Anda di halaman 1dari 24

Analisis Ergonomi Terhadap Rancangan Fasilitas Kerja Pada Stasiun Kerja

Dibagian Skiving Dengan Antropometri Orang Indonesia


( Studi Kasus Di Pabrik Vulkanisir Ban )

Sritomo Wignjosoebroto, Sri Gunani, A. Pawennari


Fakultas Teknologi Industri ITS Surabaya
Fakultas Teknologi Industri UMI Makassar
ABSTRAKSI
Stasiun kerja merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan berkenaan dengan upaya
peningkatan produktivitas kerja. Kondisi kerja yang tidak memperhatikan kenyamanan, kepuasan, keselamatan
dan kesehatan kerja tentunya akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja manusia. Dalam
perancangan atau redesain stasiun kerja itu sendiri harus diperhatikan peranan dan fungsi pokok dari
komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja.
Pada proses pembuatan dari ban bekas menjadi ban baru di vulkanisir ban yang dilakukan di bagian
skiving, dimana stasiun kerja operator dalam melakukan aktifitas dijumpai beberapa kondisi kerja yang kurang
memperhatikan prinsip-prinsip ergonomi dan menurut pihak manajemen tingkat produktivitas kerja operator
dibagian ini masih cukup rendah.
Berdasarkan dari kondisi kerja tersebut akan dilakukan suatu redesain terhadap stasiun kerja. Beberapa
hal yang akan dijadikan dasar dalam melakukan redesain ini adalah antropometri, physiological performance,
subjektivitas operator terhadap keluhan rasa sakit yang dialami selama bekerja, dan analisis terhadap waktu
dan output standar yang dihasilkan. Selanjutnya akan dibandingkan kondisi kerja sebelum redesain dengan
sesudah redesain.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kondisi kerja sesudah redesain ini akan
lebih baik dari pada kondisi kerja sebelum redesain, misalnya ukuran fasilitas kerja yang telah disesuaikan
dengan antropometri, adanya kursi kerja, selain itu pengeluaran energi rata-rata operator pada kondisi
sesudah redesain sudah lebih kecil dari sebelum redesain dan juga standar Lehman. Dan berdasarkan hasil
penyebaran kuesioner sebelum dan sesudah redsain ternyata dapat dilihat adanya penurunan tingkat keluhan
rasa sakit yang dialami oleh operator pada saat bekerja. Dengan bekerja pada stasiun kerja sesudah redesain
produktivitas kerja operator turut meningkat.
Kata kunci

: Ergonomi, Antropometri, Physiological Performance, Produktivitas kerja dan stasiun kerja.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai
sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia merancang suatu sistem kerja, sehingga manusia dapat hidup dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman, dan nyaman. Fokus dari ergonomi adalah manusia dan interaksinya dengan produk, peralatan,
fasilitas, prosedur dan lingkungan dan pekerja serta kehidupan sehari-hari dimana penekanannya adalah pada
faktor manusia.
Para operator dalam melakukan pekerjaannya, posisi kerja mereka tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
ergonomi yaitu terlalu membungkuk, jangkauan tangan yang tidak normal. Alat yang terlalu kecil, dll. Sehingga
dari posisi kerja operator tersebut dapat mengakibatkan timbulnya berbagai permasalahan yaitu kelelahan dan
rasa nyeri pada punggung akibat dari duduk yang tidak ergonomis tersebut, timbulnya rasa nyeri pada bahu dan
kaki akibat ketidak sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerjanya.
Untuk itu dalam penelitian ini bergerak dalam bidang industri vulkanisir ban, dan objek penelitian pada
stasiun kerja bagian skiving dalam perancangan ulang stasiun kerja. Untuk bagian skiving adalah merupakan
proses penghalusan ban dengan mempergunakan gurinda, dimana operator pada saat proses tersebut terlalu
membungkuk untuk memegang gurinda sambil dilakukan proses penghalusan itu. Obyek penelitian ini akan
dilakukan perancangan ulang (redesign) stasiun kerja dengan kondisi yang dapat menunjang peningkatan kerja
dari operatornya. Karena dengan kondisi kerja aman, nyaman, tentram dan menyenangkan, manusia sebagai
pekerja akan mencapai produktivitas yang tinggi serta dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama,
berdasarkan uraian tersebut, maka kami menerapkan ergonomi dengan analisis ergonomi terhadap rancangan

fasilitas kerja pada stasiun kerja dengan antropometri orang Indonesia pada perusahaan, agar operator bisa
bekerja dengan efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien.
1.2 Perumusan masalah
Permasalahan yang dibahas adalah bagaimana merancang atau redesign stasiun kerja skiving dibagian
produksi dengan memperhatikan aspek-aspek ergonomis .
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengevaluasi apakah stasiun kerja dibagian skiving sudah ergonomis.
b. Membuat rancangan stasiun kerja operator secara ergonomis agar pekerja dapat bekerja dengan efisien,
nyaman, aman, sehat dan efektif serta tidak mudah lelah sehingga produktivitas pekerja bisa meningkat.
c. Untuk meminimasi waktu operasi dan pemakaian energi distasiun kerja skiving, sehingga dapat
meningkatkan produktivitas.
1.4 Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan kenyamanan bagi pekerja dalam
melakukan aktifitas kerjanya dibagian skiving, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dari produk yang
dihasilkan.
1.5 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini dilakukan diperusahaan PT. Senantiasa mandiri makassar yang bergerak dalam bidang
produksi vulkanisir ban.
b. Pada penelitian ini yang menjadi objek adalah redesign stasiun kerja skiving secara ergonomis.
c. Lingkup analisisnya hanya sebatas variabel-variabel yang berhubungan dengan perancangan atau redesign
stasiun kerja dengan analisis antropometri, subyektivitas, waktu dan output standar, dan analisa
physiological performance.

1.6 Batasan masalah


Agar penelitian ini tidak terlalu luas, sehinga dapat dikemukakan beberapa pembatasan masalah, yaitu
sebagai berikut :
a. Pengumpulan data antropometri yang dibutuhkan untuk perancangan atau redesign stasiun kerja bagian
skiving.
b. Evaluasi ergonomi yang dilakukan hanya berkaitan dengan analisa antropometri, analisa subjektivitas,
analisa waktu dan output standar, dan analisa physiologal performance.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Pengertian Ergonomi dalam buku Sritomo Wignjosoebroto adalah Ergonomi atau ergonomics ( bahasa
Inggrisnya ) sebenarnya berasal dari kata yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum.
Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya
dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia
dalam berinteraksi dengan teknologi dan produk-produk buatannya. Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa
manusia memiliki batas-batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan
dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras/hard-ware ( mesin, peralatan kerja dll
) dan/atau perangkat lunak/soft-ware (metode kerja, sistem dan prosedur, dll ). Dengan demikian terlihat jelas
bahwa ergonomi adalah suatu keilmuan yang multi disiplin, karena disini akan mempelajari pengetahuanpengetahuan dari ilmu kehayatan ( kedokteran, biologi ), ilmu kejiwaan (psychology ) dan kemasyarakatan (
sosiologi ).
Dalam perkembangan selanjutnya, ergonomi dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan, menurut
Iftikar Sutalaksana dalam bukunya yaitu :
a. Penyelidikan tentang tampilan ( display ).
Tampilan (display) adalah suatu perangkat antara (interface) yang menyajikan informasi tentang keadaan
lingkungan, dan mengkomunikasikannya pada manusia dalam bentuk tanda-tanda, angka, lambang dan
sebagainya.
b. Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia

Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas-aktivitas manusia ketika bekerja, dan kemudian dipelajari cara
mengukur aktivitas-aktivitas tersebut.
c. Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja.
Penyelidikan ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan tempat kerja yang sesuai dengan ukuran
(dimensi) tubuh manusia, agar diperoleh tempat kerja yang baik, yang sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia.
d. Penyelidikan tentang lingkungan kerja.
Penyelidikan ini meliputi kondisi lingkungan fisik tempat kerja dan fasilitas kerja seperti pengaturan
cahaya, kebisingan suara, temperatur, getaran dll. Yang dianggap dapat mempengaruhi tingkah laku
manusia.
Berkenaan dengan bidang-bidang penyelidikan yang tersebut diatas, maka terlihat sejumlah disiplin
dalam ergonomi, yaitu :
a. Anatomi dan fisiologi, yang mempelajari struktur dan fungsi tubuh manusia.
b. Antropometri, yaitu ilmu mengenai ukuran/dimensi tubuh manusia.
c. Fisiologi psikologi, yang mempelajari sistem saraf dan otak manusia.
d. Psikologi eksperimen, yang mempelajari tingkah laku manusia.
2.2 Antropometri
Menurut Sritomo Wignjosoebroto dalam bukunya istilah antropometri berasal dari " anthro " yang berarti
manusia dan " metri " yang berarti ukuran. Secara definitif antropometri dapat dinyatakan sebagai satu studi
yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk,
ukuran (tinggi, lebar dsb.) berat dll. Yang berbeda satu dengan yang lainnya. Antropometri secara luas akan
digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk maupun
sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )
Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya.
Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dll.
Perancangan lingkungan kerja fisik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan
dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan /
menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan
dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara
umum sekurang-kurangnya 90 % - 95 % dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu
produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya.
2.5 Aplikasi antropometri dalam perancangan produk/fasilitas kerja.
Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam
percentile tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan
dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan
mengoperasikannya, maka prinsip-prinsip apa yang harus diambil didalam aplikasi data antropometri tersebut
harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini :
a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.
Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu :
Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau
kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya.
Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada ).
b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu.
Disini rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang
memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil
yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa dirubah-rubah sesuai
dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka
data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai 5-th s/d 95-th percentile.
c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.
Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun
fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah
seperti berikut :
Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan
untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

