Anda di halaman 1dari 4

Pancasila Sebagai Dasar dari Segala Sumber Hukum

Disusun oleh : Rhisma Octa Y. F / POLINEMA / D3 TL 2F / 1531120106


Pancasila mengandung nilai-nilai yang dijadikan sebagai dasar atau pedoman bagi
penyelenggaraan tatanan kenegaraan. Nilai-nilai pancasila pada dasarnya ialah nilai-nilai
filsafati yang sifatnya sangat mendasar. Nilai dasar pancasila ini bersifat abstrak, normatif
dan nilai tersebut sebagai motivator kegiatan dalam penyelenggaraan tatanan kenegaraan.
Karena nilai-nilai pancasila menjadi pedoman normatif bagi penyelenggaraan
tatanan kenegaraan Indonesia, maka Pancasila digunakan sebagai dasar negara Indonesia.
Konsekuensi dari rumusan ini yaitu seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan
negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari
nilai-nilai pancasila. Penyelenggaraan tatanan kenegaraan di Indonesia mengacu pada hal-hal
yang tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai-nilai Kemanusiaan, nilai-nilai
Kesatuan, nilai-nilai Kerakyatan dan nilai-nilai Keadilan.
Selain sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila juga dikenal sebagai Ideologi
Negara Indonesia, yang berarti nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila menjadi citacita normatif dalam penyelenggaraan tatanan kenegaraan dan menjadi pemersatu masyarakat.
Secara luas Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia diartikan sebagai visi atau arah dari
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang menuntun pada
terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, kemanusiaan, kesadaran akan
kesatuan, kerakyatan serta menjunjung tinggi keadilan.
Sebagai dasar Negara Indonesia Pancasila juga sebagai sumber dari segala sumber
hukum di Indonesia. Artinya bahwa posisi Pancasila diletakkan pada posisi tertinggi dalam
hukum di Indonesia, meskipun Indonesia masih menggunakan hukum peninggalan Belanda
sesaat setelah Indonesia merdeka. Posisi Pancasila dalam hal ini menjadi pedoman dan arah
bagi setiap bangsa Indonesia dalam menyusun dan memperbaiki kondisi hukum di Indonesia.
Mengingat bahwa hukum terus berubah dan mengikuti perkembangan masyarakat, maka
setiap perubahan yang terjadi akan selalu disesuaikan dengan cita-cita bangsa Indonesia yang
mengacu pada Pancasila.

Indonesia merupakan negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai


landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Semua Negara pasti menginginkan
Negaranya memiliki penegak- penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan
tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani
setiap kasus hukum baik PIDANA maupun PERDATA. Namun saat ini, istilah Runcing
Kebawah Tumpul Keatas adalah istilah yang telah dipilih oleh masyarakat Indonesia untuk
menggambarkan kondisi penegakan hukum di negaranya.
Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik daripada pujian.
Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum,
kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya
hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan
berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara
bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli. Yang mempunyai jabatan, nama, kekuasaan, dan
uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun mereka telah melanggar aturan.
Masyarakat mulai beranggapan bahwa, karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak
hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan
adil.
Opini publik tersebut terus berkembang karena beberapa kasus yang seringkali
menghasilkan keputusan yang jauh dari kata adil. Salah satu contohnya adalah kasus seorang
nenek yang dituntut 5 tahun penjara dan kasus para koruptor yang yang dihukum rata-rata 2
tahun.
Seorang nenek bernama Asyani yang diduga mencuri 7 batang kayu jati milik Perum
Perhutani sempat menjadi perhatian nasional. Menurut wanita tua dari Situbondo, Jawa
Timur tersebut, kayu jati itu dulunya ditebang oleh almarhum suaminya dari lahan mereka
sendiri yang kini telah dijual. Namun, pihak Perhutani tetap mengatakan bahwa kayu jati itu
berasal dari lahan milik mereka dan bersikeras memperkarakan ulah Nenek Asyani itu.
Dikarenakan hal ini, sejak bulan JuliDesember 2015, Nenek Asyani mendekam di dalam
penjara untuk menunggu proses persidangan. Pihak pengadilan memberikan ancaman
maksimal 5 tahun penjara.
Sedangkan untuk kasus korupsi, dari tahun ke tahun, lembaga Indonesia Corruption
Watch (ICW) menyatakan bahwa hukuman koruptor semakin ringan. Berdasarkan pantauan

ICW selama Januari hingga Juni 2016, rata-rata vonis terdakwa korupsi hanya 2 tahun 1
bulan penjara. Selama periode itu, ICW mencatat ada 325 perkara korupsi dengan 384
terdakwa. Dari 325 perkara yang dipantau ICW, nilai kerugian negara yang timbul sekitar Rp
1,5 triliun (Rp 1.499.408.896.636,-) dan US$ 219.770.392 (hampir Rp 3 miliar atau Rp
2.916.353.101.840). Ada juga suap sejumlah Rp 1.025.000.000, US$272.000, SG $182.700,
yang jika ditotal sekitar Rp 6,4 miliar (Rp 6.415.030.638). Sementara jumlah denda adalah
sekitar Rp 30 miliar (Rp30.055.000.000) dan jumlah uang pengganti yang harus
dikembalikan para koruptor sekitar Rp 456 miliar (Rp 456.138.028.928).
Situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi
salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas
biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita citakan pendiri bangsa
ini . Namun mental dan moral korupsi yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak
hormat terhadap sistem hukum dan tujuan hukum bangsa Indonesia yang memiliki tatanan
hukum yang baik , sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati
diri bangsa Indonesia.
Jika dilihat dari kasus diatas, dapat disimpulkan bahwa bukan hanya pancasila yang
membangun keadilan dalam hukum. Pembangunan hukum dimulai dari pondasi dan jiwa
paradigma bangsa Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai sumber hukum Negara
memeberikan arah dan jiwa serta menjadi paradigma norma norma dalam pasal pasal UUD
1945. Cita hukum dan falsafah hidup serta moralitas bangsa yang menjadi sumber segala
sumber hukum Negara akan menjadi satu fungsi krisis dalam menilai kebijaksanaan hukum
(legal policy) atau dapat dipergunakan sebagai pardigma yang menjadi landasan perbuatan
kebijaksanaan (policy making) dibidang hukum dan perundang undangan maupun bidang
social, ekonomi, dan politik.

Daftar Rujukan

http://www.pengertianpakar.com/2015/02/pengertian-dan-sejarah-pancasila-sebagai-dasarnegara.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-fungsi-pancasila-sebagai-ideologinegara.html
http://www.spocjournal.com/hukum/422-posisi-pancasila-sebagai-landasan-hukum-diindonesia.html
http://randyrinaldi.blogspot.co.id/2013/11/bagaimana-kondisi-hukum-dan-penegakan.html
http://www.rappler.com/indonesia/144985-icw-tren-hukuman-koruptor-ringan
https://detikasia.com/7-kasus-ketidakadilan-hukum-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai