Anda di halaman 1dari 5

BAB III

TEORI MEDAN POTENSIAL BUMI


Oleh: Dr. Supeno, S.Pd, M.Si dan Drs. Albertus Djoko Lesmono, M.Si

3.1 Gravitasi Bumi


Teori yang mendasari metode gravitasi adalah hukum gravitasi Newton tentang
interaksi dua massa, yaitu antara bumi dengan benda:
mM
F G 2 r
3.1)
r
Besarnya percepatan gravitasi bumi:
M
g G r
3.2)
R
Dalam geofisika eksplorasi, harga g amat kecil, sehingga untuk memudahkan digunakan
satuan Gal (Galileo) dengan kesetaraan sebagai berikut:
980 Gal = 9,8 m/s2
1 mGal = 0,001 Gal = 10-5 m/s2 = 1000 Gal
1 g.u = 0,1 mGal (g.u: gravity unit)
3.2 Metode Gravitasi
Metode gravitasi telah digunakan oleh para ahli geofisika lebih dari 250 tahun.
Pierre Bouguer adalah orang yang pertama kali menemukan bahwa bumi tidak bulat
berdasarkan hasil pengukuran gravitasi yang nilainya berbeda antara di Paris dan di
khatulistiwa. Besarnya gravitasi bumi di suatu tempat bervariasi bergantung pada lima
faktor, yaitu:
Posisi lintang; harga gravitasi bumi semakin besar ke arah kutub dan semakin
kecil ke arah khatulistiwa.
Ketinggian; semakin tinggi suatu titik dari permukaan, harga gravitasi bumi
semakin kecil (karena semakin jauh dari pusat bumi).
Topografi; kondisi topografi di sekitar titik pengukuran akan mempengaruhi harga
gravitasi bumi di titik tersebut. Kelebihan massa oleh adanya bukit dan
kekosongan massa akibat adanya lembah akan mempengaruhi hasil pengukuran.
Pasang surut; pengaruh massa bulan dan matahari akan memberikan pengaruh
pada pengukuran gravitasi.
Variasi rapat massa bawah permukaan; akan menyebabkan terjadinya anomali
gravitasi yang cukup signifikan dalam eksplorasi dengan metode gravitasi.
Pengukuran grativasi sering menghasilkan harga gravitasi yang sangat rendah. Di
daratan, pengukuran grativasi dapat dilakukan dengan mudah dan data yang relatif baik.
Sedangkan di laut, pengukuran grativasi menuntut sumber daya teknologi yang sangat
tinggi. Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang (helikopter).
Besarnya nilai gravitasi anomali dihitung berdasarkan perbedaan antara nilai
medan gravitasi dengan nilai gravitasi yang diamati. Daerah survey gravitasi harus
memiliki skala panjang yang kecil ( < 100 km) dan memiliki variasi kerapatan batuan
dari satu tempat ke tempat lain dalam kerak bumi. Profil anomali hasil pengukuran
dengan menggunakan metode gravitasi dapat digunakan untuk mempelajari struktur

13

geologi yang meliputi unit batuan yang mana menunjukkan perbandingan kerapatan
batuan.
3.3 Pengukuran Data Gravitasi
Alat yang digunakan untuk mengukur gravitasi disebut dengan gravimeter atau
gravity meter dan biasanya memiliki ketelitian lebih dari 0,01 mgal. Gravimeter yang
digunakan biasanya harus memiliki ketelitian lebih dari 0,01 mgal. Pada prinsipnya
gravimeter mengukur variasi medan gravitasi dari satu titik ke titik lain dan tidak bisa
mengukur medan gravitasi mutlak pada titik tertentu. Pembacaan pada gravimeter hanya
merupakan skala pembacaan yang tidak memiliki arti fisis tertentu. Untuk menjadikan
skala pembacaan menjadi harga gravitasi maka harus dilakukan konversi yang diikatkan
pada titik ikat tertentu.
Selama akuisisi data, terdapat dua macam metode dalam pengukuran gravitasi,
yaitu close loop dan open loop. Dalam metode close loop (gravimeter yang digunakan
biasanya bertipe Worden), pengukuran gravitasi pada titik awal dilakukan dua kali,
yaitu pada awal dan akhir pengukuran untuk setiap kali loop. Waktu yang disarankan
untuk setiap loop adalah tidak lebih dari 2,5 jam. Hal ini untuk menghindari koreksi
pasang surut yang tidak linier.
T6
ST1
T1

ST2
T2

ST3
T3

ST4
T4

ST5
T5

Gambar 3.1. Pengukuran gravitasi dengan metode close loop.

