Anda di halaman 1dari 9

Akhlak Kepada Allah SWT dan

Nabi SAW
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sember dari segala sumberdalam
kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya,
Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah SWT adalah pemberi
hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya. Sehingga
manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim maka akan terimplementasikan
dalam realita bahwa Allah SWT lah yang pertama kaliharus dijadikan prioritas dalam
berakhlak.
Jika diperhatikan, akhlak kepada Allah SWT ini merupakan pondasi atau dasar dalam
berakhlak kepada siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak
positif terhadap Allah SWT, maka ia tidak akan memiliki akhlah positif terhadap siapapun.
Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah SWT, maka
ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain.
Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim harus mempunyai akhlak
kepada Nabi SAW. Karena Nabi Muhammad SAW lah, satu-satunya manusia terhebat di
dunia ini. Yang telah membawa banyak perubahan bagi dunia yang fana ini, dan beliaulah
cahaya yang menerangi bumi yang dulu kala gelap gulita. Yang sering dijuluki kekasih Allah
SWT. Karena perilakunya beliau pula lah, yang sangat patut untuk di contoh, ditiru dan di
amalkan kesehariannya oleh kita para umatnya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan definisi di atas, di dapat beberapa rumusan masalah dalam makalah ini. Di
antaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengapa seorang muslim harus berakhlak kepada Allah SWT ?
2. Mengapa seorang muslim harus pula berakhlak pada Rasulullah SAW ?
3. Mencakup apa sajakah akhlak seorang muslim terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW
dalam kehidupan sehari-hari ?
4. Adakah landasan yang memerintahkan bahwasanya seorang muslim harus berakhlak
kepada Sang Pencipta ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Akhlak Kepada Allah SWT


Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik. Sikap atau
perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebut dalam latar
belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak
kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan manusia
dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana di
firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :

() ))
() ) ) ) ) )() ) ) ) ) )) )
)
Artinya : (5). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?, (6). Dia
diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung)
dan tulang dada.
Kedua, karena Allah SWT lah yang telah member perlengkapan panca indera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping anggota badan yang
kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam syrat An-Nahl ayat 78 :
)
) ) ) ) , )) )
) ,
) ) ) ) )


() ))
Artinya : (78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar
kamu bersyukur.
Ketiga, karena Allah SWT lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT dalam surat
Al-Jasiyah ayat 12-13 :

) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
() )) )

() )) ) ) ) ) ) , )) )
) ) ) ) ) ) )
Artinya : (12). Allah -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar
di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13). Dan Dia menundukan apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari
-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Allah) bagi orang-orang yang berfikir.
Keempat, Allah SWT lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa ayat 70 :
) ) ) ) ) ) ) ) ) ) )
) ) )

( )) )
)
Artinya : (70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang
sempurna.
Dari sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah SWT.
Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat perintah Allah SWT

di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim memang diharuskan untuk berakhlak
kepada Sang Pencipta.
2.2. Macam Akhlak Kepada Allah SWT
2.2.1. Taat Terhadap Perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah
dengan mentaati segala perintah-perintah Nya., padahal Allah SWT lah yang telah
memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah SWT berfirman dala Al-Quran surat An-Nisa
ayat 65 :
Artinya : Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau
(Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga)
kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim
kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak
adanya keimanan. Dalam Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat
diatas dengan bersabda :
Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya)
mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Quran dan Sunnah). (HR. Abi Ashim Al-Syaibani)
2.2.2. Tawakal
Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 di
jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi utuk mecari rizki dengan
berdagang, bertani dan lain sebagainya.
Sahl At-Tusturi mengatakan, Barang siapa mencela usaha (meninggalkan sebab) maka dia
telah melncela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang siapa mencela
tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah meninggalkan keimanan.
2.2.3. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan Padanya
Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa
tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya,
kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin
senantiasa meyakini apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah
yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda.
Dari Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :
Setia kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang
dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan
ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin
bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba
adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang
dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggujng jawab atas aa yang
dipimpinnya. (HR. Muslim).