Tentukan

dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu
diperhatikan apakah harus menggunakan data struktural body dimension ataukah functional body
dimension.
Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama
pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "market segmentation", seperti produk
mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dll.
Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual
yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) ataukah ukuran rata-rata.
Pilih prosentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th ataukah nilai percentile yang lain yang
dikehendaki.
Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari
tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasi data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance)
bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh
operator, pemakaian sarung tangan (glowes), dan lain-lain.
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa diaplikasikan dalam berbagai
rancangan produk ataupun fasilitas kerja menurut Eko Nurmianto dalam bukunya, maka pada gambar tersebut
dibawah ini akan memberikan informasi tentang berbagai macam anggota tubuh yang perlu diukur pada gambar. 1.

Gambar 1. Antropometri tubuh manusia yang diukur dimensinya


Keterangan :
1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala )
2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan ).
6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala ).
7. Tinggi mata dalam posisi duduk.
8. Tinggi bahu dalam posisi duduk
9. Tinggi siku dalam posisi duduk ( siku tegak lurus )
10. Tebal atau lebar paha.
11. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut.
12. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis.
13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha.
15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk )
16. Lebar pinggul/pantat
17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dlm gambar ).
18. Lebar perut
19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus.
20. Lebar kepala.
21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.
22. Lebar telapak tangan.
23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam
gambar ).
24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang
terjangkau lurus keatas (vertikal).

25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no 24 tetapi dalam posisi duduk (
tidak ditunjukkan dalam gambar ).
26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.
2.6 Aspek-aspek ergonomi dalam perancangan stasiun kerja.
Kegiatan manufakturing bisa didefinisikan sebagai satu unit atau kelompok kerja yang berkaitan dengan
berbagai macam proses kerja untuk merubah bahan baku menjadi produk akhir yang dikehendaki. Kegiatan
masing-masing unit kerja ini akan berlangsung disuatu lokasi kerja atau stasiun kerja. Dalam industri
manufakturing stasiun kerja merupakan lokasi dimana suatu operasi produksi akan mengambil tempat yang
menurut James A Apple dalam bukunya " Plant layout and material handling " ( New York : John Wilen &
Sons, 1977 ), bahwa dalam stasiun kerja problematika utama adalah pengaturan komponen-komponen yang
terlibat dalam kegiatan produksi yaitu menyangkut material (bahan baku, produk jadi dan skrap ),
mesin/peralatan kerja, perkakas-perkakas pembantu, fasilitas-fasilitas penunjang (utilitas), lingkungan fisik kerja
dan manusia pelaksana kerja (operator).
2.7 Macam disiplin dan keahlian kerja yang terkait dengan perancangan stasiun kerja.
Perancangan stasiun kerja dalam industri haruslah mempertimbangkan banyak aspek yang berasal dari
berbagai disiplin atau spesialisasi keahlian yang ada. Hal ini secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut
:
Antropologi
Fisik

Tata letak fasilitas &


Pengaturan ruang kerja

Work physiology
( faal kerja ) &
Biomechanics

Studi Metode
Kerja

PERANCANGAN
STASIUN KERJA

Keselamatan &
Kesehatan kerja

Pengukuran waktu
Kerja dll.

Hubungan & Prilaku


Manusia

Maintainbility

Gambar 2. Disiplin dan keahlian yang terkait dengan perancangan stasiun kerja.
(Sumber : Sritomo Wignjosoebroto, 2001)
Dalam perancangan stasiun kerja, aspek awal yang harus diperhatikan adalah yang menyangkut perbaikanperbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan dengan tujuan
pokoknya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Aspek kedua yang menjadi pertimbangan
adalah kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia (anthropometric data). Data antropometri
ini terutama sekali akan menunjang didalam proses perancangan produk dengan tujuan untuk mencari
keserasian hubungan antara produk dan manusia yang memakainya. Aspek ketiga yang perlu dipertimbangkan
berikutnya adalah berkaitan dengan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang diperlukan dalam suatu kegiatan.
Pengaturan fasilitas kerja pada prinsipnya bertujuan untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien seperti
halnya dengan pengaturan gerakan material handling.
Pertimbangannya selanjutnya adalah menyangkut pengukuran enersi (energy cost) yang harus dikeluarkan
untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Beban kerja baik beban statis maupun dinamis akan diukur berdasarkan
parameter-parameter fisiologis seperti volume oksigen yang dikonsumsikan, detak jantung, dan lain-lain. Data
fisiologis ini akan memiliki implikasi didalam perancangan stasiun kerja disamping juga bermanfaat dalam hal
penjadwalan kerja (penyusunan waktu istirahat), mengurangi stress akibat beban kerja yang terlalu berlebihan,
dan lain-lain. Aktifitas pengukuran enersi berkaitan erat dengan disiplin physiology atau biomechanic.
Aspek kelima dalam perancangan stasiun kerja akan berhubungan dengan masalah keselamatan dan
kesehatan kerja. Persyaratan UU keselamatan dan kesehatan kerja mengharuskan areal kerja bebas dari kondisikondisi yang memiliki potensi bahaya. Perancangan lingkungan fisik kerja seperti pengaturan temperatur,
pencahayaan, kebisingan, getaran, dan lain-lain merupakan titik sentral perhatian dari aspek kelima ini.
Selanjutnya ketiga aspek yang terakhir yaitu hubungan dan perilaku manusia, pengukuran waktu kerja dan
maintanability akan berkepentingan dengan memperbaiki motivasi dan performans kerja.

2.8 Pendekatan ergonomis dalam perancangan stasiun kerja.


Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi pokok dari komponenkomponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan
manusia dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasannya terutama yang berkaitan dengan
aspek pengamatan, kognitif, fisik ataupun psikologisnya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin/peralatan
seharusnya ikut menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang ditentukan. Mesin/peralatan
kerja juga berfungsi menambah kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress tambahan akibat beban kerja
dan membantu melaksanakan kerja-kerja tertentu yang dibutuhkan tetapi berada diatas kapasitas atau
kemampuan yang dimiliki manusia. Selanjutnya mengenai peranan dan fungsi dari lingkungan fisik kerja akan
berkaitan dengan usaha untuk menciptakan kondisi-kondisi kerja yang akan menjamin manusia dan mesin agar
dapat berfungsi pada kapasitas maksimalnya. Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kerja seringkali
dijumpai bahwa perencana sistem kerja justru lebih memperhatikan mesin/peralatan yang harus lebih dilindungi
dari pada melihat kepentingan manusia-pekerjanya.
Berkaitan dengan perancangan areal/stasiun kerja dalam industri, maka ada beberapa aspek ergonomis yang
harus dipertimbangkan sebagai berikut :
a. Sikap dan posisi kerja.
Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk atau dalam sikap/posisi kerja yang lain, pertimbanganpertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting. Beberapa jenis
pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cendrung untuk tidak mengenakkan.
Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang "aneh" dan kadangkadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja
cepat lelah, membuat banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap dan posisi kerja
yang kurang favourable ini pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal seperti :
Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk dengan frekuensi
kegiatan yang sering atau jangka waktu lama. Untuk mengatasi problema ini maka stasiun kerja harus
dirancang- terutama dengan memperhatikan fasilitas kerjanya seperti meja kerja, kursi dll yang sesuai dengan
data antropometri-agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap tegak dan normal. Ketentuan
ini terutama sekali ditekankan bilamana pekerjaan-pekerjaan harus dilaksanakan dengan posisi berdiri.
Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi
kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal (konsep/prinsip ekonomi gerakan ). Disamping
pengaturan ini bisa memberikan sikap dan posisi yang nyaman juga akan mempengaruhi aspek-aspek
ekonomi gerakan. Untuk hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar
memperoleh sikap dan posisi kerja yang lebih mengenakkannya.
Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang lama dengan kepala, leher,
dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi miring. Demikian pula sedapat mungkin menghindari cara kerja
yang memaksa operator harus bekerja dengan posisi telentang atau tengkurap.
Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode waktu yang lama dengan tangan atau
lengan berada dalam posisi diatas level siku yang normal.
b. Antropometri dan dimensi ruang kerja.
Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh manusia termasuk
disini ukuran linier, berat volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data antropometri ini akan sangat bermanfaat
didalam perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja (termasuk disini perencanaan ruang kerja ).
Persyaratan ergonomis mensyaratkan agar supaya peralatan dan fasilitas kerja sesuai dengan orang yang
menggunakannya khususnya yang menyangkut dimensi ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum
atau minimum biasanya digunakan data antropometri antara 5-th dan 95-th percentile. Untuk perencanaan
stasiun kerja data antropometri akan bermanfaat baik didalam memilih fasilitas-fasilitas kerja yang sesuai
dimensinya dengan ukuran tubuh operator, maupun didalam merencanakan dimensi ruang kerja itu sendiri.
Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja yang ada. Didalam
menentukan dimensi ruang kerja perlu diperhatikan antara lain jarak jangkauan yang bisa dilakukan oleh
operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan
area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu.
c. Efisiensi ekonomi gerakan dan pengaturan fasilitas kerja.
Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk meng-ekonomisasikan
gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja. Pertimbangan
mengenai prinsip-prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap perancangan sistem kerja dari suatu industri,
karena hal ini akan mempermudah modifikasi- bilamana diperlukan- terhadap hardware, prosedur kerja, dan
lain-lain. Seperti yang umum dijumpai sekali mesin diinstalasikan atau fasilitas fisik pabrik dibangun maka yang
terjadi adalah manusia harus segera mampu beradaptasi dengan kondisi-kondisi yang telah terpasang tersebut.

