Anda di halaman 1dari 5

1.

1 KONSEP MODEL STUART


Stuart mengembangkan konsep model adaptasi stress pada tahun 1980 sebagai
hasil dari beragam ilmu pengetahuan dari keperawatan psikiatri dan sebagai aplikasi dari
pengetahuan ini dalam praktek klinisnya. Stuart mengangkat konsep model adaptasi
stress dalam keperawatan psikiatri dimana konsep ini menggabungkan antara cakupan
biologis, psikologis, sosiokultural, lingkungan dan aspek etnik legal dalam perawatan
pasien kedalam kesatuan kerangka kerja untuk proses pelatihan.
1. Anggapan Teoritis
Model adaptasi stress Stuart memiliki anggapan yang pertama bahwa alam
ditawarkan sebagai hierarki sosial dari yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks, dimana tiap tingkatan dari hierarki sosial ini ditunjukkan secara
terorganisasi. Tiap tingkatan juga merupakan bagian dari tingkatan tertinggi
berikutnya, sehingga tidak ada yang terpisah. Individu merupakan tingkatan yang
paling dasar dari intervensi keperawatan, dan individu adalah komponen dari
keluarga, grup, komunitas, masyarakat dan cakupan yang lebih tinggi lagi. Tiap
tingkatan dipengaruhi oleh banyak hal. Untuk alasan ini, satu tingkat organisasi,
seperti individu tidak dapat dilihat sebagai sistem yang dinamis tanpa bekerja sama
dengan tingkatan lainnya dalam hierarki sosial.
Anggapan yang kedua dari model adaptasi stress Stuart adalah bahwa
keperawatan

diberikan dalam cakupan biologis, psikologis, sosiokultural,

lingkungan dan konteks etnik legal. Dalam ranah ini, perawat diharapkan mengerti
dan mampu mengintegrasikannya dengan tujuan untuk memberikan kompetensi
keperawatan psikiatrik secara menyeluruh. Secara teori, dasar praktek keperawatan
psikiatrik diperoleh dari ilmu keperawatan seperti perilaku, sosial, dan pengetahuan
biologis. Teori yang diambil dari keperawatan termasuk perkembangan psikologi,
neurologi, farmakologi, psikopatologi, pembelajaran, sosiokultural, kognitif,
perilaku, ekonomi, organisasi, politik, etnik legal, interpersonal, grup dan keluarga.
Praktek keperawatan psikiatri banyak membutuhkan teori karena pasien yang
beragam, latar belakang filosofi dari keperawatan psikiatri dan tempat dimana
perawat bekerja. Tidak satupun dari teori secara universal diaplikasikan kepada
pasien. Teori yang didapatkan harus diseleksi untuk digunakan secara relevan pada
pasien khusus dan masalah yang dihadapinya.
Kesehatan atau kesakitan dan adaptasi atau maladaptasi sebagai 2 kontinuum
yang ada dimana kontinuum kesehatan atau kesakitan didapatkan dari sudut pandang
dunia medis, sedangkan kontinuum adaptasi atau maldaptasi didapatkan dari sudut