2.2.4. Ridlo terhadap ketentuan Allah SWT


Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adala ridla
terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada dirinya. Seperti ketika ia
dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk
fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap
seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik
yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Rasulullah SAW bersabda :
Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang
baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal
tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar,
karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. (HR. Bukhari).
Apalagi terkadangsebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan kita terhadap
sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk,
sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri
kita.
2.2.5. Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa.
Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada
Allah SWT manakala kita sedang terjerumus kedalam kelupaan sehingga berbuat
kemaksiatan kepada Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam AlQuran Allah SWT berfirman :
Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunterhadap dosa-dosa mereka.
Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan
perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui.
2.2.6. Obsesinya Adalah Keridloan Illahi
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi
dalam segala aktifitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktifitas untuk
mencari keridloan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk
mencapai keridloan Allah SWT tersebut, terpaksa harus mendapatkan ketidaksukaan
dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan
kepada kita :
Barang siapa yang mencari keridloan Allah dengan adanya kemurkaan manusia, maka Allah
akan memberikan keridloan manusia juga. Dan barang siapa mencari keridloan manusia
dengnan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada
manusia. (HR. Tirmidzi Al-Qodloi dan Ibnu Asakir).
Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya.
Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, otientasi yang dicarinya tentulah
hanya keridloan manusia. Ia tidak akan peduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau
tidak. Yang penting ia dipuji oleh orang lain.

2.2.7. Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya


Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim terhadap Allah SWT
adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdloh,
ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari
adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.
Oleh karenanya, sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya
merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah
tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain
sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah
beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah SWT di muka
bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat islam
pada khhususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.
2.2.8. Banyak Membaca Al-Quran
Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang muslim terhadap Allah SWT
adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan
firman-firman Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering
menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mecintai Allah SWT, tentulah ia akan
selalu menyebut-nyebut asma Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman Nya.
Apalagi manakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Quran yang demikian besarnya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan kepada kita :
Bacalah Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran itu dapat memberikan syafaat di hari
kiamat kepada para pembacanya. (HR. Muslim)
Adapun bagi mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka
hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik.
Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Quran tersebut, maka Allah
SWT pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain Rasulullah
SAW bersabda :
Orang (mumin) yang membaca Al-Quran dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan
bersama malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mumin yang membaca Al-Quran
sedang ia terbata-bata membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia
akan mendapatkan pahala dua kali lipat. (HR. Bukhori Muslim).
2.3. Akhlak Kepada Rasulullah SAW
Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan untuk
berakhlak kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan warisan yang
bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.
Saat Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang berharga, yakni AlQuran dan As-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada keduanya dipastikan tidak akan
tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang yang melupakan, bahkan mematikan
sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka kemudian malah beralih pada tradisi dan adat
istiadat yang justru tidak sesuai dengan syariat.