Kondisi akan tetap tak berubah untuk periode yang lama, sehingga kalau demikian dirasakan kondisi itu tidak
efisien ataupun tidak ergonomis; modifikasi akan terasa sulit dan tidak bisa dilaksanakan setiap saat. Berikut
akan diuraikan beberapa ketentuan-ketentuan pokok yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan
yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan stasiun kerja :
Organisasi fasilitas kerja sehingga operator secara mudah akan mengetahui lokasi penempatan material
(bahan baku, produk akhir atau limbah buangan/skrap), spare-parts, peralatan kerja, mekanisme kontrol atau
display dan lain-lain yang dibutuhkan tanpa harus mencari-cari.
Buat rancangan fasilitas kerja (mesin, meja, kursi dan lain-lain) dengan dimensi yang sesuai data antropometri
dalam range 5 sampai 95-th percentile agar operator bisa bekerja leluasa dan tidak cepat lelah. Biasanya untuk
merancang lokasi jarak jangkauan akan dipergunakan operator dengan jarak jangkau terpendek (5-th
percentile), sedangkan untuk lokasi kerja yang membutuhkan clearence akan mempergunakan data yang
terbesar (95-th percentile).
Atur suplai/pengiriman material ataupun peralatan/perkakas secara teratur ke stasiun-stasiun kerja yang
membutuhkan. Disini operator tidak seharusnya membuang waktu dan energi untuk mengambil material atau
peralatan/perkakas kerja yang dibutuhkan.
Untuk menghindari pelatihan ulang yang tidak perlu dan kesalahan-kesalahan manusia karena pola kebiasaan
yang sudah dianut, maka bakukan rancangan lokasi dari peralatan kerja (mekanisme kendali atau display)
untuk model atau type yang sama.
Buat rancangan kegiatan kerja sedemikian rupa sehingga akan terjadi keseimbangan kerja antara tangan kanan
dan tangan kiri (terutama untuk kegiatan perakitan). Diharapkan pula operator dapat memulai dan mengakhiri
gerakan kedua tangannya tersebut secara serentak dan menghindari jangan sampai kedua tangan menganggur
(idle) pada saat yang bersamaan. Buat pula peralatan-peralatan pembantu untuk mempercepat proses
handling. Disamping itu bila mana memungkinkan suatu kegiatan juga dikerjakan/dikendalikan dengan
menggunakan kaki- untuk mengurangi kerja tangan hal-hal tertentu- maka bisa pula dirancang mekanisme
khusus untuk maksud ini. Apabila akhirnya kaki juga ikut serta "meramaikan" pelaksanaan kerja, maka
distribusikan beban kerja tersebut secara seimbang antara tangan dan kaki. Biasanya untuk mengendalikan
kegiatan yang memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, tanggungjawab untuk pelaksanaan untuk hal
tersebut biasanya akan dibebankan pada tangan kanan (perkecualian untuk orang kidal hal ini haruslah
dirancang secara khusus).
Atur tata letak fasilitas pabrik sesuai dengan aliran proses produksinya. Caranya adalah dengan mengatur
letak mesin atau fasilitas kerja berdasarkan konsep "machine-after-machine" yang disesuaikan dengan aliran
proses yang ada. Prinsip tersebut adalah untuk meminimalkan jarak perpindahan material selama proses
produksi berlangsung terutama sekali untuk fasilitas-fasilitas yang frekuensi perpindahan atau volume
material handlingnya cukup besar. Stasiun-stasiun kerja ataupun departemen-departemen yang karena
fungsinya akan sering kali berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lain juga harus diletakkan
berdekatan guna mengurangi waktu gerak perpindahan.
Kombinasi dua atau lebih peralatan kerja sehingga akan memperketat proses kerja. Demikian pula sedapat
mungkin peralatan kerja yang akan digunakan sudah berada dalam arah dan posisi yang sesuai pada saat
operasi kerja akan diselenggarakan.
2.9 Konsumsi Energi Untuk Aktivitas Kerja
Mekanisme pekerjaan pada akhir dekade ini telah semakin bertambah maju, dan jenis pekerjaan yang
menggunakan kekuatan otot telah berangsur diganti dengan kekuatan mesin yang dapat mengatasi pekerjaan
berat.
Perlunya menganalisa konsumsi energi yang dipakai pada beberapa pekerjaan tertentu adalah masih
menduduki prioritas utama dan bertujuan antara lain :
a. Pemilihan frekuensi dan periode istirahat pada manajemen waktu kerja.
b. Perbandingan metode alternatif pemilihan peralatan untuk mengerakan suatu jenis pekerjaan.
Kalori untuk bekerja (Work Calories)
Konsumsi energi diawali pada saat pekerjaan fisik dimulai. Semakin banyaknya kebutuhan untuk aktivitas otot
bagi suatu jenis pekerjaan, maka semakin banyak pula energi yang dikonsumsikan dan diekspresikan sebagai
kalori kerja. Kalori ini didapat dengan cara mengukur konsumsi energi pada saat bekerja kemudian dikurangi
dengan konsumsi energi pada saat istirahat atau pada saat metabolisme basal.
Kalori kerja ini menunjukkan tingkat ketegangan otot tubuh manusia dalam hubungannya dengan :
Jenis kerja berat
Tingkat usaha kerjanya
Kebutuhan waktu untuk istirahat
Efisiensi dari berbagai jenis perkakas kerja, dan
Produktivitas dari berbagai variasi cara kerja.

