IKTERUS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Salatiga
Disusun Oleh :
Candra Widhi Wicaksono
20110310204
Dokter pembimbing :
dr. Kuadiharto, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
PRESENTASI KASUS
IKTERUS
Disusun Oleh :
Candra Widhi Wicaksono
20110310204
Dokter pembimbing :
dr. Kuadiharto, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
II.
Nama
: Ny. S
Usia
: 81 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Randuacir
Status perkawinan
: Menikah
Masuk RS
Bangsal
: Flamboyan
ANAMNESIS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga atas rujukan dari RS. PA, pasien datang dalam
kondisi lemas, BAB kehitaman BAK seperti teh, serta badan menguning termasuk
mata. Keluhan sudah dialami pasien sejak lama namun baru dirasakan memberat sekitar
2 bulan terakhir.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit gula, darah tinggi, liver, jantung, ginjal disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien tinggal bersama keluarganya, dan keluarga tidak memiliki gejala serupa keluhan
pasien. Riwayat sakit liver, hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung pada
keluarga disangkal.
Riwayat Personal Sosial
Merokok (-), konsumsi alkohol (-), konsumsi obat tertentu dalam jangka waktu lama
(-), sering jajan makanan diluar (-), pasien kurang aktif dalam kegiatan fisik semenjak
keluhan yang dirasakan.
Anamnesis Sistem:
III.
Kepala/Leher
THT
Respirasi
Kardiovaskular
Gastrointestinal
Urogenital
Muskuloskeletal
Integumentum
membesar
e. Thorax
Cor auskultasi suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak terdengar bising atau
suara tambahan jantung
Pulmo
-Inspeksi kedua hemithorak simetris, tidak terdapat jejas, tidak ada ketinggalan
gerak
-Palpasi tidak ada nyeri tekan pada lapang paru, vocal fremitus tidak ada
peningkatan maupun penurunan
-Perkusi : sonor
-Suara dasar vesikuler (+/+) terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara ronkhi (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara amforik (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
-Suara wheezing (-/-) tidak terdengar di lapang paru dekstra dan sinistra
f. Abdomen
Bising usus (+), perkusi timpani
Nyeri tekan (+)
Hepar teraba membesar 3 jari dibawah arcus costa
konsistensi keras, permukaan licin tepi lancip
g. Ekstremitas
Akral dingin (-), edema (+) pitting pada ekstremitas bawah
h. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 5 Januari 2015
Pemeriksaan
Glukosa Sewaktu
Bilirubin total
Bilirubin Direk
Bilirubin Indirek
SGOT
SGPT
HbsAg
Hasil
87
20,74
14,88
5,86
95
50
Negatif
Satuan
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
Mg/dL
u/l
u/l
Nilai Rujukan
L<37
L<42
P<31
P<32
Pemeriksaan serologi tanggal 9 Januari 2016, dengan hasil Anti HCV negatif.
Pemeriksaan USG tanggal 9 Januari 2016, dengan hasil yang menunjukkan kesan
gambaran awal sirosis hepatis dengan asites.
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 12 Januari 2016
Pemeriksaan
SGOT
SGPT
Bilirubin Total
Bilirubin Direk
Bilirubin Indirek
3. A (Asessment)
Observasi Ikterus
Hepatomegali
4. P (Planing)
Infus D5%
Peroral :
Hasil
53
35
17,3
8,6
8,7
Satuan
u/l
u/l
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Nilai Rujukan
<31
<32
<1
<0,25
<0,7
Omeprazole
3x1
Curcuma
3x1
B.Complex
2x1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis jaune yang berarti kuning atau
ikterus dari bahasa yunani icteros menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau
membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan.
Ikterus atau jaundice menandakan adanya peningkatan produksi bilirubin atau eliminasi
bilirubin dari tubuh yang tidak efektif.1,2
Penumpukan bilirubin dalam aliran darah menyebabkan pigmentasi kuning dalam
plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh
banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin serum akan menumpuk kalau produksinya
dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidak seimbangan antara produksi
dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan prekursor bilirubin secara berlebihan ke dalam
aliran darah atau akibat proses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar,
metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini7.
Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi
kadar bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L) atau sekitar 2 kali batas
atas kisaran normal. Kadar bilirubin serum normal adalah sebagai berikut. Bilirubin direk
: 0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.0 mg/dL5.
Jaringan sklera kaya dengan elastin yang memiliki afinitas yang tinggi terhadap
bilirubin, sehingga ikterus pada sklera biasanya merupakan tanda yang lebih sensitif
untuk menunjukkan hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh. Tanda dini
yang serupa untuk hiperbilirubinemia adalah warna urin yang gelap yang terjadi akibat
eksresi bilirubin lewat ginjal dalam bentuk bilirubin glukoronid. Pada ikterus yang
mencolok, kulit dapat berwarna kehijauan karena oksidasi sebagian bilirubin yang
beredar menjadi biliverdin7.
Hepar terdiri dari dua lobus besar, yaitu lobus kanan dan kiri, yang mengisi
kavitas abdominis bagian kanan atas dan tengah, tepat di bawah diafragma. Sel-sel
hepar memiliki banyak fungsi, salah satunya fungsi pencernaan yaitu menghasilkan
empedu. Empedu memasuki duktus koledokus minor yang disebut kanalikuli empedu
pada sel-sel hepar, yang kemudian akan bergabung menjadi saluran yang lebih besar
dan akhirnya bersatu membentuk duktus hepatikus, yang akan membawa empedu
keluar dari hepar. Duktus hepatikus akan bersatu dengan duktus sistikus biliaris untuk
membentuk duktus koledokus komunis, yang akan membawa empedu kedalam
duodenum8.