pandang dunia keperawatan. Hal ini merupakan anggapan ketiga dari model konsep
adaptasi stress Stuart. Berdasarkan anggapan tersebut, orang dengan diagnosa medis
sakit dapat beradaptasi baik pada sakit yang diderita. Sebagai contoh dari respon
koping adaptif yang digunakan oleh beberapa orang yang mempunyai penyakit fisik
kronik / sakit jiwa. Kontrasnya, orang dengan tanpa diagnosa medis sakit mungkin
mengalami respon koping maladaptif. Hal ini dapat dilihat pada orang dewasa yang
mengalami masalah gangguan perilaku menggambarkan respon koping yang buruk
pada banyak masalah yang harus ditanganinya mada masa dewasa.
Anggapan ke empat dalam model adaptasi stress Stuart menekankan pada
model yang mencakup tingkat prevensi primer, sekunder, dan tersier dari
penggambaran tingkat penanganan psikiatri. Krisis, akut, mempertahankan dan
promosi kesehatan untuk tiap tingkat dari model penanganan menyarankan tujuan
penanganan, fokus dari pengkajian keperawatan, intervensi keperawatan,dan hasil
yang diharapkan dari perawatan.
Perawatan psikiatri diberikan melalui pengkajian, identifikasi diagnosa hasil,
rencana dan implementasi. Setiap langkah dari proses perawatan tersebut sangat
penting dan perawat memiliki tanggung jawab untuk seluruh tindakan implementasi
keperawatan. Hal ini merupakan anggapan kelima dari model adaptasi stress Stuart.
2. Gambaran Sehat dan Sakit jiwa
Sehat mental dipandang memiliki standar yang kurang jelas daripada sakit
mental. Penilaian sehat mental sebagai rata-rata membuat adanya peningkatan
masalah karena apa yang disebut rata-rata diartikan tidak penting kesehatannya.
Demikian pula bahaya untuk menyampaikan alternatif sosial dengan sakit seperti
ketika gaya hidup yang tidak biasa dianggap sebagai sakit atau ketika tingkah laku
yang menyimpang dari kebiasaan dianggap sebagai tanda abnormal seseorang.
Problem tersebut dapat dihindari jika hal itu dapat diketahui sehat atau sakit dan
kesesuaian penyimpangan adalah variable bebas. Kombinasi dari ke empat unsur itu
menghasilkan 4 pola yakni komfirmasi kesehatan (kesehatan yang sesuai),
penyimpangan kesehatan, ketidaksehatan yang sesuai, dan penyimpangan yang tidak
sehat. Keperawatan jiwa harus secara teliti mempertimbangkan makna dari perilaku
individu dan konteksnya karena hal ini dapat mencerminkan adaptasi realistis pada
kehidupan individu dan pada norma kelompok.
3. Definisi Kesehatan jiwa

Keadaan sejahtera yang dihubungkan dengan kebahagiaan, kesenangan,


kepuasan, pencapaian, optimisme/ harapan diartikan sebagai kesehatan mental (Buck
bauez ward, 1993, Lykken & Tellegen, 1996). Beberapa kriteria dari kesehatan
mental seharusnya banyak didefinisikan karena kesehatan mental tidak dapat
dibatasi untuk menjadi sebuah konsep sederhana atau aspek tungal dari perilaku.
Sebaiknya, kesehatan mental itu terdiri dari sejumlah kriteria yang ada pada
kontinuum dengan tingkatannya. Kriteria itu membentuk dasar dari kesehatan
mental yang optimum. Hal tersebut tidak tetap, bagaimanapun juga dan tiap-tiap
orang memiliki batas-batasnya sendiri meskipun tidak seorang pun mencapai
keseluruhan kriteria secara ideal, kebanyakan orang dapat mencapai pendekatan
optimum.
4. Kriteria Kesehatan jiwa
Stuart (2006) mengidentifikasi hal-hal berikut sebagai kriteria kesehatan jiwa,
diantaranya adalah:
a. Sikap positif terhadap diri sendiri
b. Pertumbuhan, perkembangan dan aktualisasi diri
c. Integrasi dan ketanggapan emosional
d. Otonomi dan kemantapan diri
e. Persepsi realitas yang akurat
f. Penguasaan lingkungan dan kompetensi sosial.
5. Faktor Predisposisi atau Faktor yang Mempengaruhi
Faktor predisposisi atau faktor yang mempengaruhi adaptasi stress mencakup
aspek biologis, psikologis, sosiokultural. Hal tersebut dapat dilihat sebagai kondisi
atau faktor resiko yang dapat berdampak pada jenis dan jumlah yang dapat
digunakan untuk orang menangani stress.
Latar belakang genetik, status nutrisi, kepekaan biologis, kesehatan umum dan
pajanan pada racun-racun merupakan contoh faktor biologis.