Kalori untuk Aktivitas Seharian (leisure Calories)


Aktivitas harian juga mengkonsumsi energi. Rata-rata konsumsinya adalah 600 kcal untuk pria dan 500 - 550
kcal untuk wanita (Grandjean,1986).
Sedangkan konsumsi energi total terbagi atas :
a. metabolisme basal
b. Kalori untuk bersantai
c. Kalori untuk bekerja.
Untuk memperjelas beberapa hal tersebut diatas diberikan empat kategori kalori menurut Hettinger (1970) yang
ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Ringkasan Konsumsi Energi Yang dipakai Manusia


( Sumber data : Hettinger, 1970 )
Konsumsi Energi Untuk Aktivitas Individu.
Para fisiolog kerja (Lehman , 1962) telah meneliti konsumsi energi yang dibutuhkan untuk berbagai macam
jenis pekerjaan untuk aktivitas individu yang ditabulasikan pada tabel 2.2.
Sedangkan perhitungan jumlah energi total menurut Stevenson (1987) adalah sebagai berikut
Pria berat
70 kg : 1,2 kcal/menit
Wanita berat 60 kg : 1,0 kcal/menit
Pengukuran Konsumsi Oksigen
Satuan Pengukuran Konsumsi Energi adalah Kilo Calori (kcal).
1 kcal adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 liter air dari 14,5 C menjadi
15,5 C. konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan mengukur konsumsi oksigen, karena
keduanya merupakan faktor yang berhubungan langsung.
Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4.8 kcal energi. Faktor inilah
yang merupakan nilai kalori suatu oksigen.
Pengukuran Denyut Jantung.
Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi jiga
tergantung pada jumlah otot yang terlibat pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan
lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot. Begitu juga untuk
konsumsi energi dapat juga untuk menganalisa pembebanan otot statis dan dinamis. Berbagai macam kondisi
kerja yang dapat menaikkan denyut jantung ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Meningkatnya Denyut Jantung yang berhubungan dengan berbagai macam kondisi kerja
(Sumber data : Grandjean,1986)

Pada diagram tersebut ditunjukkan bahwa konsumai energi dapat menghasilkan denyut jantung yang
berbeda-beda. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa meningkatnya denyut jantung adalah dikarenakan karena :
a. Temperatur sekeliling yang tinggi
b. Tingginya pembebanan otot statis, dan
c. Semakin sedikit otot yang terlibat dalam suatu kondisi kerja.
Adapun hubungan antara metabolisme, respirasi, temperatur badan dan denyut jantung sebagai media
pengukur beban kerja ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Hubungan antara Metabolisme, Respirasi, Temperatur Badan dan
Denyut Jantung Sebagai Media Pengukur Beban Kerja
( Sumber data : Christensen, 1964 )
Assesment of
Work Load
" Very low "
(resting)
" Low "
" Moderate
" High "
" Very high "
" Extremely High
(e.g.sport)

Oxigen
Consumtion
litres/min

Lung
Ventilation
Litres/min

Rectal
Temperature C

Heart Rate
Pulses/mins

0.25 - 0.3

6-7

3.75

60 - 70

0.5 - 1
1 - 1.5
1.5 - 2
2 - 2.5
2.4 - 4

11 - 20
20 - 31
31 - 43
43 - 56
60 - 100

3.75
3.75 - 38
38 - 38.5
38.5 - 39
over 39

75 - 100
100 - 125
125 - 150
150 - 175
over 175

Pengukuran denyut jantung adalah merupakan salah satu alat untuk mengetahui beban kerja. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1. Merasakan denyut yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan
2. Mendengarkan denyut dengan stethoscope
3. Menggunakan ECG (Electrocardiogram), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada
permukaan kulit dada.
Adapun denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja ditunjukkan pada gambar 5.

Gambar 5. Denyut Jantung dari dua kondisi kerja yang berbeda


(Sumber data : Grandjean, 1986)
Muller (1962) memberikan beberapa definisi sebagai berikut :
1. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan
dimulai.
2. Denyut jantung selama bekerja (working pulse) adalah rata-rata denyut jantung selama (pada saat)
seseorang bekerja.
3. Denyut jantung untuk bekerja (work pulse) adalah selisih antara denyut jantung selama bekerja dan selama
istirahat.
4. Denyut jantung selama istirahat total (total recovery cost or recovery cost) adalah jumlah aljabar denyut
jantung dari berhentinya denyut pada saat suatu pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan denyut berada
pada kondisi istirahatnya.

5.

Denyut kerja total ( total work pulse or cardiac cost) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu
pekerjaan sampai dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya (resting level).
Dalam sebuah penelitian laboratorium, pengaruh dari pembebanan otot secara statis pada denyut jantung
dipelajari oleh lind dan McNicol (1968) yang mana hasilnya ditunjukkan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Denyut jantung selama otot diberi beban statis


(Sumber data : Lind and Mc Nicol, 1968)
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Peninjauan awal dan identifikasi masalah.
Pada tahap awal ini dilakukan peninjauan awal kemudian dilanjutkan dengan identifikasi terhadap
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sistem operasi pada stasiun kerja, sehingga dapat diperbaiki dengan
mengaplikasikan ilmu ergonomi. Meskipun ini timbul karena kurang diperhatikan faktor akan kemampuan dan
keterbatasan manusia dalam melakukan pekerjaan sehingga menimbulkan suatu kondisi yang tidak dikehendaki.
Kondisi yang tidak dikehendaki misalnya menyangkut tangan yang melebihi tinggi siku, terlalu rendahnya
kursi, posisi membungkuk, jarak jangkauan yang terlalu jauh atau terlalu dekat, kondisi seperti ini akan
berpengaruh pada pekerja misalnya rasa nyeri pada punggung, rasa nyeri pada lengan, untuk mengetahui hal
tersebut dilakukan analisa physiological performance.
3.2 Perumusan tujuan.
Dalam merumuskan tujuan, dimana dilakukan penetapan untuk menganalisa kondisi kerja pada stasiun
kerja dibagian skiving menyangkut tentang fasilitas yang dipergunakan pekerja dalam melakukan aktifitasnya,
yang dinilai tidak ergonomis berdasarkan hasil analisis dengan berangkat dari faktor manusia sebagai pengguna
sehingga diperoleh suatu rancangan stasiun kerja yang ergonomis.
3.3 Tinjauan pustaka dan prinsip-prinsip yang digunakannya.
Teori serta prinsip-prinsip berkenaan dengan ergonomi digunakan dalam penelitian ini,khususnya bidang
penyelidikan tentang ukuran tubuh manusia (antropometri). Untuk menunjang studi ergonomi ini, dimanfaatkan
pula sejumlah disiplin ilmu yang lain, termasuk anatomi dan fisiologi, perancangan produk serta teknik tata cara
kerja dan pengukuran kerja.
3.4 Pengumpulan dan pengolahan data.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung pada stasiun kerja uantuk mengetahui kondisi kerja. Dalam
pengamatan ini dilakuakn pengambilan gambar terhadap stasiun kerja, pengambilan/pengumpulan ukuran
stasiun kerja, dimensi tubuh manusia. Selanjutnya data antropometri akan diolah menjadi tabel antropometri
yang nantinya digunakan untuk analisa antropometri tentang perancangan fasilitas kerja pada stasiun kerja
tersebut.
Data-data yang telah didapatkan, selanjutnya akan diolah sebagai berikut :
a. Data dimensi tubuh manusia selanjutnya akan analisis statistik yang diperlukan dalam pengolahan data ini
adalah uji kenormalan data, uji keseragaman, uji kecukupan data, selanjutnya akan dihitung percentile untuk
masing-masing dimensi tubuh, dimana hal ini sangat diperlukan pada tahap perancangan.
b. Data denyut jantung operator pada saat bekerja untuk mengetahui konsumsi energi secara tidak langsung, dan
langkah-langkah perhitungan denyut jantung operator.
c. Data-data subyektif yang berkaitan dengan perasaan atau kondisi tubuh operator pada saat bekerja distasiun
kerja yang bersangkutan akan diolah untuk mengetahui bagaimana kondisi nyata yang dirasakan operator
selama bekerja. Subyektifitas ini berupa keluhan-keluhan sakit atau kaku diotot pada bagian tubuh tertentu
dengan kondisi yang ada dan langkah-langkah analisis subyektifitasnya.

d. Data waktu operasi selanjutnya akan diolah untuk mendapatkan waktu dan output standar pada stasiun kerja
tersebut. Serangkaian analisis statistik yang diperlukan dalam pengolahan data ini adalah uji statistik dan
langkah-langkah perhitungan penentuan waktu standart dan output standart.
3.5. Analisis
a. Analisis antropometri.
Pada tahap ini hasil pengolahan data terhadap dimensi-dimensi tubuh manusia yang telah dibuat tabel
antropometri akan dimanfaatkan untuk perancangan ulang ukuran geometris dari fasilitas kerja pada stasiun
kerja. Berdasarkan data-data pada tabel antropometri tersebut dapat diketahui apakah ukuran geometris dari
fasilitas kerja yang ada sekarang sudah sesuai dengan dimensi segmen tubuh yang berkaitan atau belum.
b. Analisis subjektif.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui atau membandingkan perubahan terhadap keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh operator antara fasilitas kerja sebelumnya dengan fasilitas kerja yang setelah dirancang ulang
pada stasiun kerja tersebut atau analisis ini dilakukan untuk mengetahui keluhan-keluhan sakit yang dinilai
secara subjektif oleh operator berkaitan dengan kondisi kerja yang ada.
c.Analisis waktu dan output standar.
Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah target yang selama ini ditetapkan oleh pihak
perusahaan sesuai dengan output standar yang seharusnya dapat dihasilkan oleh operator. Hal ini juga
diperlukan sebagai bahan masukan dalam perancangan ulang stasiun kerja. Dari analisis ini juga akan
diketahui tingkat produktivitas kerja operator.
d.Analisis physiological performance
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui konsumsi energi secara tidak langsung. Hasil perhitungan denyut
jantung setelah dikonversikan keenergi, kemudian dibandingkan dengan standar estimasi pengeluaran energi
dari lehman.
3.6 . Perancangan ulang.
a.
Berdasarkan hasil analisis diketahui hal-hal yang tidak ergonomis. Untuk memperoleh kesesuaian antara
stasiun kerja dengan segmen tubuh penggunanya maka dilakukan perancangan ulang terhadap dimensi stasiun
kerja yang tidak ergonomis tersebut. Perancangan dilakukan dengan memanfaatkan data antropometri pekerja
yang ada.
3.7 Kesimpulan dan saran-saran.
Dari seluruh rangkaian langkah pada kerangka pemecahan masalah ini, maka dilakukan pengambilan
kesimpulan guna memperoleh rancangan fasilitas kerja yang ergonomis, yang sesuai dengan dimensi tubuh
pengguna sehingga memberikan rasa aman, nyaman dalam bekerja.