Empedu sebagian besar tersusun atas air dan memiliki fungsi ekskretorik, yaitu
membawa bilirubin dan kelebihan kolesterol ke dalam usus untuk dikeluarkan
bersama feses. Fungsi pencernaan empedu dilakukan oleh garam empedu, yang akan
mengemulsikan lemak di dalam intestinum tenue. Emulsifikasi berarti pemecahan
lemak yang berukuran besar menjadi molekul yang berukuran kecil. Proses ini
bersifat mekanik, bukan kimiawi. Produksi empedu dirangsang oleh hormon sekretin
yang diproduksi oleh duodenum ketika makanan memasuki intestinum tenue8.
Vesica biliaris atau kandung empedu adalah suatu kantong dengan panjang sekitar
7,5 10 cm, yang terletak pada permukaan bawah lobus kanan hepar. Empedu di
dalam duktus hepatikus, hepar akan mengalir melalui duktus sistikus ke dalam vesika
biliaris, yang akan menampung empedu sampai ia dibutuhkan kedalam usus halus.
Kandung empedu juga akan meningkatkan konsentrasi empedu dengan mengabsorbsi
air. Ketika makanan yang mengandung lemak memasuki duodenum mukosa
duodenum akan mensekresikan hormon kolesistokinin. Hormon ini akan merangsang
kontraksi otot polos pada dinding vesika biliaris, yang akan mendorong empedu
memasuki duktus sistikus, lalu kedalam duktus koledokus komunis dan berlanjut
kedalam duodenum8.
120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah dan menghasilkan 250-350
mg bilirubin. Pemecahan heme menghasilkan biliverdin yang akan diubah
menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak
dan tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat diekskresi dalam empedu atau
urin.11,12
b. Transportasi
Bilirubin tak terkonjugasi (indirek) berikatan dengan albumin dalam suatu
kompleks larut air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Setiap molekul
albumin mampu mengikat satu molekul bilirubin. Artinya pada kadar bilirubin
serum normal, semua bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan
albumin, dengan sejumlah kecil bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain11.
c.
Liver Uptake
Bilirubin tak terkonjugasi yang telah berikatan dengan albumin dalam
suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Ambilan
oleh sel hati memerlukan dua protein hati yaitu yang diberi simbol sebagai protein
Y dan Z.11,12
d. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin indirek dikonjugasi oleh enzim glukoronil
transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam
lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urin.dalam
air. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk
(terkonjugasi atau bilirubin II)11.
e. Ekskresi
Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transport
bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses
aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresi ke dalam empedu, kecuali setelah
proses fotooksidasi atau fotoisomerisasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin II
menjadi serangkaian senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat
ini menyebabkan feses berwarna coklat. Sekitar 10-20% urobilinogen mengalami
siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urin11.
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati
dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya pada protein
penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap
pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati: asam flavaspidat (dipakai untuk mengobatl
cacing pita), novobiosin, dan beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi dan ikterus biasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab
dihentikan. Dahulu, ikterus neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap
disebabkan oleh defisiensi protein penerima dan gangguan dalam pengambilan oleh
hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah ditemukan defisiensi
glukoroniltransferase sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasi
bilirubin11.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( <12,9 mg/100 ml) yang
mulai terjadi pada hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada
neonatus. Ikterus neonatal yang normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim
glukoroniltransferase. Aktivitas glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa
hari setelah lahir sampai sekitar minggu kedua, dan setelah itu ikterus akan
menghilang11.
Ketika bilirubin yang tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20
mg/100 ml, terjadi suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat timbul
bila suatu proses hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir
dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kern ikterus atau bilirubin
ensefalopati timbul akibat penimbunan bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal
ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak diobati maka akan terjadi
kematian atau kerusakan neurologik berat. Tindakan pengobatan yang saat ini
dilakukan pada neonatus dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan
fototerapi. Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinar fluoresen (gelombang
yang panjangnya 430 sampai 470 nm) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran ini
menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto-isomerisasi) menjadi isomer
isomer yang larut dalam air, isomer ini akan diekskresikan dengan cepat ke dalam
empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu11.
urobilinogen
kemih
dan
feses. Tidak
ada
bilirubinuria.
Penelitian
maupun
obstruktif,
terutama
mengakibatkan
hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat
diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubinuria dan kemih berwarna
gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang sehingga feses
terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti
kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfatase alkali dalam
serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan garam-garam
empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan
oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga
muda atau tua sampai kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu.11
Perubahan ini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan
nama lain dari ikterus obstrukfif. Kolestasis dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel
hati, kanali kuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik (mengenai saluran empedu di
luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokomia yang sarna11.
Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular di
mana sel parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus hepatitis. Pada penyakit
ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat
kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoselular biasanya menyebabkan gangguan
pada semua fase metabolisme bilirubin-Pengambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi
karena ekskresi biasanya yang paling terganggu, maka yang paling menonjol adalah
hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang lebih jarang
adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan ganguan herediter Dubin-Johnson serta
sindrom Rotor. Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran
hepatosit. Obat yang sering menimbulkan gangguan ini adalah halotan (anestetik),
kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin11.
Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas dapat pula
menyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; juga karsinoma ampula
Vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah striktur yang timbul pasca peradangan atau
setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik
seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus kanan atau
kiri11.
