Masa Awal
1. Kedudukan Pendidikan dalam Islam
Pendidikan adalah sesuatu yang esensial bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa belajar
menghadapi alam semesta demi mempertahankan kehidupannya. Kerena pentingnya pendidikan, Islam menempatkan
pendidikan pada kedudukan yang penting dan tinggi dalam doktrin Islam. Hal ini bisa dilihat dalam al-Quran dan hadits yang
banyak menjelaskan tentang arti pendidikan bagi kehidupan umat Islam sebagai hamba Allah.
Berikut hadits Nabi yang mendorong umat Islam untuk senantiasa menuntut ilmu sebagaimana telah dikutip oleh Hanun
Asrohah dari kitab Ihya Ulum al-Dinkarangan Imam Ghozali:




Pengetahuan itu laksana gudang-gudang barang berharga. Kuncinya adalah bertanya. Bertanyalah (jika kamu tidak tahu),
karena empat orang yang akan diberi pahala adalah orang yang bertanya, guru, orang yang mendengar (penuntut ilmu), dan
orang yang mencintai mereka,
orang yang paling berilmu adalah yang mengumpulkan ilmu dari yang lain kepada ilmunya; orang yang paling berharga
adalah yang paling banyak ilmunya dan yang paling hina adalah yang paling bodoh.
2. Pengertian Sejarah dalam Islam
Munculnya ilmu pendidikan, telah memotivasi umat Islam untuk menelusuri perjalanan sejarah pendidikan
Islam. Teori-teori yang berkaitan dalam dunia pendidikan besar kegunaannya dalam mengumpulkan fakta-fakta sejarah yang
selanjutnya menempatkan fakta-fakta tersebut dalam konteks sejarahnya, sehingga pembahasan sejarah pendidikan tidak
sekedar menempatkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan perkembangan dan perjalanan pendidikan Islam sesuai
dengan urutan-urutan peristiwa atau annals. Lebih dari itu, sejarah pendidikan Islam menuntut pengungkapan realitas social
Muslim untuk menjawab bagaimana suatu peristiwa bisa terjadi? Dalam keadaan demikian, analisa politik, ekonomi, dan
mobilitas social, sangat membantu sekali. Teori tentang sistem pendidikan, misalnya, dapat membantu mengumpulkan faktafakta sejarah tentang pendidikan Islam.
3. Pentingnya Mempelajari Sejarah Pendidikan Islam
Dari mengkaji sejarah kita bisa memperoleh informasi tentang pelaksanaan pendidikan Islam dari zaman
Rasulullah sampai sekarang, mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran dan kebangkitan kembali dari
pendidikan Islam. Dari sejarah dapat diketahui bagaimana yang terjadi dalam penyelengaraan pendidikan Islam dengan
segala ide, konsep, institusi, sistem, dan operasionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu.
4. Perkembangan Pendidikan Islam di Masa Awal
Menurut Soekarno dan Ahmad Supardi, pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul
Allah di Mekah dan beliau sendiri sebagai gurunya.
Pada masa Nabi, negara Islam meliputi seluruh Jazirah Arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah.
Setelah Rasulullah wafat, kekuasaan pemerintah Islam secara bergantian dipegang oleh Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman
bin Affan, dan Ali ibn Abi Thalib. Pada masa empat khalifah ini wilayah Islam telah meluas di luar jazirah Arab, yang meliputi
Mesir, Persia, Syiria dan Irak. Para khalifah ini disamping memikirkan perluasan wilayah Islam juga memberikan perhatian
pada pendidikan demi syiarnya agama dan kokohnya negara Islam.
B.
Islam dan Pemikiran Hellenisme
Ketika Islam lahir, bangsa Arab dikelilingi oleh bangsa-bangsa yang berkebudayaan tinggi dan megah, seperti Persia,
Romawi, Yunani, dan India. Sebagai masyarakat yang baru lahir, jika Islam hendak memiliki kebudayaan dan peradaban yang
tinggi, maka harus mempelajari kebudayaan bangsa-bangsa lain yang jauh lebih maju. Usaha ini telah dilakukan umat Islam
di zaman klasik, khususnya sejak masa Dinasti Umayyah dan mencapai puncak kejayaannya pada masa Dinasti Abassiyyah.
Adopsi kebudayaan bangsa-bangsa lain ke dalam Islam lebih banyak berupa transmisi keilmuan bangsa lain ke dalam Islam
dengan menggunakan pendidikan sebagai medianya, misalnya dengan mempelajari secara langsung peradaban bangsa lain.
cara lainnya adalah dengan menerjemahkan literature-literatur non-Islam. Cara inilah yang mebuat pendidikan Islam
berkembang dengan munculnya lembaga penerjemahan, seperti Bait al-Hikmah dan sekolah-sekolah penerjemahan.
Penerjemahan tersebut kemudian menggugah rasa tertarik umat Islam untuk mempelajarinya dengan mengambil hal-hal
yang sesuai dengan ajaran Islam.selanjunya mereka mengembangkannya menjadi karya-karya yang asli milik umat Islam.
Transmisi keilmuan non Islam yang dilakukan oleh umat Islam pada zaman klasik sebagian besar berupa pemikiran
warisan Yunani. Walaupun ada juga pemikiran dari India, tetapi kebudayaan Yunanilah yang mempunyai pengaruh besar
terhadap perkembangan peradaban Islam.
C.
Pengaruh Hellenistik dan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam sebelum Kebangkitan Madrasah
1. Pengaruh Hellenisme terhadap Pendidikan Islam sebelum Kebangkitan Madrasah
Sejak penerjemahan buku-buku Yunani, kurikulu dalam pendidikan Islam mengalami kemajuan pesat.
Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan pengetahuan agama, mulai mengajarkan ilmu
pengetahuan, seperti matematika, filsafat, dan kedokteran. Misalnya, di Kuttab, yaitu salah satu dari lembaga pendidikan
tingkat dasar, pada abad pertama masa Islam hanya mengajarkan pelajaran membaca dan menulis, kemudian diajarkan pula
pendidikan keagamaan. Sejak abad ke-8 M, Kuttab mulai mengajarkan pelajaran ilmu pengetahuan di samping ilmu agama.
Tidak diragukan lagi, semua ini disebabkan setelah adanya kontak antara Islam dengan warisan budaya Hellenisme.
a. Maktab/Kuttab
Kebanyakan ahlis sejarah sepakat bahwa Mktab/Kuttab adalah lembaga pendidikan dasar.
b. Halaqah
Halaqah artinya lingkaran. Lembag ini secara umum dikenal dengan sistemhalaqah. Sang guru biasanya duduk di ats
lantai sambil menerangkan, membacakan kerangannya, atau komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran. Muridmuridnya akan mendengarkan penjelasan guru dengan duduk diatas lantai, yang melingkari gurunya.
c. Majlis
Majlis adalah isim makan kata yang menunjukkan arti tempat dari kata kerja (fiil) jalasa artinya duduk, sinonim
dengan kata qoada. Jalasa mengacu kepada keadaan duduk setelah melakukan kegiatan lain, seperti tidur dan berbaring
d. Mesjid
Mesjid merupakan lembaga pendidikan Islam yang sudah ada sejak Nabi. Mesjid berfungsi sebagai tempat bersosialisasi,
tempat ibadah, tempat pengadilan dan sebagainya.
e. Khan

Khan mempunyai beberapa fungsi pada masa klasik. Di kota khan difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam
jumlah besaratau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko. Selain fungsi di atas, khan juga digunakan sebagai
asrama untuk murid-murid dari luar kota yang hendak belajar hukum Islam di suatu mesjid.
f.
Ribath
Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri
untuk ibadah semata-mata.
g. Rumah-rumah Ulama
Rumah-rumah ulama juga memainkan peranan penting dalam mentransmisikan ilmu agama dan pengetahuan umum.
Sebagai tempat transmisi keilmuan, rumah muncul lebih awal daripada mesjid. Sebelum mesjid dibangun ketika di Mekkah
Rasulullah menggunakan rumah al-Arqam sebagai tempat memberikan pelajaran bagi kaum muslimin.
h. Toko-toko Buku dan Perpustakaan
Di took-toko buku tidak hanya dijual buku-buku demi mencari keuntungan, tetapi took-toko buku ini juga digunakan sebagai
gelanggang bagi pelajar-pelajar dan ulama berdiskusi (Asrohah, 1999:68)
i.
Observatorium dan Rumah Sakit
Sejumlah rumah sakit yang dibangun oleh penguasa juga menjadi lembaga transmisi ilmu kedokteran.
D.
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEJAYAAN
Pendidikan Islam mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Dimana saat itu tejadi penerjemahanpenerjemahan buku dari negara yang sudah berkebudayaan tinggi seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India. Selain itu
penguasa yang memimpin juga sangat cinta akan ilmu seperti Harun al-Rasyid dan al-Mamun. sehingga sitem pendidikan
pada saat itu sangat diperhatikan oleh para penguasa saat itu.
1. Kurikulum
Kurikulum dalam lembaga pendidikan Islam di masa klasik pada mulanya berkisar pada bidang studi tertentu. Namun
seiring perkembangan social dan kultural, materi kurikulum semakin luas. Pada masa Nabi d Madinah, materi pelajaran
berkisar pada belajar menulis, membaca al-Quran, keimanan, ibadah, akhalak, dasar ekonomi, dasar politik, dan kesatuan.
Pada masa kejayaan Islam, mata pelajaran bagi kurikulum sekolah tingkat rendah adalah al-Quran dan
agama, membaca, menulis, dan syair. Setelah wilayah Islam semakin luas, silam harus bersentuhan dengan budaya nonIslam yang menyebabkan permasalahan social semakin kompleks. Perkembangan kehidupan intelektual dan kehidupan
keagamaan dalam Islam membawa situasi lain bagi kurikulum pendidikan Islam. Maka, diajarkanlah ilmu-ilmu baru seperti
tafsir, hadis, fikih, tata bahasa, sastra, matematika, teologi, filsafat, astronomi, dan kedokteran.
2. Metode pengajaran
Metode pengajaran yang dipakai di masa Dinasti Abbasiyyah dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam,
yaitu lisan, hafalan dan tulisan. Metode lisan bisa berupa dikte, ceramah, qiraah, dan diskusi. Dikte (imla) adalah metode
untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena pelajar mempunyai catatan. Jika daya ingat pelajar
tidak kuat, catatan bisa membantunya.
3. Kehidupan Murid
Begitu mengesankan hubungan guru dan murid pada masa klasik. Hubungan guru dan murid tidah hanya
sebatas yang berkaitan dengan transmisi keilmuan dan pembentukan perilaku si murid. Sangat besar perhatian guru kepada
murid-muridnya.
4. Rihlah ilmiyah
Salah satu cirri yang paling menarik dalam pendidikan Islam di masa klasik adalah sistem rihlah ilmiah, yaitu
pengembaraan atau perjalanan jauh untuk mencari ilmu.
5. Wakaf
Menurut Syalabi sebagaimana dikutip oleh Hanun Asrohah, bahwa Khalifah al-Mamun adalah orang yang
pertama kali mengemukakan pendapat tentang pembentukan badan wakaf. Ia berpendapat bahwa kelangsungan kegiatan
keilmuan tidak tergantung pada subsidi negara dan kedermawanan penguasa-penguasa, tetapi juga membutuhkan kesadaran
masyarakat untuk bersama-sama negara menanggung biaya pelaksanaan pendidikan.
6. Kondisi Politik dan Hubungannya dengan Maju mundurnya Pendidika Islam
Pendidikan sebagai suatu sistem, tidak bisa dipisahkan dari kondisi politik. Antara politik dan pendidikan Islam
terjalin hubungan erat. Berubah-ubahnya kebijaksanaan politik dapat memengaruhi pelaksanaan pendidikan silam. Pada
masa Dinasti Abbas/klasik, paham-paham keagamaan turut mewarnai situasi politik di dunia Islam. Turun-naiknya berbagai
aliran keagamaan dalam pentas politik, membuat berubah-ubahnya kebijaksanaan penguasa, akibatnya pelaksanaan
pengajaran dan pendidikan Islam turut terpengaruh.
7. Pendidikan Islam bagi Wanita
Ajaran Islam sesungguhnya tidak membedakan hak antara wanita dan laki-laki untuk menuntut ilmu. Ajaran
Islammewajibkan bagi laki-laki Muslim maupun wanita Muslimah untuk menuntut ilmu. Tetapi, dalam praktiknya wanita tidak
diberi kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki dalam menuntut ilmu.
E.
KEBANGKITAN MADRASAH
1.
Lahirnya Madrasah
Pada awalnya, madrasah didirikan di beberapa wilayah Islam untuk mendalami bidang studi fikih. Di Nisapur madrasah
didirikan oleh ulama fikih untuk mengembangkan mazhabnya. Dari 39 nama madrasah yang dihimpun oleh Richard W. Bulliet,
kebanyakan mengajar fikih. Namun begitu, ada juga madrasah yang didirikan untuk mempelajari lebih dari satu mazhab fikih.
2.
Kebangkitan Golongan Sunni dan Madrasah
a. Gerakan Teologi
Abad ke-8 sampai ke-10 merupakan abad kejayaan umat Islam di bidang pengetahuan dan pemikiran. Perhatian umat
Islam terhadap kegiatan intelektual Islam sangat besar. Disamping ilmu pengetahuan, umat Islam juga memiliki perhatian
yang sangat tinggi terhadap pemikiran yang rasional dan filosofis.
Diantara kelompok rasionalis adalah ahli ilmu kalam. Para teolog banyak menggunakan logika dan metafisika dalam
membahas akidah-akidah iman. Pemujaan yang berlebihan terhadap akal, membuat ahl-kalam kurang begitu memperhatikan
hadis Nabi. Mereka tidak mau menerima hadis, kecuali hadis mutawatir. Dengan ayat-ayat al-Quran yang sekiranya
bertentangan dengan akal, mereka takwilkan sehingga sejalan dengan pemikiran kal manusia. Kelompok ini disebut dengan
golongan Mutazilah.
b. Mazhab Fikih
Pada mulanya mazhab fikih dikenal dengan perbedaan geografis, seperti mazhab Kufah, Madinah, Syiria. Kemudian, pada
awal abad ke-8 M, lahir paham fikih berdasarkan ulama individu, misalnya murid Abu Hanifah di Kufah, murid Imam Malik di
Madinah, dan murid al-Auzai di Syiria.
3.
Peranan Penguasa terhadap Eksistensi dan Pertumbuhan Madrasah
Kemenangan Bani Saljuk atas Dinasti Buwaihi di Irak dan berhasil memasuki kota Baghdad, merupakan titik awal
kemenangan golongan Ahl al-Sunnah terhadap Syiah. Sebagai Penguasa, Dinasti Saljuk merasa bertanggungjawab untuk
melancarkan propaganda melawan paham Syiah yang telah ditanamkan oleh Bani Buwaihi sehingga dapatlah dikikis

kepercayaan-kepercayaan yang dianggap sesat dan menyimpang dari pelajran-pelajaran agama yang sebenarnya. Keinginan
untuk menghidupkan kembali ajaran Ahl al-Sunnah, mendorong Bani Saljuk untuk meyiarkan ilmu agama yang sebenarnya
menurut paham sunni. Kemudian, Nizham al-Mulk mempelopori pendirian-pendirian madrasah-madrasah untuk
menghidupkan paham Sunni.
F.
PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM
1.
Kemunduran Pendidikan Islam
Dalam bukunya Hanun Asrohah, M.M Syarif, sebagaimana dikutip oleh Zuhairini, menjelaskan bahwa gejala
kemunduran pendidikan Islam mulai tampak setelah abad ke-13 M. yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam
sampai abad ke-18 M.
Kemuduran pendidikan Islam pada masa-masa ini, terletak pada merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di
lembaga-lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu
pengetahuan. Rasionalisme pun kehilangan peranannya, dalam arti semakin dijauhi.
2.
Pembaharuan Pendidikan Islam
Pembaharuan pendidikan di dunia Islam pertama kali dimulai di Kerajaan Usmani. Pembaruan di dunia Islam ini tidak
berangkat dari kesadaran akan rkualitas pendidikan yang dampaknya dapat dirasakan pada aspek lainnya. Faktor yang
melatarbelakangi gerakan pembaruan pendidikan bermula dari kekalahan-kekalahan Kerajaan Usmani dalam peperangan
dengan Eropa.
Kekalahan demi kekalahan yang dialami Kerajaan Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III (1704-1713) amat prihatin.
Kemudian ia mulai mengadakan introspeksi diri dengan meneliti dan menyelidiki keunggulan yang dimiliki Barat. Dari itu,
tumbuh sikap baru dalam diri Kerajaan Usmani terhadap Brat. Jika sebelumnya Barat dianggap lemah dan kafir di hadapan
Islam, kini umat Islam sangat menghargai dan menjalin kerja sama untuk mengejar ketinggalan Islam dengan kemajuan
Barat.
G.
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
1.
Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
Menurut Hanun, sulit sekali menentukan kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia. Smapai sekarang belum ada bukti
tertulis tentang hal tersebut. Namun, banyak teori yang memperkirakannya. Pada umumnya, teori-teori tersebut dikaitkan
dengan jalur pelayaran dan perdagangan antara Dunia Arab dengan Asia Timur. Dari sekian perkiraan, kebanyakan
menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam terjadi sejak abad ke-7.
Persoalan lain yang menjadi masalah dalam melacak pengajaran Islam di Nusantara adalah tentang siapa yang
memperkenalkan Islam ke Nusantara. Karena itu, muncul teori bahwa Islam dibawa ke Nusantara oleh para pedagang. Teori
lain menyatakan bahwa Islam tersebar di Indonesia oleh para ulama (mullah). Sedangkan teori ketiga menyatakan bahwa
kekuasaan (konversi) keratin sangat berpengaruh bagi pengIslaman di Nusantara. Masuknya Islam penguasa akan diikuti oleh
rakyatnya secara cepat.
2.
Pendidikan Islam di Masa Awal
Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat Muslim Indonesia. Disamping
karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendati
dalam sistem yang sederhana, dimana pengajaran diberikan denagn sistemhalaqah yang dilakukan di tempat-tempat ibadah
semacam mesjid, mushola, bahkan juga di rumah-rumah ulama.
3.
Pendidikan Islam pada Masa Belanda
Pendidikan pada masa kolonial Belanda sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam tradisional pada pengetahuan
duniawi. Metode yang diterapkan jauh lebih maju dari sistem pendidikan tradisional. Adapun tujuan didirikannya sekolah bagi
pribumu adalah untuk mempersiapkan pegawai-pegawai yang bekerja untuk Belanda.
Pemerintahan Belanda tidak mengakui para lulusan pendidikan tradisional. Mereka tidak bisa bekerja baik di pabrik
maupun sebagai tenaga birokrat.
4.
Pembaharuan Pendidikan Islam
Berbicara tentang pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, mengharuskan kita membhas gerakan-geraka pembaruan
pendidikanbaik oleh individu maupun organisasi-organisasi masyarakat Islam. Dan, terlebih dahulu kita menengok kegiatan
pembaruan pendidikan Islam di minangkabau karena pentingnya daerah ini dalam memperluas cita-cita pembaruan
pendidikan ke luar Minangkabau.
a. Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau
Pembaruan pendidikan Islam mulai dirintis oleh murid-murid Syekh Ahmad Khatib, ulama dari Minangkabau yang menetap
dan mengajar di Mekkah.
Diantara tokoh dan pelopor pembaharu pendidikan Islam di Minangkabau adalah Syekh Abdullah Ahmad dari Padang
Panjang. Dialah pemilik Surau Jembatan Besi, namun dia lebih tertarik untuk mengelola sekolah-sekolah modern daripada
membina suraunya. Pada tahun 1914 ia mempelopori berdirinya Syarikat Oesaha karena ia berpandangan bahwa untuk
mencapai kemajuan ekonomi dari pendidikan perlu sebuah organisasi.
b. Jamiat Khair
Al-Jamiat al-Khairiyah, yang lebih dikenal dengan nama Jamiat Khair organisasi yang beranggotakan mayoritas orangorang Arab ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Dua program utamanya adalah pendirian dan pembinaan
sekolah tingkat dasar, dan kedua, pengiriman anak-anak muda ke Turki untuk melanjutkan pelajaran. Tampilnya Jamiat Khair
dalam gerakan pembaruan pendidikan Islam terasa penting karena organisasi ini termasuk organisasi modern dalam
masyarakat Islam waktu itu.
c. Al-Irsyad
Al-Irsyad adalah pecahan dari organisasi Jamiat Khair. Menurut Steenbrink, pada tahun 1913 telah terjadi perpecahan di
kalangan Jamiat Khair mengenai hak istimewa golongan sayyid. Mereka yang tidak setuju dengan kehormatan berlebihan bagi
sayyid dikecam dan dicap sebagai reformis dan kemudian mendirikan organisasi Jamiah al-Islam wa al-Irsyad alArabiyah, yang secara umum dikenal dengan al-Irsyad. Al-Irsyad didirikan pada tahun 1913 dan mendapatkan pengesahan
dari Belanda pada tanggal 11 Agustus 1915.
d. Persyarikatan Ulama
Persyarikatan Ulama lahir dari gerakan pembaruan Islam di Majalengka, Jawa Barat, yang dimulai pada tahun 1911, atas
inisiatif Haji Abdul Halim.
e. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan, dakwah, dan
kemasyarakatan.Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta pada tanggal 10 Nopember 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan.
Tujuan didirikan organisasi ini adalah untuk membebaskan umat Islam dari kebekuan dalam segala bidang kehidupannya,
dan praktek-praktek agama yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam.
f.
Persatuan Islam (PERSIS)
Persatuan Islam (PERSIS) didirikan secara resmi pada tanggal 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok orang
Islam yang berminat dalam studi dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Zam-zam dan Muhammad Yunus.

g.

Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya tahun 1926 sebagi perluasan dari Komite Hijaz, yang dibangun untuk dua maksud:
pertama, untuk mengimbangi Komite Khilafat yang secra berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharu; kedua,
untuk berseru kepada Ibnu Saud, penguasa baru di Tanah Arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat diteruskan.
5.
Pendidikan Islam di Masa Jepang
Sejak jepang mengambil alih pendudukan Indonesia dari Belanda. Jepang juga mengadakan perubahan dibidang
pendidikan. Hanaya satu jenis sekolah rendah diadakan bagi semua lapisan masyarakat, ialah sekolah rakyat 6 tahun, yang di
kenal dengan nama Kokumin Gakkoo. Sekolah-sekolah desa dibiarkan, tetapi namanya diganti menjadi sekolah Pertama.
6.
Pendidikan Islam di Masa Kemerdekaan
Pasca Indonesia merdeka, melahirkan kehidupan baru disegala bidang, termasuk pendidikan. Sebagai modal dan
pedoman pertama bagi rakyat pemerintah di lapangan pendidik, dipergunakanlah Rencana Usaha Pendidikan/Pengajaran
yang telah dipersiapkan pada hari-hari terakhir penjajahan Jepang. Sebagai langkah awal dikeluarkan instruksi umum oleh
PP dan K, yaitu Ki Hajar Dewantara.
H.
INTEGRASI PENDIDIKAN ISLAM KE DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan Islam di Indonesia merupakan sumber dasar yang tidak kecil artinya bagi pendidikan nasional. Itu berarti
bahwa pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pendidikan nasional.
1.
Pesantren dan Sistem Pendidikan Nasional
Semenjak pemerintah menitikberatkan pembangunan nasional kepada pembangunan pedesaan. Di tingkat pedesaan,
yang masyarakatnya sangat religius dan bartani, pesantren merupakan lembaga sosial keagamaan yang sangat efektif bagi
masyarakat sekitarnya, sebab pesantren adalah pusat kegiatan spiritual.
2.
Madrasah
Madrasah bukan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia, tetapi berasal dari dunia Islam di Timur Tengah yang
berkembang sekitar abad ke-10 M/ 11 M. Pada awal pemulaan perkembangannya, madrasah merupakan lembaga pendidikan
yang mandiri, tanpa bimbingan dan bantuan pemerintah colonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, pemerintah
memberikan perhatian kepada madrasah dan ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan nasional yang berdasarkan
UUD 1945.
3.
Perguruan Tinggi Islam
Sebelum Indonesia merdeka, umat Islam sudah menginginkan hadirnya perguruan tinggi Islam untuk mendalami ilmu
keagamaan Islam. Keinginan tersebut berhasil direalisir di Minangkabau dengan didirikannya Sekolah Islam Tinggi oleh
Persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI).
4.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Departemen Agama menyadari bahwa terpisahnya pendidikan Islam dari pengetahuan akan membawa efek negatife
bagi bangsa Indonesia, terutama umat Islam. Jika masyarakat Muslim tidak mengenal pengetahuan umum, mereka akan
terpisah dari pembangunan nasional. Problema tersebut semakin menguat setelah keluar Surat Keputusan Bersama (SKB)
antara Menttterrri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan dan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan
Agama pada sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta, yang berada di bawah asuhan Departemen Agama.
SIMPULAN
Sejarah pendidikan Islam dimulai semenjak Allah mengutus Nabi Muhammad saw. untuk menyeru agama Islam kepada umat
manusia. Awal mulanya Nabi hanya mengajarkan pendidikan Islam kepada keluarganya, setelah itu dakwah Nabi dilakukan
secara terang-terangan atas perintah Allah SWT.
Pendidikan Islam setelah Nabi wafat dilanjutkan oleh para sahabat, yang saat itu juga sebagai khalifah. Mereka adalah Abu
Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Pendidikan Islam mengalami masa kejayaan pada masa Dinasti Abbasiyah, dimana penguasa saat itu sangat cinta akan ilmu
seperti Harun al-Rasyid dan al-Mamun. Pada saat itu juga terjadi penerjemahan secara besar-besaran buku-buku dari negaranegara yang sudah berkebudayan dan memiliki peradaban tinggi, seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India. Tidak hanya
bidang agama yang saat itu dipelajari dalam pendidkan, namun juga telah mempelajari ilmu pengetahuan umum.
Seperti gelombang air, ada puncak dan lembah gelombang. Pendidikan Islam mengalami puncaknya dan juga mengalami
lembahnya. Lembah disini artinya adalah kemunduran pendidikan Islam. Kemunduran Islam mulai tampak setelah abad ke-13
M yang ditandai dengan terus melemahnya pemikiran Islam sampai abad ke-18 M. Kemunduran pendidikan Islam pada masamasa ini, terletak pada merosotnya mutu pendidikan dan pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Dimana
lembaga-lembaga pendidikan tidak lagi mengajarkan ilmu-ilmu filosofis, termasuk ilmu pengetahuan.
Pada abad ke-19 umat Islamtelah terbangun dan sadar dari keterbelakangan umat Islam disbanding bangsa Eropa. Mulailah
mereka menata dan memperbaiki segala kekurangan dalam diri mereka, seperti bidang politik, militer, kegiatan intelektual,
dan sebagainya.
Pasted from <http://zulfa-belajarbareng.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-pendidikan-islam.html>
REVIEW BUKU "Sejarah Pendidikan Islam"
RESENSI BUKU
Nama Pengarang
Judul Buku
Bab yang dibahas
Tahun Terbit
Tempat Terbit
Tebal Buku
Penerbit

: Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag


: Sejarah pendidikan Islam
: XXI BAB
: 2007
: Jakarta
: XXX + 360 Halaman; 23 Halaman
: KENCANA PERDANA MEDIA GROUP

Buku yang dieditori oleh Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag merupakan kumpulan tulisan tentang sejarah pendidikan Islam dari
beberapa penulis dengan menyelusuri jejak sejarah pendidikan era Rosulullahbsampai Indonesia. Dalam kata pengantar
editor Prof. Dr. H. Nizar menerangkan quo vadis pendidikan Islam di Indnesia, menyelusuri sejarah menuju paradigma
pendidikan berkualitas. Dalam pembahasan ini, diterangkan kondisi pendidikan nasional yang serba dengan kekurangan
dan eror direfleksikan kepada sejarah pendidikan Islam untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional ke arah yang lebih
maju.
Pada BAB I ditulis tentang Profil Rosulullah sebagai Pendidik ideal: telaah pola pendidikan Islam era Rosulullah fase Makkah
dan Madinah yang ditulis oleh Zainal Efendi Hasibuan menerangkan tentang kondisi politik, sosiokultural pra Islam sampai
fase awal Islam dan bagaimana pendidikan pada zaman Rosulullah mulai dari lembaga pendidikannya, materi dan kurikulum
serta metode pengajaran dan evaluasi era Rosulullah. Rosulullah sebagai pendidik yang ideal dapat dilihat dari indikator
walaupun dengan sarana dan prasarana yang terbatas dapat menelurkan para intelektual yang berkualitas. Yang dahulunya

bangsa arab masih terkukung dalam kegelapan dan kejahiliahan melesat ke arah peradaban yang tinggi. Dan metode yang
diterapka rosulullah sangat berfariasi sehingga dapat menghilangkan kejenuhan. Dan yang paling utama Rosulullah mendidik
para sahabat dengan menjadikan dirinya sebagai suri tauladan. Adapun kurikulum yang dipakai Rosulullah adalah kurikulum
berbasis masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari pembagian pengajaran era makkah dan era madinah.
Pada BAB II ditulis tentang pola pendidikan Islam pada periode Rosulullah mekkah dan madinah ditulis oleh Kamaruzzaman.
Disana diterangkan tentang kondisi sosial kultural makah dan madinah pada era Rosulullah dan pola yang dilakukan
Rosulullah dalam mengajarkan tauhid kepada para sahabatnya. Kurikulum yang digunakan yaitu berlandaskan Al-Quran dan
Al-Hadist.
BAB III tentang pola pendidikan Islam pada masa Khulafaurrosyidin ditulis oleh Mhd. Dalpen. Disini diterangkan tentang
keadaan dan sistem pendidikan di zaman Khulafaurrosyidin. Pada zaman Abu bakar, sistem pendidikannya tidah jauh berbeda
dari pendidikan pada masa Rosulullah. Pada masa Umar pendidikan sudah lebih meningkat dimana para guru sudah diangkat
dan digaji yang diambil dari baitul mall untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan. Pada masa Usman.
Pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat yang tidak hanya fokus di mMadinah melainkan dikirim ke daerah-daerah
lainnya. Pada masa Ali, pendidikan kurang mendapat perhatian dikarenakan terjadi pergolakan dan konflik yang menimbulkan
kekacauan.
BAB IV pola pendidikan Islam pada periode dinasti Umayyah yang ditulis oleh Silvianti Candra. Dieterangkan tentang
pembentukan dinasti, kemajuan yang dicapai oleh dinasti umayyah dan pola pendidikan dan pusat pendidikannya. Pada masa
ini berkembang ilmu-ilmu agama islam dan adanya pembukuan hadist pada zaman Umar Bin Abdul Aziz.
BAB V pola pendidikan Islam pada periode dinasti abasiyah yang ditulis oleh Ali Nupiah. Disini dibahas tentang sejarah
berdirinya daulah Abasiyah, sistem politik, pemerintahan dan bentuk negara serta sistem sosialnya. Pada zaman ini Islam
mencapai punak kejayaan yang dapat dilihat indikatornya yaitu majunya ilmu-ilmu sains dan tekhnologi. Dan puncak
kejayaan tersebut terjadi pada masa Harun Arrosyid.
BAB VI Pola pendidikan Islam di Spanyol era awal tinjauan historis filosofis ditulis oleh Samsul Nizar. Dalam tulisan ini dibahas
tentang sejarah awal Islam Spanyol, perkemabngan Pendidikan dan kebudayaan Spanyol Islam beserta faktor penunjangnya,
dan bias pendidikan spanyol Islam bagi perkembangan dunia modern. Disini Spanyol diterangkan baha spanyol merupakan
pintu atau temapat penghubung antara dunia Islam dan Eropa. Dari sinilah proses pencerahan Eropa terbentuk.
Dan pada bab-bab yang selanjutnya diterangkan sejarah pendidikan islam dari pendidikan Islam di andalusia oleh Yusmanto,
lembaga-lembaga pendidikan Islam era awal oleh Mira Astuti, kurikulum dan pola perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa klasik hingga masa keemasan oleh Sondal Pramujaya, transformasi dan kontribusi intelektual Isla atas dunia barat oleh
Farida Syam, madrasah Hizamiyah; pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan islam dan aktivitas ortodoksi suni oleh
Edi Warman, pendidikan Islam pada era kemunduran oleh Mulyadi Hermanto Nasution, kehancuran dinasti Abasiyah dan
pengaruhnya terhadap pelaksanaan pendidikan di dunia Islam oleh Roli Yandri, sejarah dan perkembangan arsitektur Islam
dinasti Usmaniyah oleh Samsul Nizar, dinamika sejarah pendidikan perempuan potert timur tengah dan indonesia era awal
oleh Wahyu hikmah, dikotomi ilmu pengetahuan: akar tumbuhnya dikotomi ilmu dalam peradaban Islam oleh Yudelasharmi,
Muhammad Abduh dan usaha pembaruan pendidikan Islam di Mesir oleh Yasmansyah, gagasan islamisasi ilmu pengetahuan
dan implikasinya dalam pendidikan oleh Ahmad Syarifin, sejarahdan dinamika lemaga-lembaga pendidikan islam nusantara
oleh Abasri, pola kebijakan pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal samapai sebelum kemerdekaan oleh Maswardi,
organisasi sosial keagamaan dan pendidikan Islam oleh Muhammad Syaifudin, dan yang terahir pola dan kebijakan
pendidikan Islam pada masa awal kemerdekaan sampai pada orde lama oleh Zulhandra.
Kesimpulan
Melihat dari isi buku ini, disana diterangkan secara mendalam tentang sejarah pendidikan Islam dari era Rosulullah hingga
Islam di Indonesia pada masa orde lama. Dengan bahasa penulisan yang apik dan runtut penulis mengajak pembacanya
untuk berdiskusi dan akan kita dapatkan analisis atau riset yang jarang ditemukan.
Dikarenakan buku ini merupakan kumpulan dari makalah-makalah, pembahasan yang disampaikan kurang rutut dan
sistematis, sehingga agak menyulitkan para pembaca untuk mengikuti alurnya, dan didalamnya terkadang ada dua
pembahasan yang setema disampaikan.
RESENSI BUKU SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
Nama Pengarang
Judul Buku
Bab yang dibahas
Tahun Terbit
Tempat Terbit
Tebal Buku
Penerbit

: Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag


: Sejarah pendidikan Islam
: XXI BAB
: 2007
: Jakarta
: XXX + 360 Halaman; 23 Halaman
: KENCANA PERDANA MEDIA GROUP

Buku yang dieditori oleh Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag merupakan kumpulan tulisan tentang sejarah pendidikan Islam dari
beberapa penulis dengan menyelusuri jejak sejarah pendidikan era Rosulullahbsampai Indonesia. Dalam kata pengantar
editor Prof. Dr. H. Nizar menerangkan quo vadis pendidikan Islam di Indnesia, menyelusuri sejarah menuju paradigma
pendidikan berkualitas. Dalam pembahasan ini, diterangkan kondisi pendidikan nasional yang serba dengan kekurangan
daneror direfleksikan kepada sejarah pendidikan Islam untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional ke arah yang lebih
maju.
Pada BAB I ditulis tentang Profil Rosulullah sebagai Pendidik ideal: telaah pola pendidikan Islam era Rosulullah fase Makkah
dan Madinah yang ditulis oleh Zainal Efendi Hasibuan menerangkan tentang kondisi politik, sosiokultural pra Islam sampai
fase awal Islam dan bagaimana pendidikan pada zaman Rosulullah mulai dari lembaga pendidikannya, materi dan kurikulum
serta metode pengajaran dan evaluasi era Rosulullah. Rosulullah sebagai pendidik yang ideal dapat dilihat dari indikator
walaupun dengan sarana dan prasarana yang terbatas dapat menelurkan para intelektual yang berkualitas. Yang dahulunya
bangsa arab masih terkukung dalam kegelapan dan kejahiliahan melesat ke arah peradaban yang tinggi. Dan metode yang
diterapka rosulullah sangat berfariasi sehingga dapat menghilangkan kejenuhan. Dan yang paling utama Rosulullah mendidik
para sahabat dengan menjadikan dirinya sebagai suri tauladan. Adapun kurikulum yang dipakai Rosulullah adalah kurikulum
berbasis masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari pembagian pengajaran era makkah dan era madinah.
Pada BAB II ditulis tentang pola pendidikan Islam pada periode Rosulullah mekkah dan madinah ditulis oleh Kamaruzzaman.
Disana diterangkan tentang kondisi sosial kultural makah dan madinah pada era Rosulullah dan pola yang dilakukan
Rosulullah dalam mengajarkan tauhid kepada para sahabatnya. Kurikulum yang digunakan yaitu berlandaskan Al-Quran dan
Al-Hadist.
BAB III tentang pola pendidikan Islam pada masa Khulafaurrosyidin ditulis oleh Mhd. Dalpen. Disini diterangkan tentang
keadaan dan sistem pendidikan di zaman Khulafaurrosyidin. Pada zaman Abu bakar, sistem pendidikannya tidah jauh berbeda
dari pendidikan pada masa Rosulullah. Pada masa Umar pendidikan sudah lebih meningkat dimana para guru sudah diangkat

dan digaji yang diambil dari baitul mall untuk mengajar ke daerah-daerah yang baru ditaklukan. Pada masa Usman.
Pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat yang tidak hanya fokus di mMadinah melainkan dikirim ke daerah-daerah
lainnya. Pada masa Ali, pendidikan kurang mendapat perhatian dikarenakan terjadi pergolakan dan konflik yang menimbulkan
kekacauan.
BAB IV pola pendidikan Islam pada periode dinasti Umayyah yang ditulis oleh Silvianti Candra. Dieterangkan tentang
pembentukan dinasti, kemajuan yang dicapai oleh dinasti umayyah dan pola pendidikan dan pusat pendidikannya. Pada masa
ini berkembang ilmu-ilmu agama islam dan adanya pembukuan hadist pada zaman Umar Bin Abdul Aziz.
BAB V pola pendidikan Islam pada periode dinasti abasiyah yang ditulis oleh Ali Nupiah. Disini dibahas tentang sejarah
berdirinya daulah Abasiyah, sistem politik, pemerintahan dan bentuk negara serta sistem sosialnya. Pada zaman ini Islam
mencapai punak kejayaan yang dapat dilihat indikatornya yaitu majunya ilmu-ilmu sains dan tekhnologi. Dan puncak
kejayaan tersebut terjadi pada masa Harun Arrosyid.
BAB VI Pola pendidikan Islam di Spanyol era awal tinjauan historis filosofis ditulis oleh Samsul Nizar. Dalam tulisan ini dibahas
tentang sejarah awal Islam Spanyol, perkemabngan Pendidikan dan kebudayaan Spanyol Islam beserta faktor penunjangnya,
dan bias pendidikan spanyol Islam bagi perkembangan dunia modern. Disini Spanyol diterangkan baha spanyol merupakan
pintu atau temapat penghubung antara dunia Islam dan Eropa. Dari sinilah proses pencerahan Eropa terbentuk.
Dan pada bab-bab yang selanjutnya diterangkan sejarah pendidikan islam dari pendidikan Islam di andalusia oleh Yusmanto,
lembaga-lembaga pendidikan Islam era awal oleh Mira Astuti, kurikulum dan pola perkembangan ilmu pengetahuan pada
masa klasik hingga masa keemasan oleh Sondal Pramujaya, transformasi dan kontribusi intelektual Isla atas dunia barat oleh
Farida Syam, madrasah Hizamiyah; pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan islam dan aktivitas ortodoksi suni oleh
Edi Warman, pendidikan Islam pada era kemunduran oleh Mulyadi Hermanto Nasution, kehancuran dinasti Abasiyah dan
pengaruhnya terhadap pelaksanaan pendidikan di dunia Islam oleh Roli Yandri, sejarah dan perkembangan arsitektur Islam
dinasti Usmaniyah oleh Samsul Nizar, dinamika sejarah pendidikan perempuan potert timur tengah dan indonesia era awal
oleh Wahyu hikmah, dikotomi ilmu pengetahuan: akar tumbuhnya dikotomi ilmu dalam peradaban Islam oleh Yudelasharmi,
Muhammad Abduh dan usaha pembaruan pendidikan Islam di Mesir oleh Yasmansyah, gagasan islamisasi ilmu pengetahuan
dan implikasinya dalam pendidikan oleh Ahmad Syarifin, sejarahdan dinamika lemaga-lembaga pendidikan islam nusantara
oleh Abasri, pola kebijakan pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal samapai sebelum kemerdekaan oleh Maswardi,
organisasi sosial keagamaan dan pendidikan Islam oleh Muhammad Syaifudin, dan yang terahir pola dan kebijakan
pendidikan Islam pada masa awal kemerdekaan sampai pada orde lama oleh Zulhandra.
Kesimpulan
Melihat dari isi buku ini, disana diterangkan secara mendalam tentang sejarah pendidikan Islam dari era Rosulullah hingga
Islam di Indonesia pada masa orde lama. Dengan bahasa penulisan yang apik dan runtut penulis mengajak pembacanya
untuk berdiskusi dan akan kita dapatkan analisis atau riset yang jaranng ditemukan.
Dikarenakan buku ini merupakan kumpulan dari makalah-makalah, pembahasan yang disampaikan kurang rutut dan
sistematis, sehingga agak menyulitkan para pembaca untuk mengikuti alurnya, dan didalamnya terkadang ada dua
pembahasan yang setema disampaikan.

RESENSI BUKU SEJARAH PENDIDIKAN


MENGHIDUPKAN BUDAYA BACA
Judul
: Bacalah! Menghidupkan Kembali Semangat Membaca Para Mahaguru Peradaban
Peresensi : Ali Rifan
Penulis
: Suherman, M.Si.
Penerbit
: MQS Publishing
Sampai hari ini, minat baca orang Indonesia masih terbilang rendah. Data dari United Nations Development Programme
(UNDP), misalnya, menyebutkan dalam hal minat baca, Indonesia menempati peringkat 96, sejajar dengan Bahrain, Malta,
dan Suriname. Bahkan untuk kawasan Asia Tenggara, hanya ada dua negara di bawah peringkat Indonesia, yakni Kamboja
dan Laos.
Apa sebenarnya penyebab rendahnya minat baca di Indonesia? Suherman melalui buku ini, secara spesifik, menyebutkan dua
faktor. Pertama, faktor determinisme genetic, yakni warisan orangtua. Seseorang tidak suka membaca karena memang sejak
kecil dibesarkan oleh orangtua yang tidak pernah mendekatkan dirinya pada bacaan.

Kedua, determinisme lingkungan. Orang tidak senang membaca karena lingkungan, teman-teman, rekan kerja, guru, atau
dosen tidak senang membaca; di samping itu juga di rumah, di kantor, di sekolah tidak disediakan perpustakaan; serta tidak
ada peraturan perusahaan/instansi yang mengharuskan seseorang untuk membaca.
Sosialisasi
Namun demikian, selain dua faktor di atas, Suherman menduga bahwa rendahnya minat baca di Indonesia juga dipengaruhi
oleh keadaan ekonomi masyarakatnya yang masih lemah, kurangnya perhatian pemerintah, harga buku masih terlampau
mahal, dan minimnya sosialisasi akan pentingnya membaca. Bahwa membaca adalah pintu gerbang masuknya segala
informasi dan ilmu pengetahuan merupakan hal yang penting untuk diketahui bagi segenap anak bangsa. Syarat untuk
menjadi orang besar atau pahlawan ialah berfikir besar dan memiliki cita-cita tinggi. Sedangkan syarat fundamental untuk
menggapainya adalah mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya, yang instrument utamanya adalah membaca.
Membaca menjadi titik kisar tumbuh-kembangnya suatu peradaban. Dalam Islam, misalnya, membaca justru perintah
pertama dan utama sebelum diperintahkan yang lainnya. Islam pernah menjadi sokoguru peradaban dunia yang menguasahi
lebih dari separuh jagat ini. Jika ditelusuri, peletak dasar ilmu-ilmu yang ada sekarang adalah lahir dari tangan-tangan para
ulama yang memiliki kegilaan dalam membaca.
Dalam konteks keindonesiaan, tragedi kemiskinan dan kemelut pendidikan yang sedang terjadi sekarang ini salah satunya
akibat dari tidak adanya kesadaran dan rendahnya minat baca. Kemajuan suatu bangsa dan peradaban sangat berkelindan
dengan kegetolan masyarakatnya menyelami dunia literasi. Sebab, di negara maju semisal AS dan Jepang, setiap individuindividu memiliki waktu baca khusus dalam sehari. Rata-rata kebiasaan di negara maju memiliki waktu baca delapan jam
dalam sehari, sementara di negara berkembang, termasuk Indonesia, hanya dua jam setiap harinya (hlm 128).

Barangkali mereka sadar bahwa membaca merupakan aktivitas vital yang harus diselami jika ingin sukses di dunia ini. Jika
pangan, sandang, dan papan adalah kebutuhan primer manusia secara fisik (badan), maka buku dan bahan bacaan lainya
adalah kebutuhan primer manusia secara non-fisik, rohani (otak).
Dengan alasan itulah, buku selayaknya kita jadikan sebagai menu harian yang hampir sebanding dengan pangan, sandang,
dan papan. Kita harus sadar bahwa buku adalah pengusung peradaban. Tanpa buku, sejarah diam, sastra bungkam, sains
lumpuh, dan pemikiran macet. Buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, mercusuar yang dipancangkan di samudera
waktu.
Buku adalah gudang ilmu dan membaca adalah kuncinya. Pendidikan tanpa membaca bagaikan raga tanpa ruh. Fenomena
pengangguran intelektual tidak akan terjadi apabila siswa dan mahasiswa memiliki semangat membaca yang membara.
Tradisi literasi telah menjadi nafas kehidupan para ulama terdahulu dan bagi mereka yang telah sukses meraih mimpinya.
Kita bisa tengok tokoh-tokoh dunia semisal Karl Marx, Imam Khomeini, Mahatma Ghandhi, Hasan al-Banna, Mohammad Hatta,
Tan Malaka, dan seterusnya.
Mereka adalah tokoh dunia yang sukses lantaran memiliki gegirangan membaca.
Perubahan Paradigma
Karena itu, jalan menuju perubahan budaya baca bisa dilakukan dengan cara merubah paradigma. Dengan kata lain,
membaca selayaknya dijadikan kebutuhan jika ingin bertahan hidup dalam persaingan global yang semakin kompetitif.
Sebab, menggeliatnya persoalan kebangsaan yang melanda negeri ini, pada dasarnya tidak lepas dari minimnya pembacaan
fenomena yang terjadi pada realitas sosial. Runtuhnya suatu peradaban juga tidak semata disebabkan oleh masalah politik
dan kekuasaan. Yang paling utama adalah hilangnya lan vital dalam membaca.
Alex Inkeles, profesor sosiologi emeritus pada Hoover Institute, Universitas Stanford (hlm 133), pernah mengatakan bahwa
ciri-ciri manusia modern dan maju itu dapat dilihat dari dua sudut, yakni eksternal dan internal. Sudut eksternal berkaitan
dengan lingkungan, dan mudah dikenali. Seperti urbanisasi, komunikasi massa, industrialisasi, kehidupan politik dan
pendidikan, dan seterusnya. Sementara sudut internal justru tidak tampak. Seperti pola pikir, perasaan kita, visi kita, dan
seterusnya. Kedua sudut ini pun harus menjadi setali dua mata uang yang saling berkelindan, berkaitan.
Namun yang jamak kita saksikan, sekalipun lingkungannya sudah modern, tidak dengan sendirinya kita menjadi modern.
Padahal, kita baru bisa dikatakan modern kalau dapat merubah perilaku dan pola pikir kita.
Ciri-ciri manusia modern adalah jika ia mau membuka diri terhadap pengalaman baru, inovasi dan perubahan. Maka, jendela
dunia akan terbuka. Itu semua bisa terjadi pada awalnya lewat bacaan.
Untuk itu, budaya visual yang lebih dominant di negeri harus digantikan dengan tradisi literasi. Budaya baca harus
ditumbuhkan. Untuk membangkitkan dan membangun minat baca tidak hanya harus dilandaskan pada lingkungan atau
kondisi, tetapi juga dapat didasarkan pada pilihan yang sadar. Membaca bukanlah kewajiban yang datang dari luar dan harus
dilakukan dengan terpaksa, melainkan sebuah kebutuhan yang timbul dari dalam diri dan tentu saja akan dilakukan dengan
senang hati.
Buku besutan alumnus Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran sekaligus pendiri dan ketua Masyarakat Literasi
Indonesia ini menarik untuk disimak. Meski hanya 154 halaman, tapi hampir di tiap lembarnya menghadirkan letupan gizi
bagi pembaca. Sebagai penutup. Seorang teman pernah berkelakar ketika selesai membaca buku ini, Buku ini ibarat oase di
padang gersang. Di tengah-tengah akutnya buta aksara di Indonesia, buku ini layak sekali untuk dibaca!
link : http://resensibuku.com/?p=985
RESENSI BUKU
Nama Pengarang

Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag

Judul Buku

Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era


Rasulullah)
Cet.
Cet.
Cet.
Cet.

Ke-1
Ke-2
Ke-3
Ke-4

Tahun
Tahun
Tahun
Tahun

2007
2008
2009
2011

Tahun Terbit

Edisi Buku

Buku Edisi 1 Cet. 4

Tempat Terbit

Jakarta

Tebal Buku

xxxii, 376 hlm; 23 cm

Penerbit

Kencana Prenada Media Group

Buku yang dieditori oleh Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag merupakan tulisan yang membicarakan tentang sejarah pendidikan
Islam Era Rosulullah sampai pada pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde baru yang disusun menjadi 23 bab. Pada
kata pengantar editor Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M.Ag menerangkan berbagai masalah pendidikan di Indonesia, baik dari
sistem pendidikan, biaya pendidikan dan kurikulum pendidikan. Dalam buku ini telah diulas tentang kemajuan dan
kemunduran pendidikan Islam terdahulu. Hal itu akan memberikan pengetahuan pada pembaca tentang langkah strategis
revitalisasi pendidikan di Indonesia saat ini dan masa depan.
Pada bab 1 buku ini, dibahas tentang Profil Rosulullah Sebagai Pendidik Ideal: telaah pola pendidikan Islam era Rosulullah
fase Makkah dan Madinah, yang ditulis oleh Zainal Efendi Hasibuan. Dalam bab ini dijelaskan tentang kondisi politik,
sosiokultural pra Islam sampai fase awal Islam dan bagaimana pendidikan pada zaman Rasulullah mulai dari lembaga
pendidikannya, materi, kurikulum serta metode pengajaran, evaluasi pendidikan dan peran wanita dalam pendidikan Islam
era Rasulullah. Rasulullah sebagai pendidik yang ideal dapat dilihat dari indikator walaupun dengan sarana dan prasarana
yang terbatas dapat menciptakan para intelektual yang berkualitas. Keberhasilan Rasulullah dalam pendidikan dibuktikan
dengan berubahya pola pikir masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang beradab. Melalui keteladanan yang diterapkan
oleh Rasulullah dapat mendidik para sahabat dalam menjalani kehidupan sesuai dengan aturan Allah. Adapun kurikulum yang
dipakai Rasulullah adalah kurikulum berbasis masyarakat yang berlandaskan Al-Quran. Sedangkan metode mengajar yang
digunakan sangat berfariasi, sehingga seluruh sahabat senang menjalani semua itu.

