Anda di halaman 1dari 26

DISUSUN OLEH :

Anggun Nia Mulyani (13334056)

Dosen : Dra. Refdanita, MSi, Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Prospek Klinik Interaksi Obat
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun memperoleh banyak bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun
penyusun guna meningkatkan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 05 Oktober 2016

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam praktek klinik, seorang dokter akan sering menjumpai peristiwa interaksi
obat di mana aksi dari suatu obat berubah oleh karena pengaruh obat yang lain yang
diberikan secara bersamaan atau hampir bersamaan. Kepentingan untuk membahas
masalah interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan, di
mana umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan kepada pada
seorang penderita atau yang sering disebut sebagai polifarmasi. Interaksi obat tidak
selamanya merugikan, tetapi jika kemungkinan terjadi interaksi ini dan tidak diwaspadai
pada waktu memberikan obat pada pasien, maka terjadinya dampak negatif yang
merugikan akan lebih besar.
Pengaruh interaksi beberapa macam obat yang kita konsumsi secara bersamaan, atau
yang lebih dikenal dengan istilah interaksi obat, merupakan salah satu kesalahan
pengobatan yang paling banyak dilakukan saat ini. Namun, biasanya kesalahan
pengobatan karena interaksi obat jarang terungkap, karena kekurang-pengetahuan, baik
dokter, apoteker, apalagi pasien tentang interaksi obat. Jika terjadi kegagalan pengobatan,
umumnya sangat jarang dikaitkan dengan interaksi obat. Padahal kemungkinan terjadinya
interaksi obat ini cukup besar, terutama pada pasien yang mengonsumsi lebih dari 5
macam obat pada saat yang bersamaan. Pada saat ini lebih dari 25 jenis obat baru dilempar
ke pasar setiap tahunnya. Dan, tampaknya hampir mustahil jika seorang dokter atau
apoteker harus menghafalkan dan menguasai masalah interaksi obat dari sekian ribu
macam obat yang beredar sekarang ini. Oleh sebab itu. setiap pusat pengobatan modern,
apakah itu rumah sakit, puskesmas atau praktek dokter pribadi, dan juga apotek, sebaiknya
atau bahkan seharusnya memiliki akses paling tidak ke salah satu pusat data interaksi obat.
Agar berbagai macam obat yang diberikan kepada pasien dapat diperhitungkan terlebih
dahulu dengan seksama kemungkinan interaksinya.
Swamedikasi atau pengobatan sendiri yang kini banyak dilakukan juga sangat
potensial menimbulkan masalah interaksi obat. Demikian pula jika pasien berkonsultasi
dan mendapat obat dari beberapa orang dokter pada saat bersamaan. Karena itu, konsumen
harus selalu memberi tahu dokter yang mengobatinya, obat apa yang sedang
dikonsumsinya saat itu. Selain itu, pasien juga harus menginformasikan kepada dokter
apakah pada saat itu ia juga sedang mengikuti program KB tertentu, atau sedang minum

jamu

atau

suplemen

makanan

tertentu.

Agar

dokter

pemberi

resep

dapat

mempertimbangkan dan memilih obat yang akan diberikan kepada pasien, yang tidak ada
atau paling sedikit efek negatif interaksi obatnya. Konsumen juga sebaiknya tidak malas
dan tidak bosan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang berbagai obat yang
dikonsumsinya, baik obat yang diresepkan dokter ataupun obat-obat OTC (over the
counter, atau yang biasa disebut obat yang dapat dibeli bebas tanpa resep dokter).
Informasi tentang obat dan interaksi obat ini dapat ditanyakan pada dokter yang
memberikan resep, pada apoteker di apotek, atau dapat mencari sendiri di buku-buku
farmasi dan kesehatan, atau di pusat-pusat data interaksi obat yang dapat dipercaya, yang
beberapa di antaranya dapat diakses melalui internet.
Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang pertama,
interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat obat, baik melalui
penghambatan penyerapannya atau dengan mengganggu metabolisme atau distribusi obat
tersebut di dalam tubuh. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau
masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat-obat tertentu.
Risiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan
khasiat obat namun bisa pula fatal.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memahami berbagai bentuk interaksi obat
2. Memahami mekanisme interaksi obat
3. Memahami dampak klinik dari intertaksi obat
4. Mampu menelaah interaksi dan melakukan upaya untuk menghindari terjadinya
dampak yang merugikan dari interaksi obat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh
obat lain yang diberikan secara bersamaan. Kemungkinan terjadinya peristiwa interaksi
harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat atau lebih diberikan secara
bersamaan atau hampir bersamaan. Tidak semua interaksi obat membawa pengaruh yang
merugikan, tetapi beberapa interaksi justru diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan,
misalnya peristiwa interaksi antara probenesid dengan penisilin, di mana probenesid akan
menghambat sekresi penisilin di tubuli ginjal, sehingga akan memperlambat ekskresi
penisilin dan mempertahankan penisilin lebih lama dalam tubuh. Interaksi dapat membawa
dampak yang merugikan kalau terjadinya interaksi tersebut sampai tidak dikenali sehingga
tidak dapat dilakukan upaya-upaya optimalisasi. Sehingga dampak negatif dari interaksi
ini yang kemungkinan akan timbul antara lain:
Terjadinya efek samping
Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan
Tubuh kita mengenal obat sebagai zat asing. Jadi obat diuraikan oleh tubuh,
biasanya sebagai air seni atau kotoran (tinja). Banyak obat dikeluarkan tanpa perubahan
oleh ginjal dalam air seni. Obat lain harus diuraikan oleh hati kita. Enzim di hati
mengubah molekul obat, yang kemudian dikeluarkan dalam air seni atau tinja.
Waktu kita meminum pil, obat jalan dari perut ke usus dan kemudian masuk hati
sebelum mengalir ke bagian tubuh yang lain. Jika obat mudah diuraikan oleh hati, hanya
sedikit obat sampai ke tubuh.
Interaksi obat yang paling umum melibatkan hati. Beberapa obat dapat
memperlambat atau mempercepat proses enzim hati. Ini dapat mengakibatkan perubahan
besar pada tingkat obat lain dalam aliran darah, jika obat tersebut diuraikan oleh enzim
yang sama.
Beberapa obat memperlambat proses ginjal. Ini meningkatkan tingkat bahan kimia
yang biasanya dikeluarkan oleh ginjal.