Berikut merupakan tabel gambaran khas ikterus hemolitik, hepatoseluler, dan
obstruktif:
GAMBARAN
HEMOLITIK
HEPATOSELULER
OBSTRUKTIF
Warna kulit
Kuning pucat
Warna Urine
atau tua
Normal (atau gelap Gelap
Warna feses
dengan urobilin)
terkonjugasi)
terkonjugasi)
Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit Warna dempul (tidak
(lebih
Proritus
Bilirubin
sterkobilin)
Tidak ada
serum Meningkat
banyak sterkobilin)
(bilirubin
ada sterkobilin)
Tidak menetap
meningkat
Biasanya menetap
meningkat
jugasi)
Bilirubin serum direct Normal
meningkat
Meningkat
(terkonjugasi)
Bilirubin urine
Urobilinogen urine
Meningkat
Sedikit meningkat
Meningkat
menurun
Tidak ada
Meingkat
penyakit
autosom
resesif
tipe
II
(sebagian=parsial)
mempunyai
hiperbilirubinemia yang kurang berat (< 20 mg/dL, <342 umol/L) dan biasanya bisa
hidup sampai masa dewasa tanpa kerusakan neurologik. Fenobarbital, yang dapat
merangsang kekurangan glukuronil transferase, dapat mengurangi kuning.13
b. Hiperbilirubinemia Konjugasi
Hiperbilirubinemia Konjugasi Non-Kolestasis
Sindrom Dubin-Johnson. Penyakit autosom resesif ditandai dengan ikterus yang
ringan dan tanpa keluhan. Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekskresi berbagai
anion organik seperti juga bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu.
Berbeda dengan sindrom Gilbert hiper-bilirubinemia yang terjadi adalah bilirubin
terkonjugasi dan empedu terdapat dalam urin.
Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin, namun gambaran
histologi normal. Nilai aminotransferase dan fosfatase alkali normal. Oleh karena
sebab yang belum diketahui gangguan yang khas ekskresi korpoporfirin urin dengan
rasio reversal isomer I; III menyertai keadaan ini.
Gangguan ekskresi empedu bilirubin glukuronidase disebabkan oleh mutasi pada
kanalikular multidrug resistance protein 2 (MRP2). Kelainan pigmen gelap pada hati
karena metabolit epinefrin polimerisasi, bukan bilirubin16.
obstruktif sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada. Aliran
empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus),
sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan penyebab sumbatan
intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab paling sering kolestatik
intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan
penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier
primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik dan penyakit-penyakit lain
yang jarang.
Virus hepatitis, alkohol, dan keracunan obat (drug induced hepatitis), dan
kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik
mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A
merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang
timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada
tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala
hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. Tidak jarang penyakit hati
ditemukan dalam darah orang tervaksinasi dan tes untuk kekebalan terhadap virus
didasarkan pada deteksi antibodi ini19. Selama infeksi tahap akut, enzim hati alanin
transferase (ALT) muncul dalam darah yang nilainya jauh lebih tinggi dari normal.
Enzim berasal dari sel-sel hati yang telah dirusak oleh virus20.
Epidemiologi penularan fekal-oral; endemik di negara-negara
kurang
berkembang; epidemi yang ditularkan melalui makanan dan air; wabah pada pusatpusat perawatan, tempat tinggal. Pencegahan setelah paparan: imun globulin 0,02
mL/kg IM dalam 2 minggu pada kontak dalam rumah tangga (bukan kontak biasa di
tempat kerja). Sebelum paparan: vaksin HAV tidak aktif 1mL IM (dosis satuan
tergantung pada formulasi); setengah dosis pada anak-anak; ulangan pada 6-12 bulan;
sasaran pada wisatawan, calon tentara, perawat hewan, petugas perawatan, pekerja
laboratorium, penderita dengan penyakit hati kronis, terutama hepatitis C.
Hepatitis B (HBV) Merupakan penyakit infeksi peradangan hati yang disebabkan
oleh virus Hepatitis B (HBV). Hepadna virus 42-nm dengan selubung permukaan luar
(HbsAg), inti nukleokapsid dalam (HbcAg), DNA polimerase dan sebagian ulir ganda
DNA genome dari 3200 nukleotida. Bentuk sirkulasi HbcAg adalah HbeAg, suatu
petanda replikasi virus dan kemampuan infeksi. Serotip banyak dan heterogen genetik
Virus ini ditularkan melalui paparan darah atau cairan tubuh seperti air mani dan
cairan vagina, sedangkan DNA virus telah terdeteksi dalam air liur, air mata, dan urin
dari karier kronis. Infeksi perinatal merupakan rute utama infeksi pada daerah
endemik (terutama negara berkembang)21.
Infeksi akut virus hepatitis B dikaitkan dengan hepatitis viral akut. Penyakit yang
diawali dengan sakit secara menyeluruh, kehilangan nafsu makan, mual, muntah,
nyeri di seluruh tubuh, demam ringan, urin berwarna gelap, dan kemudian
berkembang menjadi ikterus22.
Infeksi kronis virus hepatitis B dapat bersifat asimtomatik atau mungkin
berhubungan dengan peradangan kronis hati (hepatitis kronis), yang dapat mengarah
ke sirosis setelah beberapa tahun. Jenis infeksi ini dapat meningkatkan insiden
karsinoma hepatoseluler (kanker hati). Pasien karier kronis dianjurkan untuk
menghindari mengkonsumsi alkohol karena akan meningkatkan risiko mereka terkena
sirosis dan kanker hati. Virus hepatitis B telah dikaitkan dengan perkembangan
glomerulonefritis membranosa (GNM)23.
Kemungkinan sembuh > 90%, hepatitis fulminan (<1%), hepatitis kronis atau
karier (hanya 1-2% imunokompeten pada orang dewasa; lebih tinggi pada neonatus,
usia lanjut, gangguan imunologik), sirosis, dan karsinoma hepatoselular (terutama
setelah infeksi kronis yang dimulai pada bayi atau awal masa kanak-kanak).