Pada bab 2 dibahas tentang Pola Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah Periode Mekkah dan Madinah, ditulis oleh
Kamaruzzaman. Dalam bab ini diterangkan tentang kondisi sosial kultural masyarakat Makkah dan Madinah pada era
Rasulullah. Tahap pendidikan islam dilakukan melalui tiga tahap yaitu pendidikan secara rahasia dan perogangan, secara
terang-terangan, dan pendidikan umum. Sedangkan materi yang digunakan yaitu berkaitan dengan tauhid dan pengajaran AlQuran. Kurikulum yang digunakan yaitu berlandaskan Al-Quran dan Al-Hadist.
Pada bab 3 dibahas tentang Pola Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaurrasyidin, ditulis oleh Mhd. Dalpen. Pada bab ini
diterangkan tentang keadaan dan sistem pendidikan di zaman Khulafaurrasyidin. Pada zaman Abu Bakar, sistem
pendidikannya tidah jauh berbeda dari pendidikan pada masa Rasulullah. Pada masa Umar pendidikan Islam sudah lebih
meningkat dimana para guru sudah diangkat dan digaji yang diambil dari baitul mall untuk mengajar ke daerah-daerah yang
baru ditaklukan. Pada masa Ustman, pendidikan diserahkan pada rakyat dan sahabat yang tidak hanya fokus di Madinah
melainkan dikirim ke daerah-daerah lainnya. Pada masa Ali, pendidikan kurang mendapat perhatian dikarenakan terjadi
pergolakan dan konflik yang menimbulkan kekacauan.
Pada bab 4 dibahas tentang Pola Pendidikan Islam Pada Periode Dinasti Umayyah, yang ditulis oleh Silvianti Candra. Pada
bab ini diterangkan tentang pembentukan Dinasti Umayyah, kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Umayyah dan pola
pendidikan dan pusat pendidikannya. Pada masa ini berkembang ilmu-ilmu agama Islam dan adanya pembukuan hadist pada
zaman Umar Bin Abdul Aziz.
Pada bab 5 dibahas tentang Pola Pendidikan Islam Pada Periode Dinasti Abasiyah, yang ditulis oleh Ali Nupiah. Disini dibahas
tentang sejarah berdirinya daulah Abasiyah, sistem politik, pemerintahan dan bentuk negara serta sistem sosialnya. Pada
zaman ini Islam mencapai puncak kejayaan yang dapat dilihat majunya ilmu-ilmu sains dan tekhnologi dan puncak kejayaan
tersebut terjadi pada masa Harun Arrosyid.
Pada bab 6 dibahas tentang Pola Pendidikan Islam di Spanyol Era Awal Tinjauan Historis Filosofis, ditulis oleh Samsul Nizar.
Dalam tulisan ini dibahas sekilas tentang sejarah awal Islam di Spanyol, perkemabngan Pendidikan dan kebudayaan Spanyol
Islam beserta faktor penunjangnya, dan bias pendidikan spanyol Islam bagi perkembangan dunia moderen. Pada bab ini
diterangkan tentang kemajuan Pendidikan Islam di Spanyol, akan tetapi pada masa ini pula terjadi stagnasi dan disintegrasi
yang disebabkan adanya pola pikir yang di bawah Imam Al-Gazali yang mendeskriditkan para filsuf muslim dalam melakukan
ijtihadi akliah mereka, sehingga banyak ilmuan Islam keluar daerah Islam untuk mengembangkan ilmunya.
Pada bab 7 dibahas tentang Perkembangan Pendidikan Islam di Andalusia dan Silia, yang ditulis oleh Yusmanto. Pada bab ini
dibahas tentang pola pendidikan Islam di Spanyol dan Sillia yang disebut kuttab. Kuttab merupakan lembaga pendidikan
yang didalamnya mempelajari pengetahuan dasar dan menengah, Al-Quran, fiqh, bahasa, dan kesenian. Akan tetapi Islam
yang dikalahkan oleh Kristiani ditambah keegoan paham agama yang merusak tatanan kehidupan pendidikan Islam berakibat
pada tenggelamnya pendidikan Islam dari peradaban dunia, pada ke-dua kota tersebut.
Pada bab 8 dibahas tentang Lembaga-Lembanga Pendidikan Islam Era Awal; Rumah, Kuttab, Masjid, Saloon, dan Madrasah,
yang ditulis oleh Mira Astuti. Pada buku ini dijelaskan bahwa melalui institusi lembaga pendidikan Islam tersebut telah
melahirkan tokoh-tokoh intelektual yang mengagumkan dunia.
Pada bab 9 dibahas tentang Kurikulum dan Pola Pengembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Klasik Zaman Keemasan,
yang ditulis oleh Sondal Pramujaya. Kurikulum dibagi menjadi dua fase yaitupertama kurikulum tingkat rendah yang
mempelajari agama, membaca, menulis dan syair. Sedangkan yang kedua kurikulum tingkat tinggi, yang mempelajari tentang
jurusan agama dan ilmu pengetahuan yang harus berjalan beriringan.
Pada bab 10 dibahas tentang Transformasi dan Konstribusi Intelektual Islam Atas Dunia Barat, yang ditulis oleh Farida Syam.
Pada bab ini dijelaskan tentang masa kegelepan dunia barat dan masa kemajuan peradaban Islam, transformasi intelektual
kedunia barat dan konstribusi dunia Islam terhadap dunia barat. Adanya doktrin yang dikeluarkan oleh gereja bahwa setiap
orang yang mengunakan ilmu bukan dari gereja maka dianggap kafir. Semua itu mengawali kemunduran barat, akan tetapi
mereka bangkit dengan belajar pada tokoh pendidikan Islam melalui tranformasi kaum intelektual ke barat.
Pada bab 11 membahas tentang Madrasah Nizamiyah; Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Pendidikan Islam dan Aktivitas
Ortodoksi Sunni, yang ditulis oleh Ediwarman. Pada bab ini dibahas tentang lembanga pendidikan Nizamiyah, kurikulum,
materi yang diberikan, tokoh-tokoh dan ide-ide madrasah nizamiyah. Madrasah Nizamiyah didirikan di kota Baghdad oleh
seorang perdana mentri yang sangat memperhatikan pendidikan Islam yang bernama Nizam al-Mulk. Materi yang diberikan
pada lembanga pendidikan Nizamiyah yaitu diarahkan untuk mengembangkan mazhab Sunni dan melehmahkan mazhab
Syiah dan Mutazilah.
Pada bab 12 membahas tentang Pendidikan Islam Pada Era Kemunduran, Pasca Kejatuhan Baghdad dan Cordova, yang
ditulis oleh Mulyadi Hermanto Nasution. Dalam bab ini dibahas tentang runtuhnya Kota Baghdad dan Cordova, dan
kemunduran Islam pasca jatunya Baghdad dan Cordova. Jatuhnya dua kota tersebut disebabkan karena bangkitnya bangsa
Yunani atau disebut denganrenaissance di Eropa. Hal itu dipicu oleh majunya ilmu pengetahuan eropa yang disebabkan
transformasi pendidikan Islam ke-Barat.
Pada bab 13 membahas tentang Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pendidikan di Dunia
Islam, yang ditulis oleh Roli Yandri. Pada bab ini dibahas tentang Kehancuran Dinasti Abbasyiah, dan pengaruhnya terhadap
pendidikan dunia Islam. Ada dua faktor yang menyebabkan kehancuran dinasti Abbasyiyah yaitu pertama faktor internal,
disebababkan konflik internal istana, tampilnya dominasi militer, permasalahan keuangan, berdirinya dinasti-dinasti kecil,
luasnya wilayah dan fanatisme keagamaan. Kedua, faktor eksternal disebabkan adanya perang salib dan serangan tentara
mongol. Dengan runtuhnya dinasti Abbasyiah menyebabkan kemuduran pendidikan Islam pada masa itu.
Pada bab 14 dengan pokok bahasan Sejarah dan Perkembangan Arsistektur Islam Masa dinasti Usmaniah, yang ditulis oleh
Samsul Nizar. Pada bab ini dijelaskan sejarah awal berdirinya dinasti Usmaniah, perkembangan arsistektur Dinasti Usmaniah,
dan corak seni arsistektur Dinasti Usmaniah. Pada masa dinasti usmaniah mengalami kemajuan peradaban Islam, hal itu
ditunjukan dengan bermuculan bagunan-bagunan megah akibat berkembangnya seni arsistektur di kota tesebut.
Pada bab 15 dibahas tentang Dinamika Sejarah Pendidikan Perempuan Potret Timur Tengah dan Indonesia Era Awal, oleh
Wahyu Hikmah. Pada bab ini dijelaskan tentang dinamika sejarah pendidikan perempuan Timur Tengah era awal, dan
dinamika sejarah pendidikan perempuan Islam di Indonesia era Awal. Rasulullah merupakan sosok yang mensejajarkan antara
hak laki-laki dan perempuan. Dimasa Rasulullah aktifitas pembunuhan bayi perempuan telah dihentikan, sehingga ini yang
menjadi cikal bakal kemajuan perempuan timur tengah era awal. Kondisi perempuan di Indonesia era awal tidak jauh beda
dengan kondisi perempuan diseluruh dunia. Dimana perempuan hanya di dalam rumah tidak dapat keluar dan tidak boleh
membuat suatu kegiatan guna kemajuan. Akan tetapi gerakan perempuan yang diprakarsai oleh Rahmah merupakan awal
untuk membuka kemajuan dan kesejajaran perempuan melalui pendidikan.
Pada bab 16 membahas tentang Dikotomi Ilmu Pengetahuan: Akar Tumbuhnya Dikotomi Ilmu Dalam Peradaban Islam, yang
ditulis oleh Yuldelasharmi. Pada bab ini dijelaskan konsep Islam tentang ilmu pengetahuan, sejarah timbulnya dikotomi ilmu
pengetahuan, integrasi ilmu-ilmu umum dan ke-Islaman. Segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan bersumber
dari wahyu dan hasil berfikir ilmiah manusia, yang keduanya itu bersumber dari Allah Swt. Dikotomi ilmu pengetahuan sudah
ada sejak abad pertengahan yaitu pada masa dinasti Abasiyah. Hacurnya kerajaan Dinasti ini menyebabkan hancurnya ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam. Upaya yang dilakukan oleh para ilmuan muslim untuk mengatasi dikotomi adalah dengan
pengintegrasian antara ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama yang dikenal dengan islamisasi ilmu pengetahuan.

Pada bab 17 membahasa tentang Muhammad Abduh dan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam di Mesir, yang ditulis oleh
Yasmansyah. Pada bab ini memuat pembahasan tentang biografi Muhammad Abduh, pemikiran dan pembaruan Muhammad
Abduh dalam Pendidikan Islam di Mesir. Muhammad Abduh merupakan anak yang dilahirkan dari keluarga petani yang hidup
sederhana dan taat serta cinta ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi agenda pemikiran pembaruan pendidikan
Muhammad Abduh dalam rangka memurnikan ajaran Islam yaitu purifikasi (pemurnian ajaran Islam), reformasi pendidikan
tinggi Islam, pembelaan Islam, reformulasi dengan membuka kembali pintu ijtihadd dll.
Pada bab 18 membahas tentang Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Implikasinya Dalam Pendidikan, yang ditulis oleh
Ahmad Syarifin. Pada bab ini terdiri dari pembahasan biografi dan karya-karya al-Faruqi, gagasan islamisasi ilmu pengetahuan
al-Faruqi, dan implikasi islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendidikan. Ismail Raji Al-Faruqi lahir di Jaffa, sebuah daerah
Palestina tanggal 1 Januari 1992. Menurut Al-Faruqi Islamisasi ilmu merupakan upaya mewujudkan prinsip-prinsip Islam dalam
metodologi, strategi, masalah-masalah, tujuan-tujuan dan aspirasi ilmu. Sedangkan implikasi dari Islamisasi pada aspek
lembaga menginginkan pengabungan sistem pendidikan barat dan Islam.
Pada bab 19 membahasa tentang Sejarah dan Dinamika Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara (surau,
meunasah, pesantren dan madrasah), yang ditulis oleh Abasri. Pada bab ini memuat pemabasan sejarah dan dinamika
lembaga-lembaga pendidikan di Nusantara. Telah dijelaskan bahwa cikal bakal berkembangnya pendidikan Islam ditandai
dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan seperti Surau yang berada di Minang Kabau, Meunasah merupakan pendidikan
tingkat rendah yang berada di Aceh, dan Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang di pulau
Jawa. Ketiga lembaga tersebut memiliki fungsi yang sama yaitu menyelenggarakan pendidikan Islam. Tumbuh dan
berkembangnya pendidikan Islam di Nusantara disebabkan dua hal yaitu karena adanya gerakan pembaruan di Indonesia dan
sebagai respon gerakan pendidikan Islam terhadap kebijakan pendidikan Hindia Belanda.
Pada bab 20 didibahas tentang Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam di Nusantara pada Masa Awal Sampai Sebelum
Kemerdekaan (Kasus kebijakan politik kolonial Belanda terhadap gerakan pembaruan pendidikan Islam di Indonesia), yang
ditulis oleh Maswardi. Pada bab ini berisikan pola dan kibajakan pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal sampai
sebelum kemerdekaan, dan pola kebijakan pemerintah Belanda sejak awal sampai sebelum kemerdekaan. Dengan kebijakan
yang dikuluarkan oleh Belanda telah mewarnai pola pendidikan di Indonesia sampai saat ini. Pendidikan umum merupakan
cerminan pendidikan yang ditelurkan oleh Belanda sedangkan pesantren merupakan cerminan pendidikan Islam.
Pada bab 21 dibahas tentang Organisasi Sosial Keagamaan dan Pendidikan Islam; Kasus Al-Jamiyatul Washliyah, yang
ditulis oleh Muhammad Syaifudin. Pada bab ini memuat materi tentang konfigurasi sosial, politik dan demografis Sumatera
Timur, sekilas tentang sejarah berdirinya Al-Washliyah, peranan dan kiprah Al-washliyah dalam bidang sosial keagamaan,
peranan dan kiprah Al-washiliyah dalam bidang pendidikan Islam. Uraian singkat tentang meteri ini bahwa Al-Washliyah yang
lahir pada saat bangsa Indonesia dan negera-negara lain dalam usaha memperjuangkan kemerdekaannya. AlWashiliyah
dianggap sebagai organisasi sosial pendidikan pembaharu yang bercorak moderat. Lembaga ini berhasil memadukan sistem
pendidikan tradisional moderen. Dalam hal ini menanamkan nilai-nilai luhur agama yang dibarengi ilmu pengetahuan umum.
Pada bab 22 dibahas tentang Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam pada Masa Awal Kemerdekaan Sampai Pada Orde Lama
(Orla), yang ditulis oleh Zulhandra. Pada bab ini memuat materi tentang teori-teori kedatangan Islam, periodesisasi sejarah
pendidikan Islam di Indonesia, pendidikan Islam di zaman kemerdekaan I (1945-1965), berbagai kebijakan pemerintah
republik Indonesia dalam bidang pendidikan Islam dan organisasi, lembaga dan tokoh pendidikan Islam.
Pada bab 23 dengan judul Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia Pada Masa Orde Baru, ditulis oleh Nurasa. Bab ini
merupakan bab terkahir, yang di dalamnya memuat materi: menjembatani dualisme pendidikan, restrukturisasi kurikulum
madrasah, mengatasi kelangkaan ulama, dan unifikasi sistem pendidikan. Ulasan ringkas materi tersebut yaitu masa orde
baru merupakan langkah positif pemerintah terhadap pendidikan Islam yang kemudian disusul dengan munculnya SKB tiga
menteri tahun 1975. Pada periode ini mutu pendidikan Islam mulai ditingkatkan dan ijazah madrasah memiliki derajat yang
sama dengan ijazah pendidikan umum. Kemudian dilanjutkan dengan SKB 2 menteri yang memuat pembahasan tentang
penyempurnaan kurikulum madrasah dan sekolah umum. Dimana madrasah sudah menjadi sekolah umum dengan
menjadikan materi agama sebagai ciri khas madrasah.
Kesimpulan
Setelah membaca buku ini, maka pembaca dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari buku ini. Adapun yang menjadi
kelebihannya yaitu:
Pertama, setelah membaca buku ini, maka pembaca akan mengetahui tentang sejarah kemuduran dan kemajuan pendidikan
Islam dari era Rasulullah hingga Islam di Indonesia pada masa orde lama. Kedua,buku ini dikemas dengan bahasa penulisan
yang akademis dan jelas serta penulis mengajak pembacanya lebih memahami perjalan pendidikan Islam dari zaman Rasul
sampai saat ini.
Adapun yang menjadi sisi kelemahannya yaitu pertama, pembahasan yang disampaikan kurang runtut dan sistematis. Hal itu
karena buku ini merupakan kumpulan dari makalah-makalah, sehingga agak menyulitkan para pembaca untuk mengikuti
alurnya. Kedua, di dalam buku ini terkadang ada tema pembahasan yang isinya sama. Ketiga,terdapat satu bab tepatnya
pada bab 17 yang tidak memiliki penutup, sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami secara instanintisari
pembahasan yang disampaikan penulis.
Posted by Isfahannur Olive 08.42
RESENSI
Judul Buku
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
(Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era rasulullah Sampai Indonesia)
Penulis
Prof. Dr. Samsul Nizar, M.Ag
Penerbit
Jakarta: Kencana 2007
DAFTAR ISI
BAB I
Profil Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal: Telaah Pola Pendidikan Islam Era Rasulullah Fase Mekkah dan Madinah
Oleh: Zainal Efendi Hasibuan
A. Kondisi Politik, Sosiokultural Pra-Islam Sampai Fase Awal Islam
B. Tahapan Pendidikan Islam Pada Fase Mekkah

10

C. Lembaga Pendidikan dan Sistem Pembelajaran


D. Materi dan Kurikulum Pendidikan Islam
E. Metode Pengajaran Rasulullah
F. Evaluasi Pendidikan
G. Peran Wanita Dalam Pendidikan Islam Era Rasulullah
BAB II
Pola Pendidikan Islam Pada Periode Rasulullah Mekkah dan Madinah
Oleh: Kamaruzzaman
A. Sosiologi Masyarakat Makkah dan Madinah
BAB III
Pola Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Oleh: Moh Dalpen
A. Masa Kepemimpinan Khulafaur Rasyidin
B. Pusat-Pusat Pendidikan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
BAB IV
Pola Pendidikan Islam Pada Periode Dinasti Umayyah
Oleh: Silviati Candra
A. Pengambil Alih Kekuasaan
B. Pembentukan Dinasti Bani Umayyah
C. Kemajuan Yang dicapai
D. Pola pendidikan dan Pusat Pendidikan
BAB V
Pola Dan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Periode Abbasiyah
Oleh: Ali Nupiah
A. Sejarah Berdirinya daulah abbasiyah
B. Kedudukan khalifah
C. System politik pemerintah dan bentuk Negara
D. System social
BAB VI
Pola pendidikan islam di spanyol era awal tinjauan historis filosofis
Oleh: Samsul Nizar
A. Sekilas Sejarah Awal Spanyol Islam
B. Perkembangan Pendidikan dan Kebudayaan Spanyol Islam
C. Faktor Penunjang Pengembangan Pendidikan Spanyol Islam
D. Bias Pendidikan Spanyol Islam bagi perkembangan Dunia Modern
BAB VII
Perkembangan Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia
Oleh: Yusmanto
BAB VIII
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Era Awal; Rumah, Kuttab, Mesjid, Saloon, dan Madrasah
Oleh: Mira Astuti
A. Instutusi Pendidikan Era Awal
BAB IX
Kurikulum dan Pola Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada masa klasik zaman keemasan
Oleh: Sondal Pramujaya
A. Pengertian Kurikulum Pendidikan islam
B. Kurikulum pendidikan islam sebelum berdirinya madrasah
C. Madrasah pada masa klasik
BAB X
Transpormasi dan Kontribusi Intelektual Islam atas dunia barat
Oleh: Farida Syam
A. Masa Kegelapan Dunia Barat dan kemajuan Peradaban Islam
B. Transformasi Intelektual Islam ke Dunia Barat
C. Kontribusi Intelektual Islam Terhadap dunia Barat
BAB XI
Madrasah Hizhamiyah; Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan Islam dan Aktivitas Ortodoksi Sunni
Oleh: Ediwarman
A. Lembaga Pendidikan Nihamiyah
B. Kurikulum dan materi yang diberikan Madrasah Nizhamiyah
C. Tokoh-tokoh dan ide-ide madrasah nizhamiyah
BAB XII
Pendidikan Islam pada era kemunduran pasca kejatuhan bagdat dan cordova
Oleh: Mulyadi Hermanto Nasution
A. Kejatuhan Bagdat dan Cordova
B. Kemunduran Pendidikan Islam Pasca Kejatuhan Bagdad dan Cordova
BAB XIII
Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pendidikan di Dunia Islam
Oleh: Roli Yandri

11

A. Kehancuran Dinasti Abbasiyah


B. Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya terhadap Pendidikan Dunia Islam
BAB XIV
Sejarah dan perkembangan Arsitektur Islam Pada Masa Dinasti Usmaniyah
Oleh: Samsul Nizar
A. Sejarah Awal berdirinya Dinasti Usmaniyah
B. Perkembangan Arsitektur Dinasti Usmaniyah
C. Corak Seni Arsitektur Dinasti Usmaniyah
BAB XV
Dinamika sejarah pendidikan perempuan potret timur tengah dan indonesi di era awal
Oleh: Wahyu Hikmah
A. Dinamika Sejarah Pendidikan Perempuan Timur Tengah Era Awal
B. Dinamika Sejarah Pendidikan Perempuan Islam di Indonesia era Awal
BAB XIV
Dikotomi Ilmu Pengetahuan; Akar Tunbuhnya dikatomi ilmu dalam peradaban islam
Oleh: Yuldelasharmi
A. Konsep Islam tentang ilmu Pengetahuan
B. Sejarah Timbulnya Dikotomi Ilmu Pengetahuan
C. Integritas Ilmu Umum dan Ilmu-ilmu Keislaman
BAB XVII
Muhammad abduh dan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir
Oleh: Yasmansyah
A. Biografi Muhammad abduh
B. Pemikir dan Pembaharuan Muhammad Abduh dalam Pendidikan Islam di Mesir
BAB XVIII
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Implikasi dalam Pendidikan
Oleh: Ahmad Syarifin
A. Pembahasan
B. Implikasi Ilmu Pengetahuan dalam Pendidikan
BAB IXX
Sejarah dan dinamika lembaga-lembaga Pendidikan islam di nusantara, surau, meunasah, pesantren, dan madrasah
Oleh: Abasri
BAB XX
Pola Kebijakan Pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal sampai sebelum kemerdekaan; kasus kebijakan politik colonial
belanda terhadap gerakan pembaharu pendidikan islam di Indonesia
Oleh: Maswardi
A. Pola dan kebijakan pendidikan islam di nusantara pada masa awal sampai sebelum kemerdekaan
B. Pola dan kebijakan pemerintah belanda sejak awal sampai sebelum kemerdekaan
BAB XXI
Organisasi social keagamaan dan pendidikan islam; kasus al-jamiyatul wasliyah
Oleh: Muhammad Syaifuddin
A. Konfigurasi social politik dan Demografis Sumatera Timur
B. Sekilas Sejarah Tentang Berdirinya Al-Washliyah
C. Peran dan Kiprah Al-washliyah dalam bidang social keagamaan
D. Peranan dan Kiprah Al-Washliyah dalam Bidang Pendidikan Islam
BAB XXII
Pola Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Awal Kemerdekaan sampai pada Orde Lama (Orla)
Oleh: Zulhandra
A. Teori-Teori Tentang Kedatangan Islam
B. Periodesasi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
C. Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan
D. Berbagai Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dalam bidang Pendidikan Islam
E. Organisasi, Lembaga dan Tokoh Pendidikan Islam
BAB XXIII
Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde baru
Oleh: Nurasa
A. Menjembatani dualism pendidikan
B. Restrukturisasi kurikulum madrasah dan mengatasi kelangkaan ulama
C. Unifikasi sistem pendidikan

BAB I
Profil Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal: Telaah Pola Pendidikan Islam Era Rasulullah Fase Mekkah dan Madinah
Muhammad Saw sebagai Rasul tauladan bagi ummat islam diseluruh penjuru dinia. Tentunya beliau memiliki beragam
keistimewaan yang dapat mengantarkan pengikutnya untuk mencontohkan menelusuri jejak kehidupannya sampai di abad
modern ini. Muhammad adalah pendidik pertama dan terutama dalam dunia pendidikan islam, proses transpormasi ilmu
pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualme dan bimbingan emosional berakar dan melekat pada pengikut-pegikut setia
dalam ajaran islam sebagai bentuk mukjizat yang luar biasa.
Transprormasi keilmuan dalam berbagai aspek perkembangan pada periode beliau, mengantarkan murid-muridnya kepada