Makalah ini mencoba mengingatkan kita tentang sebagian sunnah Rasulullah SAW yang
telah dilupakan oleh banyak orang. Baik itu sunnah yang berbentuk perkataan maupun
perbuatan beliau. Dan makalah ini pula mencoba mengajak kita untuk kembali
menghidupkan sunnah Rasulullah SAW sebagai bentuk komitmen cinta kita kepada Allah
dan Rasul-Nya, yang menyuruh kita untuk mengikuti sunnah beliau.
2.4. Macam Akhlak Kepada Rasulullah SAW
2.4.1. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa, kita sebagai
umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah beliau wariskan.
Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan
oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang
mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikit pun. (HR Ibnu Majah)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : Barang siapa menghidupkan
salah satu sunnahku yang telah dimatikan, sesudahku (sesudah aku meninggal dunia), maka
bagi orang tersebut pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya, tanpa dikurangi
sedikit pun dari pahala mereka. (HR. At-Tirmidzi).
2.4.2. Taat
Hai orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah hal itu
kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.
Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.
Allah SWT menyeru hamba-hamba-Nya yg beriman dengan seruan Hai orang-orang yg
beriman sebagai suatu pemuliaan bagi mereka karena merekalah yg siap menerima
perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun menjadi
semakin siap menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada Allah dan kepada
Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya serta larangan-larangan
-Nya.
Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam memerintah mereka menyeru
kepada yg maruf dan mencegah yg munkar. Akan tetapi jika mereka menyuruh kepada halhal yg dapat melalaikan kewajiban untuk taat kepada Allah SWT atau bahkan menyuruh
perbuatan yang melanggar aturan Allah SWT maka tiap kita kaum muslimin tidak boleh
menaatinya. Rasulullah SAW telah bersabda yg artinya Sesungguhnya ketaatan itu hanya
dalam hal yg maruf dan tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam maksiat terhadap sang
Khaliq.
Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara mereka dengan Ulil
Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya mengembalikan persoalan itu kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya yaitu dgn merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan unnah
Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum kepada selain
keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari ketulusannya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat kepada Allah
dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT sesungguhnya Maha

Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Iman kepada hari
akhir akan membuat seseorang berpikir akan akibat segala perbuatannya yg dilakukannya
di dunia. Pada hari akhir seluruh amal anak Adam akan dibalas, jika baik maka baik pula
balasannya, namun jika buruk maka buruk pula balasannya. Boleh jadi seseorang dapat
menghindari hukuman di dunia namun tidak akan dapat seseorang menghindar dari
hukuman akhirat.
Dalam hal taat dan mengembalikan segala perselisihan kepada Allah dan Rasul-Nya
terdapat kebaikan bagi orang-orang mukmin baik di dunia maupun di akhirat. Akibatnya
lebih baik bagi mereka dari pada bermaksiat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya atau kembali
kepada selain-Nya.
Perlu kita ketahui bahwa apabila manusia berlepas diri dari hukum Allah SWT niscaya
mereka menjadi budak-budak setan dan hawa nafsu. Hal itu akan membuat seseorang
dapat berhenti berselisih. Seseorang ingin mendapatkan kebebasan mutlak tetapi yg terjadi
justru adalah menjadi budak setan dan hawa nafsunya.
2.4.3. Membaca Shalawat dan Salam
Selawat atau Shalawat (bahasa Arab: )adalah bentuk jamak dari kata salat yang berarti
doa atau seruan kepada Allah SWT. Membaca shalawat untuk Nabi SAW, memiliki maksud
mendoakan atau memohonkan berkah kepada Allah SWT untuk Nabi SAW dengan ucapan,
pernyataan serta pengharapan, semoga beliau (Nabi SAW) sejahtera (beruntung, tak kurang
suatu apapun, keadaannya tetap baik dan sehat).
Salam berarti damai, sejahtera, aman sentosa dan selamat. Jadi saat seorang muslim
membaca selawat untuk Nabi SAW, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap damai,
sejahtera, aman sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan.
Membaca Selawat harus disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi SAW.
Orang yang membaca shalawat untuk Nabi SAW hendaknya disertai dengan niat dan
didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan menghormati
beliau. Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa apabila seseorang
membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan hormat kepada Nabi SAW, maka
timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar sayap. Nabi saw bersabda :
Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niatnya.
Ada tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar sayap, yaitu :
1. Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.
2. Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya tidak
sadar.
3. Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa
hormat.
Nabi SAW bersabda : Dan kalau kamu membaca shalawat, maka bacalah dengan penuh
penghormatan untuk ku.
Membaca shalawat untuk mencintai dan memuliakan Nabi SAW. Siti Aisyah ra. berkata :
Barangsiapa cinta kepada Allah SWT, maka dia banyak menyebutnya dan buahnya ialah
Allah SWT akan mengingat dia, juga memberi rahmat dan ampunan kepadanya, serta
memasukannya ke surga bersama para Nabi dan para Wali. Dan Allah SWT memberi
kehormatan pula kepadanya dengan melihat keindahan-Nya. Dan barang siapa cinta kepada