Diagnosis HbsAg dalam serum (infeksi akut atau kronis); IgM anti-HBc (awal
anti HBc mengindikasi adanya infeksi akut atau baru saja terjadi infeksi). Tak lama
setelah munculnya HBsAg, antigen lain yang disebut antigen e hepatitis B (HBeAg)
akan muncul. Secara tradisional, kehadiran HBeAg dalam serum host dikaitkan
dengan replikasi virus tingkat yang jauh lebih tinggi dan meningkatkan infektivitas,
namun varian dari virus hepatitis B tidak menghasilkan 'e' antigen, sehingga aturan ini
tidak selalu berlaku. Jika imunitas host mampu melawan infeksi, akhirnya HBsAg
akan menjadi tidak terdeteksi dan akan diikuti oleh antibodi IgG terhadap antigen
permukaan hepatitis B dan antigen inti, (anti-HBs dan anti HBc IgG). Waktu antara
penghapusan HBsAg dan munculnya anti-HBs disebut periode jendela. Seseorang
dengan HbsAg negatif tetapi anti-HBs positif berarti telah sembuh dari penyakitnya
atau telah divaksinasi sebelumnya24. Individu dengan HBsAg positif selama
setidaknya enam bulan dianggap sebagai pembawa hepatitis B. Pembawa virus
mungkin mengidap hepatitis B kronis, yang akan tercermin dengan peningkatan
serum alanine aminotransferase (ALT) dan peradangan pada hati, seperti yang
digambarkan pada pemeriksaan biopsi25. Tes yang paling sensitif adalah mengetahui
HBV DNA dalam serum; umumnya tidak diperlukan untuk diagnosis rutin.
Epidemiologi perkutan (tusukan jarum), seksual atau penularan perinatal.
Endemik di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara, dimana hampir 20% penduduk
terkena infeksi, biasanya pada waktu usia muda.
Pencegahan setelah orang yang belum divaksinasi terpajan: globin imun hepatitis
B (HBIg) 0,06 mL/kg BB secara IM segera setelah tertusuk jarum terinfeksi sampai
14 hari setelah pajanan seksual disertai serangkaian vaksinasi. Pada paparan perinatal
(ibu HbsAg+) HBIg 0,05 mL pada paha segera setelah lahir dengan vaksinasi dimulai
pada 12 jam pertama kehidupan. Sebelum paparan: vaksin hepatitis B rekombinan IM
(dosis tergantung pada formulasi untuk dewasa atau untuk anak-anak dan
hemodialis); pada 0; 1; dan 6 bulan; suntikan pada deltoid bukan pada bokong.
Ditargetkan untuk kelompok risiko tinggi (misalnya pekerja kesehatan, individu
dengan pasangan seksual banyak, pengguna obat IV, pasien hemodialisis, hemofilia,
kontak rumah tangga dan kontak seksual dari karier HbsAg, individu bepergian ke
daerah endemik, anak-anak yang tidak divaksinasi <18 tahun). Sekarang dianjurkan
vaksinasi secara menyeluruh pada seluruh anak di Amerika Serikat.
Hepatitis C (HCV) disebabkan oleh virus mirip flavi virus dengan genom RNA
yang terdiri dari >9000 nukleotida (mirip dengan virus demam kuning, virus dengue),
heterogenitas genetik. Periode inkubasi 7-8 minggu. Infeksi virus ini sering kali tanpa
gejala, tetapi infeksi kronis dapat menyebabkan jaringan parut hati dan akhirnya
menjadi sirosis, yang umumnya terlihat setelah beberapa tahun kemudian. Dalam
beberapa kasus, orang-orang dengan sirosis akan berkembang menjadi gagal hati,
kanker hati atau varises esofagus dan lambung yang mengancam jiwa26.
Perjalanan klinis sering secara klinis ringan dan menjadi nyata karena
peningkatan secara fluktuasi kadar serum aminotransferase; > 50% cenderung kronis,
penyakit menuju ke sirosis pada > 20%. Infeksi hepatitis C menyebabkan gejala akut
pada 15% kasus. Gejala umumnya ringan dan samar-samar, termasuk nafsu makan
menurun, kelelahan, mual, nyeri sendi, dan penurunan berat badan. Sebagian besar
kasus infeksi akut tidak berhubungan dengan gejala ikterus27.
Sekitar 80% dari mereka yang terkena virus berkembang menjadi infeksi kronis.
Kebanyakan tanpa gejala selama beberapa dekade awal infeksi, meskipun hepatitis C
kronis dapat dikaitkan dengan gejala kelelahan. Hepatitis C menahun menjadi
penyebab utama sirosis dan kanker hati. Sekitar 10-30% orang berkembang menjadi
sirosis lebih dari 30 tahun. Sirosis lebih sering pada mereka yang mempunyai infeksi
tambahan hepatitis B atau HIV, pecandu alkohol, dan orang-orang jenis kelamin lakilaki. Mereka yang berkembang menjadi sirosis memiliki risiko 20 kali lipat lebih
besar menjadi karsinoma hepatoseluler. Hepatitis C adalah penyebab dari 27% kasus
sirosis dan 25% karsinoma hepatoseluler di seluruh dunia28.
Sirosis hati dapat menyebabkan hipertensi portal, asites (akumulasi cairan di
perut), mudah memar atau pendarahan, varises (vena membesar, terutama di perut dan
kerongkongan), ikterus, dan sindrom gangguan kognitif dikenal sebagai ensefalopati.
Hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya transplantasi hati29.
aktivasi sel stelat, yang menjadi kontraktil (disebut myofibroblast) dan menghalangi
aliran darah dalam sirkulasi. Di samping itu, teraktivasi juga TGF-1, yang mengarah
ke respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat. Garis-garis jaringan fibrosa yang
memisahkan nodul-nodul hati, yang akhirnya menggantikan arsitektur hati seluruh,
yang menyebabkan penurunan aliran darah sistemik. Limpa menjadi padat, yang
menyebabkan hipersplenisme dan peningkatan penyerapan trombosit. Hipertensi
portal bertanggung jawab atas komplikasi yang paling parah sirosis32.