Langkah-langkah pemecahan masalah


Peninjauan awal dan
Identifikasi masalah

Perumusan tujuan

Tinjauan pustaka

Pengumpulan dan pengolahan


data

Analisa
Antropometri

Analisa waktu
& Output standar

Analisa
subyektif

Analisa
Physiological

ya

Kondisi
Kerja
ergonomis
tidak
Perancangan ulang stasiun kerja

Kesimpulan dan saran

Gambar 3.1 Kerangka pemecahan masalah

Langkah-langkah pembuatan tabel antropometri.


Pengukuran dimensi tubuh

secara
Langsung (pengambilan
Uji keseragaman
data ) data
Uji kecukupan data

Uji kenormalan data

Hitung mean dan standar deviasi

Hitung percentil yang dibutuhkan

Tabel antropometri
( hasil perhitungan )

Gambar 3.2 Langkah-langkah pembuatan tabel antropometri


Langkah-langkah analisis perhitungan denyut jantung.

Pengukuran Denyut
jantung

Hitung Rata-rata

Interpolasi dengan

tabel konsumsi O2

Konversi dari O2 ke
Energi

Bandingkan dengan
Standar Lehman

Bandingkan dengan Hasil


Rancangan

Gambar 3.3 Langkah-langkah Analis physiological performance

Langkah-langkah analisa subyektivitas operator.

Pembuatan quisener

Penyebaran Quisener

Uji Validasi dan


reliabilitas

Hitung rata-rata skala dan


Frekuensi jawaban

Perbandingan dengan hasil


Perancangan ulang

Gambar 3.4 Langkah-langkah analisis subyektivitas operator.

Langkah persiapan
Pilih dan definisikan pekerjaan yang akan diukur dan akan ditetapkan
waktu standarnya.
Informasikan maksud dan tujuan pengukuran kerja kepada
supervisor/pekerja.
pilih operator dan catat semua data yang berkaitan dengan sistem
operasi kerja yang akan diukur waktunya.

ElementalBreakdown
Bagisikluskegiatanyangberlangsung kedalamelemen-elemenkegiatansesuai
denganaturanyang ada.

Pengamatan dan Pengukuran


Laksanakan pengamatan dan pengukuran sejumlah
N pengamatan untuk setiap siklus/elemen kegiatan
Tetapkan performance rating dari kegiatan yang
ditunjukkan operator dengan sistem westinghouse.

Pengamatan dan Pengukuran


Laksanakan pengamatan dan pengukuran sejumlah
N pengamatan untuk setiap siklus/elemen kegiatan
Tetapkan performance rating dari kegiatan yang
ditunjukkan operator dengan sistem westinghouse.

Chek keseragaman dan kecukupan data


- Keseragaman data : Batas kontrol 3 SD.
- Kecukupan data dengan N'.
Dengan tingkat kepercayaan 95 % , dan tingkat ketelitian
5 %.

Buang data
ekstrim

Apakah data
seragam

N' N

N' = N + n

Waktu normal = Waktu obser. rata-rata x perfor. rating (dengan


cara westinghouse)

Waktu standart dan output standart


100 %
Waktu standart = waktu normal x
100 % - % allowance
1
Output standart =
Waktu standart

Gambar 3.5 Langkah-langkah penentuan waktu standart dan output standar

4. PEMBAHASAN
4.1 Data antropometri
Dimensi tubuh yang diukur dalam penelitian ini merupakan dimensi tubuh yang diperlukan untuk
melakukan perancangan ulang (redesign) ukuran geometris dari fasilitas kerja. Dimensi -dimensi tubuh tersebut
adalah :
Tinggi lutut (TL)
Panjang paha (PP)
Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus) (TS)
Lebar pinggul (LP)
Bahu kesiku (BS)
Panjang siku (dari siku sampai ujung jari-jari) (ST)
4.1.1
Uji keseragaman data
Peta kontrol adalah suatu alat yang digunakan dalam menguji keseragaman data yang diperoleh dari
hasil pengamatan. Untuk membuat peta kontrol dihitung rata-rata (mean), batas kontrol atas (BKA), batas
kontrol bawah (BKB), dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil uji keseragaman dapat dilihat
pada tabel berikut.

No
1

Dimensi
Tubuh
TL

2
3
4
5
6
7

PP
TS
LP
LB
BS
ST

Tabel 4.1. Hasil uji keseragaman data


N
X
BKA
BKB

Keterangan

50

46.680

55.000

38.360

Seragam

50
50
50
50
50
50

50.520
99.080
37.660
36.920
32.620
48.020

58.023
113.279
46.601
44.087
41.790
54.863

43.017
84.881
28.719
29.753
23.450
41.177

Seragam
Seragam
Seragam
Seragam
Seragam
Seragam

4.1.2

Uji Kecukupan data


Dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %. Hal ini berarti bahwa
sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari data dimensi tubuh yang diukur untuk tiap dimensi akan
memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5 %. Dengan demikian rumus yang digunakan adalah :
2
K/S N
x 2 x

N'

xi

Dengan syarat kecukupan data N ' N. Dengan menggunakan rumus tersebut, maka hasil uji kecukupan data
dapat dilihatpada tabel berikut.
Tabel 4.2 Hasil uji kecukupan data

No
1
2
3
4
5
6
7

Dimensi tubuh
TL
PP
TS
LP
LB
BS
ST

N
50
50
50
50
50
50
50

N'
5.53
3.84
3.58
9.82
6.57
13.77
3.54

Keterangan
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup

4.1.3

Uji kenormalan data


Uji kenormalan pada data-data dimensi tubuh dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Disini
digunakan uji hipotesa sebagai berikut :
Ho : Data terdistribusi normal
H1 : Data tidak terdistribusi normal
Dengan menggunakan
= 0,05, hasil dari uji kenormalan ini dapat dilihat pada tabel dalam lampiran ( I ).
4.1.4

Pembuatan tabel antropometri


Langkah selanjutnya adalah pembuatan tabel antropometri yang akan digunakan untuk menganalisa
kesesuaian antara ukuran fasilitas kerja dengan dimensi tubuh manusia. Tahap penyusunan tabel antropometri
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menghitung rata-rata ( X ) dan standar deviasi mesing-masing dimensi diukur.
2. Menentukan nilai percentile yang akan digunakan yaitu 5 %-ile, 50 % - ile (x), dan 95% -ile.
3. Menghitung nilai dimensi sesuai dengan percentile yang telah ditentukan pada tahap 2 diatas, rumus yang
digunakan adalah :
X =x+Z
4. Membuat tabel antropometri berdasarkan perhitungan yang diperoleh dari tahap sebelumnya.
Dengan mengikuti tahap-tahap diatas, maka tabel antropometri yang akan digunakan dalam
perancangan ulang fasilitas kerja dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Tabel antropometri
No
1
2
3
4
5
6
7

Dimensi Tubuh
TL
PP
TS
LP
LB
BS
ST

5% - ile (cm)
42.10
46.00
90.55
32.55
33.00
28.00
45.00

50% - ile (cm)


47.00
51.00
100.00
38.00
37.00
33.00
48.00

95% - ile (cm)


51.45
54.00
107.00
42.00
41.00
37.45
53.00

SD
2.773
2.501
4.733
2.980
2.389
3.057
2.281

4.2

Data fasilitas stasiun kerja.