Sedangkan untuk metode open loop (biasanya menggunakan gravimeter La Coste


Romberg), tanpa melakukan pengukuran gravitasi pada titik awal loop pada akhir
pengukuran dalam satu loop.
ST1
T1

ST2
T2

ST3
T3

ST4
T4

ST5
T5

Gambar 3.2. Pengukuran gravitasi dengan metode open loop.

Bersamaan dengan pengukuran gravitasi, dilakukan pengukuran ketinggian titik


amat dengan menggunakan altimeter. Biasanya digunakan dua buah altimeter, satu
altimeter berjalan bersama gravimeter, sedangkan satu altimeter lainnya diletakkan di
base station. Untuk altimeter yang bergerak bersama dengan pengukuran gravitasi
digunakan untuk mengukur ketinggian titik amat. Sedangkan altimeter yang berada di
base station mencatat secara periodik (biasanya 5 atau 10 menit sekali). Hal ini
dilakukan untuk koreksi pasang surut terhadap data ketinggian. Untuk survey yang lebih
detail, disarankan untuk menggunakan mikrobarograf untuk koreksi ketinggian
pengaruhnya terhadap pasang surut, perubahan suhu dan kelembaban.
Pembacaan altimeter sama dengan gravimeter, tidak menunjukkan ketinggian
absolut tetapi hanya menunjukkan ketinggian relatif. Jadi pembacaan altimeter harus
diikat pada titik ikat yang sudah diketahui ketinggian absolutnya. Titik ikat ketinggian
ini biasanya terletak di bangunan-bangunan yang vital seperti bandara, pelabuhan, dan

14

stasiun kereta api. Titik ikat utama untuk ketinggian berada di Museum Geologi
Bandung.
3.4. Penentuan Titik Amat
Lokasi titik amat ditentukan dengan memperhatikan beberapa syarat:
Mudah dijangkau oleh peralatan.
Mudah dikenal, bersifat permanen dan jelas.
Bisa dengan mudah dicari dan diplot pada peta topografi (peta ketinggian).
Bebas dari gangguan getaran mekanik.
Perlu diperhatikan juga tentang jumlah titik amat dan spasi (jarak antar titik amat).
Jumlah titik amat dan spasi bergantung pada luas daerah dan sifat survey. Untuk
eksplorasi minyak, tiap kilometer persegi daerah survey terdiri dari satu atau dua titik
amat. Hal ini berhubungan dengan kedalaman sumber anomali (sekitar satu hingga tiga
kilometer). Dalam hal ini, memperbanyak titik amat untuk tiap kilometer persegi bisa
saja dilakukan, tetapi akan memperbesar biaya. Untuk eksplorasi mineral, survey
bersifat lokal dan detail sehingga spasi bisa berjarak antara 25 m hingga 100 m.
Sedangkan untuk survey yang bersifat regional, spasi bisa berjarak 1 km hingga 15 km.
3.5 Koreksi Dan Reduksi Data Pengukuran
Data yang diperoleh melalui pengukuran di lapangan tidak dapat secara langsung
diinterpretasikan karena terdapat berbagai faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena
itu, untuk mendapatkan suatu data yang siap diinterpretasikan, data hasil pengukuran
harus mengalami pengolahan melalui koreksi dan reduksi data.
a. Koreksi drift dan koreksi pasang surut
Koreksi drift atau apungan dilakukan pada gravimeter yang tidak memiliki
pengunci pegas (seperti pada gravimeter Worden). Tidak adanya pengunci
pegas menyebabkan goncangan yang timbul selama pengambilan data sehingga
pembacaan skala akan bergeser.
Sedangkan koreksi pasang surut diakibatkan oleh perubahan posisi bulan dan
matahari terhadap bumi. Koreksi pasang surut ini linier terhadap waktu untuk
pengamatan yang tidak lebih dari 2,5 jam.
b. Koreksi gravitasi normal
Permukaan bumi merupakan bidang elipsoid karena adanya perputaran bumi.
Secara teoritis matematis, percepatan gravitasi pada bidang spheroid dapat
dihitung dengan rumus menurut IUGG (International Union of Geodesy and
Geophysics) tahun 1930, yaitu:
g = go ( 1 + sin2 + sin2 2 )
dengan
go :
:
:
:

3.3)

gravitasi di khatulistiwa (978.049 gal)


posisi lintang
0,0052884
-0,0000059

Sedangkan menurut hasil perhitungan terakhir berdasarkan pengamatan satelit,


IAGS (International Association of Geodesy System) tahun 1967 merumuskan:

15

g = 978.031,85 ( 1 + 0,005278895 sin2 - 0,000023462 sin4 )

3.4)

Dengan mengetahui posisi lintang suatu titik amat, gravitasi normal daerah
tersebut dapat ditentukan (dengan anggapan bumi homogen).
c. Koreksi udara bebas
Pengukuran gravitasi di permukaan bumi mempunyai anggapan bahwa massa
bumi terkonsentrasi di pusatnya. Apabila ketinggian gravimeter mengalami
perubahan maka jarak ke pusat bumi berubah yang berakibat medan
gravitasinya berubah. Apabila jarak dari permukaan spheroid ke pusat bumi
adalah R dan ketinggian titik pengukuran dari bidang spheroid adalah h (dimana
h << R), maka percepatan gravitasi di titik amat tersebut adalah:

g (h R) g ( R) h

g
R

3.5)

dengan g(R) adalah gravitasi normal (telah dijelaskan di atas).


Berdasarkan persamaan (3.2),

g ub
M
2G 2
R
R
2g

Rk
0,3080 mgal / m

3.6)

dengan,

g ub
: koreksi udara bebas.
R
Rk : jejari bumi di khatulistiwa.
Persamaan (3.6) memiliki arti bahwa setiap kenaikan 1 m, maka percepatan
gravitasi akan berkurang 0,3080 mgal.
d. Koreksi Bouger
Yaitu koreksi gravitasi karena adanya massa tertentu di antara titik amat dengan
titik referensi.
Koreksi Bouger bergantung pada ketinggian titik amat dari titik referensi dan
rapat massa batuan antara titik amat dengan titik referensi.

16

ST

rapat massa,

bidang Bouger

referensi

Gambar 3.3. Koreksi Bouger.

Gambar 3.3 menunjukkan titik amat yang di bawahnya terdapat slab massa,
sehingga pembacaan gravitasi dipengaruhi oleh slab massa tersebut.
Besarnya koreksi Bouger adalah:

dgB
0,04193
dh

3.7)

e. Data gravitasi tereduksi


Dari semua koreksi yang telah dijelaskan di atas, tidak semuanya dilakukan.
Apabila daerah survey datar dan relatif pada titik referensi maka koreksi hanya
dilakukan pada hingga koreksi udara bebas. Sedangkan apabila daerah survey
datar tetapi di atas titik referensi maka koreksi hanya sampai pada koreksi
Bouger. Tetapi apabila daerah survey memiliki topografi yang sangat kontras
maka koreksi hingga koreksi medan.
Gravitasi yang dihasilkan setelah data lapangan dikoreksi disebut dengan
anomali gravitasi atau gravitasi tereduksi.
Persamaan untuk masing-masing anomali gravitasi adalah:
Anomali gravitasi udara bebas:
gub = go gn + gub = go gn + 0,3080 h

3.8)

Anomali gravitasi Bouger:


gB = go gn + gub - gB = go gn + 0,3080 h 0,04193 h
dengan;
gn :
go :
gub :
gB :

3.9)

harga gravitasi normal pada bidang spheroid


gravitasi lapangan stelah dikoreksi drift
koreksi udara bebas
koreksi Bouger

Disarankan untuk setiap langkah mulai dari harga gravitasi normal, harga
gravitasi lapangan hingga ke anomali gravitasi udara bebas, Bouger, semuanya
dibuat peta konturnya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengolahan data
dan analisa lanjut.

Anda mungkin juga menyukai