COATS DISEASE
PEMBIMBING:
Dr. Nanik Sri Mulyani Sp.M
DISUSUN OLEH:
Desak Dwi Ayu
NIM: 03011069
Lembar Pengesahan
Nama
NIM
: 03011069
Bagian
Periode
Judul referat
: Coats Disease
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................................
4
1.1 Anatomi dan Fisiologi Mata ............................................................. 4
B. Epidemiologi....
C. Etiopatologi........ 8
D. Manifestasi klinis... 9
E. Klasifikasi.....
10
F. Diagnosa....... 11
G. Diagnosa Banding...
12
H. Penatalaksanaan...
I. Prognosis...
DAFTAR PUSTAKA.
12
13
14
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Coats atau Coats disease adalah suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya telangiektasis dan aneurisma pembuluh darah retina disertai dengan eksudat
intraretina maupun subretina pada satu mata. Awalnya penyakit Coats yang diperkenalkan
pertama kali oleh George Coats pada tahun 1908 mempunyai menifestasi klinik yang
hampir sama dengan aneurisma Leber yaitu berupa abnormalitas pembuluh darah retina.
Reese kemudian berpendapat bahwa talangiektasis pembuluh darah retina (Aneurisma
Leber) yang dapat menyebabkan eksudasi retina progresif dan ablasio retina disebut
dengan penyakit Coats. 1,2
Prevalensi penyakit Coats belum pernah dilaporkan hingga saat ini karena
termasuk penyakit yang jarang terjadi. Di Wills Eye Hospital, Amerika sebesar 150 kasus
dengan rata-rata usia 5 - 11 tahun, lebih banyak pada laki-laki dengan perbandingan 3:1.
Penyakit Coats terjadi pada salah satu mata atau unilateral dengan persentase sebesar 95
%. Penyakit Coats tidak dipengaruhi oleh ras maupun faktor herediter. 2,3
Penyebab pasti penyakit Coats belum diketahui hingga saat ini namun terdapat
dugaan bahwa penyebabnya adalah kelainan primer dari vaskuler retina terutama di
perifer. Manifestasi klinis penyakit Coats dibagi menjadi dua yaitu onset dini atau anak
usia < 20 tahun dan dewasa 20 tahun. Keluhan pada anak-anak biasanya berupa
penurunan tajam penglihatan, strabismus dan leukokoria.Pemeriksaan segmen anterior
sebagian besar tidak memperlihatkan adanya kelainan. Shields1 mengklasifikasikan
kelainan segmen posterior menjadi lima stadium yaitu stadium pertama hanya berupa
telangiektasis pembuluh darah retina, stadium kedua terdapat telangiektasis dan eksudat,
stadium ketiga terdapat ablasio retina eksudatif, stadium keempat terjadi ablasio retina
total dan glukoma sekunder, stadium kelima merupakan stadium paling akhir dari
penyakit Coats. 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Retina merupakan lapisan tipis, yang melapisi 2/3 bagian dalam dinding posterior
bola mata. Retina membentang dari saraf optik di bagian posterior hingga ora serrata di
bagian anterior, yang kemudian akan berlanjut menjadi epitel badan siliar. Retina terbagi
dua secara garis besar yaitu lapisan epitel pigmen dan lapisan sensoris . Lapisan epitel
pigmen retina (Retinal Pigment Epithelium / RPE) adalah selapis sel epitel kuboid yang
tersusun heksagonal. Sel-sel epitel ini mendukung dan mempertahankan fungsi segmen
luar sel fotoreseptor. Sedangkan lapisan sensoris retina terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan
sel fotoreseptor, lapisan glia dan lapisan vaskuler. Lapisan sel fotoreseptor terbagi
menjadi segmen luar, silium, segmen dalam yang terdiri dari sel ellipsoid dan myoid,
serabut luar sel batang; badan sel, dan serabut dalam sel batang yang akan berakhir pada
ujung sinaps. Lapisan glia terdiri atas sel-sel Muller yang tersusun vertikal. Lapisan
vaskuler retina berfungsi sebagai sawar darah retina, yang berasal dari beberapa cabang
arteri retina sentralis. 1,4
Pada penyakit Coats jaringan anatomi yang terlibat terutama adalah jaringan