Kolestatis Ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik
adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif
lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus,
karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis
sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya
sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu
Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang
terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin menghasilkan
campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi masuk ke dalam
urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa mencapai saluran
cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi selalu diperkirakan
sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun sebenarnya hubungan belum
jelas sehingga patogenesis gatal masih belum bisa diketahui dengan pasti.
Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin K, gangguan
ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada
keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary biliary cirrhosis), gangguan
penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan
dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan fosfolipid
mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati
dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan; Konsentrasi trigliserida
tidak terpengaruh.
Kolelitiasis Diartikan adanya batu di kantong empedu disebut juga dengan
Gallstone. Jika batu empedu bermigrasi turun ke saluran empedu, kondisi tersebut
oral telah digantikan dengan ultrasonografi tetapi mungkin berguna untuk menilai
duktus sistikus apakah masih paten dan fungsi pengosongan kandung empedu masih
berfungsi.
Pengobatan meliputi pengangkatan batu menggunakan ERCP (endoscopic
retrograde cholangiopancreatography). Biasanya, kantong empedu ini kemudian
diangkat dengan operasi yang disebut kolesistektomi, untuk mencegah terjadinya
obstruksi saluran empedu di masa mendatang atau komplikasi lain34.
Kolesistitis akut radang akut kandung empedu biasanya disebabkan oleh
sumbatan duktus sistikus karena batu yang terjebak. Reaksi radang ditimbulkan oleh:
(1) radang mekanis karena tekanan dalam lumen meningkat; (2) radang kimia dari
pelepasan lisolesitin; (3) radang bakteri, yang memegang peran dalam 50-58% pasien
dengan kolesistitis akut. Etiologi 90% batu; 10% bukan batu. Kolesistitis bukan batu
berkaitan dengan kejadian komplikasi yang lebih tinggi dan berkaitan dengan
penyakit yang akut (misalnya luka bakar, trauma, pembedahan besar), puasa,
hiperalimentasi yang menyebabkan stasis kandung empedu, vaskulitis, karsinoma
kandung empedu atau karsinoma duktus biliaris komunis, beberapa infeksi kandung
empedu (Leptospira, Streptococcus, Salmonella, atau Vibrio cholerae), tetapi pada >
50% kasus tidak ditemukan penjelasan yang mendasar.
Gejala dan tanda berupa (1) serangan kolik biliaris (nyeri kuadran kanan atas atau
nyeri epigastrium) yang progresif memburuk; (2) mual, muntah, tidak nafsu makan;
dan (3) demam. Pemeriksaan yang khas adanya ketegangan pada kuadran kanan atas;
teraba massa pada kuadran kanan atas ditemukan pada 20% pasien. Murphys sign
timbul jika inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi kuadran kanan atas,
menimbulkan sakit yang makin hebat atau saat diminta menahan inspirasi.
Kolesistitis biasanya didiagnosis dengan riwayat gejala di atas, serta temuan
pemeriksaan:
1. Demam (biasanya ringan pada kasus tanpa komplikasi)
2. Nyeri kuadran kanan atas dengan atau tanpa tanda Murphy
3. Ortners Sign: Nyeri ketuk pada tepi lengkung iga kanan
4. Georgievskiy - Myussi's sign (phrenic nerve sign): Nyeri ketika penekanan pada
tepi sternokleidomastoid
5. Boass Sign: Peningkatan sensitivitas bawah skapula kanan (juga karena iritasi
saraf frenikus)35
Nilai laboratorium menandakan kenaikan alkali fosfatase, dapat disertai kenaikan
bilirubin yang tinggi (meskipun ini dapat menunjukkan kelainan koledokolitiasis),
dan mungkin disertai dengan kenaikan hitung sel darah putih. CRP (C-Reactive
Protein) sering meningkat. Tingkat kenaikan nilai-nilai laboratorium mungkin
tergantung pada tingkat peradangan kandung empedu itu sendiri. Pasien dengan
kolesistitis akut mungkin nilai laboratoriumnya bisa terlihat abnormal sedangkan
pada kolesistitis kronis nilai-nilai laboratorium sering kali normal.
USG adalah modalitas sensitif dan spesifik untuk diagnosis kolesistitis akut,
sensitivitas mencapai 88% sedangkan spesifitas mencapai 80%. Kriteria diagnostik
kandung empedu didapatkan penebalan dinding sebesar > 3mm. Batu empedu bukan
merupakan kriteria diagnostik untuk kolesistitis sebab dapat terjadi dengan atau tanpa
batu. Sensitivitas dan spesifitas temuan CT scan berada pada kisaran 90-95%. CT
scan lebih sensitif dibandingkan ultrasonografi dalam penggambaran respon inflamasi
pericholecystic dan melokalisir abses pericholecystic, gas pericholecystic, dan
permukaan luar lumen kandung empedu. CT scan tidak bisa melihat kalsifikasi
kandung empedu dan menilai Murphys Sign.
Hepatobiliary scintigraphy dengan teknesium-99m DISIDA (bilirubin) analog
juga sensitif dan akurat untuk diagnosis kolesistitis kronis dan akut. Teknik ini juga
dapat menilai kemampuan ejeksi kandung empedu dan penurunan kemampuan ejeksi
kandung empedu dapat dikaitkan dengan kolesistitis kronis. Namun, karena
kebanyakan pasien dengan nyeri kuadran kanan atas tidak memiliki kolesistitis,
evaluasi primer biasanya dilakukan dengan modalitas yang dapat mendiagnosa
penyebab lain juga36.