Nabi SAW maka hendaklah ia banyak membaca shalawat untuk Nabi SAW dan buahnya ialah
ia akan mendapat syafaat dan akan bersama beliau di surga.
Selanjutnya Nabi SAW bersabda : Barang siapa membaca selawat untukku karena
memuliakanku, maka Allah SWT menciptakan dari kalimat (shalawat) itu satu malaikat yang
mempunyai dua sayap, yang satu di timur dan satunya lagi di barat. Sedangkan kedua
kakinya di bawah bumi sedangkan lehernya memanjang sampai ke Arasy. Allah SWT
berfirman kepadanya : Bacalah selawat untuk hamba-Ku, sebagaimana dia telah membaca
selawat untuk Nabi-Ku. Maka Malaikat pun membaca selawat untuknya sampai hari kiamat.
2.4.4. Mencintai Keluarga Nabi SAW
Rasulullah SAW bersabda, Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua perkara yang
besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah
Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka
tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh. (HR. Muslim
dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin AlAlbany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).
Marilah kita letakkan segala bentuk fanatisme yang ada di pundak kita selama ini. Tidak
dipungkiri lagi bahwa keluarga Nabi SAW yang terkenal dengan sebutan Ahlulbait adalah
manusia-manusia yang mempunyai kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki
oleh manusia lainnya setelah Rasulullah SAW. Akan tetapi sangat disayangkan sekali bahwa
banyak sekali kaum Muslimin yang melupakan dan bahkan tidak mengetahui eksistensi
mereka (keluarga Nabi SAW).
Hadits di atas adalah salah satu dari puluhan bukti otentik yang sangat jelas yang
mengisyaratkan kepada kita semua bahwa begitu besar keutamaan mereka hingga Nabi
SAW berwasiat kepada para sahabatnya dan kita khususnya sebagai umat Islam agar selalu
berpegang teguh kepadanya (Al-Quran & Ahlulbait), jika tidak maka akan tersesatlah
mereka yang berpaling dari dua perkara besar tersebut (Ats-Tsaqalain).
Mengapa keluarga Nabi Saw? Apakah beliau Saw berkata seperti itu hanya dikarenakan
faktor kasih sayang beliau terhadap keluarganya dan juga karena hubungan darah semata?
Tentu saja tidak, karena segala perkataan yang keluar dari mulut suci beliau pasti atas dasar
petunjuk dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril)
yang sangat kuat. (QS. An-Najm: 3-5)
Marilah kita bertabarruk dengan mempelajari ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits
sahih yang berkenaan dengan Ahlulbait Rasulullah kemudian membuka mata dan hati kita
untuk melihat kemuliaan-kemuliaan mereka yang selama ini tidak kita ketahui agar kita
dapat mencintai mereka dan mengikuti apa yang diajarkan oleh mereka alaihimussalam.
2.4.5. Ziarah
Kata ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk atau mengunjungi.
Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam ketempat tertentu yang dianggap memiliki
nilai-nilai sejarah. Namun sering kali kata ziarah disebut oleh kebanyakan orang adalah
berkunjung ke makam dan dan mendoakannya sambil mengingat akan diri sendiri dan
mengambil pelajaran tentang kematian. Kegiatan berziarah tersebut terbagi dua bagian,

yakni beerziarah menurut syariat dan berziarah yang berbentuk bidah.


Pada awal sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-laki maupun
perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya keimanan. Namun, ketika aqidah umat
islam sudah demikian mantapdan telah diketahui hukum berziarah serta tujuannya, maka
dibolehkan karena pula ada hadits yang membolehkannya. Madzhab syafii berpendapat
bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah, sedangkan kaum wahabi mengatakan bahwa ziarah
kubur hukumnya mubah.

Anda mungkin juga menyukai