12

kemampuan yang luar biasa dalam menguasai berbagai cabang keilmuan agama dan umum, sehingga mengantarkan kepada
gerbang zaman keemasan islam sebagaimana pola-pola pendidikan yang tergambar pada pase mekkah dan madinah.
Pola pendidikan yang dilakukan rasulullah pada periode makkah melalui jalan dakwah yang disampaikan kepada kaum
quraisy makkah. Tahapan-tahapan tersebut melalui pola pendidikan secara sembunyi-sembunyi dimulai dari darinya sendiri,
istrinya khadijah, kemudian diikuti oleh ali bin abithalib dan zaid bin harisah, sahabat karibnya abu bakar siddiq, secara
berangsur-angsur terus meluas namun terbatas hanya di kalangan keluarga dekat dari suku quraisy saja. Dimana lembaga
pendidikan dan pusat kegiatan pendidikan islam yang pertama pada era awal ini adalah rumah arqam ibn arqam, (selanjutnya
berkembang menjadi Kuttab sebagai lembaga dalam pengajaran baca-tulis dengan teks dasar yang pengajarnya monyoritas
nonmuslim)
Setelah melewati tiga tahun kurun waktu pendidikan melalui jalan dakwah sembunyi-sembunyi, pada tahapan berikutnya
dilakukan secara terang-terangan seiring dengan bertambahnya sahabat dan pengikut. Seruan dakwah mulai berkumandang
secara umum sebagai tindak lanjut dari perintah wahyu, dimana masyarakat yatsrib yang telah mengetahui akan kabar
kedatangan rasul mereka berjanji dalam sebuah baiat yang disebut sebagai baiat aqabah yakni tidak menyembah selain
Allah, tidak akan mencuri dan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, menjauhkan perbuatan-perbuatan keji dan fitnah,
selalu taat kepada rasulullah dalam yang benar, dan tidak mendurhakainya terhadap sesuatu yang tidak mereka inginkan.
BAB II
Pola Pendidikan Islam Pada Periode Rasulullah Mekkah dan Madinah
Ketika Menghadapi berbagai tantangan dan ancaman yang datang dari kafir quraish, rasulullah dan para sahabat
memutuskan berhijrah ke madinah. Sebagai langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membangun masjid quba,
ditempat tersebut dilakukan berbagai bentuk kegiatan ritual, sosio-politik dan sebagai pusat pendidika dengan memakai
system halaqah (lingkaran) dalam menyampaikan berbagai pengajaran.
Proses interaksi mulai terjalin dengan baik antara murid dan guru dengan terciptanya interaksi edukatif, dimana guru
berperan sebagai penggerak dan pembimbing sehingga menimbulkan kondisi pembelajaran yang menyenangkan para
penimba ilmu. Kondisi tersebut dikolaborasi dengan metode ceramah, dialog, diskusi dan Tanya jawab, demonstasi,
eksperimen, sosio drama, dan bermain peran.
Kondisi pengajaran sangat disesuaikan dengan materi yang diberikan. Manakala pada periode makkah belum terjadi proses
pendidikan yang begitu komplek, namun pada periode madinah dinilai semakin komplek, materi pendidikan meliputi
pendidikan ukhuwah, kesejahteraan social, kesejahteraan keluarga dan kerabat, dan pertahanan dan keamanan
(pemerintahan)
Selanjutnya pendekatan pendidikan dilakukan melalui penampakan figure identifikasi rasulullah sebagai tauladan bagi
pengikutnya, disamping membawa murinya pada pengajaran yang berisikan teguran langsung, bahasa sindiran, pemutusan
dari jamaah, penegasan, perbandingan kisah-kisah, menggunakan bahasa isyarah, dan keteladanan sehingga sangat
membekas dalam pola tingkah laku para sahabat.
Melewati fase-fase pendidikan yang telah berlangsung sejak lama maka rasulullah juga melakukan tindakan evaluasi dengan
jalan menyuruh para sahabat untuk membaca ayat-ayat al-quran dan membetulkan hafalan yang keliru. Kegiatan evaluasi
juga dilakukan dengan mengevaluasi kemampuan para sahabat yang diutus ke yaman dalam suatu urusan penyebaran
agama, sehingga terjadilah dialog antara rasulullah dengan Muadz ibn Jabal.
Melalui pola-pola pendidikan dasar yang dijalankan oleh rasulullah, sehingga telah terlatih kemampuan para sahabat dalam
membidangi berbagai bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, astronomi, filsafat sehingga mengantarkan kepada
masa keemasan. Disamping Pola-pola pendidikan telah dijalankan sebelumnya, secara terus menerus dikembangkan dan
diimplementasikan oleh para sahabat dalam kegiatan praktik seiring kembangannya kebutuhan masyarakat, perbedaan
suasan, kondisi masyarakat dan munculnya hal-hal yang berdampak pada pola perubahan dalam kegiatan pendidikan dan
menyampaikan dakwah.
Berdasarkan tinjauan historis mengenai pola pendidikan yang diterapkan rasul, dinilai telah berhasil mencapai tujuan utama
pendidikan, dengan munculnya para sahabat yang ahli dalam bidang keilmuan. System dan pendekatan yang diterapkan juga
dinilai masih sangat tepat diterapkan sampai di era modern ini.

BAB III
Pola Pendidikan Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Sebagai karakteristik pelaksanaan pendidikan pada masa Khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq adalah pendidikan bermodalkan
agama yang merupakan motor penggerak yang mengisi aspirasi bangsa. Pendidikan tersebut berasaskan pengamalan alquran dan hadist dalam membentuk manusia seutuhnya, yakni yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa
(Allah Swt), dan memelihara nilai-nilai kehidupan sesama manusia demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Berdasarkan karakteristik pelaksanaan pendidikan yang telah digasriskan dalam pengembangan moral bangsa, maka materi
pendidikan menitik beratkan pada pendidikan tauhid, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lainnya. Pada masa tersebut sudah
mulai dilakukan spesifikasi tentang perihal adab dan kesopanan, santun dalam bergaul dalam pergaulan masyarakat,
pendidikan, ibadah, dan kesehatan meperkuat jasmani dan rohani.
Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil, sehingga perluasan wilayah islam pada masa
umar bin khattab meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. Dengan meluasnya kekuasaan islam
sehingga mendorong kegiatan pendidikan islam bertambah besar, Karena juga ditambah oleh keinginan mereka yang baru
menganut agama islam untuk menimba ilmu dari para sahabat. Sehingga kegairahan ini mendorong lahirnya sejumlah
pembidangan disiplin keagamaan.
Pada masa Khalifah Usman Bin Affan, pengembangan pendidikan tidak banyak terjadi perubahan, beliau hanya melanjutkan
apa yang telah ada dan terindikasi merasa cukup dengan proses pendidikan yang sudah berjalan, namun terdapat suatu
kecemerlangan dalam proses kodifikasi yaitu dengan mengumpulkan tulisan-tulisan al-quran dan melakukan penyalinan
disebabkan atas perselisihan bacaan untuk diseragamkan bacaan.
Pada masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib, pengembangan pendidikan berada pada kondisi yang terhambat dan terganggu oleh
kondisi politik yang memanas, pemberontakan dan kekacauan yang terjadi sehingga seluruh perhatian ditumpahkan pada
masalah keamanan dan kedamaian masyarakat islam, sehingga dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan berjalan
ditempat, kondisi ini dinilai tidak terjadi perkembangan bidang pendidikan.
BAB IV
Pola Pendidikan Islam Pada Periode Dinasti Umayyah
Setelah berakhirnya kekuasaan khalifah Ali Bin Abi Thalib, dilanjutkan dengan berdirinya dinasti bani umayyah, melanjutkan
misi kekuasaan ini kondisi pemerintahan dikukuhkan dengan sikap otoriter dengan unsur kekerasan, dan diplomasi yang

13

diiringi sikap tipu daya serta hilanya sifat musyawarah dalam pemilihan khalifah.
Namun demikian reformasi cukup banyak terjadi dalam berbagai bidang pengembangan keilmuan agama dan umum sampai
kepada aspek pertahanan dan teknologi.
Kemajuan-kemajuan yang dicapai termasuk diantaranya dalam bidang administrasi pemerintahan, seperti pemisahan
kekuasaan, pembagian wilayah kekuasaan, pemungutan pajak dan organisasi keuangan, organisasi ketentaraan, organisasi
kehakiman, social dan budaya, seni dan sastra, seni rupa, dan arsitektur.
Disamping melakukan ekspansi territorial, pemerintahan dinasti umayyah juga memberi perhatian dalam bidang pendidikan
dengan penyediaan sarana dan prasarana, untuk mendorong para agamawan, seniman, dan lainnya agar mau melakukan
pengembagan ilmu yang dikuasainya, sehingga pada masa itu terjadi perkembangan dalam bidang agama, al-quran, fiqh
dan hadist yang dikodifikasikan. Disamping itu berkembang juga ilmu sejarah dan geografi, bidang kebahasaan dan bidang
filsafat.
Pada masa ini terjadi perkembangan pusat pengajaran pendidikan, yakni bertempatkan di rumah guru, di istana dan mesjid.
Para pendidik yang tidak meminta pamrih dari pemerintah dan pemerintah tidak menyediakan tempat mukim bagi guru di
istana, melainkan penghargaan dari masyarakatnya.
Bentuk-bentuk pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan istana yang menitik beratkan pada pengembangan
kecerdasan, jasamani dan rohani, nasihat dan wasiat, badiah, pendirian perpustakaan, bamaristan (rumah sakit), dan
kegiatan penerjemahan buku-buku kedalam bahasa arab.
BAB V
Pola Dan Perkembangan Pendidikan Islam Pada Periode
Daulah Abbasiyah
Berdirinya daulah abbasyiah dengan dua strategi jitu, yakni dengan penyebaran ide rahasia dan mencari pendukung. Pada
periode ini tampanya pembesar-pembesar di kalangan masyarakat sudah lebih menguasai system politik kekuasaan disinyalir
oleh kemampuan dalam perebutan tahtah dari kekuasaan dinasti Umayyah ke Daulah Abbasiyah. Proses peralihan kekuasaan
ini membutuhkan pengaruh dan pendukung yang sangat besar sehingga dapat mengubah tatanan dan system pemerintahan
secara drastic. Terjadinya pertukaran pendapat cerita dan pikiran, sehingga muncul kebudayaan baru.
Perkembangan pada masa ini berkutik pada system politik, Tata pemerintahan dan pembentukan Negara. Melalui system
politik yang dijalankan bahwa: 1) Para khalifah berasal dari keturunan arab murni, sedang yang lainnya diangkat dari
keturunan Persia, 2) Kota bagdat sebagai Ibukota Negara yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, social, kebudayaan,
dijadikan kota pintu terbuka bagi berbagai keyakinan agama, 3) Ilmu pengetahuan dipandang sesuatu yang sangat penting
dan membuka seluas-luasnya bagi kemajuan dan perkembangan ilmu, 4) Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia
sepenuhnya, 5) para menteri turunan Persia diberi hak yang penuh dalam menjalankan pemerintahan, sehingga mereka
memegang peranan penting dalam tamadun Islam.
BAB VI
Pola pendidikan islam di spanyol era awal tinjauan historis filosofis
Ekspansi Islam ke spanyol merupakan ekspansi wilayah yang paling gemilang dalam catatan sejarah kemiliteran dan
peradaban. Di bidang kemiliteran terbukti dengan kemampuan militer dinasti umayyah menguasai spanyol dengan kekuatan
Visigotic yang terkenal cukup kuat. Sedang di bidang peradaban spanyol telah memperlihatkan peranan peradaban dan
kebudayaan islam. Pesatnya perkembangan peradaban dan kebudayaan, membawa spanyol menjadi pusat peradaban islam
di barat, sebagaimana halnya baghdat yang menjadi pusat peradaban timur tengah. Kehadirannya telah mewarnai peradaban
islam membidani kebangkitan eropa.
Perkembangan pendidikan dan kebudayaan di spanyol adalah sebagai bentuk imperium yang harus kuat karena daerah yang
luas. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui mendirikan lembaga pendidikan dengan pengelolaan administrasi yang rapi
dan penyempurnaan fasilitas-fasilitas berbagai level pendidikan, dan mengembangkan ilmu-ilmu logika dengan
menerjemahkan karya-karya yunani kuno dan Persia kedalam bahasa arab seperti karya aristoteles dan plato, karya-karya
tersebut dianalisis dan di framework kedalam ajaran islam.
Kondisi masyarakat sangat kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan di spanyol, mereka sangat malu
menggantungkan nasip pada orang lain, untuk itu mereka tidak segan segan mengeluarkan biaya yang sangat mahal
sekalipun untuk menuntut ilmu, dalam menunjang kegiatan pembelajaran spanyol memberlakukan kuruikulum universal dan
konfrehensif, dengan nuansa integral yang ditawarkan sehingga membuka peluang bagi nonmuslim menimba ilmu di situ.
Semagat tinggi yang ditunjukkan masyarakat sehingga mampu memperkuat eksistensi lembaga pendidikan dan lembaga
pemerintahan.
Selanjutnya memiliki ambisi untuk pengembagan perpustakaan dengan mengoleksi berbagai buku langka, mulai dari dan
untuk kepentingan pribadi sampai kepada pewakafan untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Besarnya perhatian
ummat islam spanyol dalam penyediaan sarana perpustakaan perlu rasanya diacungkan jempol dan ditiru oleh umat islam
lainnya. Dengan fenomena ini tidaklah heran jika dalam waktu singkat pertumbuhan perpustakaan spanyol laksana jamur.
BAB VII
Perkembangan Pendidikan Islam di Andalusia dan Sisilia
Andalusia dahulu sekarang masyhur dengan nama spanyol, sebuah wilayah yang sangat popular saat ini. Sisilia adalah suatu
wilayah yang amat licin dan ditakuti oleh negeri paman sam.
Berkaitan dengan pola pendidikan yang diterapkan di spanyol melalui lembaga pendidikan kuttab dan mesjid yang tersebar di
Andalusia. Lembaga pendidikan tersebut memfokuskan pada pendalaman ilmu fiqh, bahasa dan sastra, music dan seni.
Berikutnya berdiri universitas cardova di spanyol yang menjadi icon termegah. Universitas ini berdiri bersandingan dengan
universitas Al-Azhar cairo dan universitas Nizamiyah di Baghdad.
Selain itu terdapat juga universitas Sevilla, Malaga, dan Granada, yang mengajarkan bidang kedolteran, astronomi, teologi,
hokum islam dan kimia. Namun secara garis besar perguruan tinggi spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu
filsafat dan sains.
Adapun yang mendukung kemajuan pendidikan di spanyol adalah secara garis besar karena adanya dukungan dari penguasa,
sehingga memebuat pendidikan mengalami perkembangan yang begitu cepat. Disamping itu adanya beberapa sekolah dan
universitas yang terdapat di kota spanyol, banyaknya para sanjana islam yang datang dari timur dan barat dengan membawa
buku dan gagasan baru, dan adanya persaingan politik antara abbasiyah di baghdat dan umayyah di spanyol.
BAB VIII
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam Era Awal; Rumah, Kuttab, Mesjid, Saloon, dan Madrasah

14

Institusi pendidikan islam pada era awal adalah berpusat pada diantaranya adalah: rumah-rumah guru, kuttab, mesjid-mesjid,
saloon (sanggar seni) dan madrasah. Dengan memiliki karakteristik dan pola tertentu dalam proses pendidikan di antar
tempat atau lembaga pendidikan yang masyhur pada saat itu.
BAB IX
Kurikulum dan Pola Perkembangan Ilmu Pengetahuan pada masa klasik zaman keemasan
Kurikulum pendidikan islam sebelum bedirinya madrasah masih berada pada tahap pengkajian dan pengamalan al-quran,
agama, membaca, dan syair. Yang terkadang juga mempelajari nahwu, cerita-cerita dan berenang dan memanah. Setelah
melewati fase perkembangan kurikulum pendidikan masa klasik maka beralih ke pada kurikulum pendidikan era modern,
yang di identikkan kepada bentuk pendidikan yang universal yang mencakup dua kurikulum pokok ilmu yakni ilmu agama
(ilmu sejarah, tafsir, hadist, fiqh dan ushul fiqh) dan ilmu-ilmu pengetahuan (metafisika, kemasyarakatan). Pada fase ini dunia
islam mempersiapkan diri mendalami agama untuk penyiaran dan pertahanan.
Perkembangan kurikulum madrasah pada masa klasik bercorak system pendidikan mutazilah (peran akal), pendidikan ikhwan
al safa, bercorak filsafat, tasawuf, teologi, syiah dan fiqh.
BAB X
Transpormasi dan Kontribusi Intelektual Islam atas dunia barat
Kemajuan yang dicapai oleh umat islam pada masa itu juga ikut dirasakan oleh masyarakat nonmuslim termasuk dunia barat
seiring terjadinya persentuhan budaya dan ilmu pengetahuan sehingga terjadinya transpormasi intelektual dari dunia islam
ke dunia barat. Seiring dengan berjalannya fase tersebut melahirkan gerakan-gerakan seperti renaissance, reformasi,
rasionalime di dunia barat dengan kemajuan sains dan teknologi sehingga peradaban barat berkembang pesat.
Bersamaan dengan perlkembanga itu, dunia barat masih dikawal oleh doktrin gereja dengan menolak kajian budaya dan
filsafat. Masa kegelapan dunia barat masih berlangsung, perkembangan berpikir dibatasi oleh gereja yang cenderung
menolak ilmu pengetahuan dan budaya berpikir filsafat yang pernah berkembang di yunani. Bapak-bapak gereja kristen
berkompanye membasmi ilmu dan filsafat, karena menganggapnya ilmu itu adalah sihir..., kebencian mereka pada
pengetahuan manusia dinyatakan dalam peribahasa "Ketidaktahuan adalah sumber kesalehan" di ikuti dengan gerakan
pembakaran pustaka dan sekolah-sekolah filsafat ditutup karena larangan mempelajari karya-karya romawi kuno.
Transpormasi ilmu islam ke dunia barat terjadi secara berlahan dan memakan waktu yang sangat panjang, disisi lain banyak
factor yang mendukung terjadinya proses transpormasi tersebut yang berasal dari internal atau eksternal. Seiring dengan
prospek tersebut, maka terjadilah perpecahan beberapa institusi Kristen ortodok dengan gereja induk, perkembangan
kurikulum yang mampu mengakomodasi seluruh ilmu pengetahuan, dan adanya peranan penerjemah karya-karya terdahulu.
Transpormasi ilmu islam juga terjadi melalui jalan adalusia, pulai sisila, perang salib, jalur pendidikan, dan penerjemahan
karya-karya islam ke dalam bahasa latin dan jalur perdagangan.
BAB XI
Madrasah Hizhamiyah; Pengaruhnya terhadap Perkembangan Pendidikan Islam dan Aktivitas Ortodoksi Sunni
Madrasah Hizhamiyah adalah madrasah pertama yang muncul di dunia islam, sebagai bentuk pendidikan yang dari tingkat
dasar sampai tingkat perguruan tinggi, lembaga pendidikan ini dibentuk dan dikelola oleh pemerintah. Dengan memberi
pelayanan fasilitas pendidikan kepada seluruh elemen masyarakat, tersusunya kurikulum pendidikan, guru-guru yang
diberikan tempat tinggal, strukrutal organisasi yang lengkap dalam mencapai keunggulan madrasah. Pormulasi pengajaran
dalam pendidikan tersebut dimonopoli oleh ideology sunni, dan melalui kegiatan penyebaran guru-guru ke daerah yang seide
dengan misi pemerintah pada saat itu.
Ide-ide pemikiran al-ghazali sangat tampak dengan memperhatikan tingkat daya berpikir anak, melaui penerangan
pembelajaran yang sempurna, pengajaran ilmu secara konkrit dari sesuatu yang abstrak, dan pengajaran yang dilakukan
secara bertahap dan berangsur angsung.
Selanjutnya pendidik dituntut memberi segala nasihat, pemeperingatkan secara berangsur-angsur perilaku buruk anak didik,
memberi reword bagi anak yang baik dan cerdas, dilarang bertemankan anak jahat, dibiasakan untuk tidak berlebihan makan,
berkesempatan yang cukup untuk berlatih, pelayanan pendidikan berdasarkan level kemampuan berpikir anak.
Peserta didik harus memuliakan pendidik, dan bersikap rendah hati, pendidik harus memjadi bagian dari anak didiknya,
menghalangi untuk mempelajari berbagai mazhab yang dapat mengacaukan pikiran, peserta didik dapat memilih
mempelajari berbagai macam ilmu yang namun tujuan pendidikan keagamaan tidak terabaikan.
BAB XII
Pendidikan Islam pada era kemunduran pasca kejatuhan baghdad dan Cordova
Era kemunduran pendidikan islam berlangsung pasca ditakluknya bagdat dan cordova. Kemunduran ini tidak terlepas dari
kemunduran kaum intelektual. Factor-faktor yang membuat Baghdat menjadi melemah disinyalir oleh factor internal dan
eksternal; dimana terjadinya persaingan tidak sehat antara beberapa bangsa yang terhimpun dalam daulah Abbasiyah,
terutama arab Persia dan turki. Adapun yang berasal dari kondisi internal adalah, adanya aliran pemikiran dalam islam yang
sering menyebabkan timbulnya konflik daerah, munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari kekuasaan pusat
di Baghdad, kemerosotan ekonomi akibat kemunduran politik. Sedangkan yang berasal dari segi eksternal adalah perang salib
yang terjadi dalam beberapa gelombang, hadirnya tentara mongol dibawah pimpinan hulagu khan dengan membakar semua
isi perpustakaan tanpa berbekas, kebebasan dakwah satu persatu surut dan sirna.
Disamping itu kemunduran juga terjadi akibat dari keruntuhan spanyol yang disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Tidak jelasnya system peralihan kekuasaan yang menyebabkan munculnya perebutan kekuasaan di antara ahli waris,
konflik dalam keluarga
2. Lembaga figure dan karismatik yang dimiliki khalifah hanya sebagai symbol saja, sedangkan yang menjalankan
pemerintahan berada di tangan nazir
3. Perselisihan dikalangan ummat islam sendiri yang disebabkan perbedaan kepentingan, perbedaan suku dan kelompok yang
kemudian dimanfaatkan oleh pihak Kristen
4. Konflik islam dengan Kristen atas kebijakan penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna, hanya melalui
pembayaran upeti
5. Munculya muluk al-thawaif yang masing masing saling merebut kekuasaan bergandengan dengan kekuasaan kerajaan
Kristen
Suasana gelap yang menyelimuti dunia islam akibat berbagai krisis sehingga keadaan benar-benar mencekam dan prihatin
terlebih lagi kemunduran yang dirasakan dalam bidang pendidikan, dengan terjadinya pertentangan jalan pikir filsafat yang

15

beraurakan sufistik dan jalan pikir filsafat yang rasionalistik.


BAB XIII
Kehancuran Dinasti Abbasiyah dan Pengaruhnya Terhadap Pelaksanaan Pendidikan di Dunia Islam
Factor internal kemunduran dinasti abbasiyah berasal Dari dalam pemerintah islam itu sendiri, ditandai dengan adanya
pergeseran orientasi watak peradaban yang berkembang di dunia islam pada masa itu, kecenderungan militerisme dan
ekspansi wilayah kekuasaan muncul sebagai cirri utama peradaban islam seiring munculnya supremasi politik bangsa
mongol. Factor internal tersebut antara lain adalah terjadinya konflik internal keluarga istana, tampilnya dominasi militer,
permasalahan keuangan, berdirinya dinasti-dinasti kecil, luasnya wilayah, fanatisme keagamaan.
Disamping itu telah berlebihannya filsafat islam yang bersifat sufistik yang mengarah kepada penyatuan dengan tuhan di
bawah bimbingan otoritas dari guru-guru sufi melalui jalan tariqat. Sedikitnya kurikulum pendidikan islam dalam tatanan
kurikulum pendidikan madrasah, dan tertutupnya pintu ijtihad.
BAB XIV
Sejarah dan perkembangan Arsitektur Islam Pada Masa Dinasti Usmaniyah
Ketika kekuasaan islam mengalami kemunduran, muncullah kekuatan baru dari teluk Persia mughal dan turki, kemunculan
tiga dinasti ini ikut menyelamatkan eksistensi wilayah kekuasaan islam dan mengembangkan peradaban, Perkembangan
arsitektur pada masa dinasti usmaniyah telah mengantarkan pada kejayaan peradaban islam dengan nilai seni yang tinggi.
Corak seni arsitektur tersebut meliputi bentuk arsitektur mesjid, istana, kuburan, rumah sakit, sekolah, tata kota dan bentuk
tempat pemandian.
BAB XV
Dinamika sejarah pendidikan perempuan potret timur tengah dan indonesia di era awal
Pada masa sebelum islam, kaum wanita berada pada tingkat kedua setelah lelaki, sehingga kaum wanita diperlakukan
semena-menanya kaum lelaki. Namun setelah kedatangan islam dimulai tradisi baru bagi kaum perempuan dengan diberikan
kemerdekaan dan hak-hak mereka yang selama kurun waktu sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan sebagai manusia
yang memiliki derajat yang sama.
BAB XIV
Dikotomi Ilmu Pengetahuan; Akar Tunbuhnya dikatomi ilmu dalam peradaban islam
Islam menganggap ilmu pengetahuan sebagai konsep yang holistis, dalam konsep ini terdapat pemisahan antara
pengetahuan dengan nilai-nilai. Secara historis bahwa islam pernah Berjaya dan kemegahan yang ditandai dengan maraknya
ilmu pengetahuan yang menjadi mercusuar baik di barat maupun ditimur.
Dalam perkembangannya para filsuf dan saintis muslim tidak pernah memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama, maka
mereka meyakini ilmu pengetahuan dan agama sebagai suatu totalitas, namun kenyataan yang terlihat sekarang bahwa
banyak muslim yang cenderung memisahkan dan membedakan antara kedua istilah tersebut dalam berbagai literature.
BAB XVII
Muhammad abduh dan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam di Mesir
Muhammad abduh dikenal sebagai tokoh pembaharu dalam pendidikan islam. Terdapat beberapa temuannya yang
menyimpang yang menutnya menjadi penyebab kemunduran umat islam. Diantaranya adalah kurikulum yang merupakan
masalah yang sangat perlu diperhatikan, tanpa kurikulum yang sesuai dengan apa yang diharapkan maka semua itu tidak
akan terwujud dengan baik, demikian pula yang dialaminya dalam mendapatkan pendidikan pada madrasah-madrasah di
mesir.
Kurikulum pendidikan mesir terjadi dualism atau perbedaan yang sangat mendasar antara kurikulum madrasah dengan
kurikulum pendidikan umum, disamping itu metode mengajar yang membosankan.
Untuk mengimbangi serangan Kristen terhadap islam maka dalam hal ini Muhammad abduh mengaskan beberapa poin
antara lain adalah:
1. Islam menegaskan bahwa meyakini keesaan Allah dan Muhammad merupakan kebenaran inti ajaran islam
2. Kaum muslimin sepakat bahwa akal dan wahyu berjalan beringan dan tidak saling bertetangan, karena berasal dari sumber
yang sama
3. Islam sangat terbuka atas berbagai interpretasi, karena itu islam tidak membenarkan adanya saling mengkafirkan diantara
kaum muslimin
4. Islam tidak membenarkan seseorang menyerukan risalah islam kepada orang lain kecuali dengan bukti
5. Islam diperintahkan untuk menumbangkan otoritas agama, karena satu-satunya hubungan sejati adalah hubungan
manusia dengan tuhannya secara langsung
6. Islam melindungi dakwah dan risalah, dan menghentikan perpecahan dan fitnah
7. Isalam adalah agama kasih saying, persahabatan, dan mawaddah kepada orang yang berbeda doktrinnya.
8. Islam memadukan antara kesejahteraan dunia dan akhirat
Karakteristik Muhammad abduh sebagai pemikir pembaharu dalam dunia islam diklasifikasikan dalam empat agenda umum
yang menyangkut purifikasi (poemurnian ajaran islam), reformasi (kewajiban belajar dalam berbagai dimensi keilmuan),
pembelaan islam (mempertahankan identitas islam), dan reformulasi (membuka kembali pintu ijtihad).
BAB XVIII
Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Implikasi dalam Pendidikan
Islamisasi ilmu pengetahuan tidak lepas dari ketimpangan-ketimpangan yang merupakan akibat langsung dari keterpisahan
antara sains dan agama. Pemikir di kalangan yang mengusung ide masih acuh tak acuh dan belum teritegrasi menjadi sebuah
pemikiran yang utuh.
Gagasan islamisasi ilmu pengetahuan oleh al-faruqi dimaknai sebagai upaya menintegrasikan disiplin ilmu modern dengan
khazanah warisan islam. Merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebab perkembangan ilmu sekuler yang berasal dari
barat secara terus menerus mengikis eksistensi ajaran islam sebagai ajaran agama yang memadukan ilmu pengetahuan
(sains) dan agama, akibat terjadinya hal tersebut mengakibatkan terjadinya perceraian antara sains modern dengan nilai-nilai
teologis. Sehingga peran akal tidak terkontrol oleh wahyu, sehingga ide dan saksi menjadi terpecah belah dan
berseberangan.

16

Menangani permasalahan tersebut al-faruqi memformulasikan epistemology barat untuk menawarkan prinsip-prinsip yang
mendasari sebagai peletak pondasi dalam pola lima kesatuan. Yaitu: 1) keesaan Allah Swt, 2) kesatuan makhluk, 3) kesatuan
kebenaran dan pengetahuan, 4) kesatuan hidup, 5) kesatuan ummat manusia.

BAB IXX
Sejarah dan dinamika lembaga-lembaga Pendidikan islam di nusantara, surau, meunasah, pesantren, dan madrasah
Perkembangan pendidikan islam di nusantara ditandai dengan munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap
dimulai dengan amad sederhana sampai terhitung dengan kapasitas sarana dan suber daya yang lengkap setara dengan
kebutuhan pendidikan dunia modern.
Dinamika pendidikan dilakukan mulai dari pemanfaatan surau, meunasah, pesantren, madrasah, sebagai tempat menimba
ilmu pengetahuan dan penyampaian ilmu keagamaan dan umum. Proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan
halaqah sampai menerapkan bentuk menghafal muatan teoritis keilmuan. Seiring perkembanga zaman dan tuntutan ke arah
perubahan dalam pola pembelajaran perkembangan metode belajar dan media pendukung secara terus menerus
menyetarakan diri dengan kebutuhan pendidikan dan pembelajaran. Kurukulum pendidikan yang dulunya masih padu yang
kemudian diklasisifasikan untuk dapat dipelajari secara lebih spesifik.
BAB XX
Pola Kebijakan Pendidikan Islam di Nusantara pada masa awal sampai sebelum kemerdekaan; kasus kebijakan politik colonial
belanda terhadap gerakan pembaharu pendidikan islam di Indonesia
Pola kebijakan pendidikan islam nusantara masih tersentuh oleh kebijakan pemerintaha belanda pada fase kebijakan politik
colonial yakni pada masa sebelum kemerdekaan. Pemerintah belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut
system persekolahan yang berkembang di dunia barat yang kemudian sedikit banyak mempengaruhi pola pendidikan
Indonesia melalui pesantren.
Lembaga pendidikan islam bergeser mengikuti perkembangan dengan berdirinya beberapa madrasah di tanah air dengan
fasilitas meja kursi dan papan tulis. Madrasah-madrasah tersebut dikenal dengan sebutan Madrasah Adabiyah School,
Madrasah Diniyah Shcool, Madrasah Muhammadiyah, Sumatera Thawalib, Madrasah Slafiyah, serta madrasah-madrasah
lainnya yang secara terus menerus mengalami peningkatan secara signifikan.
BAB XXI
Organisasi social keagamaan dan pendidikan islam; kasus al-jamiyatul wasliyah
Eksistensi organisasi social keagamaan islam al-jamiatul washliyah berdiri dengan catatan konfigurasi social, politik, dan
demografi sumatera, dirumuskan melalui response keadaan yang berkaitan dengan fakta-fakta social. Hal ini timbul dari
kesadaran para pelajar dan guru yang bergabung dalam perguruan maktab islamiyah dalam penyatuan ide dan pendapat.
Maktab tersebut mempunyai signifikansi sebagai lembaga pendidikan yang muncul dari gagasan alumni.
Kegiatan pendidikan dengan mencoba menggabungkannya dengan system tradisional dan modern, mengembangkan institusi
dan system pendidikan dengan cara mengadopsi pendidikan barat kedalam pola pendidikan islam sehingga membentuk
model pendidikan dengan system modern, sehingga tidak tertinggal oleh kemajuan peradaban pendidikan di dunia global
BAB XXII
Pola Kebijakan Pendidikan Islam Pada Masa Awal Kemerdekaan sampai pada Orde Lama (Orla)
Penyelenggaraan pendidikan agama islam di Indonesia tumbuh dan berkembang bersamaan dengan masukknya islam ke
Indonesia, periodesasi perkembangan pendidikan tumbuh bersama organisasi dan kelembagaan yang berkecimpung dalam
bidang pengembangan agama dan social.
Organisasi dan lembaga pendidikan islam Indonesia mula-mula melakukan pergerakan secara nasional dengan mengikuti
haluan politik seperti berdirinya taman siswa, sekolah serikat rakyat, ksatria institute, perguruan rakyat. Sesuai dengan
tuntutan islam berdirinya sekolah serikat islam, sekolah muhammaddiyah, sumatera tawalib, nahdatul ulama, sekolah
persatuan ummat islam, sekolah jamiatul wasliyah, sekolah al irsyad, sekolah normal islam.
BAB XXIII
Pola dan Kebijakan Pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde baru
Pola dan kebijakan pendidikan islam di Indonesia bersifat terbuka dan menggunakan dua system pendidikan yakni pendidikan
umum dan agama, namun dalam aplikasinya kedua lembaga pendidikan itu saling menjembatani melalui kurikulum
pendidikan yang dimuat dalam pelaksanaan pendidikan yang berisikan pendidikan agama dan umum. Pada awalnya
keberadaan lembaga pendidikan secar aumum belum menggunakan standar kurikulum nasional pendidikan Indonesia, diikuti
dengan upaya formalisasidan strukturisasi madrasah dengan agenda penegerian beberapa madrasah secara berangsurangsur, kurikulum pendidikan secara terus menerus ditata dan disejajarkan dengan kurikulum pendidikan nasional
RESENSI BUKU PENDIDIKAN ISLAM BERKARAKTER & BERADAB
Wandi Budiman | 11/09/2014 | 7 komentar
Dr. Adian Husaini memaparkan bahwa pendidikan karakter saja tidak cukup, tapi harus disertai pendidikan adab. Tanpa adab,
manusia bisa berkarakter tapi tidak beradab. Buku ini memaparkan pendidikan karakter dan adab secara praktis dan
mendasar, disertai dengan telaah tentang peran budaya ilmu dalam pembangunan peradaban Islam.
RESENSI BUKU PENDIDIKAN ISLAM MEMBENTUK MANUSIA BERKARAKTER & BERADAB
IDENTITAS BUKU
Judul Buku
: Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter & Beradab
Pengarang : Dr. Adian Husaini
Peberbit
: Komunitas NuuN bekerjasama dengan program Pasca Sarjana Pendidikan dan Pemikiran Islam Universitas Ibnu
Khaldun, Bogor
Tahun Terbit
: 2011
Kota Terbit
: Depok
Tebal
: vi + 225 halaman

17

ISBN

: 987-602-99152 - 1-1

PENDIDIKAN ISLAM MEMBENTUK MANUSIA


BERKARAKTER & BERADAB
Pendidikan karakter pada akhir-akhir menjadi wacana yang banyak dibicarakan orang, terutama dikalangan stake
holder pendidikan Indonesia. Berawal dari banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa kalangan
masyarakat pendidikan seperti masalah kenakalan siswa, guru yang bermasalah dan masalah output dari lulusan pendidikan
Indonesia yang belum sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pendidikan. Sehingga para pakar pendidikan Indonesia
menggagas pendidikan karakter di Indonesia dengan memaksimalkannya didalam kurikulum pembelajaran dan proses
pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Namun sebenarnya, isu pendidikan karakter di dalam pendidikan Islam bukan sesuatu hal yang baru. Islam sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai karakter, bahkan memerintahkan umatnya untuk menjadikan karakter sebagai bagian terpenting
dari kehidupannya, seperti nilai-nilai kejujuran, kebersihan, keberanian, kerja keras dan sebagainya. Akan tetapi, Islam
meletakan karakter itu dalam bingkai dan landasan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt, tidak hanya sebagai sebuah
nilai kemanusiaan atau sosial semata.
Ketika setiap orang menginginkan keadilan dan mengajak untuk berbuat adil, seorang muslim tidak hanya memandang adil
tersebut sebagai sebuah kebaikan untuk dirinya dan orang lain, akan tetapi sikap adil merupakan perintah dari Allah swt yang
harus dilaksanakan oleh setiap orang beriman.
Pendidikan Islam berdiri diatas asas nilai-nilai Islam yang terkandung dalam al-Quran dan sunnah Rasulullah sebagai
pedoman pelaksanan dan pengembangan pendidikan. Asas pendidikan Islam berpandangan bahwa Islam merupakan agama
satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah sebagai ajaran yang telah diturunkan Tuhan yang menguasai kehidupan alam
semesta melalui Rasul-Nya Muhammad Saw. Inilah pondasi awal yang harus ditanamkan kepada generasi-genarasi bangsa
dimasa yang akan datang.
Banyak orang memandang bahwa proses pendidikan di Indonesia selama ini masih belum berhasil bahkan bisa dikatakan
gagal, gagal dalam membina peserta didik untuk menjadi orang yang berilmu dan berkarakter sehingga menghasilkan
lulusan-lulusan yang hanya pintar dalam berdebat, mempunyi pikiran yang cerdas namun mental dan moralnya lemah.
Kegagalan yang lain, contohnya masih banyak guru-guru yang seharusnya menjadi teladan bagi peserta didiknya malah
berperilaku tidak seperti seorang pendidik, pendidikan moral dan karakter hanya sebatas pengetahuan yang akan diujikan
ketika ulangan sekolah serta masih banyak permasalahan lainnya. Hal diatas yang melatar belakangi gagasan penerapan
pendidikan karakter disemua jenjang pendidikan di Indonesia oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional.
Terlepas dari apa yang pemerintah gagas dan lakukan mengenai penerapan pendidikan karakter dalam proses pendidikan di
Indonesia, namun sebagai seorang muslim pernahkah kita bertanya apakah karakter saja cukup dalam membangun generasi
masa depan bangsa terutama generasi Muslim Indonesia?. Ketika kita melihat bahwa bangsa Cina maju sebagai hasil
pendidikan karakter lalu apa bedanya orang komunis yang berkarakter dengan orang muslim yang berkarakter?. Orang
komunis atau ateis, dapat menjadi pribadi yang jujur, pekerja keras, berani bertanggungjawab, mencintai kebersihan, dan
sebagainya. Bahkan kabarnya, di Jepang jika ketinggalan barang di taksi, hampir pasti akan kembali.
Artinya, karakter yang bagus dapat dibentuk oleh setiap manusia tanpa memandang agamanya. Kemudian, dimana letak
perbedaan antara Muslim dan non-Muslim yang berkarakter? Bagi Muslim, dia dapat juga dan bahkan harus berkarakter
mulia. Tepati, bagi Muslim, berkarakter saja tidak cukup. Bedanya antara Muslim dengan non-Muslim meskipun sama-sama
berkarakter adalah terletak pada konsep adab. Bagi seorang muslim bukan hanya menjadi seorang yang berkarakter namun
juga harus menjadi seorang yang berkarakter dan beradab.
Istilah adab dapat ditemukan dalam sejumlah hadits Rasulullah saw. misalnya bisa dilihat dari salah satu hadits yang
diriwayatkan oleh Anas ra, Rasulullah bersabda: Akrimuu auladakum, wa ahsinuu adabahum Muliakanlah anak-anakmu dan
perbaikilah adab mereka. (HR Ibnu Majah). Adapun yang dimaksud dengan adab menurut syed Muhammad Naquib al-Attas
adalah pengenalan dan pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang. Manusia yang beradab terhadap
orang lain akan paham bagaimana mengenali dan mengakui seseorang sesuai harkat dan martabatnya. Dengan adab pula
seorang muslim akan dapat menempatkan karakter pada tempatnya, kapan dia harus jujur, kapan dia boleh berbohong,
untuk apa dia bekerja dan belajar dengan keras. Dalam pandangan Islam, jika semua itu dilakukan untuk tujuan-tujuan
pragmatis duniawi, maka tindakan itu termasuk kategori tidak beradab atau biadab.
Jadi setiap Muslim harus berusaha menjalani pendidikan karakter sekaligus menjadikan dirinya sebagai manusia beradab.
Itulah hakekat dari tujuan pendidikan menurut Islam yaitu mencetak manusia yang baik (good man) atau pribadi ideal yaitu
manusia yang berkarakter dan beradab.
Salah seorang ilmuwan besar Muslim yaitu Imam al-Ghazali mengemukakan bahwa, untuk meraih kemuliaan haruslah
didasari dengan ilmu. Dengan ilmu, manusia tahu jaln yang; ia tahu bagaimana cara mendakinya; tahu bagaimana mengatasi
halangan dan rintangan; dan tatkala suatu ketika dia tergelincir diapun tahu, bagaimana dia harus bangkit lagi, dan mendaki
lagi menuju puncak taqwa dan bahagia. Kata-kata Imam al-Ghazali ini bisa mewakili betapa pentingnya ilmu bagi kita sebagai
manusia. Tidak heran Islam begitu mendorong umatnya untuk tidak pernah berhenti dalam mencari ilmu sebagaimana telah
termaktub dalam al-Quran dan al-Hadits.
Tradisi mencari ilmu dan melaksanakan pendidikan sudah dicontohkan oleh sahabat-sahabat Rasulullah terutama shabat yang
terkenal dengan sebutan ahlu suffah, kemudian diikuti oleh para tabiin dan para ulama. Semangat mereka dalam mencari
ilmu sudah banyak dikisahakan dalam buku-buku sejarah, bagaimana Imam Bukhari harus berjalan ribuan bahkan jutaan
kilometer dan harus meninggalkan kampung halamannya ke negeri-negeri yang jauh untuk hanya mencari sebuah hadits
Rasulullah saw. Imam Syafii sudah hapal al-Quran pada usia 7 tahun dan hapal kitab al-Muwattha karya Imam Malik pada

18

usia 10 tahun. Prof. Wahbah az-Zuhaili penulis Tafsir al-Munir pernah ditanya, berapa jam beliau membaca dan menulis, beliau
menjawab: Tidak kurang dari 16 jam sehari. Terus bagaimana dengan kita sekarang?.
Kegemilangan peradaban Islam pada masa-masa keemasannya dilatarbelakangi antara oleh sumber daya manusianya yang
sangat menghormati ilmu. Bahkan ketika kita mengkaji salah satu bangsa termaju didunia yaitu Jepang, maka salah satu hal
yang mengantarkan mereka menjadi bangsa yang besar adalah kegigihan orang-orang Jepang dalam mencari ilmu.
Kemudian bagaimana Islam memandang seorang ulama?. Islam memempatkan ulama pada posisi yang sentral, bahkan
ulama disebut oleh Rasulullah saw, sebagai pewaris dari Nabi dengan warisannya adalah ilmu. Selain untuk mengajarkan
kembali ilmu yang telah dimiliknya, ulama juga mempunyai peranan sebagai kontrol sosial baik masyarakat ataupun
penguasa. Para ulama di masa lalu juga sering mendapat ujian hidup yang berat, banyak dari mereka yang yang mendapat
penyiksaan dari masyarakat bahkan dari penguasa yang tidak sesuai dengan pemikirannya. Keteguhan dan ketinggian ilmu
para ulama itulah yang berjasa besar dalam menjaga kemurnian agama Islam yang kita warisi dewasa ini.
Islam sebagai sebuah asas pendidikan telah berhasil membentuk pribadi pribadi teladan dalam sejarah dan menjadi panutan
umat dinatarnya adalah Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Mohammad Natsir, Pangeran Diponegoro dan masih banyak yang
lainnya. Namun terkadang sejarah mengenai seorang tokoh harus ditelusuri lebih jauh, contohnya adalah bagaimana kita
sebagai seorang muslim membuat pendidikan sejarah sesuai dengan faktanya, dari kasus penokohan R.A. Kartini yang
menuai protes dari sebagian sejarahwan yang melakukan penelitian bahwa R.A. Kartini merupakan tokoh buatan dari
pemerintahan Belanda atau kasus-kasus lainnya yang mendiskreditkan Islam. Sehingga perlu rasanya untuk dilakukan
Islamisasi di berbagai cabang ilmu contohnya adalah Islamisasi pendidikan Sejarah.
Satu hal yang lain yang menjadi tantangan bagi pendidikan Islam masa kini adalah liberalisasi pendidikan Islam. Liberalisasi
pada dasarnya adalah memisahkan antara kepentingan dunia dengan agama, memisahkan antara pendidikan dengan agama,
negara dengan agama dan sebagainya.
Dewasa ini banyak dosen-dosen yang berada di dalam perguruan tinggi Islam yang lebih mengagung-agungkan kaum
orientalis yang merupakan kaum liberalis, mereka sangat bangga mengadopsi metode Islam ala orientalis. Bahkan mereka
yang menghancuran Islam dari dalam dan selalu mengkritik dan menjatuhkan Islam. Ironisnya para kader orientalis kini telah
menjadi penguasa besar di berbagai kampus. Ada yang menjadi rektor, professor, dekan, dan dosen yang menentukan
kurikulum dan jabatan di kampus.
Inilah salah satu tantangan terberat yang sedang dan akan dihadapi umat Islam Indonesia dan juga umat Islam di berbagai
belahan dunia yang lain. Para tokoh Islam telah berjuang sekuat tenaga untuk mendirikan perguruan-perguruan tinggi Islam
dengan tujuan mulia. Tentu merupakan suatu musibah besar jika kampus-kampus ini kemudian dibajak oleh para orientalis
untuk mencetak kader-kader yang aktif meruntuhkan bangunan Islam. Padahal, pada pasal 2, Perpre No 11 tahun 1960,
tentang pembentukan IAIN disebutkan, bahwa tujuan pembentukan IAIN adalah: IAIN tersebut bermaksud untuk memberi
pengadjaran tinggi dan mendjadi pusat untuk memperkembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Agama
Islam.
Sudah saatnya seluruh jajaran pejabat, pengelola dan pelaksana pendidikan Islam melakukan intropeksi yang serius dan
berani melaukan terobosan besar agar studi Islam menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kita perlu menegaskan kembali
bahwa tujuan utama dari Pendidikan Islam ialah untuk mencetak manusia-manusia yang baik. Jika orang itu memiliki
kecerdasan tinggi, maka seharusnya dia diarahkan menjadi ulama atau cendikiwan yang baik. Jika kualitas intelektual anak
didik itu pas-pasan, maka harus diarahkan menjadi pekerja yang baik. Dia biasa menjadi pedagang kaki lima yang baik,
tukang las yang baik, teknisi komputer yang baik, ataupun petugas kebersihan yang baik. Dunia hanyalah panggung
sandiwara, setiap manusia diberikan peran oleh Allah sesuai potensi yang dimilikinya. Di akhirat, semua akan
mempertanggungjawabkan seluruh amanah yang diterimanya. wallahu alam. [@KaWani-2014]
RANGKUMAN BUKU
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
(Penulis: Dra. Zuhairini, dkk
A. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Pengertian tentang sejarah pendidikan Islam atau tarihut Tarbiyah Islamiyah dalam buku Zuhairini yaitu:
a.
Keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari waktu ke waktu yang lain, sejak zaman
lahirnya Islam sampai dengan masa sekarang.
b.
Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi
ide dan konsepsi maupun segi institusi dan operasionalisasi sejak zaman nabi Muhammad saw sampai sekarang
B. Objek dan Metode Sejarah Pendidikan Islam
Objek Sejarah Pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan Islam baik informal, formal, maupun non-formal. Sejalan dengan peranan Agama Islam sebagai dakwah menyeru
kebaikan dan mencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin (material dan spiritual), namun
sebagai cabang ilmu pengetahuan, objek sejarah pendidikan Islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan
dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya, dengan kata lain bersifat menjadi
sejarah sebagai subjek
Sedangkan dalam penulisan sejarah pendidikan Islam metode yang digunakan ialah:
1. Metode Deskriptif
Ialah bahwa ajaran-ajaran Islam, sebagai agama yangn dibawa Rasulullah SAW dalam Quran dan hadis, terutama yang
berhubungan dengan pengertian pendidikan, harus diuraikan sebagaimana adanya, dengan maksud unutk memahami makna
yang terkandung dalam ajaran tersebtut.
2. Metode Komparatif
Dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran Islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang dalam kurunkurun serta di tempat-tempat tertentu untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan
tertentu, sehingga diketahui pula adanya garis yang tertentu yang menghubungkan pendidikan Islam dengan pendiidkan
yang dibandingkan.
3. Metode dengan pendekatan Analisi-Sintesis

19

Analisis artinya secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah, pengertian-pengertian yang diberikan oleh Islam, sehingga
diketahui adanya kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam. Dan sintesis dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang
diambil guna memperoleh satu keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat penulisan sejarah
pendidikan Islam
C. Kegunaan Sejarah Pendidikan Islam
Secara umum sejarah mengandung kegunaan yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia. Oleh sebab itu kegunaan
sejarah pendidikan Islam meliputi dua aspek, yaitu kegunaan yang bersifat umum dan kegunaan yang bersifat akademis.
1.
Bersifat Umum, sejarah pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai keteladanan. Seperti tersirat dalam firman
Allah.
s)9 tb%x. N3s9 Aqu !$# ouq& puZ|ym
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik (33:21),
@% b) OFZ. tbq7s? !$# Rq7?$$s N376s !$#tur /3s9 /3t/qR 3
Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu (3:31),
nq7?$#ur N6=ys9 crtGgs?
Artinya: ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (7:158).
2.
Bersifjat Akademis, kegunaan sejarah pendidikan Islam selain memberikan pembendaharaan perkembangan ilmu
pengetahuan (teori dan praktek), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam
terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu teknologi. Dalam syllabus Fakultas Tarbiyah IAIN, kegunaan studi
sejarah pendidikan Islam diharapkan dapat:
a.
Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, sejak zaman lahirnya sampai
sekarang.
b.
Mengambil manfaat dari proses pendidikan Islam, guan memecahkan problematika pendidikan Islam pada masa kini.
c.
Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan Islam.
Selain dari hal-hal diatas, kegunaan sejarah pendidikan Islam juga sangat penting bagi para pelajar, agama dan para
pemimpin. Karena dengan mempelajari sejarah pendidikan Islam kita dapat mengetahui, sebab-sebab kemajuan Islam yang
disebabkan dalam hal mengajar dan mendidik dan sebab-sebab kemundurun Islam, dikarenakan salah dalam mendidik dan
mengajar
D. Periodesasi Sejarah Pendidikan Islam
Kemudian dalam buku Dra. Zuhairini dijelaskan bahwa periode-periode tersebut di bagi menjadi lima masa, yaitu:
1.
masa hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M)
2.
masa Khalifaur Rasyidin di Madinah ( 632-661 M)
3.
masa kekuasaan Umawiyah di Damsyik (661-750 M)
4.
masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad ( 750-1250)
5.
masa dari jatuhnya kekuasaan Khalifah di Bagdad tahun 1250 M s/d sekarang
Adapun periodisasi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Fase datangnya Islam ke Indonesia.
2.
Fase pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3.
Fase berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (proses politik)
4.
Fase kedatangan orang Barat (zaman Penjajahan)
5.
Fase penjajahan Jepang
6.
Fase Indonesia merdeka
7.
Fase pembangunan

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM


A. Masa Pembinaan Pendidikan Islam
1. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah
Fase pendidikan Islam di Makkah merupakan pase terberat bagi Nabi Muhammad SAW karena di Makkah Nabi banyak
mengalami kendala dan tantangan yan datang dari masyarakat Makkah itu sendiri, hal ini dikarenakan ketidak sukaan orangorang Makkah terhadap agam Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, oleh karena itu sebelum Nabi Muhammad SAW
memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya , Allah telah mendidik dan
mempersiapkanya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna , melaui pengalaman serta peran sertanya dalam
kehidupan masyarakat dan lingkungan
Ada dua bentuk pendidikan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhamad SAW di Makkah:
a). Pendidikan Tauhid, dalam teori dab praktek
Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan tugas keraulanya berhadapan dengan nilai warisan Nabi Ibrahim yang telah
banyak menyimpang dari yang sebenarnya. Inti warisan tersebut adalah ajaran tauhid, tetapi ajaran tersebut dalam budaya
yang dihadapi oleh Nabi Muhammad, telah pudar dalam budaya masyarakat bangsa Arab Jahiliah.
Pelaksanaan atau praktek pendidika tauhid tersebut diberikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya dengan cara yang
sangat bijaksana yaitu dengan menuntun akal pikiran untukmendapatkan dan meniru pengertian tauhid yang di ajarkan, dan
sekaligus beliau memberikan teladan dan contoh agaimana pelaksanaan ajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara
kongkrit, kemudia beliau memerintahkan agar umatnya mencontoh praktek pelaksanaan tersebut sesuai dengan apa yang
dicontohkanya. Berarti di sini Nabi Muhammad SAW telah mampu menyesuikan diri dengan pola kehidupan masyarakat
jahiliah dengan mengajarkan ilmu tauhid secara baik dengan tanpa kekerasan. Hal in sesuai pernyataan yang saya kutip dari
salah satu buku Filsafat Pendidikan Islam yang menyatakan manusia hidup dalam masyarakat, di mana dia harus
menyesuikan diri di dalanya
b). Pengajaran Al-Quran di Makkah
Al-Quran adalah intisari dan sumber pokokdari ajaran Islam yang di smpaiakn oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.
Tugas Nabi Muhammad SAW disamping Mengajarkan tauhid juga mengajarkan Al-Quran kepada umatnya, agar secara utuh
dan sempurna menjadi milik umatnya yang selanjutnya akan menjadi pegangan dan pedoman hidup bagi kaum muslimin
sepanjag zaman.
Ada beberapa faktor yan memungkinkan Nabi Muhammad SAW mengajarkan Al-Qutan dengan baik dan sempurna.
Masyarakat bangsa arab pada masa itu di kenal sebagai masyarakat ang ummi yang pada umumnya tidak dapat membaca
dan menulis.