Koledokolitiasis / kolangitis etiologi pada penderita dengan kolelitiasis, aliran
batu empedu ke dalam duktus hepatikus komunis terjadi pada 10-15%; usia yang
makin bertambah. Pada kolesistektomi, batu yang tidak diketahui akan tertinggal pada
1-5% penderita.
Gejala dan tanda koledokolitiasis mungkin sebagai penemuan yang tidak sengaja,
kolik biliaris, obstruktif ikterus, kolangitis, atau pankreatitis. Kolangitis biasanya
memberi gejala demam, nyeri kuadran kanan atas dan ikterus (trias Charcot).
Laboratorium menunjukkan peningkatan serum bilirubin, alkali fosfatase dan
aminotransferase. Leukositosis biasanya mengikuti kolangitis; kultur darah sering
positif. Amilase meningkat pada 15% kasus. Pencitraan diagnosis biasanya dibuat
melalui kolangiografi, baik sebelum operasi melalui endoscopic retrograd
cholangiopancreatography (ERCP) atau intraoperatif pada saat kolesistektomi.
Ultrasonografi mungkin memperlihatkan duktus biliaris melebar tetapi tidak sensitif
untuk mengetahui batu pada duktus biliaris komunis.
Diagnosis banding berupa kolesistitis akut, kolik ginjal, viskus perforasi,
pankreatitis. Komplikasi kolangitis, obstruktif ikterus, pankreatitis yang diinduksi
oleh batu empedu dan sirusi bilier sekunder.33
Ikterus neonatorum. adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit
hati atau kelainan fungsi hati, saluran empedu, dan penyakit darah. Bila kadar
bilirubin darah melebihi 2 mg% maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus
masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin mencapai 5 mg % 1
Macam ikterus
1. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologi adalah keadaan dimana hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang
merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir.
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5% untuk neonatus lebih bulan
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari
d. Ikterus menghilang 10 hari pertama
2. Ikterus patologis
a. Ikterus dalam 24 jam pertama
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
c.
d.
e.
f.
Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap baru lahir, karena
hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur
lebih pendek
1. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukoronil
transferase, ligan dalam protein belum adekuat)
2. Siklus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim beta
glukoronidase di usus dan belum ada nutrien.
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis
mikroorganisme
berbentuk
spiral
dan
bergerak
yang
aktif
disebabkan
yang
oleh
dinamakan
Leptospira. Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti Mud fever,Slime fever
(Shlamnfieber), Swam fever, Autumnal fever, Infectious jaundice, Field fever,
Cane cutter dan lain-lain3,4.
Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara
beriklim tropis ini, disebabkan oleh Leptospira inter ogans dengan berbagai subgrup
yang masing-masing terbagi lagi atas serotipe bisa terdapat pada ginjal atau air
kemih binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau dan lain-lain,
maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Manusia bisa
terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka atau erosi
dengan
air,
tanah, lumpur dan sebagainya yang telah terjemar oleh air kemih
imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia.
Ada tidaknya fase imun juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri
3. Kualitas
Lokasi munculnya ikterus menunjukkan derajat kadar bilirubin yag ada
didalam tubuh. Kualitas keluhan juga dapat digali melalui
menyertai, sebab adanya ikterus biasanya disertai dengan gejala sistemik lainnya.
4. Kuantitas
Penting utnuk menanyakan sejauh mana luas daerah tubuh yang menjadi
ikterus, untuk mengetahui derajat penyakit.
5. Faktor Peringan
Dakktor peringan penting untuk mengetahu apakah ikterus yang terjadi
merupakan ikterus patologis, fisiologis, akibat mengonsumsi obat tertentu atau
makanan tinggi karoten, seperti wortel. Apabila ikterus disebabkan karena
mengonsumsi zat tertentu atau obat tertentu, maka dengan penghentian konsumsi,
gejala ikterus dapat berkurang.
6. Faktor pemberat
Faktor pemberat terkait ikterus misalnya apakah keluhan memberat
dengan konsumsi makanan berlemak, dengan penggunaan obat tertentu, atau
apabila pasien beraktivitas. Hal ini dapat membantu mengarahkan ke diagnosis
pasti. Bila dengan makanan berlemak pasien menjadi semakin mengeluh sakit
maka ada kemungkinan kolestitis.
7. Gejala/keluhan yang menyertai
Penting untuk mengetahui gejala atau keluhan
karena
hal
tersebut
dapat
membantu
untuk
penegakan
diagnosis
dan
maka hepatitis viral aktif harus dicurigai. Jika periode praikterus berlangsung lebih
lama atau lebih dari beberapa minggu atau bulan,maka curiga kearah subacute
hepatic necrosis.
Adanya keluhan sakit perut / kolik dan disertai gangguan pencernaan
lama sebelumnya, yang diperberat oleh makan makanan berlemak disertai
rasapenuh,kembung dan panas di perut serta mungkin sukar buang air besar, maka
diagnosis mengarah ke penyakit batu di saluran empedu37.
Adanya demam dan menggigil biasanya terdapat pada penyakit kolangitis,
namun harus diingat bahwa keadaan ini pun dapat ditemukan pada fase predormal
hepatitis viral akut,hepatitis karena obat dan leptospirosis11.
Pada hepatitis gejala awal muncul secara mendadak seperti demam, mual,
muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Ikterus dapat tidak kentara pada anak
kecil muda sehingga hanya dapat terdeteksi dengan uji laboratorium. Bila terjadi,
ikterus dan urin berwarna gelap biasanya terjadi setelah gejala-gejala sistemik.
