Anda di halaman 1dari 86

Skripsi

PERILAKU MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT INFEKSI SALURAN


PERNAPASAN AKUT DI DESA HARUBALA KECAMATAN ILE BOLENG
KABUPATEN FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TAHUN 2013

AGNES EVENIA BULU BOLEN


0910018

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)

BAGIAN PROMOSI KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIK)
YAYASAN PENDIDIKAN TAMALATEA
MAKASSAR
2014

Agnes Evenia|1

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Infeksi Saluran


Pernapasan Akut Di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores
Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013 ini telah dipertahankan di
hadapan tim penguji dan disetujui oleh pembimbing untuk diperbanyak sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(S.K.M) pada bagian Promosi Kesehatan (PROMKES) Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar.

Tim Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. dr. H. Muhammad Syafar., MS

Ir. H. A. Baso Basri., MM

Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea

Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa., MS

Agnes Evenia|2

LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI


Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji dan disetujui oleh
pembimbing untuk diperbanyak sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M) pada bagian Promosi Kesehatan
(PROMKES) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar yang
berlangsung pada hari Sabtu, 24 Mei 2014.

Makassar, Mei 2014

Tim Penguji

1. Prof. Dr. dr. H. Muhammad Syafar., MS

Ketua

(..................................)

2. Ir. H. A. Baso Basri.,MM

Sekretaris

(..................................)

3. Prof. Dr. dr. HM. Rusli Ngatimin., MPH

Anggota

(..................................)

4. Eha Sumantri, S.K.M., M.Kes

Anggota

(..................................)

5. Bahar. J, S.K.M., M.Kes

Anggota

(..................................)

Agnes Evenia|3

ABSTRAK

Agnes Evenia Bulu Bolen/0910018


Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di
Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores Timur Provinsi
NTT Tahun 2013 (dibimbing oleh H. Muhammad Syafar dan Andi Baso
Basri).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri atau virus yang masuk ke saluran nafas yang ditularkan melalui darah, air
ludah, udara dan bersin. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak
mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan kematian. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh aspek perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit ISPA. Aspek perilaku yang dimaksud adalah aspek
pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat terhadap upaya pencarian
pengobatan penyakit ini.
Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang perilaku masyarakat
tentang penyakit ISPA di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores
Timur. Jenis penelitian digunakan Kualitatif agar bisa mendapatkan data yang
lengkap dan mendalam dimana informasi diperoleh dengan metode Purposive
Sampling.
Hasil penelitan diperoleh bahwa pengetahuan informan tentang penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut masih dalam tingkat tahu di mana informan hanya
mampu menyebutkan apa saja yang pernah mereka lihat dan rasakan tanpa
mampu menjelaskan secara mendalam tentang penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut tersebut. Sikap informan tentang penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut sudah bisa menunjukkkan sikap yang bertanggung jawab dengan
adanya kemauan untuk menolong dan menganjurkan penderita ISPA untuk
berobat serta memberikan motivasi untuk kesembuhan penderita. Sedangkan
tindakan informan terhadap pengobatan penyakit ISPA belum mengandalkan
pengobatan secara medis karena menganggap penyakit ISPA adalah penyakit
yang tidak berbahaya.
Hasil penelitian diharapkan agar pihak-pihak yang berwenang lebih meningkatkan
penyuluhan di masyarakat tentang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
dengan menggunakan media yang lebih memudahkan masyarakat untuk lebih
mengerti dan memahami tentang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut serta
masyarakat sendiri juga diharapkan untuk bisa meluangkan waktu untuk
mengikuti penyuluhan jika diadakan dimanapun kegiatan itu dilangsungkandalam
upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat akan permasalahan ISPA sehingga
masyarakat bisa mengambil sikap dan tindakan dalam mencegah terjadinya
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Terhadap ISPA

Agnes Evenia|4

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih yang sangat besar peneliti panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya bagi peneliti,
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perilaku Masyarakat
Tentang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa Harubala Kecamatan
Ile Boleng Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan
baik. Skripsi yang telah disusun diperuntukan sebagai salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada program Studi
Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Pendidikan
Tamalatea Makassar.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan baik cara penulisan maupun penyusunannya baik kekurangan khazanah
ilmu pengetahuan maupun kekurangan mengenai penulisan karya ilmiah, sehingga
hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Namun semua kesulitan dan
kekurangan ini bisa penulis lewati berkat bantuan dari semua kalangan. Untuk itu
perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang tulus kepada orang
tua Ayahanda Aloysius Resi Ola dan Ibunda Rosa Kewa Boro yang telah
mengasuh, membesarkan dan membantu dengan doa dan moril serta materi
selama melaksanakan kuliah. Dan terima kasih juga buat Nana Ara Ola sek,
saudara dan saudariku tersayang Donata Tuli, Eman Tokan, Elyas Taran, Gerson
Goran, Herman Yoseph, iparku tercinta Yustina, Essy, Itta, Kristina dan juga
keponakanku tersayang Elrin Ola, Ranny Bolen, Rinno Ola dan Rinny Meme Dai

Agnes Evenia|5

yang telah memberikan semangat dan motivasi dengan penuh kasih sayang
sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah di STIK Tamalatea Makassar selama
empat tahun lebih.
Pada kesempatan ini pula, perkenankan penulis menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak H. Rahmat Haris, S.E. Selaku Ketua Yayasan Pendidikan Tamalatea
Makassar yang telah menyediakan sarana dan prasarana pendidikan.
2. Bapak Drs. Lasanada, M.M. selaku Ketua STIK TM, Bapak dan Ibu Pembantu
Ketua I, II, dan III serta seluruh staf pegawai yang telah membantu penulis
selama mengikuti pendidikan.
3. Bapak Drs. Muhammad Rifai, M.Pd selaku Ketua bagian Promosi Kesehatan
4. Bapak Prof. Dr. dr. H. Muh. Syafar, MS selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Ir. A. Baso Basri, MM selaku Pembimbing II yang telah membimbing
dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan di STIK Tamalatea
Makassar dan yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam
membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal hingga akhir
penulisan skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. dr. HM. Rusli Ngatimin, MPH selaku penguji I.
7. Ibu Eha Sumantri, S.K.M., M.Kes selaku penguji II.
8. Bapak Bahar J., S.K.M., M.Kes selaku penguji III.
9. Segenap Kelembagaan Intern dan Ekstern Mahasiswa STIK Tamalatea.

Agnes Evenia|6

10. Bapak Gubernur Sulawesi Selatan, c.q Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah beserta Stafnya yang telah memberikan Rekomendasi
Penelitian.
11. Bapak Bupati Flores Timur dan Kesbang, Pol-Linmas yang telah memberikan
izin penelitian.
12. Bapak Kepala Desa Harubala dan segenap responden yang telah menerima
dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.
13. Ucapan terima kasih dan cinta kepada Erik Lewokeda.
14. Ucapan terima kasih juga kepada Wilfrida Mauk, Ronal Kabelen, Ichad
Bram Piran, Eno Hayon, Hasyim Ama Lamapaha, Watty Lamanepa, Dolar
Kiwan, Karly Watokolah, Nilam Fauziah dan semua teman yang tidak sempat
saya sebutkan semuanya.
15. Terima kasih kepada teman-teman Pondok Nonongan yang selalu ada dalam
suasana suka maupun duka sepanjang perkuliahan.
16. Terima kasih teman-teman seperjuangan dan teman-teman PBL posko XIII
Desa Barabatu, Kab. Pangkep, Makassar, teman-teman KKLP posko V Desa
Lasiwala, Kab. Sidrap, Makassar.

Makassar, April 2014

Penulis

Agnes Evenia|7

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perilaku
B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan
C. Tinjauan Umum Tentang Sikap
D. Tinjauan Umum Tentang Tindakan
E. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Pencarian Pengobatan
F. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
H. Kerangka Konsep

Agnes Evenia|8

I. Definisi Konseptual
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitan
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
C. Cara Penentuan Informan
D. Metode Pengumpulan Data
E. Pengolahan dan Penyajian Data
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Agnes Evenia|9

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Pedoman Wawancara

2.

Karakteristik Informan

3.

Content Analysis

A g n e s E v e n i a | 10

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2025,
pemerintah telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang
kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2M) baik
yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek
lingkungan kegiatan pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara
berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup
adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta
anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian
tersebut terdapat di Negara berkembang, dimana pneumonia merupakan salah
satu penyebab utama kematian dengan membunuh 4 juta anak balita setiap
tahun (Depkes 2000 dalam Asrun 2006).
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu
menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita.
Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di
Rumah Sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005
menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di
Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim,
2008).

A g n e s E v e n i a | 11

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut


berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim, 2007).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang kemudian disingkat menjadi
ISPA memiliki pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya
organisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan penyakit; Saluran Pernapasan adalah organ mulai dari hidung
hingga alveoli beserta organ adneksa-nya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura; dan Infeksi Akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan
14 hari untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari
14 hari (Depkes. RI, 1998).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang
terdapat pada saluran nafas atas maupun saluran nafas bagian bawah. Penyakit
ini dapat menyerang semua umur, tetapi bayi dan balita paling rentan
terinfeksi penyakit ini. Sebagian dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat
ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak-anak akan menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik sehingga dapat mengakibatkan
kematian.

A g n e s E v e n i a | 12

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara


maju maupun di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia. Berdasarkan
hasil Riskesdas tahun 2007 didapatkan prevalensi nasional ISPA di Indonesia
adalah sebesar 25,5%.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat ditularkan melalui air ludah,
darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh
orang sehat ke saluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada saat cuaca dingin.
ISPA yang berlanjutan dapat menjadi pneumonia. Hal ini sering terjadi pada
anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan keadaan lingkungan yang
kurang bersih.
Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis cepat
tidak selalu tersedia, maka etiologi ISPA kadang tidak diketahui dengan
segera. Dengan demikian, fasilitas pelayanan kesehatan terutama Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai lini pertama dalam menghadapi
tantangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien ISPA dengan etiologi
dan pola penularan yang diketahui ataupun tidak diketahui. Penting bagi
petugas kesehatan untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang tepat saat menangani pasien ISPA untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya penyebaran infeksi pada orang lain terutama kepada orang-orang
terdekat, petugas kesehatan, pasien maupun pengunjung.