20

2. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madinah


Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan
sebuah masjid. Setelah selesai pembangunan masjid, maka nabi Muhammad Saw pindah menempati sebagian ruangannya
yang memang khusus disediakan untuknya. Demikian pula di antara kaum Muhajirin yang miskin yang tidak mampu
membangun tempat tinggalnya sendiri.
Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad saw bersama kaum muslimin, untuk secara bersama-sama membina
masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid dan memcerminkan persatuan dan kesatuan umat. Dimasjid itulah
beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjemaah, membacakan al-Quran, maupun
membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian masjid itu merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.
Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baru di Madinah, adalah
disyari`atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu, yaitu shalat Jumat yang dilaksanakan secara berjemaah dan adzan.
Dengan shalat Jumat tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung mendengar khutbah dari
nabi Muhammad Saw dan shalat Jumat berjemaah
Pada fase Madinah materi pendidikan yang diberikan cakupannya lebih komplek dibandingkan dengan amteri pendidikan fase
Makkah. Di antara pelaksanaan pendidikan Islam di Madinah adalah :
1) Pendidikan ukhwah ( persaudaraan) antara kaum muslimimin
Dalam melaksanakan pendidikan ukhwah ini, nabi Muhammad saw bertitik tolak dari struktur kekeluargaan yang ada pada
masa itu. Untuk mempersatukan keluarga itu nabi Muhammad saw berusaha untuk mengikatnya menjadi satu kesatuan yang
terpadu. Mereka dipesaudarakan karena Allah bukan karena yang lain-lain. Sesuai dengan isi kontitusi Madinah pula, bahwa
antara orang yang beriman, tidak boleh membiarkan saudaranya menanggung beban hidup dan utang yang berat di antara
sesama mereka. Anatara orang yang beriman satu sama lainnya harusla saling bantu membantu dalam menghadapi segala
persoalan hidup. Mereka harus bekerja sama dalam mendatangkan kebaikan, mengurus kepentingan bersama dan menolak
kemudaratan atau kejahatan yang akan menimpa
2)
Pendidikan kesejahteraan sosial
Terjaminnya kesejahteraan sosial, tergantung pertama-tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok daripada kehidupan seharihari. Untuk itu setiap orang harus bekerja mencari nafkah. Untuk mengatasi masalah pekerjaan tersebut, nabi Muhammad
Saw memerintahkan kepada kaum Muhajirin yang telah dipersaudarakan dengan kaum Ansor, agar mereka bekerja bersama
dengan saudara-saudaranya tersebut. mereka kaum Muhajirin yang biasa betani silakan mengikuti pertanian, yang biasa
berdaganga silakan mengikuti saudara yang berdagang. Untuk pengamanan nabi Muhammad Saw membentuk satuan-satuan
pengamat yang mendapat tugas untuk menjaga kemungkinan-kemungkinban terjadinya serangan dan gangguan terhadap
kehidupan kaum muslimin. Satuan-satuan ini adalah merupakan embrio dari pasukan yang bertugas untuk mengamankan
dan mempertahankan serta mendukung tugas-tugas da`wah Islam lebih lanjut.
3)
Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat
Yang dimaksud dengan keluarga adalah suami, istri dan anak-anaknya. Nabi Muhammad Saw berusaha untuk memperbaiki
keadaan itu dengan memperkenalkan dan sekaligus menerapkan sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan
taqwa kepada Allah. Diperkenalkannya sistem kekeluargaan dan kekerabatan yang berdasarkan pada pengakuan hak-hak
individu, hak-hak keluarga dan kemurniaan keturunannya dalam kehidupan kekerabatan dan kemasyarakatan yang adil dan
seimbang, seperti yang terlihat dalam surat al-Hujarat ayat 13 :
$pkr't $Z9$# $R) /3oY)n=yz `iB 9x.s 4s\R&urN3oY=yy_ur $\/q @!$t7s%ur (#qu$yt
G9 4 b) /3tBt2r& yY !$# N39s)?r& 4 b) !$# L=t 7yz
Artinya: Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu
Hubungan kekerabatan, terbentuk dengan sendirinya sebagai akibat dari aturan tentang muhrim dan ahli waris bagi seorang
yang meninggal dunia serta aturan perwalian. Dalam hubungan kekerabatan ini, ciri-ciri individu dan keluarga tampak jelas
dan menonjol dengan hak milik terhadap harta kekeyaan, sedangkan ciri kekerabatan hanya nampak pada hakekatnya
hubungan antar individu yang ditandai dengan tidak boleh melaksanakan perkawinan intern kerabat.
4)
Pendidikan hamkam (pertahanan dan keamanan ) dakwah Islam
Masyarakat kaum muslimin merupakan satu state (negara) di bawah bimbingan nabi Muhammad saw yang mempunyai
kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia
secara bertahap. Oleh karena itu setelah masyarakat kaum muslimin di Madinah berdiri dan berdaulat, usaha nabi
Muhammad Saw berikutnya adalah memperluas pengakuan kedaulatan tersebut dengan jalan mengajak kabilah-kabilah
sekitar Madinah untuk mengakui konstitusi Madinah. Ajakan tersebut disampaikan dengan baik-baik dan bijaksana.
Untuk mereka yang tidak mau mengikat perjanjian damai ada dua kemungkinan tindakan nabi Muhammad Saw yaitu (1)
kalau mereka tidak menyatakan permusuhan atau tidak menyerang kaum muslimin atau kaum kabilah yang telah mengikat
perjanjian dengan kaum muslimin, maka mereka dibiarkan saja; (2) tetapi kalau mereka menyatakan permusuhan dan
menyerang kaum muslimin atau menyerang mereka yang telah mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin, maka
harus ditundukan/diperangi, sehingga merka menyatakan tunduk dan mengakui kedaulatan kaum muslimin
B. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
Pada masa pembinaannya yang berlangsung pada zaman nabi Muhamad SAW, pendidikan Islam berarti memasukkan ajaranajaran Islam kedalam unsur-unsur budaya. Ada beberapa hal yang terjadi dalam pembinaan tersebut :
1.
Islam mendatangkana unsur-unsur yang sifatnya memperkaya dan melengkapi unsur budaya yang telah ada. Misalkan
Al-Quran yang diturunkan kepada nabi muhamad, pada masa sebelum al-quran diturunkan bangsa Arab memiliki tingkat
seni sastra yang tinggi berupa syair, sehingga membuat orang-orang arab merasa bangga membaca syair yang mereka buat.
Setelah diturunkan Al-Quran yang memiliki tingkatan yang lebih tinggi, bangsa arab merasa bahwa pengetahuan sastra
mereka telah diperkaya dan disempurnakan.
2.
Islam mendatangkan suatu ajaran yang bersifat meluruskan kembali ajaran-ajaran yang telah menyimpang dari ajaran
aslinya. Hal ini dimisalkan dengan ajaran tauhid. Bangsa arab sebelum Islam datan mereka hanya menyembah berhala untuk
menyembah tuhan mereka, sehingga mereka hanya mengadakan hubungan kepada berhala itu dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Namun setelah Islam datang, Islam mengajarkan umat manusia menyembah kepada Allah dan melakukan hubungan
dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Islam memiliki ajaran yang sifatnya bertentangan dengan budaya yang ada sebelumnya. Dalam hal ini rasulullah sangat
berhati-hati dalam mengubah kebuadayaan bangsa Arab yang sebelumnya banyak perbudakan, perjudian pemabukan
menjadi budaya yang bersih dari hal-hal tersebut.
4.
Islam tidak merubah kebudayaan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang telah ada sebelum kedatangan
Islam, namun tetap mengedepankan pengarahan-pengarahan seperlunya.
5.
Islam mendatangkan ajaran baru yang belum ada sebelumnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
meningkatkan perkembangan budayanya.

21

Dengan demikian, terbentuklah suatu tatanan nilai dan budaya Islami yang sempurna dalam ruang lingkup yang
sepadan baik dari segi situasi, waktu dan perkembangan zaman. Tatanan inilah yang diwariskan pada generasi yang
berikutnya untuk dikembangkan baik secara kualitatif, yaitu meningkatkan nilai budaya yang telah ada sbelumunya maupun
kuantitatif, yaitu mengarahkan pada pembentukan budaya dan ajaran yang baru untuk menambah kesempurnaan dan
kesejahteraan hidup masyarakat.
1. Pusat-pusat Pendidikan Islam
Seiring dengan perkembangan penyampaian ajaran Islam diluar madinah, maka dipusat-pusat wilayah yang baru
dikuasai oleh Islam, berdirilah pusat-pusat pendidikan yang dikuasai oleh para sahabat yang kemudian dikembangkan oleh
para penerus sahabat yang berupa tabiin dan selanjutnya.
Mahmud Yunus dalam bukunya menerangkan bahwa, pusat pendidikan tersebut tersebar pada wilayah-wilayah berikut
:
di Kota Mekah dan Madinah (Hijaz)
di Kota Basrah dan kufah (Irak)
di Kota Damsik dan Palestina (Syam)
di Kota Fistat (Mesir).
Dalam pusat-pusat pendidikan tersebutlah para sahabat memberikan pelajaran tentang pengajaran agama Islam
pada para penduduk setempat maupun para penduduk yang datang dari daerah lain. Para sahabat menyampaikan
pendidikan Islam dalam bentuk kholaqoh di masjid atau tempat pertemuan lainnya yang berupa khuttab ataupun madrasah.
Pada masa pertumbuhan Islam, terdapat beberapa madrasah yang terkenal, antara lain :
a. Madrasah Makkah
Puru pertama yang mengajar di madrasah ini adalah Muad bin Jabal yang mengajarkan Al-Quran, hukum halal dan
haram dalam Islam.
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan (65 86 H), Abdullah bin Abbas turut mengajar ilmu tafsir, hadits, fiqih,
dan sastra. Sehingga Abdullah bin Abbas lah yang membangun madrasah ini menjadi termasyhur keseluruh negeri Islam.
Ketika Abdullah bin Abbas wafat, maka pengajaran dalam madrasah ini diteruskan oleh para muridnya, antara lain Mujahid
bin Jabar seorang ahli tafsir alquran yang diriwayatkanya dari ibnu Abbas, Athak bin Abu Rabbah seorang ahli fiqih, dan
Thawus bin Kaisan seorang fuqaha dan mufti di Makkah. Kemudian diteruskan kembali oleh Sufyan bin Uyainah dan Muslim
bin Khalid al Zanji.
b. Madrasah Madinah
Madrasah ini lebih termasyhur dari madrasah makkah, karena disini adalah tempat tinggalnya para sahabat
rasulullah, termasuk Abu Bakar, Umar dan juga Usman. Diantara sahabat yang mengajar di sini adalah, Umar bin Khattab, Ali
bin Abi thalib, Zaid bin Tsabit adalah sahabat yang mahir dalam bidang qiroat dan fiqih, sehingga belaiaulah yang
mendapatkan tugas untuk penulisan kembali Al-Quran, dan Abdullah bin Umar seorang ahli hadits yang selalu berfatwa
dengan apa yang termaktub dalam hadits dan sebagai pelopor Madzab al Hadits yang berkembang pada generasi yang
berikutnya. Setelah para guru yang dahulu meninggal maka pengajaran diteruskan oleh para tabiin, antara lain Saad bin
Musyayab dan Urwah bin Alzubair.
c. Madrasah Basrah
Ulama sahabat yang terkenal di Basrah antara lain, Abu Musa Al Asyari yang terkenal sebagai ahli fiqih, hadits dan
ilmu Al-Quran, dan Anas bin Malik yang termasykhur dalam ilmu hadits. Diantra guru yang mengajar di sini adalah Hasan AlBasri seorang ahli fiqih, ahli pidato, dan kisah serta seorang yang ahli fikir dan tasawauf, dan juga Ibnu Sirin seorang ahli
hadits dan ilmu fiqih.
d. Madrasah Kufah
ulma sahabat yang terkenal adalah Ali bin Abi Tahlib yang mengusrui msalah politik dan pemerintahan, dan Abdullah
bin Masud sebagai guru agama yang diutus langsung oleh khalifah Umar, disamping itu beliau adalah seorang ahli fiqih,
tafsir dan banyak meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah SAW.
e. Madrasah Damsyik
setelah negeri Syam menjadi bagian dari negeri Islam, maka khalifah Umar bin Khattab mengirimkan tiga guru agama
yang ditempatkan pada tempat yang berbeda, antara lain Muadz bin Jabal di Palestina, Abu Dardak di Damsyik, dan Ubadah
di Hims. Madrasah ini juga mampu melahirkan imam penduduk syam Abdurrahman Al-Auzai yang ilmunya sederajat dengan
Imam Malik dan Abu Hanifah.
f. Madrsah Fistat (Mesir)
Sahabat yang semula mendirikan madrasah ini adalah Abdullah bin Amr Al-As merupakan seorang yang ahli dalam
ilmu hadits. Kemudian guru yang termasyhur setelah nya adalah Yazid bin Abu Habib Al-Nuby dan Abdillah bin Abu Jafar bi
Rabiah.
Pada masa pertumbuhan pendidikan Islam ini terdapat empat orang Abdullah yang memiliki jasa yang sangat besar
dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama yang tersebar di berbagai kota, antara lain :
Abdullah bin Umar di Madinah
Abdullah bin Masyud di Kuffah
Abdullah bin Abbas di Makkah
Abdullah bin Amr bin Al-Ash di Mesir
Namun para sahabat tersebut tidak menghafal semua perkataan nabi dan tidak lansung melihat tindakan nabi,
sehingga ini memaksa para murid-muridnya untuk belajar ilmu tidak cukup hanya pada satu ulama. Sehingga mereka harus
menjelajahi beberapa kota untuk melanjutkan pendidikannya.
2. Pengajaran Al-Quran
Intisari ajaran Islam adalah apa saja yang termaktub dalam Al-Quran, sedangkan penjelasan dari apa yang terdapat
dalam Al-Quran adalah Hadits. Nabi Muhamada telah dengan sempurna memberikan penjelasan dari apa-apa yang
dimaksudkan oleh Al-Quran. Sehingga rasulullah dianggap telah sempurna dalam penyampaian Al-Quran dalam
menyampaikan isi kandungan Al-Quran sesuai dengan masa itu, sekaligus beliau pula telah memberikan contoh yang
sempurna tentang bagaimana cara mempraktekkan dan menjalankan ajaran-ajaran Al-Quran.
Keadaan berubah ketika rasulullah meninggal dunia, bila dulu pengajaran Al-Quran bersumber langsung dari
Rasulullah SAW maka sekarang bersumber dari para sahabat yang menyampaikan ajaran Al-Quran berdasarkan cara-cara
yang digunakan oleh Rasulullah SAW, hal ini pun berlanjut pada generasi selanjutnya agar ajaran Al-Quran mampu
diteruskan dan disampaikan pada orang yang baru masuk Islam.
Problema pertama yang dialami para sahabat dalam menyampaikan ajaran Aal-Quran adalah menyangkut pada AlQuran itu sendiri. Pada saat itu memang Al-Quran telah secara lengkap diturunkan dan ada dalam hafalan para sahabat,
namun tidak semua sahabat hafal Al-Quran secara sempurna. Juga pada saat itu al-Quran belum tertulis pada mushaf yang
sempurna, yakni Al-Quran hanya ditulis oleh para sahabat yang pandai menulis, sesuai yang diperintahkan oleh nabi
Muhamad sewaktu masih hidup.

22

Sementara itu dengan meninggalnya para sahabat yang hafal Al-Quran, berarti akan makin berkuranglah nara
sumber yang mampu menghafal Al-Quran dengan sempurna. Sehingga timbullah usaha-usaha untuk mengumpulkan AlQuran.
Dalam usaha pengumpulan Al-Quran tersebut Abubakar sebagai kholifah memerintah kan Zaid bin Tsabit untuk
menulis Al-Quran. Sehingga terkumpullah Al-Quran yang tertulis di atas daun lontar, batu, tanah keras, tulang unta, dan lainlain. Dalam mengemban tugasnya ini tentu zaid melakukannya dengan sangat hati-hati dan teliti, walaupun ia sepenuhnya
hafal setiap ayat-ayat yang ada dalam Al-Quran. Dalam mengemban tugasnya Zaid dibantu oleh beberapa sahabat, yaitu
Ubai bin Kaab, Ali bi Abi Thalib, dan Usman bin Afant.
Setelah terkumpul semua ayat-ayat Al-Quran tersebut, kemudian disusunlah Al-Quran itu dalam tempat yang
seragam, sesuai dengan susunan dan urutan yang ada dalam hafalan para sahabat. Dengan demikian sempurnalah Al-Quran
dalam bentuk yang tertulis, dan dalam bentuk bacaan atau hafalan.
Problema yang kemudian muncul dalam pengajaran Al-Quran adalah masalah pembacaan atau qiroat. Bacaan yang
terdapat dalam Al-Quran adalah dalam bahasa Arab, sehingga orang yang tidak bisa berbahasa Arab harus menyesuaikan
lidahnya dengan lidah orang Arab. Sehingga dalam pengajaran Al-Quran diselingi dengan pengajaran bahasa Arab praktis.
Kemudian masalah qiroat ini semakin lama semakin jelas terdapat perbedaan pada cara setiap oarang dalam
membacanya, karena setiap orang yang belajar Al-Quran pada para sahabat diajarkan dengan cara yang berbeda-beda
sesuai dengan logat mereka masing-masing. Namun perbedaan dalam penggunaan logat yang berbeda dalam membaca AlQuran tidak menjadi masalah ketika masih berada pada lingkurang orang Islam yang berbahasa Arab, namun ketika keluar
pada kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka timbul rasa ketidak fahaman dan perasaan asing akan bacaan AlQuran tersebut. Sehingga pada akhirnya terjadilah pemikiran bahwa bacaannya adalah yang paling benar dan apakah
bacaan yang lain itu salah. Hal ini mulai disadari pada masa pemerintahan Usman bin Afan.
Hal ini pertamakali disadari oleh Hudzaifah bin Yaman ketika ia sedang dalam pertempuran di Armenia dan Azerbeijan.
Selama dalam perjalanannya ia mendengarkan pertikaian antar kaum muslim, sehingga ia segera ia mengusulkan pada
Kholifah Usman untuk segera mengatasi pertikaian umat Islam tersebut.
Usman bin Affan pun meminjam naskah atau lembaran-lembaran Al-Quran yang ditulis pada zaman pemerintahan
Abu Bakar yang disimpan oleh Hafshah binti Umar untuk ditulis kembali ditulis kembali. Dalam penulisan ini Usmant kembali
menunjuk Zaid bin Tsabit dan juga orang-orang yang terlibat dalam penulisan Al-Quran pada masa nabi Muhamad. Dalam
penulisan kembali Al-Quran ini Usman memberikan beberapa nasehat pada panitia penulisan, yaitu :
mengambil pedoman pada bacaan mereka yang hafal Al-Quran
kalau ada pertikaian antara mereka tentang bacaan tersebut, maka haruslah dituliskan pada dialek Quraisy, sebab Al-Quran
itu diturunkan sesuai dengan dialek mereka.
Al-quran yang telah dikumpulkan ini dinamakan Al-Mushaf, dan dibuat sebanyak lima buah mushaf. Kemudian
dikirimkan oleh khalifah masing-masing ke Makkah, Syiria, Basrah, dan kuffah, serta yang satu tetap dipegang oleh khalifah di
Makkah. Khalifah Usman berpeasan agar catatan yang sebelumnya di bakar dan supaya umat Islam berpegang kepada
mushaf yang lima baik dalam pembacaan maupun penyalinan yang berikutnya.
Dengan demikian manfaat pembukuan Al-Quran pada masa Usman adalah :
menyatukan kaum muslimin pada satu macam mushaf yang seragam ejaan tulisannya
menyatukan bacaan, dan kendatipun masih terdapat perbedaannya, namun harus tidak berlawanan dengan ejaan mushaf
Utsman. Dan bacaan-bacaan yang tidak sesuai tidak diperbolehkan
menyatukan tartib susunan surat-surat, menurut tertib urut sebagai yang kelihatan pada mushaf-mushaf saat ini.
Untuk memudahkan pengajaran Al-Quran pada kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka guru Al-Quran
telah mengusahakan :
mengembangkan cara membaca Al-Quran dengan baik yang kemudian menimbulkan ilmu tajwid Al-Quran
meneliti cara pembacaan Al-Quran yang telah berkembang pada masa itu, mengenai mana yang sah dan mana yang tidak
sah. Kemudian hal ini menimbulkan adanya ilmu qiraat yang kemudian timbul dengan apa yang dikenal dengan qiraat al
sabah
memberikan tanda-tanda baca dalam tulisan mushaf, sehingga menjadi mudah dibaca dengan benar bagi mereka yang baru
belajar membaca Al-Quran
memberikan penjelasan tentang maksud dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat Al-Quran yang diajarkan yang
kemudian berkembang menjadi ilmu tafsir.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Kebudayaan Islam
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah mewariskan nilai kebudayaan Islam kepada generasi muda dan
mengembangkannya sehingga mencapai dan memberikan manfaat maksimal bagi hidup dan kehidupan manusia sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Jika perkembangan pendidikan Islam pada masa rasulullah adalah merupakan masa
penyemaian niali kebudayaan Islam kedalam sistem kebudayaan bangsa Arab, maka pendidikan Islam yang telah
berkembang pada saat ini adalah merupakan pemupukan secara luas nilai dan kebudayaan Islam agar tumbuh dengan subur
dalam lingkukngan yang lebih luas.
Islam adalah agama fitrah, agama yang berdasarkan potensi dasar manusiawi dengan landasan petunjuk Allah.
Pendidikan Islam berarti menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah tersebut, dan mewujudkannya dalam sistem
budaya manusiawi yang Islami. Sehingga wajar apabila Islam menerima budaya yang sesuai ajaran Islam dan menolak semua
budaya yang menyimpang dari ajaran yang Islami lalu menggantinya dengan ajaran yang baru yang bersifat Islami.
Masalah yang pertama dialamu oleh para sahabat begitu rasulullah wafat ialah siapa dan bagaimana pengganti yang
menggantikannya. Berbagai pandangan berkembang dikalangan sahabat tentang siapa yang berhak menggantikan rasulullah
SAW sebagai pemegang kekuasaan tertiggi. Ali bin Abi Thalib pun merasa berhak menggantikan nabi karna faktor pewarisan,
namun para sahabat sepakat menunjuk Abu Bakar sebagai kholifah pengganti rasulullah.
Setelah Muawiyah berhasil merebut kekuasaan pada masa Ali, maka sistem politik mengalami perubahan dengan
banyak dipengaruhi oleh keuasaan raj-raja Romawi. Dengan berkembangnya sistem politik ini, berkembang pulalah pola dan
corak kehidupan masyarakatnya. Pola kehidupan yang lama ingin dipertahankan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan
banyak permasalahan yang membuat para sahabat terpaksa untuk membuat ketentuan hukum.
Sebenarnya rasulullah telah memberikan pedoman untuk menentukan memberikan keputusan hukum terhadap
masalah-masalah baru yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Yang terang kum dalam sebuah hadits yang
meriwayatkan tentang percakan rasul dengan Muadz bin Jabal ketika ia diangkat sebagai hakim di kota Syam.
Petunjuk nabi Muhamad tersebut adalah dalam memberikan keputusan hukum tersebut adalah pertama-tama
hendaknya dicari ketetapan hukumnya dalam Al-Quran, jika tidak ada hendaknya dicari dalam As-sunnah atau hadits, dan
apa bila tetap tidak menemukan maka menggunakan fikiran yang berupa ijtihad untuk memberikan ketentuan hukum.
Dalam praktenya ternyata para sahabat tetap merasa kesulitan dalam menentukan hukum, disamping Al-Quran
hanya menjelaskan ketentuan hukum secara umum, ternya para sahabat juga memiliki masalah dalam menentukan hadits
yang sesuai, karena para sahabat tidak semuanya menghafal hadits. Suatu perkara tersebut menjadi sangat jelas ketika