Faktor psikologis

termasuk intelegensi, kemampuan verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa


lalu, konsep diri, motivasi, petahanan psikologis, control kesadaran, karakteristik
sosiokultural termasuk usia, gender, pendiikan/ pendapatan, pekerjaan, posisi social,
latar belakang budaya, pendidikan agama dan kepercayaan.
6. Stresor Presipitasi / Faktor Pemicu Stress
Faktor pemicu stres adalah stimulus yang dipersepsikan individu sebgai
tantangan yang mengancam hidup/ tuntutan. Hal tersebut dapat menghabiskan energi
dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan stress. Hal tersebut dapat berupa

biologis, psikologis/ sosiokultural dan berasal dari lingkungan eksternal/ internal


orang tersebut. Disamping menggambarkan sifat dan asal dari pemicu stress, sangat
penting untuk mengkaji waktu dari timbulnya pemicu stress. Waktu memiliki banya
dimensi, seperti kapan stress terjadi, durasi pada pajanan stress dan frekwensi
terjadinya. Faktor terakhir yang harus dipertimbangkan adalah jumlah stressor. Pada
pengalaman individu selama periode waktu tertentu karena sesuatu kejadian
mungkin lebih sulit dihadapi dengan ketika kejadian tersebut muncul bersama-sama.
7. Penilaian terhadap stressor
Penilaian terhadap stressor merupakan reaksi individu terhadap stressor
presipitasi yang dihadapinya. Reaksi ini bisa berupa reaksi kognitif (contoh :
berpikir ingin bunuh diri, berkurangnya motivasi, konsentrasi atau tingkat kesadaran
dll), afektif (contoh : merasa sedih, merasa marah, tidak berdaya dll), fisiologis
(contoh : perubahan pada tanda-tanda vital dan status fisiologis lainnya), perilaku
(contoh : menolak untuk melakukan aktivitas sehari-hari, berbicara sendiri, sering
komat-kamit dll), dan sosial (contoh : mengamuk, memukul orang lain, menarik diri
dari pergaulan dll). Penilaian terhadap stressor ini merupakan data fokus yang bisa
digunakan oleh perawat untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
8. Sumber koping
Sumber koping merupakan semua hal yang bisa dijadikan alat untuk
membantu individu mengatasi stresornya secara konstruktif atau sebaliknya dapat
menjadikan individu menggunakan mekanisme pemecahan masalah yang salah.
Terdiri dari : kemampuan personal (bakat, kepandaian dll), dukungan sosial (punya
sahabat sedikit atau banyak dll), aset materi (kekayaan, punya asuransi atau tidak
dll), dan keyakinan positif (kepercayaan terhadap diri sendiri dan Tuhan, lebih
berfokus kepada pengobatan daripada pencegahan dll)
9. Mekanisme koping
Upaya yang dilakukan individu untuk penatalaksanaan stress termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung (task oriented) dan mekanisme pertahanan ego yang
digunakan untuk melindungi diri (ego oriented) merupakan definisi dari mekanisme
koping.
Task Oriented atau penyelesaian masalah secara langsung meliputi meminta
bantuan kepada orang lain, mengungkapkan perasaan sesuai yang dirasakan saat ini,
mencari lebih banyak informasi yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi,
menyusun rencana untuk memecahkan masalah dan meluruskan persepsi terhadap
masalah. Sedangkan Ego Oriented merupakan bentuk penyangkalan untuk melihat

kenyataan yang tidak diinginkan dengan cara mengabaikan atau menolak kenyataan
tersebut. Proyeksi adalah menyalahkan orang lain atas ketidakmampuan dirinya atau
atas kesalahan yang dia perbuat. Represi atau menekan ke alam bawah sadar dan
sengaj melupakan pikiran, perasaan, dan pengalaman yang menyakitkan. Regresi
atau kemunduran dalam hal tingkah laku yang dilakukan seseorang dalam
menghadapi stres.
Rasionalisasi, berusaha memberi alasan yang masuk akal terhadap perbuatan
yang dilakukannya. Pengalihan yaitu memindahkan perasaan yang tidak
menyenangkan dari seseorang atau obyek ke orang atau obyek lain yang biasanya
lebih

kurang

berbahaya

daripada

obyek

semula.

Reaction

Formation;

mengembangkan pola sikap atau perilaku tertentu yang disadari tetapi berlawanan
dengan perasaan dan keinginannya. Dan Sublimasi atau penyaluran rangsangan atau
nafsu yang tidak tersalurkan ke dalam kegiatan lain.

Anda mungkin juga menyukai