A g n e s E v e n i a | 13

Tingginya kasus ISPA dapat menyebabkan burden of disease, dalam


hal ini penurunan tingkat ekonomi dan disabilitas fungsional dapat terjadi di
masyarakat. Beberapa kasus ISPA juga dapat menyebabkan kejadian luar
biasa dengan angka mortalitas dan mordibitas yang tinggi, sehingga
menyebabkan kondisi darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi
masalah internasional.
Dengan menyadari pentingnya penanggulangan ISPA di Indonesia
maka penting bagi para petugas kesehatan untuk menggalang program dalam
menanggulangi masalah kesehatan tersebut. Untuk itu, sebaiknya program
pengendalian kasus ISPA dimulai dari tingkat primer seperti di Puskesmas.
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh
(preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) yang terpadu kepada masyarakat
di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, sudah selayaknya
fungsi dan peran Puskesmas merupakan ujung tombak dalam pelayanan
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembinaan secara
terus menerus, berkesinambungan, terarah, terpadu dan terpantau kepada
semua petugas kesehatan dan bila perlu bagi masyarakat.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai di
Puskesmas Ile Boleng sepanjang tahun 2012. Terdapat 1149 penderita dengan
angka kejadian sebesar 35%. Kejadian ISPA yang banyak terjadi di

A g n e s E v e n i a | 14

masyarakat, khususnya di Desa Harubala dipengaruhi oleh beberapa faktor


yakni perilaku, pengetahuan, sikap dan tindakan. Pentingnya pencegahan
untuk terhindari penyakit ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi
dan pengetahuan tentang penyakit ISPA tersebut sehingga masyarakat dapat
melakukan pola hidup bersih dan sehat.
Penyempurnaan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan telah
dilaksanakan dengan menambah jumlah fasilitas kesehatan seperti Rumah
Sakit dan Puskesmas. Pada periode 2007 sampai 2011, pertumbuhan
Puskesmas di Indonesia terus meningkat, dari 2683 unit menjadi 3019 unit
pada tahun 2011 (Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011). Demikian
juga di propinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2011, jumlah Puskesmas
sebanyak 341 unit dengan rincian jumlah Puskesmas Perawatan 140 unit dan
Puskesmas Non Perawatan 201 unit (Profil Data Dinas Kesehatan Propinsi
NTT tahun 2011).
Penambahan jumlah fasilitas kesehatan tersebut, diharapkan bisa
menjangkau dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.
Namun di sebagian masyarakat, kenyataannya sarana kesehatan seperti
puskesmas maupun rumah sakit belum dijadikan sebagai tempat yang baik dan
tepat untuk berobat sekaligus untuk menyembuhkan penyakitnya. Kalaupun
masyarakat menggunakan atau datang berobat di sarana kesehatan tersebut,
selalu terlambat atau sudah dalam keadaan yang sangat parah.

A g n e s E v e n i a | 15

Upaya pencarian pengobatan ini merupakan salah satu gambaran


perilaku

pencarian

pengobatan

secara

keseluruhan

yang

dapat

menggambarkan tingkat pengetahuan terhadap sarana kesehatan yang ada.


Selain menggunakan sarana kesehatan, ada juga penderita penyakit ISPA
misalnya yang memilih pengobatan tradisional sehingga hal ini menjadi salah
satu penghambat terciptanya perilaku sehat dalam masyarakat.
Dalam konteks tersebut, pencarian pengobatan masyarakat yang
kontruktif menuju sistem pelayanan kesehatan modern ikut menentukan
keberhasilan pengembangan di bidang kesehatan dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
Dari data (Laporan Tahunan PKM Ile Boleng 2011) menunjukan
bahwa dari 328 KK terdapat 177 (54%) KK yang masih aktif memanfaatkan
pelayanan Puskesmas Ile Boleng, 58 (18%) KK yang memanfaatkan Rumah
Sakit dan dokter praktek, serta 93 (28%) KK yang cenderung memanfaatkan
pelayanan dukun.
Data profil Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur tahun 2010
menyatakan total kunjungan rawat jalan dan rawat inap Puskesmas di
Kabupaten Flores Timur sebanyak 257.313 orang, dengan rincian rawat jalan
sebanyak 255.529 orang dan rawat inap sebesar 17.884 orang. Angka tersebut
masih di bawah rata-rata kunjungan tingkat nasional dan menunjukan bahwa
masyarakat belum sepenuhnya memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.

A g n e s E v e n i a | 16

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten


Flores Timur tahun 2011 terdapat 58.924 KK yang membutuhkan pelayanan
kesehatan dan yang memilih untuk berobat sendiri sebanyak 6.975 (12%) KK,
sementara bagi yang mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan melalui
dokter praktek sebanyak 9.801 (17%) KK, petugas kesehatan (mantra) 15.531
(26%) KK, Puskesmas 16.121 (27%) KK dan dukun/tabib sebanyak 10.496
(18%) KK.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Timur
tahun 2011, terdapat 68.989 KK yang membutuhkan pelayanan kesehatan
namun upaya yang dilakukan untuk memulihkan kesehatan mereka berbedabeda. Yang memilih untuk berobat sendiri yaitu sebanyak 13.809 (20%) KK,
sementara bagi yang mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tertinggi
adalah dokter praktek yakni sebanyak 25.901 (38%) KK, petugas kesehatan
(manteri) 2.231 (3%) KK, Puskesmas 25.442 (37%) KK, dukun/tabib
sebanyak 1.606 (2%) KK.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa persepsi masyarakat terhadap
sehat maupun sakit berhubungan erat dengan perilaku pencarian pengobatan,
dan ini akan mempengaruhi pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada.
Perilaku masyarakat sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan masyarakat
itu sendiri dan apabila pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan pelayanan
kesehatan masih kurang maka mereka tidak akan bertindak cepat untuk
menggunakan pelayanan kesehatan dengan baik.

A g n e s E v e n i a | 17

Oleh karena itu, tampak jelas bahwa masyarakat dalam upaya


pencarian pengobatan demi kesehatan mereka berbeda-beda sesuai dengan
persepsinya masing-masing. Maka penulis menganggap sangat penting untuk
meneliti Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores Timur
Provinsi Nussa Tenggara Timur.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
yang harus dijawab yaitu Bagaimana Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng
Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diperolehnya informasi mendalam (in-depth) mengenai perilaku
masyarakat tentang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa
Harubala Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis informasi tentang pengetahuan masyarakat
terhadap penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa Harubala
Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores Timur.

A g n e s E v e n i a | 18

b. Untuk menganalisis informasi tentang sikap masyarakat terhadap


penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa Harubala
Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores Timur.
c. Untuk menggali informasi tentang tindakan masyarakat terhadap
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa Harubala
Kecamatan Ile Boleng Kabupaten Flores Timur
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam
memperluas wawasan tentang perilaku masyarakat tentang

penyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut.


3. Manfaat Institusi
Sebagai bahan informasi bagi instansi-institusi terkait untuk mengevaluasi
kembali perilaku masyarakat tentang penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut dalam penanggulangan penyakit infeksi saluran pernapasan akut

A g n e s E v e n i a | 19

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Perilaku


Perilaku merupakan hasil perpaduan dari faktor internal atau yang ada
di dalam diri individu yaitu keturunan dan motif (dorongan kebutuhan) dan
faktor eksternal yang meliputi pengetahuan tentang apa yang ingin dilakukan,
keyakinan atau kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dan sarana yang
diperlukan untuk melakukannya.
Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
jenis (Soekidjo Notoatmodjo dalam Said, 2007):
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi dan
rangsangan dari luar
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yakni tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri mencetak
perilaku manusia yang hidup di dalamnya sesuai dengan keadaan dan sifat
alat tersebut (lingkungan fisik). Lingkungan yang kedua adalah sosialbudaya yang bersifat non fisik, yang mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap pembentukan perilaku manusia. Ini adalah berupa keadaan
masyarakat dan segala bidang daya masyarakat di mana manusia itu lahir
dan mengembangkan perilakunya.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, berupa perbuatan
(action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

A g n e s E v e n i a | 20

Namun secara lebih operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu


respon seseorang (organisme) terhadap rangsangan (stimulasi) dari luar
subyek tersebut. Respon ini berbentuk 2 macam yakni bentuk pasif atau
respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung
dapat dilihat dari orang lain misalnya berpikir, tanggapan atau sikap dan
pengetahuan; serta bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat
diobservasi secara langsung (Notoatmodjo, 1996).
Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat (Blum:
1974 dalam Ngatimin 2003). Di Indonesia, khususnya perilaku menempati
urutan pertama dalam mempengaruhi kesehatan masyarakat. Oleh sebab itu,
dalam rangka membina dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku harus
strategis.
Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo (2010), mengemukakan
bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor Predisposisi (predisposing factor)
Faktor

predisposisi

adalah

faktor

yang

terwujud

dalam

bentuk

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-ailai dari seseorang.