vaskuler retina dan sawar darah retina. Jaringan vaskuler retina berasal dari arteri retina
sentralis, arteri silioretina dan koriokapilaris. Arteri retina sentralis yang berdiameter 0,3
mm akan berjalan bersama-sama vena retina sentralis dan beberapa saraf simpatis di
dalam papil saraf optik. Setelah menembus papil saraf optik, arteri retina sentralis akan
bercabang ke superior dan inferior yang selanjutnya akan bercabang lagi ke bagian nasal
dan temporal. Cabang-cabang arteri retina sentralis akan berjalan pada lapisan serabut
saraf retina. Cabang-cabang arteri tersebut akan terus berjalan ke bawah dan membentuk
jaringan-jaringan kapiler atau plexus. Terdapat dua plexus yaitu inner plexus yang
terletak di lapisan sel ganglion dan outer plexus yang terletak di lapisan inti dalam
(gambar 2). Arteri silioretina yang terletak di dekat papil saraf optik merupakan
anastomosis antara koroid dan retina. Koriokapilaris berisi pembuluh darah kapiler yang
membentuk jaringan padat dan terbentang dari diskus optikus sampai dengan ora serata.4
Kapiler retina terdiri dari sel endotel yang berbentuk sirkumferensial dan saling
dilekatkan oleh jaringan ikat zonulae occludentes. Jaringan ikat antar endotel tersebut
membentuk sawar darah retina dalam (inner blood retinal barrier). Sel endotel akan
diselubungi oleh basal lamina, perisit, makrofag perivaskuler dan mikroglia (gambar 2).
Sedangkan sawar darah retina luar (outer blood retinal barrier) dibentuk oleh sel-sel RPE
yang saling terikat jaringan ikat. 4
akan
menyebabkan
disorganisasi
mural,
dilatasi
aneurisma
dan
telangiektasis pada pembuluh darah retina.5,6 Hal ini akan berakibat pada rusaknya
struktur dan
membran basalis penyakit Coats dengan diabetes dan kehamilan yang terkait
penyakit vaskuler. Duke dan Woods3,4 mengemukakan adanya peran abnormalitas
lipid dalam patogenesis penyakit Coats. Black dkk 6 menganalisa mata yang
dienukleasi pada penderita penyakit Coats dan mendapatkan hasil adanya mutasi
missense gen NDP di lokasi kromosom Xp11.4. Mutasi gen tersebut akan
mengakibatkan defisiensi protein norrin yang merupakan faktor penting
vaskulogenesis retina.6
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik penyakit Coats terbagi menjadi dua yaitu onset dini
(early onset) anak usia < 20 tahun dan onset dewasa 20 tahun. Pada anak-anak
manifestasi klinisnya lebih parah dibandingkan dewasa.3,8 Keluhan pada pasien
dewasa biasanya bersifat asimtomatis, tidak ada leukokoria dan tidak ada
penurunan visus. Pada umumnya keluhan penurunan tajam penglihatan pada
pasien dewasa terjadi setelah diagnosis ditegakkan. Sedangkan pada anak-anak,
keluhan penurunan tajam penglihatan paling sering terjadi selain strabismus dan
lekokoria.4-5 Onset dewasa sering dihubungkan dengan hiperkolesterolemi namun
hal ini tidak terjadi pada pasien anak-anak. Penyakit Coats dilaporkan pernah
terjadi pada wanita vegetarian dimana kadar kolesterol dan terigliseridanya
sangat rendah.8
Pemeriksaan klinis menunjukkan 90 % segmen anterior yang normal,
namun dapat pula terjadi udem kornea, bentukan lemak di dalam bilik mata
depan, neovaskularisasi iris dan pendangkalan sudut bilik mata depan.6 Segmen
posterior menggambarkan adanya telengiektasis retina berupa dilatasi kapiler,
kapiler
yang
berkelok-kelok
dan
bergerombol
membentuk
filigreelike
4-5
Deposisi lemak biasanya bersifat masif dan difus pada onset anak-
anak (gambar 3) sedangkan pada pasien dewasa deposisi lemaknya bersifat lokal
dan terbatas.8 Khurana dkk21 melaporkan adanya nodul subfovea. Pada beberapa
kasus penyakit Coats. Nodul tersebut merupakan nodul fibrotik hasil resolusi
eksudat makula setelah terapi telengiektasis retina. (gambar 4).
E. Klasifikasi
Shields5 mengklasifikasikan gambaran klinis penyakit Coats menjadi
lima stadium agar dapat menentukan terapi dan prognosisnya. Stadium pertama
hanya berupa telangiektasia retina yaitu gambaran anomali kapiler retina.
Stadium kedua menunjukkan telangiektasia retina dan eksudasi. Eksudasi ini
dibedakan lagi berdasarkan lokasinya yaitu eksudasi ekstrafoveal (stadium 2A)
dan eksudasi foveal (stadium 2B). Stadium ketiga terdiri dari stadium 3A yaitu
gambaran ablasio retina eksudatif subtotal dimana stadium 3A dibagi lagi
menjadi daerah ekstrafovea dan daerah fovea, sedangkan pada stadium 3B terjadi
ablasio retina eksudatif total. Stadium keempat menunjukkan adanya ablasio
retina total disertai dengan komplikasi glaukoma sekunder. Stadium kelima
merupakan stadium akhir penyakit Coats yaitu berupa kebutaan (No Light
Perception/NLP) biasanya disertai dengan ptisis bulbi.
10
F. Diagnosis
Diagnosis penyakit Coats ditegakkan melalui anamnesis, manifestasi
klinis, pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskopi, oftalmoskop direk dan
indirek. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adalah angiografi fluoresen fundus (FFA), ultrasonografi (USG) dan
sitologi.7
Gambaran FFA pada pasien dewasa dan anak-anak menunjukkan
gambaran yang sama yaitu pelebaran pembuluh darah berupa dilatasi aneurisma
sakular (light- bulb appearance), telangiektasis dan kebocoran pada daerah
tersebut (gambar 5). Selain itu, FFA juga dapat berfungsi menentukan lokasi
kebocoran vaskuler
krioterapi. Ultrasonografi
sitologi
dari
cairan
subretina
12
DAFTAR PUSTAKA
1.
Halter JA. Coats disease. In : Ryan SJ, editor. Retina 3rd ed. St Louis : CV Mosby ;
2001. p. 1441-7
2.
Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H. Clinical variations and
complications of Coats disease in 150 cases : the 2000 Sanford Gifford Memorial
Lecture. Am J Ophthalmol. 2001;131:561- 71
13
3.
Shields JA, Shields CL, Honavar SG, Demirci H, Cater J. Classification and
management of Coats disease : the 2000 Proctor Lecture. Am J Ophthalmol.
2001;131:572-83
4.
Ilyas SH. Anatomi dan Fisiologi Mata dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI. 2005. Hal. 1-12
5.
Black GC, Perveen R, Bonshek R, Cahill M, Clayton-Smith J, Lloyd IC, et al. Coats
disease of the retina ( unilaterla retinal telangiectasia ). Hum Mol Genet
1999;8(11):2031-5
6.
Smithen LM, Brown GC, Brucker AJ, Yannuzi LA, Klais CM, Spaide RF. Coats
disease diagnosed in adulthood. Ophthalmology 2005;112:1072-8
7.
8.
9.
Kranias G, Krebs TP. Advanced Coats disease succesfully managed with vitreoretinal surgery. Eye 2002;16:500-1
10. Khurana RN, Samuel MA, Murphree AL, Loo RH, Tawansy KA. Subfoveal nodule
in Coats disease. Clin Exp Ophthalmol 2005;33:301-2
11. Budning, Silodor SW, Augsburger JJ, Shields JA, Tasman W. Natural history and
management of advanced Coats disease. Ophthalmic Surg 1988; :89-93
14