23

terdapat permasalah yang jauh dari para sahabat. Sehingga timbullah pertanyaan tentang bagaimana pengunaan rayu
ijtihad.
Dalam berijtihad kemudian berkembang dua pola, yakni Ahl Al-Hadits dalam memberikan ketentuan hukum sangat
bertegangan dengan hadits-hadits rasulullah, sehingga bagaimanapun mereka berusaha mendapatkan hadits-hadits tersebut
dari sahabat-sahabat yang lain. Sehingga terjadilah usaha pengumpulan hadits-hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Azis.
Kemudian pola yang kedua adalah yang dikembangkan oleh Ahl Ar-rayu (ahli fikir). Mereka ini karena keterbatasan
hadits yang mereka terima dan terdapatnya banyak hadits palsu, sehingga mereka hanya menerima hadits-hadits yang
sokheh saja dan lebih banyak menggunakan rayu dalam berijtihad. Sehingga rayu mendorong terhadap penelitian tentang
hadits, yang kemudian lahirlah ilmu hadits.
Berhadapan dengan pemikiran teologis dari orang kristen yang ingin merusak ajaran Islam, maka dalah Islam
berkembanglah ilmu teologi yang semula digunakan khusus untuk melawan pemikiran teologis dari orang kristen, yang
dikenal dengan ilmu kalam. Kemudian ilmu kalam ini berkembang menjadi ilmu yang membahas tentang berbagai pola
pemikiran yang berkembang dalam dunia Islam.
Pada garis besarnya, pemikiran Islam dalam pertumbuhannya muncul dalam tiga pola, yaitu :
Pola pemikiran yang bersifat skolastik, yang terikat pada dogma-dogma dan berfikir dalam rangka mencari pembenaran
terhadap dogma-dogma agama. Pola pikir ini terikat pada ayat-ayat Al-Quran dan hadits.menurut pola pemikiran ini,
kebenaran hanyalah didapat dari wahyu sedangkan akal berfungsi sebagai alat penerimanya.
Pola pemikiran yang bersifat rasional, yang lebih mengutamakan akal fikiran. Pola fikir ini menganggap bahwa akal fikiran
sebagaimana juga halnya dengan wahyu, adalah merupakan sumber kebenaran. Akal digunakan sebagai alat untuk mencari
kebenaran sedangkan wahyu hanya digunakan sebagai penunjang untuk mencari kebenaran.
Pola berfikir yang bersifat batiniyah dan intuitif yang berasal dari mereka yang mempunyai pola kehidupan sufitis. Menurut
pemikiran ini kebenaran yang tertinggi adalah diperoleh dari pengalaman-pengalaman batin dalam kehidupan yang mistis
dan dengan jalan berkontemplasi. Dalam proses pemikiran ini, seorang yang ingin mendapatkan kebenaran harus melalui
beberapa tahapan, yakni :
tahapan terbawah disebut syariat
tahapan tharikhat
hakikat
dan tahapan yang tertinggi disebut dengan Marifat. Pada golongan yang tertinggi ini seorang akan mendapatkan kebenaran
yang sesungguhnya yang pada mulanya dikembangkan oleh orang sufi.
dengan demikian jelaslah dengan semakin luasnya kekuasaan wilayah Islam,
C. Masa Kejayaan Pendidikan Islam
Masa ini dimulai dengan berkembang pesatnya kebudayaan Islam yang ditandai dengan berkembang luasnya lembagalembaga pendidikan Islam dan madrasah-madrasah formal serta universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam.
Pendidikan tersebut sangat berpengaruh dalam membentuk pola kehidupan, budaya dan menghasilkan pembentukan dan
perkembangan dalam berbagai aspek budaya kaum muslimin. Masa dulu pendidikan hanya sebagai jawaban terhadap
rintangan dan pola budaya yang berkembang dari bangsa yang baru memeluk agama Islam. Tapi sekarang terus merupakan
jawaban tiap tantangan kemajuan budaya Islam itu sendiri yang berjalan pesat. Ada dua faktor yang mempengaruhi
kebudayan , yaitu ; Faktor Interen, yaitu yang dibawa dari ajaran Islam itu sendiri dan Faktor Exsteren, yaitu yang dibawa dari
luar ajaran Islam.
1. Berkembangnya Lembaga Pendidikan Islam
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia
Islam sebenarnya telah berkembang lembag-lembaga pendidikan Islam yang bersifat nonformal.
Diantara pendidikan Islam yang bersifat nonformal tersebut adalah:
a. Kutab sebagai lembaga pendidikan dasar
Kutab atau maktab berasal dari kata dasar kutaba yang berarti menulis atau tempat belajar menulis. Sebelum datangnya
Islam kutab telah ada di negri arab, walaupun belum banyak dikenal, diantara penduduk mekkah yang mula-mula belajar
huruf arab ialah Sufyan Ibnu Umayah Ibnu Abdu Syams dan Abu Qhais Ibnu Abdi Manaf Ibnu Zuhro Ibnu Kilat. Keduanya
mempelajarinya di negri hira.
Sewaktu agama Islam diturunkan Allah sudah ada diantara sahabat yang pandai menulis dan membaca. Kemudian tulis baca
itu mendapat tempat dan dorongan yang kuat dalam Islam, sehingga berkembang sangat luas dalam kalangan umut Islam.
Ayat al-quran yang pertama diturunkan telah memerintahkan untuk membaca dan membarikan gambaran bahwa membaca
dan menulis merupakan sarana utama dalam pengambangan ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam.
b. Pendidikan rendah di istana
Timbulnya pendidikan rendah di istana untuk anak-anak para pejabat adalah berdasarkan pemikiran bahwa
pendidikan itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu menyiapkan tugas-tugasnya kelak setelah ia dewasa. Atas
pemikiran tersebut Khalifah dan keluarganya serta para pembasar istana lainya berusaha menyiapkan agar anak-anaknya
sejak kecil sudah diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan diembannya nanti.
Pendidikan anak-anak di istana berbeda dangan pendidikan anak-anak di kutab pada umumnya. Di istana para orang tua
murid (para pejabat istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut selaras dengan anaknya dan tujuan yang
dikehendaki oleh orang tuanya.
Contoh dari rencana pelajaran dan petunjuk-petunjuk yang dikemukakan oleh para pembesar istana kepada pendidik anakanaknya agar dijadikan pedoman sebagai berikut ;
Berkata Amru Ibnu Utbah kepada pendidik putranya ; kerjamu yang pertama untuk memperbaiki putra-putriku ialah
memperbaiki dirimu sendiri karena mata mereka selalu tertuju kepadamu.
Harun Al-Rasyid telah mengajukan rencana pelajaran bagi putranya (Al-Amin) dengan mengatakan sebagai berikut ; hai
Ahmar sesungguhnya Amirul Muminin telah memberikan kepadamu buat hatinya, maka jadikanlah tanganmu terbuka
kepadanya dan ketaatannya kepadamu wajib.
c. Toko-toko kitab
Pada permulaannya masa Daulah Bani Abasiyah dimana ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam sudah tumbuh dan
berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab.
Pada mulanya toko-toko kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab yang telah ditulis dengan berbagai macam
ilmu pengatahuan yang berkembang pada masa itu. Dengan demikian toko-toko kitab tersebut telah berkembang fungsinya
bukan hanya sebagai tempat berjual-beli kitab saja, tetapi juga merupakan tempat berkumpulnya para ulama, pujangga dan
ahli-ahli ilmu pengetahuan lainnya untuk berdiskusi, berdebat dan bertukar pikiran dalam berbagai masalah ilmiah.
d. Rumah-rumah para ulama ahli ilmu pengetahuan

24

Walaupun sebenarnya rumah bukanlah tempat yang baik untuk tempat memberikan pelajaran namun pada zaman
kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayan Islam, banyak juga rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu
pengetahuan menjadi tempat belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Diantara rumah para ulama terkenal yang menjadi tempat memberikan pelajaran adalah rumah Ibnu Sinah, AlGhazali, Ali Ibnu Muhammad Al-Fasihi, Yakub Ibnu Kilis, wazir Khalifah Al-Aziz Billah Al-Fatimy dan lainnya. Dan Ahmad Syalab
mengemukakan bahwa, dipergunakannya rumah-rumah tersebut adalah karena terpaksa dalam keadaan dalurat. Contoh
rumah Al-Ghazali berhenti mengajar karena ingin menjalankan kehidupan sufi.
e. Majelis
Dalam majelis adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah-khalifah untuk membahas dalam bebagai macam
ilmu pengetahuan. Majelis ini dimulai pada masa khalifah Al-Rasyidin yang biasa memberi ketua-ketua dan diskusi dengan
para sahabat untuk memecahkan masalah yang dihadapi pada masa itu. Pada masa Harun Al-Rasyid (170-193H) majelis
sastra ini mengalami kemajuan yang luar biasa karena khalifah sendiri adalah ahli ilmu pengatahuan dan juga cerdas
sehingga khalifah aktif didalamnya. Disamping itu dunia Islam juga diwarnai dengan perkembangan dan negara aman tenang
dalam masa pembaharuan.
f. Badiah (padang pasir desa tempat tinggal Padwi)
Sejak berkembang kuatnya Islam dan bahasa arab digunakan sebagai bahasa pengantar sejak berkembangnya umat
Islam. Maka bahasa arab cendrung kehilangan keasliannya. Disamping itu di badiah berdiri ribat-ribat atau zawiyah yang
merupakan pusat kegiatan dari ahli sufi . Disanalah para sufi mengembangkan metode khusus dalam mencapi marifat, suatu
tingkat ilmu pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya.
g. Rumah sakit
Pada zaman jayanya kemajuan dan kebudayaan Islam dalam rangka menyebarkan ajaran Islam banyak didirikannya rumah
sakit oleh khalifah dan para pembesar-pembesar negara. Rumah sakit bukan hanya berfungsi sebagai tempat merawat, tetapi
juga menjadi tempat mendidik. Tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawat dan pengobat mereka menjadikan
penelitian, percobaan dalam bidang kedokteran dan obat-obatan.
h. Perpustakaan
Pada zaman perkembangan ilmu pengatahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai nilai yang sangat tinggi. Buku
digunakan sebagi sumber informasi, berbagi macam ilmu pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya.
Disamping itu perkembangan perpustakaan yang bersifat umum yang diselenggarakan oleh pemerintah atau wakaf dari
ulama sarjana di baitul Baghdad yang didirikan oleh khalifah harun Al-Arasyid adalah merupakan suatu contoh dari
perpustakaan Islam yang lengkap yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan berbagai macam ilmu pengetahuan.
i. Masjid
Masjid dalam dunia Islam sepanjang sejarahnya tetap memegang peranan yang pokok, disamping fungsinya sebagai
tempat berkomunikasi dengan tuhan juga sebagai tempat lembaga pendidikan dan juga tempat berkumpulnya umat muslim.
2. Sistem Pendidikan Di Sekolah-Sekolah
Timbulnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk sekolah adalah merupakan pengembangan semata-mata dari system
pengajaran dan pendidikan yang telah berlangsung di masjid-masjid yang sejak awal telah berkembang dan telah dilengkapi
dengan sarana-sarana untuk mempelancar pendidikan dan pengajaran didalamnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah diluar masjid adalah
Khalakah-khalakah (langkaran) untuk mengajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan yang didalamnya juga terjadi diskusi
dan perdebatan yang ramai, sering satu sama lain saling mengganggu disamping mengganggu orang yang beribadah ke
masjid.
Dengan berkembang luasnya ilmu pengetahuan baik mengenai agama maupun umum maka semakin banyak diperlukannya
khalakah (langkaran-lingkaran pengajaran) yang tidak mungkin keseluruhan tertompang dalam ruang masjid.
3. Puncak Kemajuan Ilmu Dan Kebudayaan Agama Islam
Sebagai mana telah dikemukakan bahwa tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kebudayan Islam adalah
sebagai akibat dari berpadunya unsur-unsur pembawaan ajaran Islam dengan unsur-unsur yang berasal dari luar. Dalam
bidang filsafat ketuhanan atau teologi, perkembangan ilmu kalam dengan berbagai macam pola pikiran, timbullah pula
berbagai macam aliran dalam ilmu kalam yang mempunyai pola pemikiran yang bersifat memedukan pola fikir rasional
sebagai mana yang tampak pada aliran matu radio. Disamping aliran teologi biasa mempunyai corak khusus sebagaimana
yang dikembangkan oleh golongan syiah. Semua aliran fikiran tersebut selalu berusaha untuk saling berebut dan
mendapatkan dukungan dari pemeritah dan filsafat ilmiah yang berasal dari luar Islam mendapatkan tempat dalam dunia
Islam.
Henri Marginon dan David telah mendaftarkan cabang ilmu pengetahuan yeng telah dikembangkan sebagai hasil
perkembangan fikiran yang ilmiah dikalangan kaum muslimin pada masa jayanya. Yang kemudian berangsur-angsur
berpindah kedunia barat adalah sebagai berikut ;
Dalam bidang matematika,telah dikembangkan oleh para sarjana muslim berbagai macam ilmu pengetahuan,seperti teori
ilmu bilangan, aljabar, geometrid dan trigonometri.
Dalam bidang fisika, mereka telah berhasil mengembangkan ilmu mekanik dan optika.
Dalam bidang kimia, telah berkembangnya ilmu kimia
Dalam bidang astronomi, kaum muslimin telah memiliki ilmu mekanika benda-benda langit.
Dalam bidang goelogi, para ahli pengetahuan muslim telah mengembangkan geodisi, mineralogy dan meteorology.
Dalam bidang biologi, mereka telah memiliki ilmu psikologi, anatomi, betani, embriologi dan patologi.
Dalam bidang sosial, telah berkembangnya ilmu politik.
Demikianlah singkatnya dunia Islam pada masa jayanya yang dihiasi dengan berbagai unsur-unsur kebudayaan dan ilmu
pengetahuan yang beraneka ragam dapat diibaratkan sebagi taman yang indah penuh dengan berbagai macam tanaman dan
dengan berbagai macam buah dan isi didalamnya.
D. Masa Kemunduran Pendidan Islam
Selanju
tnya diungkapkan oleh M.M Sharif, bahwa pikiran Islam menurun setelah abad ke 13 M dan terus melemah
sampai abad ke 18 M. di antara sebab-sebab melemahnya pikiran Islam tersebut, antara lain dilukiskannya sebagai berikut:
1. Telah berkelebihan berfilsafat Islam (yang bersifat sufistis) yang telah dimasukka oleh Al-Ghazali dalam alam Islam di
timur, dan berkelebihan pula Ibn Rusyd dalam memasukkan filsafatnya (yang bersifat rasionalistis) ke dunia Islam di barat. AlGhazali dengan filsafat Islamnya menuju ke arah bidang rohaniah hingga menghilang ia ke dalam mega alam tasawuf,
sedangkan Ibn Rusyd dengan filasafatnya menuju ka alam yang bertentangan dengan Al-Ghazali. Maka Ibn Rusyd dengan
filsafatnya ke jurang materialisme.
Al-Ghazali mendapatkan sukses di timur, hingga pendapat-pendapatnya menjadi aliran-aliran pemikiran yang terpenting
bagi alam timur, sedangkan Ibn Rusyad mendapat kan sukses di barat hingga pikiran-pikirannya menjadi pimpinan yang
penting bagi alam pikiran barat.

25

2. Umat Islam, terutama para pemerintahnya (Khalifah, Sultan, Amir-Amir) melalaikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan,
dan tidak memberi kesempatan untuk berkembang. Kalau pada mulanya pejabat pemerintahan sangat memperhatikan
perkembangan ilmu pengetahuan, maka pada masa menurun dan melemahnya kehidupan umat Islam ini, para ahli ilmu
pengetahuan umumnya terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan, sehingga melupakan perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar, sehingga menimbulkan
kehancuran-kehancuran yang mengakibatkan berhentinya kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di
dunia Islam. Sementara itu obor pikiran Islam berpindah tangan ke tangan kaum masehi, yang mereka ini telah mengikuti
jejak kaum muslimin yang menggunakan hasil buah pikiran yang mereka capai dari pikiran Islam itu.
Dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis perkembangan kebudayaan Islam,
karena daya intelektual para generasi penerus tidak mampu mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan telah
mengakibatkan ketidak mampuan mengatasi persoalan-persoalan baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan
perkembangan zaman. Ketidak mampuan intelektual tersebut, merealisasi dalam pernyataan bahwa pintu ijtihad telah
tertutup. Maka akibatnya terjadilah kebuntuan intelektual secara total.
Dalam hal ini Fazlur Rahman, dalam bukunya Islam, menjelaskan tentang gejala-gejala kemunduran atau kemacetan
intelektual Islam ini sebagai berikut:
Penutupan pintu ijtihad (yakni pemikiran yang orisinil dan bebas) selama abad ke 4 H / 10 M dan 5 H / 11 M telah membawa
kepada kemacetan umum dalam ilmu hukum dan ilmu intelektual, khususnya yang pertama. Ilmu-ilmu inteletual, yakni
teologi dan pemikiran keagamaan, sangat mengalami kemunduran dan menjadi miskin karena pengecilan mereka yang
disengaja dari intelektualisme sekuler dan karena kemunduran yang disebut terakhir ini, khususnya filsafat, dan juga
pengucilannya dari bentuk-bentuk pemikiran keagamaan seperti yang dibawa oleh sufisme.
Kehancuran total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan Islam,
menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan di bagian timur
dan barat dunia Islam tersebut, menyebabkan pula kemunduran pendidikan diseluruh dunia Islam, terutama dalam bidang
intelektual dan material, tapi tidak demikian halnya dalam bidang kehidupan batin atau spiritual.
Kehancuran dan kemunduran-kemunduran yang dialami oleh umat Islam, terutama dalam bidang kehidupan intelektual dan
material ini, dan beralihnya secara drastis pusat-pusat kebudayaan dari dunia Islam ke Eropa, menimbulkan rasa lemah dan
putus asa dikalangan kaum muslimin. Ini telah menyebabkan mereka mencari pegangan dan sandaran hidup yang bisa
mengarahkan kehidupan mereka.
Kehidupan sufi berkembang dengan pesat. Madrasah-madrasah yangn ada dan berkembang diwarnai dengan kegiatankegiatan sufi. Madrasah-madrasah yang berkembang menjadi zawiyah-zawiyah untuk mengadakan riyadloh, merintis jalan
untuk kembali dan menyatu dengan Tuhan, di bawah bimbingan dan otoritas dari guru-guru sufi. Berkembanglah berbagai
sistem riyadhah dan jalan atau cara-cara tertentu yang dikembangkan untuk menuntun para murid yang di kenal selanjutnya
dengan istilah tariqat.
Kedaan yang demikian, sebagaimana dilukiskan oleh Fazlur Rahman:
Dimadraah-madrasah yang bergabung pada khalaqah-khalaqah dan zawiyah-zawiyah sufi, karya-karya sufi dimasukkan
dalam kurikulum yang formal, khususnya di India dimana sejak abad ke 8 H / 14 M karya-karya Al-Suhrawardi (pendiri ordo
Suhrawardiyah), Ibn Al-Arabi dan kemudian karya-karya jami diajarkan. Tetapi disebagian besar pusat-pusat sufi, terutama di
turki, kurikulum akademis terdiri dari hampir seluruhnya berisi tentang sufi. Di Turki waktu itu terdapat beberapa tempat
khusus, yang disebut Methnevikhana, dimana masnawinya Rumi merupakan satu-satunya buku yang diajarkan. Lebih jauh
lagi, asi dari karya-karya tersebut yang sebagian besar dikuasai patheisme, bertentangan secara tajam dengan ajaran
lembag-lembaga pendidikan ortodoks. Karena itu timbullah suatu dualisme spiritual yang tajam dan berlarut-larut antara
madrasah dan khalaqah. Ciri khas dari fenomena ini adalah melimpahnya pernyataan-pernyataan sufi yang taubat setelah
menemukan jalan yang benar, lalu membakar buku-buku madrasah mereka atau melemparkannya kedalam sumur.
Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan dan pengajaran pada masa ini, nampak jelas dalam sangat sedikitnya materi
kurikulum dan mata pelajaran pada umumnya madrasah-madrasah yang ada. Dengan telah menyempitnya bidang-bidang
ilmu pengetahuan umum, dengan tiadanya perhatian kepada ilmu-ilmu kealaman, maka kurikulum pada umumnya madrasahmadrasah terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan, ditambah dengan sedikit gramatika dan bahasa sebagai alat yang diperlukan.
Ilmu-ilmu kegamaan yang murni tinggal terdiri dari: Tafsir Al-Quran, Hadits, Fiqih (termasuk Ushul Fiqih dan prinsip-prinsip
hukum) dan Ilmu Klam atau Teologi Islam. Bahkan di madrasah-madrasah tertentu ilmu kalampun dicurigai, dan dimadrasah
yang diurus oleh kaum sufi yang memang tersebar luas di negara-negara Islam pada masa itu ditambah dengan pendidikan
sufi.
Mata pelajarannya sangat sederhana, yang ternyata dari jumlah total buku-buku yang harus dipelajari pada suatu tingkatan
(bahkan tingkat tertinggi sekalipun) sangat sedikit. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan studipun terlalu singkat.
Akibat selanjutnya adalah kekurang mendalamnya materi pelajaran yang mereka terima, sehingga kemerosotan dan
kemunduran ilmu pengetahuan para pelajarnyapun bisa dibayangkan. Hal tersebut disebabkan karena sistem pangajaran
pada masa itu sangat berorientasi pada buku pelajaran, dan bukan pada pelajaran itu sendiri. Oleh karena itu yang sering
terjadi pelajaran hanya memberikan komentar-komentar atau saran-saran terhadap buku-buku pelajaran yang dijadikan
pegangan oleh guru.
E. Masa Pembaharuan Pendidikan Islam
Setelah warisan filsafat dan ilmu pengetahuaan Islamsiterima oleh bangsa Eropa dan umat Islam sudah tidak
memperhatikannya lagi maka secara berangsur-angsur telah membangkitkan kekuatan di Eropa dan menimbulakn kelemahan
dikalangan umat Islam. Secara berangsur tetapi pasti. Kekuasan umat Islam ditunjukan oleh kekuasan bangsa Eropa, dan
terjadilah penjajahan di mana-mana di seluruh wilayah yang pernah di kuasai oleh kekuasan Islam. Eksploitasi kekayaan
dunia Islam oleh bangsa Eropa semakin memperlemah kedudukan kaum muslimin dalam segala segi kehidupannya.
Sebenarnya kesadaran akan kelemahan dan ketertringgalan kaum muslimin dari bengsa Eropa dalam berbagai bidang
kehidupan, telah timbul mulai abad ke 11 H/ 17 M dengan kekalahan yang diderita oleh kerajaan Turki Usmani dalam
peperangan dengan Negara eropa. Mereka mulai memperhatikan kemajuan yang dicapai oleh Eropa, pertama Prancis yang
merupakan pusat kemajuan Eropa pada masa itu.dan di kirim duta-duta untuk mempelajari kemajuan Eropa, terutama
dibidang militer dan kemajuaan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang pengembengan ilmu pengetahuaan ilmu modern dari barat, untuk pertama kali dalam dumia Islam di buka
suatu percetakan di istambul pada tahun 1727 M. dan juga di adakan percetakan Al-Quran, dan ilmu pengetahuan agama
yang lainnya juga.
Penduduk Mesir oleh Napoleon Bonaparte tahun 1798 M, adalah merupakan tonggak sejarah bagi umat Islam untuk
mendapatkan kembali kesadaran akan kelamahan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut bukan hanya menunjukan akan
kelamahan umat Islam. Tetapi juga sekaligus menunjukan kebodohan mereka. Dalam ekspedisi itu Napoleon membawa
sepasukan tentara dan para ilmuan dengan seperangkat peralatan ilmiah. Untuk mengadakan penelitian di Mesir.
Eksploitasi dan intervensi barat lama kalamaan menyadarkan akan keterbelakangan umat Islam. Mereka sadar kuatnya
control barat terhadap mereka terhadap kemajan modern yang di miliki oleh barat. Inilah yang menyadarkan mereka dari

26

keterbelakangan mereka dan kelemahannya. Sehingga timbul usaha pembaharuan dalam segala aspek kehidupan yang di
pelopori oleh penguasa, kaum bangsawan, elit, dan intelegensia.
1. Polapola Pembaharuan Pendidikan Islam
a.
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern dibarat pada dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber
kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern yang mereka capai.
Perkembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang pernah berkembang didunia Islam. Atas dasar demikian, maka
untuk mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut harus dikuasai
kembali. Dalam hal ini, usaha pembaharuan pendidikan Islam adalah dengan jalan mendirikan sekolah sekolah dengan pola
sekolah barat, baik system maupun isi pendidikannya.
Di samping itu pengiriman pelajar pelajar kedunia barat terutama Prancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembaharuan pendidikan dengan pola barat ini mulanya timbuldi Turki Usmani pada akhir abad ke 11 H/17 M setelah
mengalami kalah perang dengan berbagai Negara Eropa timur pada masa itu. Sultan Mahmud II ( yang memerintah di Turki
Usmani 1807-1839 M), adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki. Usaha pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan
Mahmud II tersebut diuraikan oleh Harun sebagai berikut: ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Madrasah adalah
merupakan satu-satunya lembaga yang ada di kerajaan Usman.
b.
Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam Yang Berorientasi. Pada sumber Islam yang murni, pola ini berpandangan
bahwa sesungguhnya Islam itu sendiri merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu
pengaetahuan modern.
Menurut analisa mereka,diantara sebab-sebab kelemahan umat Islam adalah karena mereka tidak menjalankan perintah
agama Islam secara semestinya. Pola pembaharuan ini telah dirintis oleh Mahmud Bin Andul Al Wahab, kemudian
dicanangkan kembali oleh Jalalludin Al Afgani dan Muhamad Abduh (akhir abad 19 M). untuk interprestasi diperlukan ijtihad
dan kerenanya pintu ijtihad harus dibuka.
Harun Nasution dalam menjelaskan pemikiran Muhammad Abduh dalam pembaharuan pendidikan di Mesir menyatakan
sebagai berikut.: ia juga memikirkan sekolah sekolah pemerintah yang telah didirikan untuk mendidik tenaga tenaga yang
perlu bagi mesir dalam lapangan administrasi militer, kesehatan, perindustrian, pendidikan dan sebagainya. Selain itu jumlah
sekolah sekolah pemerintah yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan kebutuhan pendidikan oleh sebab
itu, golongan pembaharu memerlukan bergerak dibidang pendidikan .
Demi memperbaiki mutu pendidikan Abdulah Ahmad memasukan empat orang guru berbangsa belanda disamping dua orang
Indonesia yang memiliki ijazah His pertama yang di dirikan oleh organisasi Islam. Setahun berikutnya mendapat subsidi
penuh dari Gubernur. Selain itu Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa untuk memper dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi langsung dari sumber pengembangannya.
Muhammad Ali Pasya dalam rangka memperkuat kedudukannya dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di
Mesir mengadakan pembaharuan dengan jalan mendirikan sekolah yang meniru system pendidikan dan pengajaran barat
dengan memasukkan ilmu pengetahuan modern ke dalam Al-Azhar dan dengan memperkuat didikan agama di sekolahsekolah pemerintah, jarang yang memisah golongan ulama dari golongan ahli ilmu modern akan dapat diperkecil.
c. Usaha Pembaharuan Pendidikan Yang Berorientasi Pada Nasionalisme.
Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan perkembangannya pada kehidupan modern dan dimulai dari barat.
Islam menghadapi kenyataan bahwa mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah
perkembangan kebudayaannya. Disamping itu, adanya keyakinan dikalangan pemikir pembaharuan dikalangan umat Islam,
bahwa pada hakekatnya ajaran Islam bisa diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat.

2. Tokoh dan Sasaran Pembaharuan Pendidikan Islam


Tokoh pembaharuan pendidikan Islam bercorak modernis. Sejalan dengan pembahruan pendidikan Islam penuh
dilakukan pada 3 wilayah kerajaan besar yaitu kerajaan Usmani, Mesir, India.
a). Wilayah Turki
Pembaharuan pendidikan didunia Islam dimulai dikerajaan Turki Usmani. Faktor yang melatar belakangi gerakan
pembaharuan bermula dari kekalahan-kekalahan kerajaan Usmani dalam peperangan dengan Eropa.
Adapun tokoh yang mencoba melakukan upaya tersebut ialah :
Sultan Ahmad III. Adanya kekalahan yang dialami kerajaan Turki Usmani menyebabkan Sultan Ahmad III prihatin dan
melakukan intropeksi, dengan melakukan pengiriman duta ke Eropa untuk mengamati perkembangan barat. Dengan
mendirikan sekolah teknik militer, mendirikan percetakan untuk mempermudah Access buku pengetahuan. Upaya ini
dilakukan sampai beliau wafat dan kemudian digantikan oleh Sultan Mahmud II.
Sultan Mahmud II. Sultan Mahmud II merupakan kelanjutan dari Sultan Ahmad III. Pembaharuan yang dilakukan dengan
memperbaiki system pendidikan madrasah dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum. Kemudian mendirikan model
disekolah barat.
b). Wilayah Mesir
Tokoh yang melakukan upaya pembaharuan khususnya pendidikan adalah Muhammad Ali Pasya dan Muhammad Abduh
M. Ali Pasya. Ia mendirikan kementrian pendidikan dan lembaga pendidikan, membuka sekolah teknik , kedokteran,
pertambangan, mengirin siswa untuk belajar kenegri barat. Gerakan pembaharuan memperkenalkan ilmu pengetahuan dan
teknologi barat kepada umat Islam.
M. Abduh. Melakukan pembaharuan pendidikan di Al-Azhar dengan memasukkan ilmu modern. Mendirikan komite perbaikan
administrasi Al-Azhar tahun 1895, melaksanakan pembaharuan administratif yang bermanfaat.
c). Wilayah India.
Pembaharuan pendidikan Islam di India bertujuan menghilangkan diskriminasi pendidikan Islam tradisionalis dengan
pendidikan sekuler.
Adapun yang menjadi tokoh pembaharuan di India
Sayyid Akhmad Khan (1817 1898 M). Ia berpendapat bahwa peninggkatan kedudukan umat Islam di India dapat diwujudkan
dengan bekerjasama dengan Inggris. Kemudian mendirikan lembaga pendidikan, sekolah Inggris mudarabbah 1864.
kemudian mendirkan pula Scientific Society, mendirikan lembaga pendidikan yang didalamnya ilmu pengetahuan umum.
Itulah beberapa orang tokoh pembaharuan yang banyak mengadopsi tata cara dan pengetahuan yang datang dari barat.
3. Dualisme Sistem Pendidikan Islam
Sebagai akibat dari usaha pembaharuan pendidikan Islam dalam rangaka untuk mengjar kekurangan dan ketinggalan dari
dunia barat dalam segala aspek kehidupan, maka terdapat kecendruangan adanya dualisme dalam sisten pendidikan Islam.
Usaha pendidikan modern yang berorientasi pada tiga pola pemikiraan (Islam murni, barat, dan nasionalisme) yang
mengambil pola system pendidikan barat dengan menyesuaikan Islam dan kepentingan nasional.

27

Sistem pendidikan modern, dilaksnakan pemerintah untuk memenuhi tenaga ahli untuk kepentingan pemerintah dengan
menggunakan kurikulum dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern. Sedangkan sisten pendidikan tradisional, tetep
mempertahankan kurikulum tradisional yang hanya memberikan pemdidikan dan pengarahan keagamaan pada madrasah
dan pondok pesantren. Dualisme dan pola pendidikan ini yang mewarnai pendidikan Islam di Negara Islam di zaman modern.
Usaha pendidikan untuk memadukan antara kedua sistem itu telah diadakan dengan jalan memasukkan kurikulum ilmu
pengetahuan modern kedalam system pendidikan tradisonal yang berangsur-angsur mengarah kesistem pendidikan modern.
BAGIAN KETIGA
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia
1. Akselerasi Perkembangan Islam Pada Umumnya
Akselerasi dan dinamika penyebaran Islam tersebut di sebabkan adanya faktor-faktor khusus yang dimiliki oleh Islam
bpada periode permulaanya.faktor-faktor posotif itu antara lain ialah : Faktor ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam, baik pada
bidang akidah, syariahdan akhlaknya mudah di mengerti oleh semua lapisan masyarakat, dapat di amalkan secara luwes dan
ringan, selalau memberikan ja;lan keluar dari pada kesulitan.
2. Masuk Islam dan berkembangnya
Ada dua faktor utama yang menyebabkan indonesia mudah di kenal oelh bangsa-bangsa lain. Khususnya oleh bangsabangsa timur tengah dan timur jauh sejak dahulu kala, yaitu:
a. Faktor letak geografis yang strtregis, indonesia terletak di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan timur
tengah menuju tiongkok,melalui lautan dan jalan menuju benua amerika dan austeralia.
b. Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang di butuhkan oleh bangsa-bangsa lain.
Misalnya : rempah-rempah.
C. Organisasi dan Lembaga pendidikan Islam
1. Organisasi Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia
Para pemimpin pergerakan nasional dengan kesadaran penuh ingin mengubah keterbelakangan rakyat
Indonesia.
Mereka insaf bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional harus segera dimasukkan ke dalam agenda
perjuangannya. Maka lahirlah sekolah sekolah sertikelir (swasta) atas usaha para perintis kemerdekaan sekolah-sekolah itu
semula memiliki dua corak, yaitu :
a) Sesuai dengan haluan politik, seperti :
Taman siswa, yang mula-mula didirikan di Yogyakarta
Sekolah serikat Rakyat di Semarang, yang berhaluan komunis
Ksatrian Institut, yang didirikan oleh Drs. Douwes Dekkerr (Dr. Setiabudi) di Bandung
Perguruan Rakyat, di Jakarta dan Bandung.
b) Sesuai dengan runtutan/ajaran agama Islam yaitu :
Sekolah-sekolah Serikat Islam
Sekolah-sekolah Muhammadiyah
Sumater tawalib di Padang Panjang
Sekolah-sekolah Nahdlatul Wathan
Sekolah-sekolah Persatuan Umat Islam (PUI)
Sekolah-sekolah Al-Jamiatul Wasliyah
Sekolah-sekolah Al-irSYAD
Sekolah-sekolah Normal Islam
Dan masih banyak sekolah-sekolah lain yang didirikan oleh organisasi Islam maupun oleh perorangan diberbagai kawasan
kepulauan Indonesia baikdalam bentuk pondok pesantren maupun Madrasah.

2. Jenis-jenis lembaga Pendidikan Islam di Indonesia


a. Lembaga Pendidikan Islam sebelum kemerdekaan Indonesia
Pendidikan Islam mulai damai dan berkembang pada awal abad ke-20 Masehi dengan berdirinya madrasah Islamiyah yang
bersifat formal. Madrasah-madrasah yang bermunculan di Sumateri antara lain :Madrasah Adabiyah di Padang Sumatra Barat
yang didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M. Madrasaha ini berubah menjadi HIS Adabiyah pada tahun
1915 M. Pada tahun 1910 M didirikan Madrs School di daerah Batu Sangkar Sumatera Barat oleh Sykh M. Taib Umar Pada
tahun 1918 M Mahmud Yunus mendirikan Diniyah School sebagai lanjutan Madrasah School.
Adapun pondok pesantren (surau) yang pertama kali membuka madrasah formal ialah Tawalib di Padang Panjang pada tahun
1921 M di bawah pimpinan Syekh Abd. Karim Amrullah ayah Hamka. Selain daripada madrasah, juga majalah, juga majalah
Islamiyah mulai diterbitkan sebagai sarana pendidikan Islam untuk masyarakat, Madrasah Juharaian oleh H. Abd. Majid pada
tahun 1922 M.
Di sumatra Timur didirikan pesantren Syekh Hasan Maksum pada tahun 1916 M. Madrasah Maslurah di Tanjungpura pada
tahun 1912 Madrasah Aziziyah pada tahun 1918 M. Di Panula berdiri pesantren dan Madrasah Mustafawiyah di Purbabaru
pada tahun 1913 M oleh Syekh Mustafa Husain keluaran Makkah. Di Sumatra Selatan berdiri Madrasah Al-Quraniyah pada
tahun 1920 di Palembang oleh K.H. Moch. Yunus, Madrasah Ahliah Diniyah Oleh. K.Masagus. H.NanangMisri pada tahun 1920,
Madrasah Nurul Falah oleh K.H. Abu Bakart Bastari pada tahun 1934 M dan Madrasah Darul Funun oleh K.H. Ibrahim pada
tahun 1938 M.
b. Lembaga Pendidikan Islam sesudah Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan mempunyai Departemen Agama, maka secara instantional Departemen Agama diserahi
kewajiban dan bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan pendidikan agama dalam lembaga-lembaga
tersebut. Lembaga pendidikan agama Islam ada yang berstatus negeri dan ada yang berstatus swasta.
Yang berstatus negeri misalnya seperti :
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (Tingkat Dasar)
Madrasah Tsawiyah Negeri (Tingkat Menengah Pertama)
Madrasah Aliyah Negeri (tingkat Menengah Atas). Dahulunya berupa Sekolah Guru dan Hakim Agama (SGHA) dan Pendidikan
Hakim Islam Negeri (PHIN)
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berubah menjadi IAIN (Institut Agama Islam Negeri)
D. Tokoh-tokoh pendidikan Islam di Indonesia
Adapun beberapa tokoh pendidikan Islam di Indonesia:
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1869 1923)

28

K.H Ahmad Dahlan dilahirkan di Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis, putra
dariKH.Abubakar Bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar (jami) Kesulitan Yogyakarta, Ibunya adalah puteri Haji Ibrahim
seorang penghulu.
2. Kyai Haji Hasyim Asyari (1871-1947)
K.H. Hasyim asyari dilahirkan pada tanggal 14 Februari tahun 1981 M di Jombang Jawa Timur, mula-mulai ia belajar agama
Islam pada ayahnya sendiri Kyai Asyari Kemudian ia belajar ke pondok pesantren Purbalinggo. Kemudian pindah lagi ke
Plangitan, Semarang, Madura, dan lain-lain.
Maka di bawah pimpinan KH. Ilyas dimasukkan pengetahuan umum ke dalam Madrasah Salafiyah, yaitu:
Membaca dan menulis huruf latin
Mempelajari bahasa Indonesia
Mempelajari ilmu bumi dan sejarah Indonesia
Mempelajari ilmu berhitung
Semuanya itu diajarkan dengan memakai buku-buku huruf latin.
3. KH Abdul Halim (1887 1962)
KH. Abdul Halim lahir di Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M. Dia adalah pelopor gerakan pembaharuan di daerah
Majalenga, Jawa Barat, yang kemudian berkembnag menjadi persyerikatan Ulama, dimulai pada tahun 1911, yang kemudian
berubah menjadi Persatuan Umat Islam (PUI) pada tanggal 5 April 1952 M/9 Rajab 1371H.
C. Sistem dan Isi Pendidikan Islam
Membicarakan sistem dan isi pendidikan Islam tidak bisa melepaskan diri dari perjalanan sejarah perkembangan Islam di
Indonesia itu sendiri. Seperti yang sudah diuraikan pada sub-sub bab di atas bahwa penyiaran agama Islam di Indonesia
sudah mulai sejak abad ke tujuh, yaiut pada zaman khalifah Utsman dan berkembang dengan berakhirnya perang salib yang
menyebabkan kemunduran Dunia Islam. Oleh karena itu tersiarnya agama Islam di Indonesia diwarnai oleh dua kondisi yakni:
1.
Akibat-akibat kemunduran dunia Islam dengan jatuhnya Andalusia.
2.
Kondisi peradaban yang telah ada di Indonesia lebih dahulu yaitu peradaban Budha dan Hindu.
Kedua kondisi tersebut berhasil mengatasi kelemahan-kelemahannya, telah datang pula musuh-musuh Islam dalam perang
salib di Eropa yaitu Portugis, Inggris, Spanyol kemudian belanda yang berhasil menjadikan Indonesia sebagai jajahan selama
kurang lebih 350 tahun lamanya. Dampak dari perjalanan sejarah seperti tersebut diatas kendati bangsa Indonesia telah
berhasil merebut dan memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. ternyata dampak tersebut masih
terasa sampai sekarang ini.

1. Sistem Pendidikan Islam di Indonesia


Adapun Faktor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan cepat diseluruh Indonesia, pada waktu itu adalah :
a. Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah diturut oleh segala golongan
ummat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
b. Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam.
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang baik-baiknya.
e. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan cara perkataan yang mudah di pahami umum, dapat dimengerti oleh golongan
bawah sampai ke golongan atas dengan sabda nabi Muhammad SAW yang maksudnya : berbicaralah kamu dengan manusia
menurut kadar akal mereka.
Sistem pendidikan Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahannya zaman dan pergeseran kekuasaan di
Indonesia. Jadi keinginan untuk membenahi, memperbaharui dan menyempurnakan sistem pendidikan Islam ini oleh dua hal :
a.
Semakin banyaknya kaum muslimin yang bisa menunaikan ibadah haji ke Makah dan belajar agama disana, maka
setelah pulang kembali ketanah air Indonesia timbulah keinginan untuk mempraktekan cara-cara penyelenggaraan
pendidikan pengajaran Islam seperti di Makah, yang pada waktu itu Islam mulai bangkit kembali yang diplopori oleh syekh
Moch Abdul, Syekh Moch Rasyid Rida dan lain-lain.
b.
Pengaruh sistem pendidikan Barat yang mempunyai program yang lebih terkordinir dan sistematis yang ternyata
telah berhasil mencetak manusia terampil dan terdidik yang semakin jauh dari ajaran Islam.
2. Isi Pendidikan Islam di Indonesia
Pada awal penyiaran agama Islam di Indonesia, maka para pengajur agama Islam menghendaki agar masyarakat, yang pada
waktu itu masyarakat sudah menganut Hindu dan Budha, mau menerima agama Islam dan mau melakukan ajaran-ajaran
Islam, atau mau memeluk agama Islam, oleh karena itu isi pendidikan Islam adalah pokok-pokok aqidah agama Islam dan
ajaran-ajaran Islam yang mudah dipahami dan dilaksanakan.
Adapun Isi pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat permulaan ini meliputi :
a. Belajar membaca Al-Qur`an
b. Pelajaran dan Praktek shalat
c. Pelajaran ketuhanan (teologis) atau ketauhidan yang pada garis besarnya berpusat pada sifat dua puluh.
Maka isi pendidikan dan pengajaran agama Islam sampai timbul sistem madrasah, baik yang diajarkan di surau-surau,
langgar, masjid maupun Pondok pesantren, adalah sebagai berikut:
a. Pengajian Al-Qur`an, pelajarannya :
1.
Huruf hijaiyah dan membaca Al-Qur`an
2.
Ibadat (peraktek dan perukunan)
3.
Keimanan (Sifat Dua Puluh)
4.
Akhlak
b. Pengajian Kitab, Pelajarannya :
1.
Ilmu Shorof
2.
Ilmu Nahwu
3.
Ilmu Fiqh
4.
Ilmu Tafsir
5.
Ilmu Tauhid
6.
Ilmu Tafsir
7.
Ilmu Hadist
8.
Dan Ilmu-ilmu yang lainnya.
Adapun pelajaran yang lain sama dengan mata pelajaran disurau, hanya kitab yang digunakan tidak sama tapi pada intinya
adalah sama, jadi berbeda cara namun tujuannya sama.

29

D. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Indonesia


Antara pendidikan islam dan pendidikan nasional Indonesia tak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. hal ini dapat
ditelusuri dari dua segi, pertama dari konsep penyusunan system pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, dan yang ke dua
dari hakekat pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia.
Penyusunan suatu system pendidikan nasional harus mementingkan masalah-masalah eksistensi umat manusia pada
umumnya dan eksistensi bangsa Indonesia pada khususnya dalam hubunganya dengan masa lampau, masa kini dan
kemungkinan-kemungkinan perkembangan masa depan.
Eksistensi bangsa Indonesia terwujud dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. dimana Indonesia
sebagai negara yang merdeka, bersatu dan yang berdaulat penuh. Indonesia sebagai negara yang merdeka telah dengan
tegas menyatakan kepribadianya. tujuan dan pandangan hidupnya sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar
1945. Bangsa Indonesia telah bertekad bulat untuk membangun dan mengembangkan bangsa dengan pancasila sebagai
landasan ideology dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusinya.
Pancasila sebagai landasan ideologis dalam pembangunan bangsa mengandung arti bahwa setiap usaha pembangunan dan
pengembangan bangsa Indonesia harus selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hidup manusia
Indonesia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan tuhanya, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam
hubungan manusia dengan alam, dan dalam hubungan bangsa dengan bangsa-bangsa lain dalam mengejar kemajuan
lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.Untuk itu maka, bangsa Indonesia harus dapat menghayati cita-cita dan dasar hidup
kebangsaanya secara terus menerus.dapat mengamalkan dan mewujudkan cita-cita dan dasar hidup tersebut secara nyata,
dan melestarikanya dengan mewariskan nilai-nilai moral ideologya, tata nilai budaya, nilai-nilai moral keagamaan yang
menjadi sumber aspirasi yang tak ternilai harganya dalam pembangunan bangsa dan tanah air. Oleh karena itulah, maka
pengembangan bangsa merupakan kriteria dasar dalam membangun satu system pendidikan nasional dengan mewujudkan
keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara pengembangan kuantitatif dan pengembangan kualitatif serta antara
aspek lahiriah dan aspek rohaniah.
Dilihat dari segi hakekat pendidikan agama islam, ternyata kegiatan mendidik memang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan agam Islam baik dalam keluarga, masyarakat, lebih-lebih di pusat-pusat peribadatan
seperti:langgar, surau atau masjid yang dikelola oleh seorang petugas yang sekaligus sebagai guru agama.
Di langgar atau di surau itu pendidikan terutama ditekankan pada pelajaran agama yang bersifat elementer berupa pengajian
Al-Quran. Murid-murid diajak baik secara individual (sorogan) maupun secara semi klasikal (bandongan). Pada tingkat yang
lebih tinggi pengajar adalah seorang kiai, sedangkan system penyampaianya tidak hanya sorogan dan bandongan, tetapi juga
masal.
Sejarah mencatat, bahwa dengan system pendidikan islam seperti yang tersebut diatas, ditambah dengan usaha-usaha
penyiaran agama di masyarakat, hasilnya sangat memuaskan dan bahkan menakjubkan. Agam Islam dapat tersebar ke
seluruh pelosok tanah air Indonesia.
Di dorong oleh kebutuhan akan pendidikan yang makin meningkat, maka timbullah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan
yang berupa madrasah dan pondok pesantren. Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula lembaga pendidikan umum
yang berdasarkan keagamaan, dimana di samping di berikan mata pelajaran agama juga diajarkan pengetahuan umum dan
kejuruan.
Dengan adanya gerakan pembaharuan Islam dan dengan datangnya system pendidikan Barat yang program belajar
mengajarnya lebih terkoordinir dan lebih sistematis, meskipun dengan tujuan yang sangat menguntungkan system
pendidikan namun memberi pengaruh pula pada keharusan memperbaharui system pendidikan Islam pada madrasah,
pondok pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan yang berdasar keagamaan, kearah system yang lebih sempurna.
Sejak Belanda menerapkan politik etis, maka disamping lembaga-lembaga pendidikan islam, madrasah, pondok pesantren
dan lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan, maka mulai muncul lembaga pendidikan yang menyelenggarakan
sekolah-sekolah nasional swasta dengan menggunakan system sekolah Barat yang berorientasi demi kepentingan nasional
dan semangat kebangsaan.
Demikianlah lembaga-lembaga pendidikan itu tetap tumbuh dan berkembang mendidik dan mendasarkan anak-anak sebagai
generasi muda Indonesia.yang mayoritas beragama Islam menjadi manusia-manusia Indonesia yang beragama, bersatu dan
berjiwa kebangsaan. Pada waktu kita memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, kita telah mempunyai
lembaga-lembaga pendidikan pondok pesantren madrasah yang tersebar luas di seluruh Indonesia. sekolah umum yang
berdasarkan keagamaan dan sekolah swasta yang lain yang berdasarkan kebangsaan. Lembaga-lembaga pendidikan
semacam inilah yang nantinya menjadi modal dasar dan modal pokok dari pendidikan nasional yang akan disusun bangsa
Indonesia yang sudah merdeka, bersatu dan berdaulat penuh.
Dari uraian diatas jelas bahwa lembaga-lembaga pendidikan khususnya lembaga-lembaga pendidikan Islam merupakan
modal dasar dalam menyusun pendidikan nasional Indonesia. Bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama
Islam,maka pendidikan yang dilaksanakan oleh umat Islam di Indonesia berarti pula menjadi milik umat Islam
Indonesia.Demikain pula upaya pendidikan nasionalpun pada hakekatnya adalah juga merupakan milik umat Islam
Indonesia.Dan dengan demikian pendidikan Islam di Indonesia adalah merupakan pendidikan nasional,paling tidak harus
merupakan satu kesatuan dalam kerangka pendidikan nasional. Apa yang dikemukakan diatas,telah dengan tegas dinyatakan
oleh Komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional bahwa pendidikan agama dilaksanakan dalam system pendidikan nasional.
Dari sejak awal Indonesia merdeka,pemerintah telah menempatkan agama sebagai pondasi dalam membangun bangsa dan
negara. Hal ini dapat kita baca dalam Undang-Undang dasar 1945.Dalam pembukaan UUD 1945 alinea ketiga dinyatakan
bahwa kemerdekaan Indonesia adalah semata-mata atas berkat dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.dan pada alinea ke
empat dinyatakan bahwa Pancasila menjadi dasar Negara.
Kemudian dalam pasal 29 UUD 1945 ayat 1 dan 2 dinyatakan :
Ayat 1 : Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa.
Ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat
menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
Selanjutnya eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional juga telah dituangkan dalam UndangUndang Pokok Pendidikan dan Pengajaran No. 4 Tahun 1950,yang sampai sekarang masih berlaku,dimana dinyatakan bahwa
belajar disekolah sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban
belajar.
Di tulis oleh M Arif Khoiruddin di Kamis, Februari 09, 2012
Label: Pendidikan

30

Anda mungkin juga menyukai