Mengapa Ada Masalah dengan Makanan?


Pil apa pun yang kita minum melalui perut kita, lalu diserap dan masuk ke aliran
darah. Kebanyakan obat diserap lebih cepat jika perutnya kosong. Penyerapan lebih cepat
adalah baik untuk beberapa obat, tetapi juga dapat mengakibatkan efek samping yang
lebih berat. Beberapa obat harus dipakai dengan makanan agar diuraikan lebih lambat atau
untuk mengurangi efek samping. Beberapa obat lain melarutkan dalam lemak, sehingga
diserap lebih cepat. Oleh karena ini, ada obat yang harus dipakai dengan makanan
berlemak agar cukup diserap. Namun hal ini juga dapat mengakibatkan efek samping yang
lebih berat, misalnya untuk efavirenz.
Asam perut dibutuhkan untuk menguraikan beberapa obat. Obat ini tidak boleh
dipakai sekaligus dengan obat antiasam.
Obat Apa yang Mengakibatkan Interaksi Terbanyak?
Protease inhibitor (PI) dan NNRTI diuraikan oleh hati dan mengakibatkan banyak
interaksi.
Beberapa jenis obat lain yang kemungkinan akan menimbulkan interaksi termasuk:

Obat antijamur dengan nama yang diakhiri dengan azol (mis. flukonazol)

Beberapa antibiotik dengan nama yang diakhiri dengan misin (mis. klindamisin)

Obat antiasam simetidin

Beberapa obat yang dipakai untuk mencegah konvulsi, termasuk fenitoin dan
karbamazipin

Apakah Ada Obat Lain yang Butuh Perhatian Khusus?


Dengan beberapa obat, hanya sedikit kelebihan dapat mengakibatkan overdosis yang
berbahaya, dan jika jumlah hanya sedikit kekurangan, obat mungkin tidak berhasil. Obat
tersebut dikenal dengan indeks terapeutik yang sempit. Jika kita memakai obat jenis ini,
interaksi apa pun dapat gawat atau bahkan mematikan.
Yang harus diperhatikan termasuk:

Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati depresi

Beberapa antihistamin (antialergi)

Obat yang mengendalikan denyut jantung

Beberapa obat penawar rasa nyeri yang berasal dari opium

Kisaprid, yang meningkatkan pengeluaran air besar

Beberapa obat sedatif (penenang), termasuk triazolam

Obat pengencer darah

Metadon dan buprenorfin

Beberapa obat untuk mengobati disfungsi ereksi (mis. Viagra)

Beberapa obat untuk mengobati TB, terutama rifampisin

Obat lain yang harus diperhatikan termasuk narkoba. Belum ada penelitian yang teliti
terhadap interaksi dengan narkoba, tetapi ada laporan tentang overdosis dan kematian
diakibatkan penggunaan narkoba sekaligus dengan ARV. Untuk informasi lebih lanjut,
perempuan yang memakai pil KB sebaiknya bicara dengan dokter tentang interaksi obat.
Beberapa ARV dapat menurunkan tingkat obat KB ini, dan menyebabkan kehamilan yang
tidak diinginkan.
Tipe interaksi obat
Obat dapat mengganggu penyerapan obat lain dalam usus, peredarannya dalam darah atau
penyerapannya oleh sel.
1. Antagonisme (pertentangan) berarti bahwa satu obat menghambat atau mengurangi
dampak obat yang lain.
2. Bila dua obat bekerja sama terhadap satu sasaran untuk membuat tanggapan yang lebih
besar daripada dampaknya masing-masing, cara kerja dua obat semacam ini disebut
sinergi (1+1=lebih dari 2).
3. Bila satu obat memperkuat dampak obat lain dengan cara meningkatkan tingkat obat
yang lain tersebut dalam darah, hal ini disebut potensiasi (a+b=lebih banyak b daripada
yang biasa). Ini adalah cara kerja ritonavir bila dicampur dengan saquinavir atau
indinavir. Obat juga dapat berinteraksi di dalam tubuh waktu mereka diproses, atau
dimetabolisme.
Interaksi obat dapat menyebabkan 2 hal penting:
1. Mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat suatu obat, misalnya pada penggunaan
Norit, yang sering dipakai untuk mengurangi kembung dan diare. Norit bersifat
menyerap racun dan zat-zat lainnya di lambung, namun norit menyerap zat-zat
dilambung hampir tanpa pilih bulu, sehingga obat-obat yang diminum dalam waktu
bersamaan atau dengan rentang 3 5 jam sekitar waktu makan norit juga akan ikut

diserap oleh norit, akibatnya penyerapan obat oleh tubuh justru berkurang sehingga
efek yang diharapkan akan berkurang atau bahkan mungkin tidak akan tercapai.
Penurunan atau penyerapan obat oleh tubuh juga dapat terjadi jika kita
mengkonsumsi suatu obat tertentu bersamaan dengan obat, makanan atau suplemen
makanan yang banyak mengandung kalsium, magnesium, aluminium atau zat besi.
Mineral-mineral itu banyak terdapat pada suplemen vitamin, susu juga dalam obat
maag (antasida), mineral-mineral ini dapat bereaksi dengan beberapa obat tertentu
misalnya

antibiotika

tetrasiklin,

ciprofloxacin,

levofloxacin,

ofloxacin

dan

trovafloxacin membentuk senyawa khelat yang sukar di absorbsi atau diserap oleh
tubuh Jika ini terjadi, maka tujuan pengobatan dengan antibiotika untuk membunuh
kuman penyakit dalam tubuh akan terganggu dan mungkin tidak akan tercapai. Bila
kita tidak menyadari adanya interaksi ini bukan tidak mungkin kita akan langsung
memutuskan untuk mengganti antibiotika yang dipakai dengan antibiotika generasi
terbaru dengan alasan antibiotika sebelumnya sudah resisten.
2. Menyebabkan gangguan atau masalah kesehatan yang serius karena meningkatnya efek

samping dari suatu obat misalnya antibiotika rifampisin dapat mengurangi efektifitas
dari berbagai pil kontraseptif, sehingga ibu-ibu yang menggunakan pil KB sebaiknya
berhati-hati ketika mengkonsumsi antibiotika, ada kemungkinan pil kontrasepsinya
tidak bekerja sehingga program KB nya bisa gagal. Contoh yang lain adalah
antihistamin atau antialergi yang sering diberikan dalam obat flu atau obat batuk,
kombinasi antihistamin dengan obat-obat penenang atau obat yang bekerja menekan
sistem syaraf pusat seperti luminal dan diazepam harus dihindari, sebab kombinasi ini
dapat mengadakan potensiasi, sehingga dapat terjadi efek penekanan sistem syaraf
pusat secara berlebihan. Parasetamol diketahui punya efek samping hepatotoksik, efek
samping ini akan semakin besar bila parasetamol diberikan bersama-sama dengan
fenobarbital atau pada alkoholik berat
B. Obat Obat Yang Terlibat Dalam Peristiwa Interaksi Obat
Interaksi obat sedikitnya melibatkan 2 jenis obat yaitu:
1. Obat obyek, yakni obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi atau diubah oleh obat
lain.
Obat obat yang kemungkinan besar menjadi obyek interaksi atau efeknya
dipengaruhi oleh obat lain, umumnya adalah obat obat yang memenuhi ciri :

a. Obat obat di mana perubahan sedikit saja terhadap dosis (kadar obat) sudah akan
menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yang timbul. Secara farmakologi
obat obat seperti ini sering dikatakan sebagai obat obat dengan kurva dosis
respons yang tajam (curam; steep dose response curve).
Misalnya dalam hal ini pengurangan kadar sedikit saja sudah dapat mengurangi
manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat.
b. Obat obat dengan rasio toksis terapik yang rendah (low toxic:therapeutic ratio),
artinya antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut perbandinganya (atau
perbedaanya) tidak besar. Kenaikan sedikit saja dosis (kadar) obat sudah
menyebabkan terjadinya efek toksis.
Kedua ciri obat obyek di atas, yakni apakah obat yang manfaat kliniknya mudah
dikurangi atau efek toksiknya mudah diperbesar oleh obat presipitan, akan saling
berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Obat obat seperti ini juga sering dikenal
dengan obat obat dengan lingkup terapetik sempit (narrow therapeutic range). Obat
obat yang memenuhi ciri-ciri di atas dan sering menjadi obyek interaksi dalam klinik
meliputi:
Antikoagulansia: warfarin,
Antikonvulsansia (antikejang): antiepilepsi,
Hipoglikemika: antidiabetika oral seperti tolbutamid, klorpropamid dll,
Anti-aritmia: lidokain,prokainamid dll,
Glikosida jantung: digoksin,
Antihipertensi,
Kontrasepsi oral steroid,
Antibiotika aminoglikosida,
Obat obat sitotoksik,
Obat obat susunan saraf pusat, dan lain-lain.
2. Obat presipitan (precipitan drug), yakni obat yang mempengaruhi atau mengubah aksi
atau menimbulkan efek obat lain.
Obat obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi/efek obat lain.
Untuk dapat mempengaruhi aksi/efek obat lain, maka obat presipitan umumnya adalah
obat obat dengan ciri sebagai berikut:

a. Obat obat dengan ikatan protein yang kuat, oleh karena dengan demikian akan
menggusur ikatan-ikatan yang protein obat lain yang lebih lemah. Obat obat yang
tergusur ini (displaced) kemudian kadar bebasnya dalam darah akan meningkat
dengan segala konsekuensinya, terutama meningkatnya efek toksik. Obat obat
yang termasuk dalam kelompok obat dengan ikatan protein kuat misalnya aspirin,
fenilbutazon, sulfa dan lain lain.
b. Obat obat dengan kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer)
enzim-enzim yang memetabolisir obat dalam hati. Obat obat yang mempunyai
sifat

sebagai

perangsang

enzim

(enzyme

inducer)

misalnya

rifampisin,

karbamazepin, fenitoin, fenobarbital dan lain-lain akan mempercepat eliminasi


(metabolisme) obat obat yang lain sehingga kadar dalam darah lebih cepat hilang.
Sedangkan obat obat yang dapat menghambat metabolisme (enzyme inhibator)
termasuk kloramfenikol, fenilbutason, alopurinol, simetidin dan lain-lain,akan
meningkatkan kadar obat obyek sehingga terjadi efek toksik.
c. Obat obat yang dapat mempengaruhi/merubah fungsi ginjal sehingga eliminasi
obat obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya probenesid, obat obat golongan
diuretika dan lain-lain. Ciri-ciri obat presipitan tersebut adalah jika dilihat dari segi
interaksi farmakokinetika, terutama pada proses distribusi (ikatan protein),
metabolisme dan ekskresi renal. Masih banyak obat obat lain yang dapat bertindak
sebagai obat presipitan dengan mekanisme yang berbeda-beda.
C. Pembagian Dan Mekanisme Interaksi
Interaksi obat berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
yaitu:
1

Interaksi Farmasetik
Interaksi ini merupakan interaksi fisika-kimia di mana terjadi reaksi
fisika-kimia antara obat obat sehingga mengubah (menghilangkan) aktifitas
farmakologi obat. Yang sering terjadi misalnya reaksi antara obat obat yang dicampur
dalam cairan secara bersamaan, misalnya dalam infus atau suntikan. Campuran
penisilin (atau antibiotika -laktam yang lain) dengan aminoglikosida dalam satu
larutan tidak dianjurkan. Walaupun obat obat ini pemakaian kliniknya sering
bersamaan, jangan dicampur dalam satu suntikan. Beberapa tindakan hati-hati
(precaution) untuk menghindari interaksi farmasetik ini mencakup, jangan memberikan

suntikan campuran obat kecuali kalau yakin betul bahwa tidak ada interaksi antar
masing-masing obat.
Dianjurkan sedapat mungkin juga menghindari pemberian obat bersama-sama
lewat infus. Selalu perhatikan petunjuk pemberian obat dari pembuatnya (manufacturer
leaflet), untuk melihat peringatan-peringatan pada pencampuran dan cara pemberian
obat (terutama untuk obat obat parenteral misalnya injeksi infus dan lain-lain).
Sebelum memakai larutan untuk pemberian infus, intravena atau yang lain, harus
perhatikan bahwa tidak ada perubahan warna, kekeruhan, presipitasi dan lain-lain dari
larutan. Sediaan intravena sebaiknya disiapkan jika diperlukan, Jangan menimbun
terlalu lama larutan yang sudah dicampur, kecuali untuk obat obat yang memang
sudah tersedia dalam bentuk larutan seperti metronidazol , lidakoin dan lain-lain. Botol
ifus harus selalu diberi label tentang jenis larutannya, obat obat yang sudah
dimasukkan, termasuk dosis dan dan waktunya. Jika harus memberi per infus dua
macam obat, berikan lewat 2 jalur infus, kecuali kalau yakin tidak ada interaksi.
2

Interaksi famakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi bila obat presipitan mempengaruhi atau
mengubah proses absorpsi, distribusi (ikatan protein), metabolisme, dan ekskresi dari
obat obat obyek. Sehingga mekanisme interaksi inipun dapat dibedakan sesuai
dengan proses-proses biologik (kinetik) tersebut.
a. Interaksi dalam proses absorpsi
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya,
1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat obat seperti
morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat
obat lain.
2. Tingkat pengikatan molekul obat obat tertentu oleh senyawa logam sehingga
absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak
diabsorpsi. Misalnya tingkat pengikatan

antara tetrasiklin dengan senyawa-

senyawa logam berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.


3. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat obat tertentu, misalnya: umumnya
antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan.
b. Interaksi dalam proses distribusi

Interaksi dalam proses distribusi terjadi terutama bila obat obat dengan
ikatan protein yang lebih kuat menggusur obat obat lain dengan ikatan protein
yang lebih lemah dari tempat ikatannya pada protein plasma. Akibatnya maka kadar
obat bebas yang tergusur ini akan lebih tinggi pada darah dengan segala
konsekuensinya, terutama terjadinya peningkatan efek toksik. Sebagai contoh,
misalnya meningkatnya efek toksik dari antikoagulan warfarin atau obat obat
hipoglikemik (tolbutamid, klorpropamid) karena pemberian bersamaan dengan
fenilbutason, sulfa atau aspirin. Hampir sama dengan interaksi ini adalah dampak
pemakaian obat obat dengan ikatan protein yang tinggi pada keadaan malnutrisi
(hipoproteinemia). Karena kadar protein rendah, maka obat obat dengan ikatan
protein yang tinggi akan lebih banyak dalam keadaan bebas karena kekurangan
protein untuk mengikat obat sehingga dengan dosis yang sama akan memberikan
kadar obat bebas yang lebih tinggi dengan akibat meningkatnya efek toksik.
Disamping itu interaksi dalam proses distribusi dapat terjadi bila terjadi perubahan
kemampuan transport atau uptake seluler suatu obat oleh karena obat obat lain.
Misalnya obat obat antidepresan trisiklik atau fenotiasin akan menghambat
transport aktif ke akhiran saraf simpatis dari obat obat antihipertensif (guanetidin,
debrisokuin), sehingga mengurangi/menghilangkan efek antihipertensi.

c. Interaksi dalam proses metabolisme

Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan,


yaitu Pemacuan enzim (enzyme induction) Suatu obat (presipitan) dapat memacu
metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut.
Kenaikan kecepatan eliminasi (pembuangan atau inaktivasi) akan diikuti dengan
menurunnya kadar obat dalam darah dengan segala konsekuensinya. Obat obat
yang dapat memacu enzim metabolisme obat disebut sebagai enzyme inducer.
Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni:
Rifampisin
Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
Dari berbagai reaksi metabolism obat, maka reaksi oksidasi fase I yang
dikatalisir oleh enzim sitokrom P-450 dalam mikrosom hepar yang paling banyak
dan paling mudah dipicu. Penghambatan enzim (enzyme inhibitor).

Metabolisme suatu obat juga dapat dihambat oleh obat lain. Obat obat yang
punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal
sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan
metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengan segala
konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat obat yang
dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat adalah:
Kloramfenikol
Isoniazid
Simetidin
Propanolol
Eritromisin
Fenilbutason
Alopurinol, dll.
Tergantung dari jenis obat obyek yang mengalami interaksi, yakni terutama
obat dengan lingkup terapi yang sempit, maka interaksi metabolisme dapat
membawa dampak merugikan. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa:
Pemacuan enzim akan berakibat kegagalan terapi, karena kadar optimal tidak
tercapai.
Penghambatan enzim akan berakibat mengingkatnya kadar obat melampaui
ambang toksik, sehingga efek toksik meningkat
Contoh-contoh interaksi dalam metabolisme baik berupa pemacuan enzim atau
penghambatan enzim ditampilkan
d. Interaksi dalam proses ekskresi
Interaksi obat atau metabolitnya melalui organ ekskresi terutama ginjal dapat
dipengaruhi oleh obat obat lain. Yang paling dikenal adalah interaksi antara
probenesid dengan penisilin melalui kompetisi sekresi tubuli sehingga proses sekresi
penisilin terhambat, maka kadaar penisilin dapat dipertahankan dalam tubuh.
Interaksi probenesid dan penisilin adalah contoh interaksi yang menguntungkan
secara terapetik. Klinidin juga menghambat sekresi aktif digoksin dengan akibat
peningkatan kadar digoksin dalam darah, kira-kira sampai 2 kali, sehingga terjadi
peningkatan kejadian efek toksik digoksin. Salisilat menghambat sekresi aktif

metotreksat. Obat obat diuretika menyebabkan retensi lithium karena hambatan


pada proses ekskresinya. Furosemid juga dapat meningkatkan efek toksik ginjal dari
aminoglikosida,kemungkinan oleh karena perubahan ekskresi aminoglkosida.

3. Interaksi farmakodinamik
Pada interaksi farmakokinetik terjadi perubahan kadar obat obyek oleh karena
perubahan pada proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Pada
interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat obyek dalam darah. Tetapi
yang terjadi adalah perubahan efek obat obyek yang disebabkan oleh obat presipitan
karena pengaruhnya pada tempat kerja obat . Interaksi farmakodinamik dapat
dibedakan menjadi Interaksi langsung (direct interaction) dan interaksi tidak langsung
(indirect interaction). Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja
pada tempat atau reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi
dengan hasil efek akhir yang sama atau hampir sama. Sedangkan interaksi tidak
langsung terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek, tetapi
efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek.

Obat objek

Obat

Mekanisme

Akibat klinik

Solusi

Digoksin

presipitan
Furosemida

interaksi
Peningkatan

Furosemid

Penambahan

ekskresi

menyebabkan

diuretic

kalium dan

gangguan

hemat kalium

magnesium

keseimbangan

dan

sehingga

elektrolit

pengukuran

mempengaruhi sehingga

kadar kalium

kerja jantung.

mempengaruhi

dan

digiksin yang

magnesium

menyebabkan

dalam darah.

aritmia.

Warfarin

Salisilat

Aspirin

Efek koagulan

Diberikan

menghambat

meningkat

jarak waktu

agregasi

sehingga resiko

pemakaian

trombosit

pendarahan

sehingga

meningkat.

menyebabkan
terhambatnya
pembentukan
thrombus
terutama
ditemukan
pada system
arteri
3.1. Interaksi Obat dengan Makanan
Pada interaksi jenis ini efek suatu obat akan dipengaruhi oleh makanan atau
minuman. Interaksi jenis ini tidak mudah dikelompokkan, tetapi lebih mudah
diperkirakan dari efek farmakologi obat yang dipengaruhi. Dalam hal ini makanan atau
minuman dapat memberikan efek sinergisme ataupun antagonis ( berlawanan ). Akibat
dari interaksi jenis ini adalah terjadinya peningkatan efek samping karena terjadinya
peningkatan obat atau manfaat obat dapat berkurang bahkanmenghilang jika makanan
atau minuman yang dikonsumsi memberikan efek antagonis terhadap obat. Gunakan
obat berikut ini satu jam sebelum atau dua jam sesudah makan untuk mencegah
interaksi yang mungkin menurunkan efek obat:
Interaksi obat dengan makanan dapat terjadi karena:
Penundaan absorbsi karena perubahan pH lambung
Perubahan motilitas usus
Pengetahuan mengenai pengaruh obat terhadap makanan terhadap kerja obat
masih sangat kurang. Karena itu, pada banyak bahan obat, masih belum jelas
bagaimana pengaruh pemberian makanan pada saat yang sama terhadap kinetika obat.
Pada sejumlah senyawa makanan menyebabkan penundaan absorbsi karena perubahan
harga pH dalam lambung serta motilitas usus. Misalnya, tuberkulostatika rifampisisn
dan isoniazid, absorpsinya ditunda dan diabsorpsi dalam jumlah lebih kecil pada

pemakaian setelah makan dibandingkan dengan apabila obat-obat ini digunakan pada
waktu lambung kosong.
1.

Kinidin

(Cardioquin,

Duraquin,

Quinaglute

Dura-Tabs,

Quinidex Extentabs, Quinora)


Kinidin digunakan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak beraturan.
Makanan beralkali; seperti: amandel, susu mentega, kastanye, sari buah jeruk,
kelapa, kepala susu, buah-buahan (kecuali jagung, miju-miju); dapat meningkatkan
efek kinidin. Dengan peningkatan efek tersebut dapat mengakibatkan kemungkinan
terjadinya efek samping merugikan karena terlalu banyak kinidin disertai gejala
jantung berdebar, atau denyut jantung tidak teratur, pusing, sakit kepala, telinga
berdenging, dan gangguan penglihatan.
2.

Golongan Teofilin
Obat asma golongan Teofilin bekerja sebagai stimulant system saraf pusat dengan
cara melebarkan jalan udara dan memudahkan pernapasan penderita asma. Makanan
yang mengandung kofein dapat meningkatkan efek obat asma karena makanan
berkofein dapat menstimulasi system saraf pusat sehingga menyebabkan terjadinya
rangsangan berlebihan. Akibatnya mungkin terjadi efek samping merugikan karena
terlalu banyak teofilin (rangsangan berlebih), disertai gejala mual, pusing sakit
kepala, mudah tersinggung, tremor, insomnia, takikardia, denyut jantung tidak
teratur, dan mungkin terjadi serangan. Contoh makanan yang merupakan sumber
kofein adalah: kopi, teh, kola dan minuman ringan, coklat, beberapa pil pelangsing
yang dijual bebas, sediaan untuk flu/batuk; nyeri; dan sakit yang mengganggu akibat
haid.

3.

Tetrasiklin adalah antibiotik yang digunakan untuk melawan


infeksi. Absorpsi tetrasiklin akan berkurang oleh ion logam bervalensi banyak
(misalnya kalsium, magnesium atau ion besi) serta kloestiramin. Tetrasiklin akan
membentuk khelat dengan logam, sehingga pemberiannya tidak boleh bersamaan
dengan pemberian susu dan produknya, antasida, atau ferrous sulfate. Untuk
menghindari pengendapan dalam gigi atau tulang yang sedang berkembang,
tetrasiklin harus dihindarkan bagi ibu hamil, dan anak-anak dibawah usia 8 tahun
karena tetrasiklin dapat langsung terikat pada kalsium dan mengakibatkan pendaran
(fluorescence, pemudaran warna, dan displasia enamel. Obat juga dapat tersimpan
dalam tulang dan mengakibatkan kelainan bentuk atau hambatan pertumbuhan.

4.

Litium

Litium digunakan untuk menaggulangi beberapa gangguan jiwa yang berat.


Makanan berkadar garam rendah dapat meningkatkan efek litium, sedangkan yang
berkadar garam tinggi dapat menurunkan efek litium.
Makanan yang terlalu sedikit mengandung garam dapat menimbulkan keracunan
litium dengan gejala pusing, mulut kering, lemah, bingung, tak bertenaga,
kehilangan selera makan, mual, nyeri perut, nanar, dan bicara tidak jelas.
3.2. Interaksi Obat pada Kasus khusus
Interaksi obat pada kasus khusus misalnya pada kasus kardiovaskuler. Obat
kardiovaskular secara umum terbagi menjadi obat gagal jantung, antiaritmia,
antiangina, antihipertensi dan hipolipidemik. Golongan obat kardiovaskular oleh dokter
penulis resep obat oral kardiovaskular pada 138 sampel di apotek x adalah golongan
obat ACE Inhibitors, golongan -Blocker, golongan Ca Antagonis, Golongan Diuretik
dan Digoxin. Frekuensi terbesar dan merek dagang yang berjumlah paling banyak
digunakan dalam sampel adalah golongan ACE Inhibitor, hal ini seiring dengan
cakrawala pengobatan gagal jantung mulai berubah setelah melalui penelitian klinis
lebih dari 15 tahun ACE Inhibitor yang ditemukan oleh Cushman dan Ondetti pada
tahun 1977, tidak saja bermanfaat sebagai obat untuk hipertensi, tapi juga efektif untuk
pengobatan gagal jantung.
Interaksi antara Capoten yang berisi captopril golongan ACE Inhibitor dengan
KSR yang mengandung Kalium. Kejadian hiperkalemia ini dapat diminimalisasi
dengan menghentikan pemberian diuretik atau dengan memberikan Natrium satu
minggu sebelum pengobatan dengan ACE Inhibitor. Penghambat ACE ini mengurangi
pembentukan Angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi natrium dan air, serta retensi kalium.
Bila obat ini diberikan bersama obat diuretik hemat kalium atau suplemen kalium akan
meningkatkan resiko terjadinya hiperkalemia.
Interaksi yang terjadi karena adanya efek farmakologi obat yang berlawanan.
Misalnya Furosemide adalah diuretik yang dapat berperan sebagai antihipertensi
berawal dari efeknya meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air sehingga
mengurangi volume plasma dan cairan ekstra sel. Tekanan darah akan menurun akibat
berkurangnya curah jantung. Teronac yang mengandung mazindol adalah obat
adrenergik yang bekerja secara tidak langsung artinya menimbulkan efek adrenergik
melalui penglepasan Norepinefrin yang tersimpan dalam ujung syaraf, mazindol

merangsang susunan syaraf pusat yang dapat meningkatkan denyut jantung dan
kekuatan kontraksi. Sehingga bila kedua obat ini diberikan secara bersamaan akan
menyebabkan terjadinya efek yang berlawanan.
Obat objek
Captopril

Obat
presipitan
Kalium

Mekanisme

Akibat klinik

Solusi

interaksi
Hiperkalemia

memberikan

golongan ACE

Natrium satu

Inhibitor

minggu
sebelum
pengobatan
dengan ACE
Inhibitor.

BAB III

PEMBAHASAN

Contoh interaksi obat dalam proses absorbsi


Obat Objek

Obat presipitan

Mekanisme

efek yang

Solusi

Fe

Antasid

interaksi
Perubahan

terjadi
Penurunan

Diberikan jarak

(diabsorbsi

(mengurangi

pH cairan

absorpsi Fe

waktu pemberian

paling baik

keasaman

saluran cerna

jika cairan

lambung)

obat yang
berinteraksi

lambung

minimal 2 jam

sangat asam)
Digoksin
Metoklopramid

Perubahan

(sukar larut

motilitas usus absorpsi

(memperpendek

dalam cairan waktu

Penurunan
digoksin

Diberikan jarak
waktu pemberian
obat yang

saluran

pengosongan

berinteraksi

cerna)

lambung)

minimal 2 jam

Contoh interaksi obat dalam proses distribusi


Obat Objek

Obat

Mekanisme

Efek yang
terjadi
Hipoglikemia

Solusi

Tolbutamid

Presipitan
Fenilbutazon

Penggusuran

(ikatan

(dapat

ikatan protein

antikoagulan

protein 96%)

menggeser

tolbutamid oleh

diperkecil.

antikoagulan

fenilbutazon

Dosis

oral dari
ikatannya
dengan
albumin
plasma)

Warfarin

Fenilbutazon

Penggusuran

Perdarahan

Dosis

(ikatan

(dapat

ikatan protein

antikoagulan

protein 99%)

menggeser

(ada mekanisme

diperkecil.

antikoagulan

dinamik lain)

oral dari
ikatannya
dengan
albumin
plasma)

Contoh-contoh interaksi pada proses metabolisme


Obat Objek

Obat

Mekanisme

Akibat

Solusi

warfarin

Presipitan
Fenobarbital

Mempercepat

Klinik
Penurunan

Dosis warfarin

(banyak

(larut lemak dan metabolisme

efek

diperbesar 2- 10

disimpan di

dapat

antikoagulan

kali, tetapi jika

hati)

menginduksi

fenobarbital

sintesis enzim

dihentikan, dosis

metabolisme di

warfarin diturunkan

hati dan mukosa

kembali.

Estradiol

warfarin.

saluran cerna)
Rifampisin

Mempercepat

Kegagalan

Diberikan jarak

(menginduksi

metabolisme

kontrasepsi

waktu pemakaian.

sintesis enzim

estradiol.

metabolisme di
hati dan mukosa
saluran cerna)

Interaksi obat pada proses ekskresi


Obat objek

Obat

Mekanisme

presipitan

interaksi

Akibat klinik

Solusi

Digoksin

Kinidin,(dapat Menghambat Menurunkan

Menurunkan

(ekskresi

menghambat

sekresi aktif

sekresi digoksin di

dosis

melalui

p-glikoprotein

di tubuli

tubulus ginjal dan

digoksin

ginjal)

yaitu

ginjal

menaikkan

menjadi

transporter di

absorbsi di usus

separuhnya.

usus dan

halus, sehingga

tubulus ginjal)

efek digoksin

Metotreksat

Salisilat

meningkat
Menghambat kadar metotreksat

Dosis

(diekskresi

(ekskresi

sekresi aktif

tinggi, sehingga

metotreksat

hanya

dalam bentuk

di tubuli

toksisitas hebat

diturunkan.

melalui

metabolitnya

ginjal

(juga akibat

ginjal)

melalui

kerusakkan ginjal

ginjal)

oleh AINS)

Contoh obat yang berinteraksi dengan makanan.