2. Faktor Pendukung (enabling factor)
Faktor pendukung adalah faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik
(tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan)

A g n e s E v e n i a | 21

3. Faktor Pendorong (reinforcing factor)


Faktor pendorong adalah faktor yang terwujud dalam sikap petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat.
Tim Kerja Pendidikan Kesehatan dari WHO menganalisa bahwa
seseorang berperilaku tertentu karena adanya 4 (empat) alasan pokok, yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan
Berperilaku berdasarkan pemikiran atau perasaan dapat diartikan sebagai
hasil dari pertimbangan terhadap objek atau stimulus (untung-rugi) yang
merupakan modal awal untuk bertindak.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai.
Dalam masyarakat dengan sistem paternalistik yang kuat maka perubahan
perilaku masyarakat tergantung pada perilaku acuan yang pada umumnya
adalah para tokoh masyarakat setempat (guru, tokoh agama, tokoh adat
dan sebagainya)
3. Sumber daya yang tersedia
Sumber daya yang tersedia mencakup fasilitas, uang, tenaga, waktu dan
sebagainya. Semua ini berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau
sekelompok masyarakat.
4. Sosial budaya
Faktor sosial budaya merupakan faktor eksternal yang biasanya sangat
berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

A g n e s E v e n i a | 22

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia didapat
melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari
pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng atau lebih diingat daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Roger (1974) dalam Ngatimin
2005 mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni:
1. Awareness
Proses dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (obyek).
2. Interest
Proses dimana orang lebih tertarik pada stimulus.
3. Evaluation
Proses dimana orang tersebut menimbang terhadap baik atau tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden lebih baik.
4. Trial
Proses dimana orang telah memulai mencoba perilaku baru.

A g n e s E v e n i a | 23

5. Adoption
Proses dimana telah muncul kesadaran dan sikap atau respon terhadap
stimulus.
Selanjutnya, menurut Benjamin S. Bloom (1956) dalam Ngatimin 2005
mengatakan pengetahuan yang mencakup dalam domain kogitif mempunyai
enam tingkatan yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Yang termasuk dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang paham terhadap obyek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Adapun
diartikan sebagai seseorang yang telah berada pada kemampuan untuk
menggunakan apa yang telah dipelajari dari satu situasi ke situasi lain.

A g n e s E v e n i a | 24

4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke
dalam obyek komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun
formasi-formasi baru yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaianpenilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau informan.

A g n e s E v e n i a | 25

C. Tinjauan Umum Tentang Sikap


Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap
senantiasa ada dalam diri namun tidak selalu aktif setiap saat. Sikap
merupakan kecenderungan untuk bereaksi secara positif (menerima) ataupun
negatif terhadap suatu objek. Sikap seseorang lebih banyak diperoleh melalui
proses belajar dibandingkan dengan pembawaan atau hasil perkembangan dan
kematangan. Pada dasarnya, sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu:
1. Menerima (receiving)
Orang atau subyek mau memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Suatu untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari
pekerjaan itu benar atau salah berarti subyek menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap yang berarti orang atau subyek
menerima ide yang ditawarkan.
4. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah yang telah dipilihnya
dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

A g n e s E v e n i a | 26

Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap


merupakan kecenderungan untuk bertindak tetapi belum melakukan aktivitas.
Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan
informan terhadap suatu obyek yang dapat dilakukan dengan pernyataanpernyataan hipotesis kemudian dinyatakan pendapat informan (Notoatmodjo,
2003). Pengetahuan baru akan memberikan respon batin dalam bentuk sikap
terhadap obyek yang diketahui. Sikap ini akan berpengaruh pada tindakan
untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan masyarakat (Notoatmodjo,
1993).
Theodore M. Newcomb, salah satu ahli psikologi sosial dalam
Notoatmodjo 2010 menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.
Dengan kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka)
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku dari tindakan
(reaksi tertutup).
Dalam bagian lain, Allport (1954) dalam Notoatmodjo 2010,
menjelaskan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu:
1. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap obyek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap obyek
3. Kecenderungan untuk bertindak

A g n e s E v e n i a | 27

Ketiga komponen di atas secara bersama-sama membentuk sikap yang


utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2010).
D. Tinjauan Umum Tentang Tindakan
Secara umum tindakan adalah respon atau reaksi individu terhadap
stimulus baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar. Respon atau
reaksi individu terhadap stimulus atau rangsangan terdiri dari dua bentuk,
yaitu:
1. Perilaku yang tampak (over behavior) atau respon yang berupa tindakan
yang dapat dilihat dari luar dan dapat diukur.
2. Perilaku yang tidak tampak (covert behavior) atau respon yang berupa
tindakan yang tidak dapt dilihat langsung.
Menurut Foster dan Anderson (1978) dan Salita Sarwono (1993),
dalam

melakukan

suatu

tindakan

seseorang

terlebih

dahulu

mengkomunikasikan rangsangan yang diterimanya dengan keadaan dalam diri


dan perasaannya. Keadaan dalam diri yang dimaksud adalah pengetahuan,
kepercayaan dan sikap. Selanjutnya komunikasi inilah yang disebut sebagai
proses mental akan terwujud pada saat apakah ia melakukan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan tertentu (Said, 2007). Tindakan ini memiliki
tingkatan-tingkatan antara lain:

A g n e s E v e n i a | 28

1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (guided response)
Dalam melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang besar sesuai dengan
contoh adalah merupakan indikator kedua.
3. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis atau sesuatu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai
praktek tingkat ketiga.
4. Adaptasi (adaptation)
Suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya
tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi keberanian tindakan
tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa
jam, hari, bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara
langsung yaitu dengan mengobservasi tindakan atau perbuatan informan
(Notoatmodjo, 2003).
E. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Pencarian Pengobatan
Persepsi seseorang terhadap kesehatan tidak hanya dilakukan oleh
yang bersangkutan secara pribadi tetapi berlangsung dalam jaringan sosial
dengan komponen-komponen perkelompokkan seperti persahabatan, tetangga,

A g n e s E v e n i a | 29

pekerjaan dan komunitas. Proses ini berlaku pula dalam pengambilan


keputusan perawatan medis yang harus diusahakn pada saat seseorang jatuh
sakit. Sebelum keputusan dibuat, saran-saran dan pendapat sudah diperoleh,
diminta atau tidak diminta dari orang lain atau dari berbagai kelompok sosial.
Keputusan dibuat bersama oleh yang bersangkutan kalau ia sudah dewasa dan
orang dewasa lainnya terutama istri, suami dan orang tuanya.
Masalah yang dihadapi misalnya pasien yang mencari pengobatan
berbeda kasus demi kasus untuk keluhan yang sama, pasien yang satu segera
mengusahakan mencari dokter, sementara yang lainnya masih menunggu
dengan harapan keluhan dapat menghilang.
Sedangkan menurut Niko (2004), keputusan yang dipilih apakah
berobat ke dokter atau ke dukun atau pengobatan sendiri tergantung dari
berbagai faktor antara lain pengetahuan, budaya, persepsi, derajat keparahan,
pengalaman sebelumnya, kepercayaan dan kemampuan ekonomi.
Kebutuhan akan pelayanan dan perawatan medis dipenuhi dengan
fasilitas-fasilitas yang mencakup:
1. Sistem pelayanan keluarga
2. Sistem pelayanan tradisional
3. Sistem pelayanan formal (bio medis kedokteran)
Dalam kenyataannya, ketiga sistem medis tersebut dilakukan oleh
masyarakat secara bergantian. Pernyataan Niko tersebut tidak jauh berbeda
seperti yang dikatakan oleh Freidson bahwa seluruh proses dalam mencari
bantuan mencakup perangkat konsultan potensial, mulai dari batas-batas

A g n e s E v e n i a | 30

keluarga yang informal dan dekat melalui orang awam yang terseleksi lebih
jauh dan lebih mempunyai otoritas sampai pada tingkat profesional.
Dikatakan bahwa, ada tiga sektor yang saling melengkapi perawatan
kesehatan, yaitu:
1. Sektor awam (the popular sector) yaitu mengobati sendiri sampai
mengikuti nasihat keluarga.
2. Sektor tradisional (the folk sector) yaitu pengobatan melalui dukun.
3. Sektor professional (the profecional sector) yaitu pengobatan melalui
dokter.
Sektor awam dan sektor popular, Niko menyebutkan dengan sistem
rumah tangga adalah domain masyarakat yang tidak professional. Pada sektor
inilah pertama kali kesakitan dikenali dan ditemukan. Perangkat informal ini
mungkin membantu menafsirkan suatu gejala dan memberi nasihat bagaimana
mencari bantuan medis, menyarankan cara penyembuhan atau memberi saran
untuk berkonsultasi dengan orang lain. Dan pada sektor ini pulalah dilakukan
berbagai cara pengobatan. F. J. Banner memperkirakan 70-90% serangan
penyakit pada kasus morbiditas sering diatasi tanpa campur tangan dari sistem
perawatan medis formal khususnya di negara-negara berkembang yang sering
diatasi lewat pengobatan sendiri maupun dukun.
Bagaimanapun juga ada beberapa alasan tentang sebab-sebab mengapa
pasin berbuat demikian rupa. Pasien dari golongan penghasilan rendah jarang
menggunakan pengobatan modern karena tidak punya biaya (meskipun dalam
kenyataannya bahwa kekurangan biaya juga menghalangi mereka untuk

A g n e s E v e n i a | 31

berobat ke dokter swasta dengan tarif tertentu) meskipun tersedia organisasi


yang membantu namun pola dasar perilaku sakit itu tidak berubah.
Namun demikian, dalam upaya peningkatan kesehatan pada mereka
yang menganut pola pikir modern akan melakukan pencarian pengobatan
sebaik dan sebanyak mungkin untuk kepentingan hidupnya. Maka diharapkan
untuk memanfaatkan sarana kesehatan modern sebaik-baiknya (Ngatimin,
2005).
Pencarian pengobatan ditentukan oleh kebutuhan yang dirasakan.
Kebutuhan ini merupakan keputusan pertama dalam menentukan tingkah laku
seseorang untuk berobat atau tidak. Jika keputusan untuk berobat tersebut
disertai dengan kemauan dan kemampuan untuk membayar imbalan terhadap
upaya kesehatan tersebut dapatlah dikatakan efektif demand.
Soekidjo Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa masyarakat atau
anggota masyarakat yang menderita penyakit dan tidak merasakan sakit
(disease but not illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan
merasakan sakit maka akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha-usaha:
1. Tidak bertindak apa-apa (no-action). Alasannya antara lain bahwa kondisi
demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari.
Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apa-apa rasa sakit
yang dideritanya akan lenyap dengan sendiri. Tidak jarang pula
masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang dianggap lebih penting
daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa

A g n e s E v e n i a | 32

kesehatan belum merupakan prioritas dalam kehidupan. Alasan lain yang


sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh
tempatnya, para petugas kesehatan yang tidak simpati, judes, tidak
responsif dan sebagainya sehingga timbul alas an takut ke dokter, takut ke
rumah sakit takut biaya dan sebagainya.
2. Mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan seperti semua yang telah
diuraikan sebelumnya. Alasan dari tindakan ini adalah orang atau
masyarakat tersebut sudah percaya pada diri sendiri sudah merasa bahwa
dengan pengalaman-pengalaman yang lalu, usaha-usaha pengobatan
sendiri dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini menyebabkan pencarian
pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Mencari pengobatan ke fasilitas tradisional (traditional remedies). Untuk
masyarakat pedesaan khususnya pengobatan tradisional masih menduduki
tempat teratas dibanding dengan tempat pelayanan kesehatan lainnya. Pada
masyarakat yang masih hidup sederhana, masalah sehat sakit lebih bersifat
sosial budaya. Identik dengan itu, pemanfaatan pelayanan kesehatan lebih
berorientasi

pada

sosial

budaya

masyarakat.

Dukun-dukun

yang

melakukan pelayanan tradisional merupakan bagian dari masyarakat,


berada di tengah-tengah masyarakat daripada dokter, mantri, bidan dan
sebagainya yang masih asing bagi mereka.
Foster/Anderson mengatakan bahwa ada dua sistem pelayanan medis
tradisional, yaitu: sistem medis personalistik dan sistem medis naturalistik.
Dalam sistem medis personalistik dimana penyakit disebabkan oleh

A g n e s E v e n i a | 33

intervensi suatu agen aktif yang berupa makhluk supranatural (makhluk


gaib), makhluk yang bukan manusia (hantu, roh jahat) maupun makhluk
manusia (tukang sihir atau tukang tenun). Orang sakit adalah korbannya
dan hukuman khusus diberikan kepadanya untuk alasan yang khusus
menyangkut dirinya saja. Sedangkan dalam sistem naturalistik, penyakit
dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi. Dalam
sistem ini mengakui adanya keseimbangan. Sehat terjadi karena adanya
unsur-unsur yang tetap dalam tubuh seperti panas, dingin, cairan tubuh
yang dalam kondisi seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam
lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini
terganggu maka hasilnya adalah timbulnya penyakit.
4. Mencari pelayanan fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah
lembaga kesehatan swasta yang dikategorisasikan ke dalam balai
pengobatan Puskesmas dan Rumah Sakit.
5. Mencari pengobatan dengan membeli obat di warung-warung obat
(chemist shop) dan sejenisnya.
6. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diselenggarakan
oleh dokter praktek (private medicine) (Notoatmodjo, 2007).
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap
sehat sakit berbeda dengan konsep kita tentang sehat sakit. Persepsi
masyarakat terhadap sehat sakit erat kaitannya dengan perilaku pencarian
pengobatan.

A g n e s E v e n i a | 34

F. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut


1. Definisi Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit saluran pernapasan
atas dengan perhatian khusus pada radang paru (pneumonia) dan bukan
tenggorokan (Widoyono, 2005). Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang
kemudian disingkat menjadi ISPA memiliki pengertian sebagai berikut:
Infeksi adalah masuknya organisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit; Saluran Pernapasan
adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksa-nya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura; dan Infeksi Akut adalah
infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari untuk menunjukkan
proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan
dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari
2. Klasifikasi Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Menurut (Widiyono,2005), klasifikasi penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut, terdiri dari:
a. Bukan Pneumonia
Mencakup pasien balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala
peningkatan frekuensi nafas dan tidak menunjukkan adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke arah dalam. Contohnya adalah :
common cold, faringitis, tonsillitis dan otitis.

A g n e s E v e n i a | 35

b. Pneumonia
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas. Diagnosa
ini berdasarkan umur. Batas frekuensi nafas cepat pada anak berusia 2
bulan sampai < 1 tahun adalah 50 kali per menit, dan untuk anak usia 1
sampai < 5 tahun adalah 40 kali per menit.
c. Pneumonia Berat
Didasarkan pada adanya batuk dan atau kerusakan bernapas disertai
sesak napas atau tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam
(chest indrawing) pada anak berusia < 2 bulan. Diagnosa pneumonia
berat ditandai dengan adanya napas cepat yaitu frekwensi pernapasan
60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada
dinding dada bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).
Adapun klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002), adalah:
a. ISPA Ringan
Seseorang yang menderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)
ringan apabila ditemukan gejala batuk, influenza dan sesak napas.
b. ISPA Sedang
Seseorang dikatakan ISPA sedang apabila timbul gejala sesak napas,
suhu tubuh lebih dari 390C dan bila bernapas mengeluarkan suara
seperti mengorok.

A g n e s E v e n i a | 36

c. ISPA Berat
Gejalanya meliputi kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,
nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan
gelisah.
3. Penyebab Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Infeksi Saluran Pernapasan Akut disebabkan oleh bakteri atau virus
yang masuk ke dalam saluran napas. Bibit penyakit ini biasanya berupa
virus atau bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (suspensi
yang melayang di udara). Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap
pembakaran bahan kayu bakar yang biasanya digunakan untuk memasak.
Asap bahan kayu bakar ini dapat menyerang lingkungan masyarakat,
karena masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga selalu melakukan
aktivitas masak setiap hari menggunakan bahan kayu bakar, gas maupun
minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadari telah mereka hirup seharihari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak napas dan sulit
untuk bernapas. Polusi dari bahan kayu tersebut mengandung zat-zat,
seperti: dry basis, ash, carbon, hydrogen, sulfur, nitrogen dan oxygen yang
sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002).
4. Penularan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Tragus dalam Harahap menyatakan bahwa:
a. ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin dan udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh oleh orang

A g n e s E v e n i a | 37

sehat ke saluran pernapasannya. Ada faktor tertentu yang dapat


memudahkan penularan.
b. Kuman (bakteri dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah menular
dalam rumah yang kurang mempunyai ventilasi (peredaran udara) dan
banyak asap (baik asap rokok maupun asap api).
c. Orang bersin atau batuk tanpa menutup mulut dan hidung akan mudah
menularkan kuman pada orang lain.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan
oleh virus sering terjadi pada cuaca dingin. ISPA yang berlanjut dapat
menjadi pneumonia. Hal ini sering terjadi pada anak-anak terutama apabila
terdapat kurang gizi dan keadaan lingkungan yang kurang bersih.
Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis
cepat tidak selau tersedia, maka etiologi kadang sering tidak diketahui
dengan segera. Dengan demikian fasilitas pelayanan kesehatan, terutama
Pusat

Kesehatan

Masyarakat

(Puskesmas)

sebagai

lini

pertama

menghadapi tantangan untuk memberikan pelayanan kepada pasien ISPA


dengan etiologi dan pola penularan yang diketahui ataupun yang tidak
diketahui.

Penting

bagi

petugas

kesehatan

untuk

melaksanakan

pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat saat menangani pasien


ISPA untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi
kepada diri sendiri, petugas kesehatan yang lain, pasien maupun
pengunjung.

A g n e s E v e n i a | 38

5. Masa Inkubasi Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut


Masa inkubasi adalah masa rentan hari dan waktu sejak bakteri atau
virus masuk ke dalam tubuh sampai timbulnya gejala klinis yang disertai
dengan berbagai gejala-gejala. Infeksi akut ini berlangsung sampai 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang digolongkan ke dalam ISPA berlangsung lebih
dari 14 hari.
6. Gejala Klinis atau Tanda Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Tanda dan gejala ISPA bervariasi, antara lain: demam, pusing, malas
(malaise), tidak ada nafsu makan (anoreksia), muntah (vomitus), takut
cahaya (photophobia), gelisah, batuk, suara nafas (stridor), kesakitan
bernapas (dyspnea), adanya tarikan dada (retraksi suprasternal), kurang
oksigen (hipoksia) dan dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak
mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda atau gejala ISPA menurut Depkes RI (2002), adalah:
1. Gejala ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Batuk
b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
d. Panas (suhu badan > 370C) atau demam.

A g n e s E v e n i a | 39

2. Gejala ISPA Sedang


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a. Pernafasan > 50 kali per menit pada anak yang berumur < 1 tahun, atau
> 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih
b. Suhu badan lebih dari 390C
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur
3. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (cukup lebar) pada waktu bernafas
c. Kesadaran anak menurun
d. Pernafasan berbunyi seperti mendengkur dan anak tampak gelisah
e. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas
f. Nadi berdenyut cepat >160 kali per menit atau tidak teraba
g. Tenggorokan berwarna merah

A g n e s E v e n i a | 40

4. Pencegahan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut


a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka akan terhindarkan kita
dari berbagai penyakit seperti penyakit ISPA. Kita disarankan untuk
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum
air putih, olahraga dengan teratur dan istirahat yang cukup. Semuanya
itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang
sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat sehingga
dapat mencegah virus atau bakteri yang akan masuk ke dalam tubuh
kita.
b. Imunisasi
Pemberian imunisasi sangat diperlukan khusnya bagi anak-anak.
Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus
ataupun bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Di setiap rumah atau bangunan wajib dibuat ventilasi udara serta
pencahayaan yang baik sehingga bisa mengurangi polusi asap dapur
atau asap rokok yang ada di dalam rumah sehingga dapat mencegah
seseorang

menghirup

polusi

atau

asap

misalnya

yang

bisa

menyebabkan kita terserang penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat


memelihara kondisi sirkulasi udara tetap segar dan sehat bagi manusia.

A g n e s E v e n i a | 41

5. Penanganan dan Pengobatan ISPA


Pengobatan penyakit ISPA dapat dilakukan secara medis dan perawatan di
Rumah Sakit yang meliputi:
a. Pemberian obat-obatan atau antibiotik
b. Pemberian cairan infuse jika timbul tanda dehidrasi
c. Lendir atau cairan yang menyumbat hidung atau jalan nafas dihisap
dengan alat penghisap lendir
d. Pemakaian uap untuk melapangkan jalan nafas
e. Pemberian oksigen
G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Daerah penelitian ini tepatnya berada di Desa Harubala Kecamatan Ile
Boleng Kabupaten Flores Timur yang mimiliki luas 220,82 Ha. Daerahnya
sebagian besar terdapat di wilayah tegal atau lading dengan keadaan iklim
tropis. Lebih khususnya letak daerah ini ada di bawah kaki Gunung Boleng.
1. Batas Desa Harubala
a. Sebelah Utara

: berbatasan dengan Gunung Boleng

b. Sebelah Timur

: berbatasan dengan Desa Nelelamadiken

c. Sebelah Selatan

: berbatasan dengan Selat Boleng

d. Sebelah Barat

: berbatasan dengan Desa Lewopao

2. Kependudukan
a. Jumlah penduduk Desa Harubala adalah sebanyak 532 jiwa yang
terbagi dari 172 KK dengan rincian sebagai berikut:
1) Laki-laki

: 221 jiwa

2) Perempuan

: 311 jiwa
A g n e s E v e n i a | 42

b. Jumlah penduduk menurut agama adalah sebagai berikut:


1) Islam

:-

2) Kristen Protestan

:-

3) Kristen Katolik

: 532 jiwa

4) Hindu

:-

c. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian adalah sebagai berikut:


1) Petani

: 141 jiwa

2) PNS

: 4 jiwa

3) Honorer

: 3 jiwa

4) Sopir

: 2 jiwa

5) Ojek

: 5 jiwa

6) Pensiunan

: 2 jiwa

7) Peternak

: 5 jiwa

8) Pengrajin Industri Rumah Tangga

: 1 jiwa

9) Pengusaha Kecil dan Menengah

: 1 jiwa

3. Sarana Pendidikan
a. TK

: 1 unit

b. SD

: 1 unit

c. SLTP

:-

d. SLTA

:-

4. Sarana Kesehatan
a. Polindes

: 1 unit

b. Posyandu : 1 unit

A g n e s E v e n i a | 43

5. Sarana Agama
a. Masjid, Wihara dan Pura : b. Kapela

: 1 unit

H. Kerangka Konsep
1. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian
Perilaku pencarian pengobatan adalah respon seseorang untuk
mencari pengobatan bila sedang menderita suatu penyakit. Pertimbangan
untuk memilih salah satu atau lebih dari tempat pengobatan tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pola pencarian pengobatan yang dipilih
berupa mengobati sendiri, berobat ke dukun, mencari pengobatan modern
yang diadakan oleh pemerintah atau swasta. Menurut Lawrence Green,
perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan dan nilai-nilai dari seseorang.
b. Faktor Pemungkin (Enambling Factor)
Faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik (tersedia atau tidaknya
fasilitas kesehatan).
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)
Faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku tokoh masyarakat,
tokoh agama serta para petugas khususnya petugas kesehatan.

A g n e s E v e n i a | 44

Bila dalam masyarakat dengan tingkat pendidikan sangat rendah,


maka rendah pula tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
itu. Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan persepsi serta
tindakan mereka ketika menghadapai masalah kesehatan.
Perhatian masyarakat terhadap masalah kesehatan merupakan
persepsi masyarakat tersebut terhadap kebutuhan akan pelayanan
kesehatan berdasarkan pemahaman mereka. Untuk meningkatkan
perilaku, petugas kesehatan harus mengupayakan berbagai pendekatan
atau penyuluhan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan
meningkatnya pengetahuan, masyarakat akan merasakan bahwa masalah
kesehatan merupakan masalah mereka dan membutuhkan pelayanan
kesehatan sebagai tempat pengobatan.
2. Kerangka Konsep Penelitian

A g n e s E v e n i a | 45

I. Definisi Konseptual
1. Pengetahuan
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala
sesuatu yang diketahui informan sehubungan dengan penyakit infeksi
saluran pernapasan akut meliputi pengertian, cara penularan, tanda atau
gejala serta penyebab penyakit.
2. Sikap
Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanggapan
(pendapat atau penilaian) masyarakat mengenai penyakit infeksi saluran
pernapasan akut.
3. Tindakan
Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya
informan dalam melakukan suatu tindakan terhadap penyakit infeksi
saluran pernapasan akut meliputi cara pencegahan dan pengobatan
penyakit ini.

A g n e s E v e n i a | 46

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode kualitatif melalui pendekatan dengan cara wawancara mendalam.
Sedangkan proses pengambilan sampelnya menggunakan teknik purposive
sampling.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng
Kabupaten Flores Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2013.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus tahun 2013.
C. Cara Penentuan Informan
Cara penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
Purposive Sampling dengan kriteria informan sebagai berikut:
1. Informan Biasa
a. Bersedia diwawancarai
b. Berdomisili di Desa Harubala
c. Pernah menderita penyakit ISPA
d. Pernah mendapatkan pelayanan kesehatan
e. Sudah dewasa (berusia 23 s/d 60 tahun)

A g n e s E v e n i a | 47

2. Informan Kunci
Petugas kesehatan (bidan) dan dukun santet yang dapat
memberikan informasi dan gambaran umum tentang objek penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi
lapangan

dan

wawancara

mendalam

(indept

interview)

dengan

menggunakan pendoman wawancara (interview guide) yang memuat


pokok-pokok yang akan ditanyakan untuk memperoleh keterangan secara
lisan antara peneliti dengan informan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari barbagai sumber
seperti pemerintah daerah, dinas kesehatan dan informasi lain yang
berkaitan dengan penelitin ini.
E. Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan

data

dilakukan

secara

manual

dengan

mengelompokan hasil wawancara sesuai tujuan penelitain dan selanjutnya


dilakukan analisis isi (content analisys). Hasil dari analisis isi tersebut
kemudian diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk naskah atau teks
atau narasi. Adapun instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti,
kamera, catatan lapangan dan pedoman wawancara.

A g n e s E v e n i a | 48

2. Teknik Uji Keabsahan Data


Untuk menjamin akurasi informasi yang dikumpulkan maka
dilakukan triangulasi yang meliputi:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan
(cross check) antara informasi informan yang satu dengan informan
lainnya. Hal ini dilakukan untuk melihat korelasi informasi yang
didapatkan.
b. Triangulasi Metode
Triangulasi ini dilakukan untuk menguji kredibilitas data
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan teknik
wawancara akan dicek dengan obsevasi dan dokumentasi.
c. Triangulasi Data
Triangulasi data dilakukan untuk menganalisis secara kritis
terhadap informasi yang didapatkan dengan cara penelusuran hasil
wawancara,

mendengarkan

dan

melihat

secara

akurat

hasil

wawancara.

A g n e s E v e n i a | 49

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng
Kabupaten Flores Timur. Banyaknya informan yang diwawancarai dalam
penelitian ini adalah sebanyak 7 orang yang terdiri dari 5 orang informan
biasa dan 2 orang informan kunci.
Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini adalah informan
pertama yakni LR berusia 58 tahun, berjenis kelamin perempuan,
berpendidikan terakhir SMP dimana saat ini berstatus sebagai ibu rumah
tangga. Informan kedua, yakni EE berusia 23 tahun, berjenis kelamin
perempuan, berpendidikan terakhir SMP dimana saat ini berstatus sebagai ibu
rumah tangga. Informan ketiga, yakni AR berusia 60 tahun, berjenis kelamin
laki-laki, berpendidikan terakhir SGA dimana saat ini berstatus sebagai
pensiunan guru. Informan keempat, yakni DT berusia 42 tahun, berjenis
kelamin perempuan, berpendidikan terakhir SMP dimana saat ini berstatus
sebagai penjahit. Informan kelima, yakni GG berusia 32 tahun, berjenis
kelamin laki-laki, berpendidikan terakhir SMA dimana saat ini berstatus
sebagai guru. Informan keenam, yakni LB berusia 23 tahun, berjenis kelamin
perempuan, berpendidikan terakhir D3 dimana saat ini berstatus sebagai
bidan. Informan ketujuh, yakni YB berusia 58 tahun, berjenis kelamin

A g n e s E v e n i a | 50

perempuan, berpendidikan terakhir SMP dimana saat ini berstatus sebagai ibu
rumah tangga dan dukun.
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 12 s/d 25 Agustus 2013. Informasi yang didapat dari informan
dilakukan dengan teknik wawancara mendalam atau indepth interview
dengan instrument penelitian berupa peneliti, pedoman wawancara, catatan
lapangan dan. Berdasarkan hasil pengumpulan data, ditemukan umur
informan berkisar antara 23 s/d 60 tahun yang terdiri dari 2 orang laki-laki dan
3 orang perempuan.
Adapun hasil pengumpulan data dengan wawancara mendalam
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan Masyarakat tentang Penyakit ISPA
a. Informasi Mengenai Pengertian Penyakit ISPA
Pertanyaan ini dimaksud untuk mengetahui atau mendapatkan
informasi tentang penyakit ISPA berdasarkan pengetahuan dan
pemikiran informan. Dari hasil wawancara mendalam, diperoleh
bahwa sebagian besar jawaban informan menjawab ISPA adalah
penyakit

yang terjadi

karena batuk, pilek

dan sakit pada

tengggorokan. Seperti jawaban dari informan berikut:


keradunte berara puke keduhu tua...
Artinya: sakit pada tenggorokan karena batuk.
(LR, 13 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 51

Hal yang sama pun dikatakan oleh informan seperti berikut ini:
ISPA pake ahe go gelala de hala, tapi wana keduhu kedauk
sampe muan hae ranet gere lo pere le, nage
Artinya: ISPA itu istilahnya saya kurang mengerti tapi kayanya batuk
sampai kadang suara bisa hilang.
(DT, 22 Agustus 2013)
ISPA tu menurut goe, suatu penyakit seperti batuk, flu, pilek
Artinya: menurut saya ISPA itu adalah suatu penyakit seperti batuk,
influenza.
(GG, 23 Agustus 2013)
Irunte puna, keduhu
Artinya: sesak napas dan batuk.
(EE, 15 Agustus 2013)
Hal tersebut didukung dengan informan kunci sebagai berikut:
"Begitulah

yang

mereka

ketahui

tentang

penyakit

ISPA

berdasarkan apa yang mereka alami dan rasakan. Mereka artikan itu
dari tanda dan gejalanya. Sedangkan pengertian penyakit ISPA itu
sendiri yaitu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang
masuk ke saluran pernapasan
(LB, 20 Agustus 2013)
b. Informasi Mengenai Cara Penularan Penyakit ISPA
Pada pertanyaan ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh apakah
informan mengetahui cara penularan ISPA. Dan pada umumnya

A g n e s E v e n i a | 52

informan memberikan jawaban bahwa ISPA ditularkan melalui air


liur dan udara. Seperti jawaban dari informan berikut:
biasa welu ilu, kebak sebaran pe
Artinya: kebiasaan buang air ludah sembarangan.
(LR, 13 Agustus 2013)
Hal yang sama juga dikatakan oleh informan sebagai berikut:
kebak welu sebarane pe ka, baru perino wahak nawa plenga letu
tanah hala, jadi mungkin dari nepe nae menyebar
Artinya: dahak dibuang sembarangan atau tidak pada tempatnya
sehingga mungkin dari situ menyebar.
(EE, 15 Agustus 2013)
Adapun informan yang mempunyai penjelasan berbeda dengan
informan sebelumnya:
menurut goe, penyakit ni bisa menular mungkin saja melalui
udara, dalam arti saat batuk tidak menutup mulut sehingga, kuman
yang ada beterbangan dan bisa menular ke orang lain
Artinya: menurut saya, penyakit ini bisa menular melalui udara, dalam
arti saat batuk penderita tidak menutup mulut sehingga
kuman yang ada beterbangan dan bisa menular ke orang
lain.
(GG, 23 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 53

Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai


berikut:
penularan ISPA sebenarnya melalui udara, air ludah, darah dan
bersin. Mereka mengatakan seperti itu adalah penularan lewat udara
dan bersin, apalagi ditambah dengan kebiasaan yang tidak baik yang
sering buang air ludah sembarangan otomatis lebih mempercepat
proses penularannya
(LB, 20 Agustus 2013)
c. Informasi Mengenai Tanda atau Gejala Penyakit ISPA
Pada pertanyaan ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh apakah
informan mengetahui tanda atau gejala penyakit ISPA. Dan pada
umumnya informan memberikan jawaban bahwa tanda atau gejala
ISPA umumnya adalah sakit kepala, pilek, demam, badan terasa
meriang (suhu badan terasa panas). Seperti jawaban dari informan
berikut:
kotek berara, wekik pelate dan mulai keduhu
Artinya: sakit kepala, badan terasa panas dan mulai batuk.
(LR, 13 Agustus 2013)
Hal yang sama dikatakan oleh informan sebagai berikut:
selesma, pilek dan badan terasa mulai tidak enak
Artinya: flu, dan badan terasa meriang.
(GG, 23 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 54

Hal yang sama dikatakan oleh informan sebagai berikut:


biasa pertama pe, kotek berara, mulai selesma, peti mulai ka
nepa...
Artinya: biasanya, yang pertama dirasakan adalah sakit kepala, pilek
berarti sudah mulai sakit.
(DT, 22 Agustus 2013)
pilek ditambah mulai batuk sedikit-sedikit jika dibiarkan jo
berkepanjangan ka
Artinya: saat sudah mengalami pilek lalu diikuti batuk maka jadi
berkepanjangan jika dibiarkan.
(AR, 17 Agustus 2013)
Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai
berikut:
Kalau gejala ISPA itu tidak tetap, dalam hal ini bervariasi
misalnya kurangnya nafsu makan, demam,pilek, suhu badan terasa
panas dan sebagainya
(LB, 20 Agustus 2013)
d. Informasi mengenai Penyebab Penyakit ISPA
Pada pertanyaan ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh apakah
informan mengetahui penyebab terjadinya penyakit ISPA. Dan pada
umumnya informan memberikan jawaban bahwa ISPA dikarenakan
keadaan cuaca yang panas, lingkungan yang kurang bersih, debu dan

A g n e s E v e n i a | 55

asap baik asap kayu bakar maupun asap rokok. Seperti jawaban dari
informan berikut:
mungkin sebab naen karena ekan pelate tua jadi penyakit ni
newete terus
Artinya: penyebabnya mungkin karena cuaca yang terlalu panas jadi
penyakit ini sering menyerang kita.
(LR, 13 Agustus 2013)
Adapun informan berikut yang mempunyai penjelasan berbeda dari
informan sebelumnya:
penyakit ini bisa muncul terus karena lingkungan tite yang bersih
de hala, karena emut
Artinya: penyakit ini bisa muncul terus karena lingkungan kita yang
kurang bersih, misalnya karena debu.
(AR, 17 Agustus 2013)
Pernyataan tersebut didukung oleh informan yang lain yang
menyatakan bahwa ISPA juga disebabkan oleh debu, sebagai berikut:
kalo menurut saya, penyakit semacam ini juga bisa disebabkan
oleh debu karena kondisi desa tite yang cuacanya sangat panas
Artinya: kalau menurut saya, penyakit semacam ini juga bisa
disebabkan oleh debu karena kondisi desa kita yang
cuacanya sangat panas
(EE, 15 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 56

Adapun informan berikut yang mempunyai penjelasan berbeda dari


informan sebelumnya:
karena ape nuhun, sesuai pengalaman goen, kalau goe kena ape
nuhun ayaka peti mulai keduhu gohuk noi hala
Artinya: karena asap api, sesuai pengalaman saya, kalau terlalu lama
kena asap maka batukku tidak akan berhenti.
(DT, 22 Agustus 2013)
Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai
berikut:
ISPA itu sendiri disebabkan oleh virus atau bakteri, tapi kemungkinan
penyebab lain yang menimbulkan penyakit ISPA adalah asap, baik
asap kayu bakar, asap rokok, debu dan lingkungan kita yang kurang
bersih dan sebagainya.
(LB, 20 Agustus 2013)
2. Sikap Masyarakat Terhadap Penyakit ISPA
a. Informasi mengenai Sikap terhadap Penderita ISPA
Pada

pertanyaan

ini,

peneliti

ingin

mengetahui

lebih

jauh

kecenderungan informan dalam merespon penderita penyakit ISPA.


Seperti jawaban dari informan berikut:
.kalau koi hae sakita, pokomi kodo neiwe supaya segera berobat,
agar cepat sembuh dan supaya tidak menimbulkan hal yang tidak tite
inginkan

A g n e s E v e n i a | 57

Artinya: kalau saya melihat ada orang yang sedang sakit, saya
langsung memberikan saran supaya segera berobat, agar
cepat sembuh dan tidak menimbulkan hal-hal yang tidak kita
inginkan.
(GG, 23 Agustus 2013)
Hal yang sama dikatakan oleh informan sebagai berikut:
Tite ni kan hidup di desa, memang zaman sekarang dokter, bidan,
mantri juga mete aya, tapi kadang ne tite ke Rumah Sakit, ternyata
penyakit ta. Jadi untuk te melante, dua-duanya harus pana, kiwan
watan supaya bisa sehat lagi
Artinya: kita hidup saat ini di desa, memang zaman sekarang dokter,
bidan, perawat semakin banyak. Tetapi kadang kita ke
Rumah Sakit dicek ternyata tidak ditemukan penyakit. Oleh
karena itu, demi kesembuhan, kita bisa saja berobat baik
medis maupun tradisional supaya bisa sehat kembali.
(AR, 17 Agustus 2013)
Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai
berikut:
Goe ke memang ata molan, kodo tolong bantu ata, tapi bukan
berarti go tulawe neti langsung melana, take. Kalo hama koteka
berara atau sakit ike karena ata rabe egawe, peti wana melana, dan
goe juga hudawe rai de bidan di a

A g n e s E v e n i a | 58

Artinya: saya si memang dukun, bisa tolong orang sakit. Tetapi bukan
berarti langsung sembuh jika mereka sudah datang. Dan saya
juga selalu menganjurkan kepada mereka agar berobat juga
di bidan.
(YB, 13 Agustus 2013)
b. Informasi Mengenai Sikap terhadap Penyuluhan Penyakit ISPA
Pada pertanyaan ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai
kecenderungan

informan

dalam

merespon

penyuluhan

yang

dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Seperti jawaban dari informan


berikut:
penyuluhan noone, tapi goe dore hala amu karena pas de
posyandu ke
Artinya: penyuluhan ada tapi saya tidak pernah ikut karena
pelaksanaanya pada saat posyandu.
(DT, 22 Agustus 2013)
Hal yang sama dikatakan oleh informan sebagai berikut:
penyuluhan ne biasa ada, tapi kebanyakan pelaksanaannya pada
saat posyandu jadi tidak pernah ikut
Artinya: penyuluhan itu biasa ada tetapi pelaksanaannya kebanyakan
pada saat posyandu jadi saya tidak ikut.
(AR, 17 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 59

Adapun informan berikut yang mempunyai penjelasan berbeda dari


informan sebelumnya:
goe dore tapi go kurang mengerti
Artinya: saya pernah ikut tapi saya kurang mengerti
(EE, 15 Agustus 2013)
Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai
berikut:
pelaksanaan penyuluhan lebih banyak dilaksanakan pada saat
Posyandu. Hal ini karena di desa ini yang ada cuman saya sebagai
bidan, sedangkan tenaga penyuluhan masih sangat kurang, sehingga
bertepatan dengan posyandu baru kita laksanakan penyuluhan
bersama petugas dari puskesmas lainnya
(LB, 20 Agustus 2013)
3. Tindakan

Masyarakat

Terhadap

Penyakit

Infeksi

Saluran

Pernapasan Akut
a. Informasi Mengenai Tindakan terhadap Pencegahan Penyakit ISPA
Pada pertanyaan ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai
tindakan pencegahan dalam mencegah penyakit ISPA. Seperti
jawaban dari informan berikut:
kalau keduhu harus letu wewakte
Artinya: kalau sedang batuk harus tutup mulut.
(LR & AR, 13 & 17 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 60

Hal yang sama dikatakan oleh informan sebagai berikut:


kalau keduhute de ata aya, papan wewakte esi, di samping
penyakit tite ake ne menular de ata, juga jaga sopan santun de ata
aya one
Artinya: kalau batuk di tengah khalayak ramai, mulut harap ditutup,
disamping menjaga agar penyakit yang ada tidak menular.
(EE, 15 Agustus 2013)
Adapun informan berikut yang mempunyai penjelasan berbeda dari
informan sebelumnya:
ilu kebak welu pada tempat nae, kalau welu de tanah wahak letu
no tanah
Artinya: dahak dan air liur harus dibuang pada tempatnya.
(DT, 22 Agustus 2013)
Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai
berikut:
penyakit seperti ISPA itu bisa dicegah seperti menjaga kesehatan
gizi, dengan imunisasi agar kekebalan tubuh tetap stabil dan satu lagi
menjaga kebersihan lingkungan kita. Tindakan pencegahan yang
mereka lakukan ada benarnya meskipun sangat sederhana
(LB, 20 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 61

b. Informasi mengenai Tindakan terhadap Pengobatan Penyakit ISPA


Pada pertanyaan ini, peneliti ingin mengetahui lebih jauh mengenai
tindakan pengobatan penyakit ISPA. Seperti jawaban dari informan
berikut:
kaik de ata molan ki, rabe hapun mayan ki, karena muan hae rabe
egante, kalau mela hala baru kaik de bidan
Artinya: kalau sedang sakit, saya ke dukun dulu, siapa tau kena santet,
jika tidak sembuh baru ke bidan terdekat.
(DT, LR & EE, 22, 13 & 15 Agustus 2013)
Adapun informan berikut yang mempunyai penjelasan berbeda dari
informan sebelumnya:
kalo goe, sakit hama pilek selesma ne, goe biasa kodo look nodo
mela, kenu obat di hala
Artinya: kalau saya, sakit seperti influenza, saya biasanya biarkan
saja, tidak minum obat.
(GG, 23 Agustus 2013)
Pernyataan berbeda juga dikatakan oleh infoman lain sebagai berikut:
berarakte hama keradunte berara, sampe ilang suara, pilek, goe
biasa hope obat de kios, helo bo mixagrip ne kenu
Artinya: jika terkena penyakit seperti sakit pada tenggorokan,
influenza, saya biasa minum obat yang saya beli di kios
seperti Mixagrip.
(AR, 17 Agustus 2013)

A g n e s E v e n i a | 62

Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci sebagai


berikut:
memang demi kesehatan, masyarakat mempunyai perilaku dan
cara yang berbeda dalam mencari pengobatan, ada yang mengobati
sendiri, bahkan ada yang tidak bertindak apa-apa karena
menganggap penyakit tersebut adalah penyakit yang biasa-biasa
saja
(LB, 20 Agustus 2013)
Dan hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kunci yang
berprofesi sebagai dukun sebagai berikut:
mereka sering datang ke saya pada saat mereka sakit, saya
mengobati dengan cara saya, yaitu secara tradisional. Dan jika saya
sendiri yang sakit, kadang beli obat sendiri di warung, dan kadang
juga ke bidan.
(YB, 13 Agustus 2013)
B. Pembahasan
1. Pengetahuan Masyarakat tentang Penyakit ISPA
a. Pengertian penyakit ISPA
Dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui
wawancara mendalam dapat diketahui bahwa pengertian informan
terhadap ISPA pada umumnya adalah penyakit yang terjadi karena
batuk, pilek dan sakit pada tenggorokan. Sedangkan pengertian ISPA
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang masuk ke

A g n e s E v e n i a | 63

saluran pernapasan. Informan kurang bisa membedakan antara


pengertian dan gejalanya sehingga dari pertanyaan mengenai
pengertian, informan lebih menjawab tentang gejalanya. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya partisipasi masyarakat setempat dalam
mengikuti penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan oleh petugas
kesehatan.
b. Cara penularan penyakit ISPA
Dari hasil wawancara didapatkan bahwa hampir seluruh
informan memberikan jawaban bahwa cara penularan ISPA adalah
melalui air ludah yang dibuang sembarangan dan kemudian tersebar
lewat udara. Dengan kata lain pengetahuan informan tentang
penularan ISPA sudah cukup baik dengan begitu para informan dapat
menjauhi atau menghindar dari hal-hal yang dapat menularkan ISPA.
c. Tanda atau gejala penyakit ISPA
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh jawaban
bahwa, pengetahuan informan tentang tanda atau gejala ISPA sudah
cukup baik dan sesuai dengan teori. Hal ini dapat diketahui dari
jawaban informan yakni gejala ISPA yakni sakit kepala, pilek, demam
dan badan terasa panas. Informan bisa mengetahui tanda atau gejala
ISPA dengan baik sesuai dengan apa yang mereka rasakan.
Dengan diketahuinya tanda dan gejala ISPA oleh informan
maka informan pasti bisa mencegah terjadinya penyakit ISPA pada
diri mereka dan juga keluarga atau orang terdekat mereka.

A g n e s E v e n i a | 64

d. Penyebab penyakit ISPA


Dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui
wawancara mendalam dapat diketahui bahwa pengetahuan informan
tentang penyebab penyakit ISPA masih kurang sesuai dengan teori.
Jawaban yang diberikan oleh informan lebih merupakan penyebab
terjadinya ISPA, bukan jawaban-jawaban mengenai penyebab utama.
Informan lebih mengetahui penyebab yang lainnya seperti lingkungan
yang kurang bersih, asap kayu bakar, debu dan keadaan cuaca yang
panas. Jawaban tersebut sesuai dengan kondisi Desa Harubala dimana
iklimnya sangat panas sehingga banyak debu yang berterbangan.
Selain ini, masyarakat Desa Harubala masih menggunakan kayu bakar
pada saat memasak dengan alasan bahwa memasak dengan
menggunakan kayu bakar lebih enak daripada menggunakan kompor
minyak meskipun asap yang dihasilkan lumayan banyak.
Secara rinci, dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa
pengetahuan masyarakat tentang pengertian, penularan, tanda atau
gejala dan penyebab masih dalam tingkat tahu, mereka belum
memahami secara akurat tentang ISPA. Hal ini terlihat dari hasil
penelitian

dimana

sebagian

besar

informan

belum

mampu

membedakan antara pengertian dan tanda atau gejala ISPA.

A g n e s E v e n i a | 65

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa tingkat


pendidikan sangat berpengaruh terhadap pengetahuan masyarakat.
Pengetahuan seseorang tidak hanya dapat dilihat dari pendidikan
formal tetapi dapat diperoleh dari berbagai sumber lain. Namun
kadang kala informasi yang kita dapatkan masih kabur karena
perolehan informasi sangat tergantung pula pada individu yang
menerima informasi tersebut. Hal ini didukung oleh Soekidjo
Notoatmodjo

yang

menyebutkan

bahwa

pengetahuan

dapat

dikembangkan oleh manusia hanya jika disebabkan apabila manusia


mempunyai bahasa yang mampu mengomunikasikan informasi
tersebut. Jika bahasa yang digunakan dalam mengomunikasikan
informasi tersebut salah diberikan ataupun salah diterima maka
pengetahuan tersebut tentu tidak akan berkembang dengan baik.
2. Sikap Masyarakat terhadap Penyakit ISPA
a. Pendapat masyarakat terhadap penderita ISPA
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran sikap
masyarakat Desa Harubala terhadap penderita ISPA lebih baik
daripada pengetahuan masyarakat tentang ISPA. Salah satu faktor
yang menyebabkan masyarakat bersikap positif adalah sikap itu tidak
hanya dipengaruhi oleh pengetahuan semata tetapi masih banyak
faktor

lain

seperti

norma-norma

dalam

masyarakat,

nilai

kekeluargaan, serta sosial budaya dimana mitos dan kepercayaan


masyarakat tentang kekuatan ghaib masih sangat diperhatikan.

A g n e s E v e n i a | 66

Dari hasil wawancara mendalam dapat diketahui bahwa


informan merasa terpanggil atau ada dorongan dari dalam diri untuk
segera menganjurkan kepada penderita untuk segera berobat baik
pengobatan medis maupun secara tradisional. Ada beberapa informan
juga mengatakan bahwa mengapa pengobatan tradisional masih sering
digunakan karena kadang penderita ISPA yang pergi berobat atau
melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit atau dokter namun saat
diperiksa ternyata tidak ditemukan adanya penyakit. Ditambahkan
lagi bahwa kita hidup di desa yang memiliki kebudayaan yang
panjang maka demi kesehatan apapun bisa dilakukan dalam
penyembuhan baik melalui pengobatan tradisioal maupun medis
dimana kedua-duanya dijalankan bersama. Dari hasil wawancara
dengan informan kunci yang berprofesi sebagai dukun juga
menyatakan bahwa dia juga menyarankan kepada penderita agar
memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan terdekat. Baik
dukun maupun bidan selalu bekerja sama untuk menyembuhkan
pasiennya.
b. Pendapat masyarakat terhadap penyuluhan tentang penyakit ISPA
yang dilakukan oleh petugas kesehatan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran sikap
masyarakat Desa Harubala terhadap penyuluhan tentang penyakit
ISPA yang dilakukan oleh petugas kesehatan adalah bahwa
masyarakat memang mau diadakannya penyuluhan. Namun sebagian

A g n e s E v e n i a | 67

besar informan yang kurang bisa mengerti penyuluhan-penyuluhan


yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena penyampaian materi
menggunakan bahasa yang kurang dimengerti oleh informan dan juga
penggunaan media yang belum maksimal.
Hal ini diperparah mengenai partisipasi masyarakat dalam
mengikuti penyuluhan. Seperti jawaban informan yang diberikan
informan bahwa mereka, khususnya kalangan pria, tidak pernah
mengikuti kegiatan penyuluhan tersebut dengan alasan bahwa
pelaksanaan penyuluhan hanya dilakukan pada saat kegiatan
Posyandu sehingga yang mengikutinya sebagian besar hanya ibu-ibu
hamil dan yang memiliki balita saja.
Kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegitan
penyuluhan yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan juga bisa
disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat Desa Harubala yang
masih sangat kurang dalam menanggapi penyakit ISPA dan
menganggap penyakit ISPA adalah penyakit yang biasa-biasa dan
tidak berbahaya dan tidak terlalu membutuhkan penanganan sesegera
mungkin. Oleh sebab itu, kasus penyakit ISPA tetap ada dan menjadi
kasus penyakit terbanyak di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng
Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur.

A g n e s E v e n i a | 68

3. Tindakan Masyarakat terhadap Penyakit ISPA


a. Tindakan masyarakat terhadap pencegahan penyakit ISPA
Dari hasil pengumpulan dan analisa data dari informan melalui
wawancara mendalam, diketahui bahwa tindakan informan terhadap
pencegahan penyakit ISPA sudah cukup baik jika dilihat dari
jawaban-jawaban mereka, meskipun tindakan yang dilakukan sangat
sederhana dan mudah misalnya pada saat bersin atau batuk harus
menutup mulut, membuang ludah atau dahak tidak di sembarang
tempat agar virus yang ada tidak menyebar ke orang lain.
Dari tindakan yang sederhana ini diharapkan agar masyarakat
bisa menyadari betapa cepatnya virus itu menular ke orang lain
sehingga penyakit yang ada bisa diminimalisir di Desa Harubala.
b. Tindakan masyarakat terhadap pengobatan penyakit ISPA
Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa tindakan masyarakat
terhadap pengobatan penyakit ISPA di desa Harubala belum terlalu
mengandalkan pengobatan secara medis. Sebagian informan lebih
memilih mengobati sendiri karena menganggap penyakit ISPA adalah
penyakit biasa saja, bahkan ada informan yang tidak bertindak apaapa dalam arti membiarkan penyakit yang ada sembuh dengan
sendirinya.
Ada pula informan yang mengobati penyakitnya dengan cara
membeli obat di kios-kios atau apotik terdekat karena menganggap
penyakit ini adalah penyakit yang tidak yang berbahaya atau biasa-

A g n e s E v e n i a | 69

biasa saja sehingga bisa sembuh dengan mengkonsumsi obat yang


dijual di kios-kios atau apotik terdekat seperti mixagrip dan
sebagainya serta ada juga yang memanfaatkan jasa dukun. Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya bahwa segala cara dalam
penyembuhan (tradisional atau medis) bisa mereka lakukan yang
penting halal agar mereka segera sembuh dari penyakitnya. Dan
sebagian besar masyarakat Desa Harubala lebih memilih pengobatan
secara tradisional lewat dukun setempat dengan pertimbangan bahwa
hubungan dengan dukun lebih dekat atau erat sehingga mudah untuk
mendapatkannya, namun ada juga yang melakukan pengobatan secara
medis hanya saja mereka akan ke Puskesmas atau Rumah Sakit bila
sakit yang dideritanya sudah cukup parah.

A g n e s E v e n i a | 70

BAB V
PENUTUP

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara


mendalam atau indept interview terhadap informan maka peneliti membuat
beberapa kesimpulan dan saran mengenai Perilaku Masyarakat tentang Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Desa Harubala Kecamatan Ile Boleng
Kabupaten Flores Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai berikut:
A. KESIMPULAN
1. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit infeksi saluran pernapasan akut
sebatas hanya pada batuk, suara hilang dan penularannya melalui air ludah
yang dibuang sembarangan dan menyebar ke orang lain dan lingkungan
sekitar yang kurang bersih.
2.

Sikap masyarakat terhadap penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut


ternyata masih mengarah kepada pemilihan ke pelayanan medis dan tidak
melupakan jasa dukun atau bidan. Masyarakat setempat masih
menganggap penyakit infeksi saluran pernapasan akut adalah penyakit
yang biasa saja dan tidak berbahaya.

3. Tindakan masyarakat terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan akut


adalah pengobatan dengan cara membeli obat di kios-kios, apotik terdekat
dan dukun karena menganggap penyakit ini adalah penyakit biasa saja.
Jika sudah parah atau berat baru mencari puskesmas atau rumah sakit.

A g n e s E v e n i a | 71

B. SARAN
1. Pemerintah melalui Dinas Kesehatan perlu melakukan penyuluhan
sesering mungkin agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang jelas
dan benar serta berkesinambungan tentang ISPA.
2. Dalam melaksanakan penyuluhan tentang penyakit ISPA di masyarakat
petugas kesehatan perlu menyediakan media yang memudahkan
masyarakat lebih mudah memahami dan mengerti tentang ISPA.
3. Masyarakat juga disarankan untuk bisa meluangkan waktu untuk
mengikuti

penyuluhan

jika

diadakan

dimanapun

kegiatan

itu

dilangsungkan.
4. Sebaiknya tindakan masyarakat dalam mencari pengobatan ISPA mulai
dirubah yakni jika sudah mendapatkan tanda atau gejalanya segeralah ke
bidan atau dokter terdekat.

A g n e s E v e n i a | 72

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut, Http://www.


Infeksi.com, diakses 20 Maret 2014
_______, 2008. Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
pada Balita. diakses 20 Maret 2014.
______, 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kemenkes RI
Aolenk., 2011. Perilaku Manusia. http://sulsul.blogdetik.com. Diakses 14 Januari
2014
Aswar, S., 2000. Ilmi Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Airlangga
Press
Depkes RI, 1998. Pengertian Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
_________, 2000. Balita meninggal akibat ISPA,.
__________, 2002. Penyebab Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Didinkaem., 2007. Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta : Bina Pustaka
_________., 2009. Infeksi Penyakit. www.infeksi.com/articles. Php. Diakses 12
Juli 2013
Entjang., 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti
Haris, Muslim,dkk., 2009 Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Makassar:
STIK Tamalatea
Indonesia, S.B., 1994. Psikologi Kesehatan. Semarang: PT. Gramedia
Jalaluddin, Rahmad., 2006. Pengetahuan dan Sikap. Jakarta
Kalangi, S. Nico., 2004. Kebudayaan dan Kesehatan. Jakarta: Megapoint
Lobo, Oktovianus Mone., 2010. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
pada Masyarakat desa Waihawa, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka,
Provinsi NTT.
Moleong, J. Lexi., 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nelson., 2003. Gejala Klinis ISPA. Diakses 11 Maret 2014

A g n e s E v e n i a | 73

Ngatimin, R., 2003. DOA. Makassar: Yayasan PK-3


__________., 2005. Ilmu Perilaku Kesehatan. Makassar: Yayasan PK-3
__________., 2006. Hidup Sehat Berbasis Promosi Kesehatan. Makassar:
Yayasan PK-3
Notoatmodjo, Soekidjo., 2003. Pendidikan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta
__________., 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta
__________., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
__________., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Flores Timur Tahun 2011. Larantuka
Profil Dinas Kesehatan Propinsi NTT Tahun2011. Kupang
Riskesdas.,
2010.
Penyakit
Infeksi
Saluran
http://www.blogspot.com diakses 02 April 2014

Pernapasan

Akut.

Rogers., 2007. Perilaku yang Didasari Pengetahuan. Bandung


Sugiyono, N., 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Widiyono, 2005. Defenisi dan Klasifikasi Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Jakarta

A g n e s E v e n i a | 74

LAMPIRAN

A g n e s E v e n i a | 75

PEDOMAN WAWANCARA
PERILAKU MASYARAKAT TENTANG PENYAKIT ISPA DI DESA
HARUBALA KECAMATAN ILE BOLENG
KABUPATEN FLORES TIMUR
TAHUN 2013

No. Urut Responden :

Tgl. Wawancara :

A. Identitas Informan
1. Nama

:.

2. Umur

:.

3. Jenis Kelamin

:.

4. Pekerjaan

5. Pendidikan Terakhir :.
6. Alamat

B. Pedoman Wawancara
1. Pengetahuan
a. Bagaimana pengetahuan informan tentang pengertian penyakit ISPA?
b. Bagaimana pengetahuan informan tentang cara penularan penyakit
ISPA?
c. Bagaimana pengetahuan informan tentang tanda dan gejala penyakit
ISPA?
d. Bagaimana pengetahuan informan tentang penyebab penyakit ISPA?

A g n e s E v e n i a | 76

2. Sikap
a. Bagaimana pendapat informan jika ada keluarga atau masyarakat yang
menderita penyakit ISPA?
b. Bagaimana pendapat informan terhadap penyuluhan tentang penyakit
ISPA yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan?
3. Tindakan
a. Bagaimana tindakan informan terhadap pencegahan penyakit ISPA?
b. Bagaimana tindakan informan terhadap pengobatan penyakit ISPA?

A g n e s E v e n i a | 77

A g n e s E v e n i a | 78

A g n e s E v e n i a | 79

A g n e s E v e n i a | 80

A g n e s E v e n i a | 81

A g n e s E v e n i a | 82

A g n e s E v e n i a | 83

A g n e s E v e n i a | 84

A g n e s E v e n i a | 85

A g n e s E v e n i a | 86

Anda mungkin juga menyukai