Dari hasil pengamatan dan pengukuran langsung dilapangan, maka didapatkan ukuran dan gambar dari
stasiun kerja tersebut, adapun data ukuran dan gambar akan terlampir pada lampiran VII.
4.3 Data waktu operasi
Pengukuran waktu kerja pada kondisi awal ini (sebelum redesain ) dilakukan dengan metode stop watch
time study dengan pertimbangan bahwa pekerjaan atau aktifitas ini berlangsung singkat dan berulang-ulang,
aktifitas kerja ini dibreak down menjadi tiga bagian elemen kerja :
- skiving dengan penghalusan bagian kanan (A)
- skiving dengan penghalusan bagian kiri (B)
- buffing dengan penghalusan permukaan ( C )
Dalam penelitian ini, jumlah siklus atau data pengukuran yang diambil adalah sebanyak 30 buah.
Sebelum diolah menjadi waktu standar, pada data-data tersebut dilakukan uji statistik meliputi uji keseragaman
data dan uji kecukupan data.
4.3.1
Uji keseragaman data
Peta kontrol adalah suatu alat yang digunakan dalam menguji keseragaman data yang diperoleh dari
hasil pengukuran. Untuk membuat peta kontrol dihitung rata-rata, batas kontrol atas, batas kontrol bawah,
dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil uji keseragaman dapat dilihat pada tabel berikut.

No
1
2
3

Elemen kerja
A
B
C

Tabel 4.4 Hasil uji keseragaman data


N
X
BKA
BKB
Keterangan
30
4.442
6.529
2.354
Seragam
30
4.250
6.157
2.344
Seragam
30
5.803
8.561
3.045
Seragam

4.3.2. Uji kecukupan data


Uji kecukupan data, untuk mengetahui apakah jumlah data yang dikumpulkan dinyatakan cukup
berdasarkan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang dikehendaki, dengan syarat kecukupan data N'
N. dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %. Hasil uji kecukupan data dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 Hasil uji kecukupan data
No
Elemen kerja
N
N'
Keterangan
1
A
30
9.49
Cukup
2
B
30
8.64
Cukup
3
C
30
9.70
Cukup
4.3.3 Perhitungan rata-rata waktu operasi sebelum redesain.
Setelah dilakukan serangkaian uji statistik, selanjutnya dihitung rata-rata waktu untuk tiap elemen
kerja, sehingga dapat diketahui rata-rata waktu operasi. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil perhitungan rata-rata waktu operasi
No
Elemen Kerja
Rata-rata waktu (dalam menit)
1
A
4.442
2
B
4.250
3
C
5.803
4.3.4 Penentuan Performance Rating
Penentuan performance rating dalam penelitian ini menggunakan metode westinghouse systems rating.
Oleh westinghouse, ada empat faktor yang dinyatakan dapat mempengaruhi performansi manusia dalam bekerja
yaitu keterampilan (skill), usaha (effort), kondisi kerja (working condition), dan konsistensi (consistency).
Berdasarkan sistem penentuan tersebut, maka performance rating untuk kondisi kerja operasi yang ada
sekarang dapat dihitung sebagai berikut :
Ketrampilan (skill)
Usaha (effort)
Kondisi Kerja (working condition)
Konsistensi (consistency)

=
=
=
=

Good (C2)
Good (C1)
Fair (E)
Good (C)
Total

= + 0,03
= + 0,05
= - 0,03
= + 0,01
= + 0,06

Jadi faktor penyesuaian = ( 1 + 0,06 )


4.3.5

Penentuan kelonggaran ( Allowance )


Untuk penetapan kelonggaran (Allowance), digunakan menguraikan jenis kelonggaran yaitu :
- Kelonggaran waktu untuk kebutuhan personel ( Personel Allowance )
- Kelonggaran waktu untuk melepaskan lelah ( Fatique Allowance )
- Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan ( Delay Allowance ).
Sebelum kelonggaran ini ditentukan, perlu diketahui dengan jelas kondisi kerja yang ada yaitu :
- Aktifitas kerja ini dilakukan dalam ruangan dimana kondisi kerja masih kurang dan kondisi suhu yang
cukup panas.
- Operator bekerja dengan posisi berdiri.
- Dalam aktifitas kerja ini terdapat satu orang yang bertindak sebagai supervisor.
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan diatas, maka kelonggaran yang diberikan untuk aktifitas
kerja ini, dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Kelonggaran (Allowance) yang diberikan untuk kondisi sebelum redesain.
No

Jenis Kelonggaran

Personal
Kelonggaran dasar
Class c : kondisi yang tidak begitu menyenangkan, meliputi pencahayaan,
sirkulasi udara dan suhu dalam ruangan.

%-tase Kelonggaran
4
3

Fatique
Mental
Aktifitas ini memerlukan perhatian yang terkonsentrasi
Posisi kerja
Operator bekerja dengan posisi berdiri
Rasa bosan (monotony)
Rata-rata waktu operasi.
Delay
Kurangnya koordinasi dengan antar devisi yang lain

2
0
1

Jadi total kelonggaran adalah 14 %.


4.3.6

Perhitungan waktu & output standar pada kondisi sebelum redesain.


Untuk mengetahui waktu & output standar dari operasi ini, dilakukan perhitungan dengan rumus
sebagai berikut :
100 % - Per. Rating
100 %
100 %
Waktu Standar Waktu Normal .
100 % - % kelonggara n
Waktu Normal Waktu pengerjaan rata - rata .

Dengan menggunakan rumus tersebut, maka diperoleh hasil waktu rata-rata, waktu normal, waktu standar &
output standar.
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Waktu Standar & Output Standar
Elemen
Waktu
Waktu
Output
No
Kerja
N
X
Normal
Standar
Standar
1
A
30
4.442
4.71
5.37
78
2
B
30
4.250
4.51
5.14
82
3
C
30
5.803
6.15
7.01
60
4.4

Data Denyut Jantung untuk mengetahui physiological performance.


Pada penelitian ini parameter yang digunakan untuk mengetahui performance fisiologis pekerja atau
operator adalah besarnya pengeluaran energi saat bekerja. Pengeluaran energi tersebut diukur secara tidak
langsung, yaitu dengan melakukan pengukuran denyut jantung. Denyut jantung operator saat bekerja ini
dikonversikan dulu menjadi konsumsi oksigen karena konsumsi oksigen merupakan faktor dari proses
metabolisme yang dapat dianggap berhubungan langsung dengan konsumsi energi.
Pengukuran denyut jantung dilakukan terhadap 5 orang operator dan alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran denyut jantung ini adalah pulse meter. Data denyut jantung operator dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.9 Data Rata-rata Denyut Jantung

No
1
2
3
4
5

Responden
(Operator)
A
B
C
D
E

Rata-rata Denyut Jantung


(Pulse / menit )
113,81
107,06
105,88
104,63
104,88

Melihat adanya hubungan antara metabolisme, respirasi temperatur badan dan denyut jantung sebagai media
pengukur beban kerja, terlihat adanya hubungan yang linier antara denyut jantung (pulse /menit) dengan
besarnya konsumsi oksigen (liter/menit) dimana denyut jantung 100 pulse/menit sebanding dengan konsumsi
oksigen 1 liter /menit.
Dari hasil pengukuran, diperoleh rata-rata denyut jantung operator saat bekerja pada kondisi sebelum
redesain ini adalah sebesar 107,25 pulse / menit. Untuk mengetahui besarnya konsumsi oksigen, maka dilakukan
interpolasi diperoleh hasil 1.145 liter/menit. Jika diketahui bahwa 1 liter oksigen menghasilkan energi sebesar
4,8 k cal maka energi yang dikeluarkan operator pada saat bekerja adalah 1,145 x 4,8 = 5,496 kcal / menit.
Dari output diatas terlihat bahwa nilai = 0.9509 Lebih besar dari pada 0,4 atau yang didapatkan adalah
0,9509 0,4 , jadi dapat disimpulkan bahwa hasil kuesioner adalah reliabel.