Obat objek
Tetrasiklin

Obat

Mekanisme

Akibat klinik

Solusi

presipitan
Kalium,

interaksi
Membentuk

Kalsium

kelat dengan

sampai 2

logam.

jam setelah

Pendarahan

Diberikan 1

makan.

A. Dampak Klinik Interaksi Obat


Secara teoritis banyak sekali interaksi yang mungkin terjadi dengan mekanisme yang
telah diuraikan di muka. Namun demikian, tidak semuanya memberikan dampak klinik
yang penting. Dampak klinik akan sangat tergantung
pada ciri-ciri obat obyek. Jika profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari
obat obyek. Di mana perubahan sedikit kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar
terhadap efek obat, maka setiap perubahan kadar karena interaksi obat akan memberikan
perubahan efek yang sangat berarti.

Obat obat dengan resiko toksik terapetik yang rendah (low toxic:therapeutic
ratio), atau sering dikenal juga sebagai obat dengan lingkup terapi sempit. Di samping
kedua hal di atas, makna klinik interaksi obat juga akan sangat tergantung kepada jenis
dari efek yang terjadi, terutama untuk interaksi farmakodinamik, yakni apabila efek obat
obyek yang mengalami perubahan tersebut merupakan efek farmakologik utama/penting
terhadap timbulnya efek terapetik maupun efek toksik dari obat. Misalnya perubahan
sedikit saja dari efek antikoagulasi, bisa terjadi perdarahan atau kegagalan antikoagulasi
yaitu meningkatnya efek toksik baik disertai dengan meningkatnya kadar obat obyek atau
tidak dan dapat pula terjadi kegagalan efek terapetik.
Mekanisme interaksi farmakokinetik dan farmakodinamik tidak selamanya berdiri
sendiri-sendiri. Adakalanya interaksi tersebut terjadi karena kedua mekanisme tersebut,
sehingga untuk ini yang penting adalah mengevaluasi/mengobservasi efek yang terjadi.
Sebagai contoh interaksi antara aspirin dengan obat obat hipoglikemik atau dengan
antikoagulan warfarin. Disamping interaksi kinetik pada ikatan protein, juga ada interaksi
dinamik yang memperberat efek yang terjadi.
B. Upaya Menghindari Dampak Negatif
Tindakan berhati-hati atau kewaspadaan diperlukan untuk menghindari dampak
negatif dari interaksi obat. Berikut ini adalah upaya upaya untuk menghindari dampak
negatif dari interaksi obat:
1.

Hindari semaksimal mungkin pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali


jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan
gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya. Misalnya:
pengobatan tuberkulosis,
pengobatan infeksi berat seperti sepsis, dan lain-lain

2.

Jika memang harus memberikan obat gabungan (lebih dari satu) bersamaan,
yakinkan bahwa tidak ada interaksi yang merugikan, baik secara kinetik atau dinamik

3.

Kenalilah sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat


obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.

4.

Jika ada interaksi segera lakukan tindakan-tindakan: Apakah perlu


pengurangan dosis obat obyek, Atau dapatkah obat obyek atau obat presipitan diganti

5.

Evaluasi efek sesudah pemberian obat obat secara bersamaan untuk menilai
ada tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat .

6.

Ikutilah sedini mungkin pemakaian obat secara bersamaan bila ternyata ada
efek samping atau efek toksik yang timbul.Beberapa interaksi yang pernah dilaporkan
mempunyai anti klinik.

BAB IV
KESIMPULAN
Interaksi obat tidak lepas dari kenyataan kebiasaan dalam praktek pengobatan, di mana
umum sekali untuk memberikan obat lebih dari satu secara bersamaan kepada pada seorang
penderita atau yang sering disebut sebagai polifarmasi. Interaksi obat tidak selamanya
merugikan, tetapi jika kemungkinan terjadi interaksi ini dan tidak diwaspadai pada waktu
memberikan obat pada pasien, maka terjadinya dampak negatif yang merugikan akan lebih
besar.
Dampak klinik dari interaksi obat sangat tergantung pada ciri-ciri obat obyek. Jika
profil hubungan dosis (kadar) dengan respons dari obat obyek. Di mana perubahan sedikit
kadar atau jumlah obat akan berpengaruh besar terhadap efek obat, maka setiap perubahan
kadar karena interaksi obat akan memberikan perubahan efek yang sangat berarti.

DAFTAR PUSTAKA
Mutschler, E., 1985, Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi, 88-93, Penerbit ITB,
Bandung
Farmakologi Dan Terapi Edisi Kelima 1995, Fakultas Kedokteran UI jakarta
Jurnal Kedokteran Medicinal Vol. 3, No. 01 Januari 2002
Sulistia, dkk, 2007, Famakologi dan Terapi, 862-872, UI Press, Jakarta
Richard Harkness, interaksi obat, penerbit ITB, bandung

Anda mungkin juga menyukai