Selain itu juga bisa didapatkan ada riwayat ikterus pada keluarga, teman sekolah,
teman bermain, atau jika anak atau keluarga telah berwisata ke daerah endemik.2,12
Adanya ikterus tanpa keluhan (painless jaundice) harus dipkirkan kearah
ikterus obstruktif karena tumor pancreas. Keluhan gatal-gatal yang menyertai
ikterus dapat mengarahkan kepada sumbatan di saluran empedu terutama oleh
tumor,sedangkan jika keadaan ini ditemukan pada wanita yang sedang hamil, perlu
dipikirkan mengenai ikterus berulang pada wanita hamil.
Keluhan air seni yang berwarna gelap merupakan tanda permulaan ikterus.
Warna tinja juga perlu mendapat perhatian, misalnya warna yang acholic pada
pasien ikterus obstruktif ekstrahepatik.
Sedangkan anamnesis mengenai ikterus yang berpedoman dengan fundamental
four yaitu:
1. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyait sekarang penting untuk mengetahui hal-hal terkait alasan
utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau dibawa keluarganya ke
dokter atau rumah sakit. Keluhan
informasi mengenai penyakit yang diderita pasien dan riwayat penyakit sekarang
berdasarkan sacred seven di atas. Pada pasien ikterus dapat ditanyakan apakah
memiliki
riwayat
penyakti
lain
seperti
Hipertensi,
Diabetes
Mellitus,
Leher
1. Tentukan JVP apakah meningkat. Menunjukkan bendungan sistemik / portal. Misal
pada cardiac sirrosis.
2. KGB teraba membesar . Menunjukkan adanya infeksi. Hepatitis dapat dengan
pembesaran KGB
Thorax
1. Tentukan batas paru-hepar, apakah ada peranjakan hati
2. Cari kemungkinan adanya ginekomastia dan spider nevi. Merupakan salah satu
stigmata SH.
3. Pulmo : Adakah kelainan
Massa hati dgn tepi tajam, permukaan licin dan rata, konsistensi keras, NT
(+) : mungkin Hepatitis
Massa hati dgn tepi tajam, permukaan berbenjol-benjol dan rata, konsistensi
keras, NT (+) : mungkin Hepatoma
Massa hati dengan tepi tumpul, permukaan licin dan berbenjol, fluktuasi (+),
konsistensi lunak, NT (+) : mungkin Abses Hepar
Ekstremitas
1. Oedem. Tentukan
hipoalbuminemia sebagai kegagalan sintesis hati serta retensi Na dan air sebagai
akibat dari hipertensi porta. Sering pada SH
2. Clubbing finger, Sianosis; Sering pada cardiac sirrosis.
3. Adakah Liver nail. ( kuku berwarna putih dengan ujung kuku berwarna merah
jambu, biasanya bilateral dan masih dapat ditembus cahaya )
4. Capilarry Refil Time
c. Pemeriksaan laboratorium terkait ikterus
1.)
a.)
b.)
Protein
Albumin merupakan protein utama serum yang hanya disintesis di
retikulum
endoplasma
hepatosit.
Fungsi
utamanya
adalah
untuk
Enzim serum
(LDH) adalah enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan
jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak. Apabila ada
Alkaline Phosphatase
Alkaline phosphatase dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan
disekresikan ke dalam empedu. Kadarnya meningkat pada obstruksi
biliaris, penyakit tulang, dan metastasis hati. Nilai normalnya 30-120 IU/L
atau 2-4 unit/dl.
Gamma-glutamyltransferase (GT)
GT merupakan enzim yang dapat ditemukan pada saluran empedu dan
hepatosit hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pankreas, lien, otak,
mammae, dan usus dengan kadar tertinggi pada tubulus renal. GT
merupakan indikator yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya
penyakit hepatobilier. Kadar GT tertinggi ditemukan pada obstruksi
hepatobilier. Peningkatan kadar GT pada kolestasis intrahepatik dan
ekstrahepatik bervariasi dan tidak dapat digunakan untuk membedakan di
antara keduanya39.
Pada rasio bilirubin direk dan bilirubin total, jika rasio kurang dari 15%
maka cenderung ke proses hemolitik sindrom Gilbert.
Danya penyumbatan
Pencitraan
Ultrasonografi (USG)
USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu
diperhatikan adalah :
Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada
perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu.
e.)
Biopsi hati
Banyak penderia membutuhkan biopsy hati untuk menegakkan diagnosis
pasti. Biopsy dapat dilakukan perkutan, dengan atau tanpa arahan
ultrasonografi
atau
melalui
pembedahan.
Selain
untuk
pemeriksaan
Gambar 13. TeknikBiopsi hepar. Jarum Biopsi biasanya diinsersikan di sela iga 79. Jaringan hasilbiopsi diletakkan di kaca objek untukdilihat histopatologinya
www.niddk.nih.gov
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap ikterus pada gangguan sistem hepatobilier tergantung
dari penyebabnya.
a. Ikterus Intrahepatik yang disebabkan oleh hepatitis
Tidak ada pengobatan antivirus spesifik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah
dengan pemberian immunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau
menggunakan vaksin. Penderita hepatitis A biasanya dirawat jalan, tetapi 13%
penderita memerlukan rawat inap dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan
kesulitan masukan per oral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati,
dan ensefalopati12.
b. Ikterus Obstruktif yang disebabkan oleh kista koledukus dan kolelitiasis
Penatalaksanaan non-bedah
Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol,
chenofalk) telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang
berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol.. Mekanisme kerjanya
adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga
terjadi desaturasi getah empedu. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat
khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu
kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan
untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya
kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu37.
Penatalaksanaan bedah
Sampai saat ini pembedahan masih merupakan baku emas dalam
penanganan kolelitiasis. Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi
Sirosis dan gagal hati dapat terjadi pada pasien yang mengalami keterlambatan
diagnosis
sehingga
fungsi
hati
sudah
tidak
dapat
dipertahankan
lagi 39.