5. ANALISIS
5.1 Analisis dan interpretasi data sebelum redesain.
5.1.1 Analisis physiological performance.
Dari hasil pengolahan data bab IV, dilakukan perbandingan besarnya energi saat operator bekerja dengan
standar estimasi pengeluaran energi dari lehman ( dapat dilihat pada lampiran III ).
Menurut Lehman, energi yang dikeluarkan oleh operator yang bekerja seperti pada kondisi kerja sebelum
redesain ini adalah :
a. Sikap/gerak badan
- Posisi berdiri membungkuk = 0,8 kcal/menit.
b. Tipe pekerjaan
- Kerja satu tangan ( Kategori : berat ) = 2,2 kcal/menit.
Jadi standar pengeluaran energi oleh Lehman = 3,0 kcal/menit
Dari hasil pengolahan data diketahui rata-rata pengeluaran energi untuk operator sebesar 5,496 kcal/menit.
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perbandingan tersebut adalah pengeluaran energi rata-rata operator
telah melebihi ketentuan atau standar yang dikeluarkan oleh Lehman. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kondisi yang tidak ergonomis misalnya terlalu beratnya beban kerja yang harus ditanggung oleh tubuh bagian
kanan, terutama tangan, lengan dan bahu.
5.1.2 Analisis Subjektivitas Operator.
Dari hasil pengolahan data kuesioner Nordic body Map, diketahui beberapa bagian tubuh yang
mempunyai keluhan rasa sakit yaitu dibagian sakit/kaku dileher, bahu kanan, lengan atas kanan, punggung,
pinggang, siku kanan, pergelangan tangan kanan dan tangan itu sendiri. Pada kondisi kerja ini, bagian-bagian
tubuh sebelah kanan lebih banyak mendapatkan beban kerja dibandingkan dengan bagian-bagian tubuh sebelah
kiri, ini disebabkan oleh tata cara dan fasilitas kerja yang membuat bagian-bagian tubuh sebelah kanan harus
selalu digunakan untuk bekerja. Tangan yang digunakan untuk memegang alat pada skiving dan buffing adalah
tangan kanan, secara otomatis bagian tubuh sebelah kanan mengalami kesalahan yang lebih serius dibanding
dengan bagian tubuh sebelah kiri. Keluhan rasa sakit pada punggung dan pinggang disebabkan oleh operator
dalam bekerjanya dengan berdiri terlalu lama.
5.1.3 Analisa Waktu Dan Output Standar.
Hasil pengolahan dari data waktu operasi adalah waktu & output standar yang dapat digunakan sebagai
dasar perhitungan produktivitas kerja operator. Diketahui waktu standar untuk menyelesaikan 1 unit produk
adalah 17,52 menit. Dari sini, output standar yang dapat dihasilkan adalah sebesar 24 unit /hari. Dengan jumlah
operator sebanyak 12 orang dan jam kerja mulai dari jam 08.00 - 12.00 dan 13.00 - 16.00 atau selama 7
jam/hari, maka dapat dihitung produktivitas kerja operator untuk kondisi sebelum redesain ini sebagai berikut :

Pr oduktivitas

Output
Input

Diketahui :
Output :
- Target output perhari yang diterapkan oleh perusahaan adalah 4500 unit/bulan
- Output Standar perhari adalah 24 unit x 12 orang x 25 hari kerja = 7200 unit/bln.
Input :
- Man - hour perhari = 12 orang x 25 hari = 300 man - hour/hari.
Jadi :
a. Produktivitas kerja operator perhari berdasarkan target output yang ditetapkan perusahaan.
4500 unit / hari
=
= 15 unit/man-hour.
300 man -hour/hari
b. Produktivitas kerja operator perhari berdasarkan output standar
7200 unit / hari
=
= 24 unit/man-hour.
300 man - hour/hari
Dalam artian jika hasil pengeluaran waktu dan output standar ini diterapkan, maka seharusnya produktivitas
kerja operator adalah 24 unit /man-hour.
Berdasarkan kedua perhitungan diatas, dapat dianalisis bahwa target yang selama ini telah ditetapkan oleh
perusahaan masih cukup rendah dan jauh dibawah standar ( didasarkan pada perhitungan waktu standar).

5.2

Perancangan Ulang Stasiun kerja.


Dalam perancangan ini ada beberapa penambahan fasilitas kerja, diantaranya adalah kursi operator
agar operator bisa lebih nyaman dalam melakukan aktifitasnya, dan fasilitas alat tumpuan pada buffing sehingga
bukan lagi operator yang memegang alat tersebut, sehingga keluhan-keluhan yang ditimbulkan dari alat tersubut
sudah dapat terhindari dan gambar dari rancangan atau redesain dari alat tersebut dapat dilihat dibawah ini :

Gambar foto perhalusan permukaan ban sesudah redesign, Perhalusan sisi kiri dan kanan ban, Stasiun kerja
skiving sesudah redesign
5.3
Studi Perbandingan kondisi sebelum Dan Sesudah redesain.
5.3.1
Physiological Performance.
Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui adanya perubahan setelah dilakukan perancangan ulang atau
redesain adalah dengan melakukan uji yang sama terhadap fasilitas kerja baru, kemudian dibandingkan dengan
pengeluaran energi sebelumnya dan dibandingkan pula dengan standar yang ada yaitu standar Lehman.
Pengukuran ini juga dilakukan pada populasi pekerja. Dari hasil pengukuran dilapangan, diperoleh rata-rata
denyut jantung operator saat bekerja pada kondisi sesudah redesain ini adalah sebesar 89,59 pulse/menit. Untuk
mengetahui besarnya konsumsi oksigen, maka dilakukan interpolasi diperoleh hasil 0.792 liter/menit
Jika diketahui bahwa 1 liter oksigen menghasilkan energi sebesar 4,8 kcal, maka energi yang dikeluarkan
operator pada saat bekerja adalah 0,792 x 4,8 = 3,802 kcal/menit.
Menurut Lehman, energi yang dikeluarkan oleh operator yang bekerja seperti pada kondisi kerja ini
sesudah redesain adalah :
- Sikap atau gerak badan
Posisi duduk = 0,3 kcal/menit.
- Tipe pekerjaan
Lengan dua tangan ( klasifikasi : berat ) = 3.0 kcal/menit.
Jadi standar pengeluaran energi oleh Lehman adalah = 0,3 + 3,0 = 3,3 kcal/menit.
Rata-rata pengeluaran energi untuk operator bagian ini pada kondisi sebelum redesain 5,496 kcal/menit,
sedangkan rata-rata pengeluaran energi untuk operator ini pada kondisi sesudah redesain adalah 3,802
kcal/menit. Jadi kondisi sesudah redesain lebih ergonomis dari pada kondisi sebelum redesain. Dan menurut
standar Lehman, pengeluaran energi operator pada saat bekerja dengan kondisi sesudah redesain ini adalah 3,3
kcal/menit. Berdasarkan ketentuan ini pula rata-rata pengeluaran energi sudah lebih kecil dari standar yang telah
ditetapkan. Perbandingan tingkat keluhan rasa sakit ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Tingkat Keluhan

Sebelum

Sesudah

4.000
3.000
2.000
1.000
0.000
1

11 13 15 17 19 21 23 25 27
Jenis Keluhan

Gambar 5.1 Grafik perbandingan tingkat keluhan rasa sakit pada tubuh
Dari grafis diatas terlihat terjadi perubahan yang cukup berarti pada sebagian besar jenis keluhan rasa sakit.
Berkurangnya keluhan rasa sakit pada bagian tubuh tersebut disebabkan perubahan fasilitas-fasilitas seperti
kursi operator, tumpuan alat skiving dan buffing yang lebih ergonomis. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kondisi setelah redesain ulang stasiun kerja akan lebih baik dari kondisi sebelum redesain.
5.3.2

Waktu Operasi.

Pengukuran waktu kerja operasi pada kondisi sesudah redesain ini juga dilakukan dengan stop watch
time study. Pada dasarnya aktifitas kerja pada kondisi sesudah redesain ini sama dengan aktivitas kerja pada
kondisi sebelum redesain. Hanya saja dengan perancangan fasilitas kerja yang mempertimbangkan prinsipprinsip ergonomi, diharapkan operator tidak akan cepat lelah dan produktivitas kerjanyapun dapat meningkat.
Aktifitas kerja pada kondisi ini juga dibreak down menjadi 2 bagian elemen kerja yaitu skiving dan
baffing.
Dalam penelitian ini, jumlah siklus atau data pengamatan yang diambil adalah sebanyak 30 buah. Sebelum
diolah menjadi waktu standar, pada data-data tersebut juga dilakukan uji statistik meliputi uji keseragaman data
dan uji kecukupan data.
5.3.2.1 Uji Keseragaman data sesudah redesain
Peta kontrol adalah suatu alat yang digunakan dalam menguji keseragaman data yang diperoleh dari
hasil pengukuran. Untuk membuat peta kontrol dihitung rata-rata, batas kontrol atas, batas kontrol bawah,
dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil uji keseragaman dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7 Hasil uji keseragaman data
No
Elemen kerja
N
X
BKA
BKB
Keterangan
1
A
30
3.788
4.988
2.587
Seragam
2
B
30
4.960
6.404
3.515
Seragam
5.3.3.2 Uji kecukupan data
Uji kecukupan data, untuk mengetahui apakah jumlah data yang dikumpulkan dinyatakan cukup
berdasarkan tingkat kepercayaan dan tingkat ketelitian yang dikehendaki, dengan syarat kecukupan data N'
N. dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dan tingkat ketelitian 5 %. Hasil uji kecukupan data dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Hasil uji kecukupan data
No
1
2

Elemen kerja
A
B

N
30
30

N'
4.32
3.65

Keterangan
Cukup
Cukup

5.3.3.3 Perhitungan rata-rata waktu operasi sebelum redesain.


Setelah dilakukan serangkaian uji statistik, selanjutnya dihitung rata-rata waktu untuk tiap elemen
kerja, sehingga dapat diketahui rata-rata waktu operasi. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.9
Tabel 5.9 Hasil perhitungan rata-rata waktu operasi
No
Elemen Kerja
Rata-rata waktu (dalam menit)
1
2

A
B

3.788
4.960

5.3.3

Penentuan Performance Rating


Penentuan performance rating dalam penelitian ini menggunakan metode westinghouse systems rating.
Oleh westinghouse, ada empat faktor yang dinyatakan dapat mempengaruhi performansi manusia dalam bekerja
yaitu keterampilan (skill), usaha (effort), kondisi kerja (working condition), dan konsistensi (consistency).
Berdasarkan sistem penentuan tersebut, maka performance rating untuk kondisi kerja operasi yang ada
sekarang dapat dihitung sebagai berikut :
Ketrampilan (skill)
= Good (C2)
= + 0,03
Usaha (effort)
= Excellent(B2) = + 0,08
Kondisi Kerja (working condition) = Fair (E)
= - 0,03
Konsistensi (consistency)
= Good (C)
= + 0,01
Total
= + 0,09
Jadi faktor penyesuaian = ( 1 + 0,09 )
5.3.4
Penentuan kelonggaran ( Allowance )
Berdasarkan beberapa hal yang telah diuraikan diatas, maka kelonggaran yang diberikan untuk aktifitas
kerja ini, dapat dilihat pada tabel 5.10

Tabel 5.10 Kelonggaran (Allowance) yang diberikan untuk kondisi sebelum redesain.
No
1

Jenis Kelonggaran
Personal
Kelonggaran dasar
Class c : kondisi yang tidak begitu menyenangkan, meliputi pencahayaan,
sirkulasi udara dan suhu dalam ruangan.
Fatique
Mental
Aktifitas ini memerlukan perhatian yang terkonsentrasi
Posisi kerja
Operator bekerja dengan posisi berdiri
Rasa bosan (monotony)
Rata-rata waktu operasi.
Delay
Kurangnya koordinasi dengan antar devisi yang lain

%-tase Kelonggaran
4
3
4

1
0
1

Jadi total kelonggaran adalah 13 %.


5.3.6 Perhitungan waktu dan output standar.
Untuk mengetahui waktu & output standar dari operasi ini, dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Dengan perhitungan tersebut, maka diperoleh hasil waktu rata-rata, waktu normal, waktu standar & output
standar.
Tabel 5.11 Hasil Perhitungan Waktu Standar & Output Standar
No
Elemen Kerja
N
X
Waktu Normal
Waktu Standar
1
A
30
3.788
4.13
4.67
2
B
30
4.960
5.41
6.11
Waktu standar total dari kedua elemen tersebut adalah 4,67 + 6,11 = 10,78 menit, sehingga output yang
dihasilkan berdasarkan waktu standar tersebut adalah jam kerja setiap harinya dibagi dengan waktu standar
yaitu :
420 menit
Output Standar =
= 39 unit / hari / orang.
10,78 menit
5.3..7 Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator.
Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :
Tabel 5.12 Perbandingan waktu dan output standar serta produktivitas
kerja operator antara kondisi sebelum dan sesudah redesain.
No
Yang dibandingkan
Sebelum redesain
Sesudah redesain
1
Waktu standar
17,52
10,78
2
Output standar/hari
288
468
3
Output standar/bulan
7200
11700
4
Prod. Kerja operator
24
39
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa sudah terdapat perbedaan atau selisih dalam perbandingan tersebut.
Selain produktivitas kerja yang turut meningkat, operatornyapun dapat bekerja dengan nyaman dan aman.
Dibandingkan dengan produktivitas kerja operator sesuai dengan perhitungan diatas, produktivitas kerja
operator berdasarkan target yang telah ditetapkan perusahaan jauh lebih kecil, yaitu hanya sebesar 15 unit
/man-hour.
6. KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan evaluasi ergonomi yang telah dilakukan terhadap redesain stasiun kerja antara lain analisa
physiological performance ( analisa denyut jantung) serta analisa subjektivitas dan analisa waktu dan
output standar maka dapat disimpulkan bahwa stasiun kerja yang sebelum redesain tidak ergonomis. Hal ini
ditunjukkan pada analisa physiological performance yang masih berada diatas standar Lehman ( 5,496 kcal

/ menit > 3,0 kcal / menit ), serta analisa subjektivitas yang masih menunjukkan tingkat keluhan rasa sakit
oleh operator yang harus ditanggung oleh tubuh bagian kanan, terutama tangan, lengan dan bahu.
2. Setelah redesain, dilakukan kembali analisa yang meliputi analisa physiological performance dimana
besarnya konsumsi energi yang dibutuhkan lebih kecil dari sebelum redesain ( 3,802 kcal / menit < 5,496
kcal / menit ), dan berdasarkan analisa subjektivitas melalui penyebaran kuesioner Nordic Body Map untuk
mengetahui keluhan rasa sakit pada tubuh terhadap operator setelah redesain diperoleh hasil rata-rata
tingkat keluhan jauh lebih rendah dari kondisi sebelum redesain. Hal ini menunjukkan bahwa hasil redesain
stasiun kerja lebih ergonomis dari stasiun kerja sebelum redesain.
3. Perbedaan waktu dan output standar serta produktivitas kerja operator, baik sebelum redesain maupun
sesudah redesain terdapat perbedaan atau selisih dalam perbandingan tersebut, dimana waktu standar
sebelum redesain 17,52 menit dan sesudah redesain 10,78 menit dan output standar ( Sebelum redesain 288
unit, sedangkan sesudah redesain 468 unit ), serta produktivitas kerja operator yang turut meningkat (
Produktivitas operator sebelum redesain 24 unit, sedangkan sesudah redesain 39 unit ).
6.2 Saran-saran
1. Dari hasil analisa ini, maka disarankan perusahaan dapat menetapkan target yang lebih besar dari target
yang sedang ada, jika perlu diterapkan sistem bonus atau Insentif untuk pencapaian hasil diatas target atau
standar yang telah ditetapkan. Dengan begini tentunya operator akan lebih bersemangat untuk segera
menyelesaian pekerjaannya.
2. Faktor lingkungan kerja seperti suhu (temperatur), kelembaban, kebisingan (noise) sebaiknya turut
diperhatikan , sehingga mendukung tercapainya tujuan yaitu peningkatan produktivitas kerja operator.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barnes, R.M (1980), Motion and Time Study, toronto : John Wiley & Sons.
2. Bridger, R.S (1995), Introduction to Ergonomics, McGRAW-HILL
3. Dirgahayu lantara (1994), Rancangan parang yang ergonomis untuk meningkatkan kinerja petani
pemotong tebu, thesis Teknik industri, ITB.
4. Eko Nurmianto (1996), Ergonomi, konsep dasar & aplikasinya, penerbit Guna Widya, jakarta.
5. Ernest J. McCORMICK, Human Factors In Engineering And Design, Tata McGraw-Hill Publishing
Company Limited, New Delhi.
6. Eric Min-yangwang dkk (1999); Development of antropometric work environment for Taiwanese
workers. Journal.23, IE, 3 - 8.
7. Linda theresia (1997), perancangan kursi yang ergonomis bagi anak-anak sekolah di Indonesia, thesis
Teknik industri, ITB
8. J. Steven Moore; Arun Garg (1998); The affectiveness of participatory ergonomics in the red meat
packing industri evaluation of a corporation,Journal 21 IE,47- 58.
9. Perdani, denik putri (2001), Pendekatan ergonomi dalam perancangan ulang stasiun kerja operasi
sablon manual sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja (studi kasus di UD jalur rejeki,
industri kecil-menengah sandal sport ditropodo waru sidoarjo), skripsi Teknik industri, ITS.
10. Rusli yusuf, (2001), penerapan Quality function Deployment dalam perancangan koper besar yang
ergonomis untuk jemaah calon haji Indonesia, thesis Teknik industri, ITS.
11. Sritomo Wignjosoebroto (1995), Ergonomi, Studi Gerak & waktu. Penerbit Guna widya, jakarta.
12. Sutaji,(2000), Analisa dan redesign stasiun-stasiun kerja operasi tenun secara ergonomis untuk
meningkatkan produktifitas (studi kasus industri kecil-menengah pada CV. Gamiri cerme Gresik), skripsi
teknik industri, ITS.
13. Sudjana (1989), Metoda Statistika, penerbit Tarsito, Bandung.
14. Sutalaksana dkk (1979), Teknik tata cara kerja. Jurusan TI ITB.

Anda mungkin juga menyukai