I. PROGNOSIS
Prognosis ikterus karena gangguan system hepatobilier tergantung penyakit dasarnya.
Pada kolelitiasis prognosisnya adalah baik. Jeda waktu antara deteksi batu pada
pasien asimtomatik dan pengembangan gejala ini diperkirakan terjadi lebih dari 10
tahun38.
Pada kista koledukus prognosis setelah eksisi biasanya sangat baik. Pasien perlu
tindak lanjut seumur hidup karena peningkatan resiko kolangiokarsinoma, bahkan
setelah eksisi komplit kista41.
Hepatitis A prognosisnya sangat baik. Pada kebanyakan pasien, infeksi HAV adalah
self-limited, dan bisa sembuh sempurna. Bahkan, banyak kasus tidak menunjukkan
gejala. Kecuali dalam pengaturan hepatitis fulminan, gejala sisa jarang terjadi.
Hepatitis fulminan akibat HAV jarang dan memiliki tingkat mortalitaskira-kira 0,4%.
Infeksi HAV yang kambuh terjadi pada sekitar 10% dari pasien kira-kira1-4 bulan
setelah episode awal dan akhirnya dapat sembuh sepenuhnya41.
Hepatitis B akut 90% memiliki kemungkinan yang baik dan bisa sembuh sempurna.
Meskipun tingkat mortalitas untuk kebanyakan kasus hepatitis B rendah, pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan hepatitis B akut memiliki tingkat mortalitas 1%42.
Pada Hepatitis C lebih dari 80% dari individu yang terinfeksi akut akan mengalami
hepatitis kronis. Kebanyakan pasien yang terinfeksi kronis dengan virus hepatitis C
tetap asimtomatik dan tidak memiliki penyakit hepar yang signifikan42.
Hepatitis kronis yang aktif, yang dapat dilihat pada hepatitis B virus (HBV) atau virus
hepatitis C (HCV), tidak terjadi pada infeksi HAV. Kondisi carrier kronis tidak terlihat
dengan infeksi HAV41.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Atabi, SB Chin . 2010.Experimental investigation of the flow of bile in patient
specific cystic duct models M. Journal of biomechanical engineering,265:67
2. Alter, MJ. 2007. "Epidemiology of hepatitis C virus infection"(PDF). World journal of
gastroenterology : WJG 13 (17): 2436 41
3. Balistreri WF. 2000. Manifestasi Penyakit Hati dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.
2. Jakarta: EGC. Hal. 1386-1387.
4. Bancroft JD, Kreamer B, Gourley GR. 1998. "Gilbert syndrome accelerates development
of neonatal jaundice". Journal of Pediatrics 132 (4): 65660.
5. Bosma PJ, Chowdhury JR, Bakker C, Gantla S, de Boer A, Oostra BA, Lindhout D,
Tytgat GN, Jansen PL, Oude Elferink RP, et al. 1995. "The genetic basis of the reduced
expression of bilirubin UDP-glucuronosyltransferase 1 in Gilbert's syndrome".New
England Journal of Medicine 333 (18): 11715.doi:10.1056/NEJM199511023331802
6. Callahan JM. 2005. Ikterus dalam Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC. Hal 461-472.
7. Chu CM, Liaw YF. 2007. "Predictive factors for reactivation of hepatitis B following
hepatitis B e antigen seroconversion in chronic hepatitis B". Gastroenterology133 (5):
145865. doi:10.1053/j.gastro.2007.08.039
29. Rosen, HR. 2011. "Clinical practice. Chronic hepatitis C infection". The New England
Journal of Medicine 364 (25): 242938.doi:10.1056/NEJMcp1006613
30. Ryan KJ, Ray CG (editors), ed. 2004. Sherris Medical Microbiology (4th ed.). McGraw
Hill. pp. 5512\
31. Sawyer, Michael AJ. 2009. Choledochal Cysts. Medscape Reference. Diakses melalui
http://emedicine.medscape.com/article/172099.
32. Scanlon VC. 2007. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal.350-353.
33. Shea JA, Berlin JA, Escarce JJ, et al. 1994. "Revised estimates of diagnostic test
sensitivity and specificity in suspected biliary tract disease". Arch. Intern. Med. 154 (22):
257381. doi:10.1001/archinte.154.22.2573
34. Stapleton JT. 1995. "Host immune response to hepatitis A virus". J. Infect.
Dis.171 (Suppl 1): S914.
35. Strasberg, S. M. 2008. "Acute Calculous Cholecystitis". New England Journal of
Medicine 358 (26): 28042811. doi:10.1056/NEJMcp0800929
36. Sulaiman A. 2006. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 422-425
37. Sylvia AP, Lorraine MW. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Proses Penyakit.
Jakarta: EGC. 475:480
38. Terrault N, Roche B, Samuel D. 2005. "Management of the hepatitis B virus in the liver
transplantation setting: a European and an American perspective". Liver Transpl. 11 (7):
71632. doi:10.1002/lt.20492
39. Vivian McAlister, Eric Davenport, and Elizabeth Renouf. 2007. "Cholecystectomy
Deferral in Patients with Endoscopic Sphincterotomy. Cochrane Database of Systematic
Reviews .4: CD006233.
40. Weisiger RA, dkk. 2009. Hyperbilirubinemia, Conjugated. Diakses melalui
http://emedicine.medscpae.com/article/178757.
41. Wilkins, T; Malcolm JK; Raina D; Schade RR. 2010. "Hepatitis C: diagnosis and
treatment". American family physician 81 (11): 13517.
42. Zuckerman AJ. 1996. "Hepatitis Viruses". In Baron S, et al.. Baron's Medical
Microbiology (4th ed.). University of Texas Medical Branch.