Anda di halaman 1dari 2

Judul : PUASA

Penulis

: James Lee Beall

Sadar atau tidak, agama-agama di Indonesia mengajarkan puasa. Katolik dan


Kristen sering melaksanakannya di prapaskah (sebagai refleksi penantian perayaan
Jumat Agung/Kematian Tuhan Yesus), Islam di bulan Ramadhan/hari-hari tertentu
atau dengan serentetan aturan-aturannya, Buddha dengan berpantang makan
daging (vegetarian), Hindu dengan hari raya Nyepinya. Mungkin ini adalah salah
satu bukti dari kebenaran yang kita percaya oleh Roh Kudus yang dicerminkan
secara samar-samar oleh dunia dan manusia (pikirannya) menjadi agama-agama
yang ternyata cukup banyak kaitannya dengan kebenaran Firman yang kita
percaya. Tapi apakah benar puasa yang dilakukan semua umat manusia ini benar?
Sekalipun orang tersebut notabene beragama Katolik atau Kristen? Ini pemikiran
saya sebelum, sedang, dan setelah membaca buku ini.
Pada awalnya saya juga meragukan puasa yang coba saya lakukan, yang sudah
saya praktekkan di waktu-waktu yang lampau. Apa kah orang Kristen harus
berpuasa? Apa kah itu sebuah kewajiban? Kenapa harus berpuasa? Bukannya Tuhan
sudah menebus kita dari dosa? Apa motivasi saya berpuasa? Mengapa pemimpin
gereja/pemimpin kepanitian/sekolah katolik menganjurkan/menyuruhku
berpuasa/melakukan aksi puasa? Dan pemikiran-pemikiran lain yang mungkin
muncul tetapi tidak muncul ketika membuat tulisan ini. Oleh karena itu, saya mau
mencoba mengerti/mendalami arti/aksi puasa itu sendiri dari buku yang
kebetulan/bertepatan saya lihat di toko buku dengan judul PUASA Pedoman Praktis
untuk Memperoleh Pengalaman Kristen yang Lebih Mendalam melalui Puasa.
Saya kira banyak dari pembaca (Alas Kaki13) pasti sudah cukup mengerti puasa
itu sendiri, jadi mungkin tulisan ini pun hanya untuk
mengingatkan/menegaskan/membagikan sedikit dari apa yang kubaca dari buku ini,
karena bagi saya cukup sulit untuk merangkum buku.
Yang saya tangkap adalah, bahwa puasa adalah segala bentuk penyangkalan diri
terhadap kemauan daging/diri sendiri (umumnya/biasanya nafsu makan yang tiap
hari kita butuhkan untuk kelangsungan hidup) selama suatu periode tertentu
sehingga kita dapat menggantikan fokus yang tadinya untuk pemenuhan nafsu
pribadi menjadi apa yang diinginkan oleh Tuhan. Dengan kata lain puasa adalah
pemusatan hati dari makanan/kebutuhan pribadi lainnya ke Tuhan. Dengan begitu,
tentu harus dihilangkan semua pemikiran seperti berikut: Saya berpuasa agar
dilihat orang sebagai orang yang rohani*, Saya berpuasa untuk mendapat
jawaban doa (dalam artian pemikiran yang egosentris), Saya berpuasa sekalian
mengurangi berat badan saya, Wah hari ini sibuk, tidak ada waktu untuk makan,
sekalian puasa aja deh, dan sebagainya. (dalam hal contoh-contoh tersebut,
dapat ditegaskan juga kalau puasa adalah reaksi yang jujur kepada Tuhan)
Lalu terpikir: puasa yang valid itu seperti apa? Kalau minum air sudah tidak sah
lagi? Cuma makan sayur aja sah puasanya? Kembali ke definisi di atas, tidak ada
*sedikit berbagi, menurut saya semua yang kita lakukan pasti rohani, ya tergantung kita
menyenangkan yang mana, Roh Tuhan, roh dunia, atau roh sendiri, atau yang lain.

batasan yang membatasi bagaimana kita berpuasa, itu tergantung iman kita,
bagaimana reaksi jujur kita, bagaimana keseriusan kita. Secara literature, buku ini
mengklasifikasikan puasa menjadi beberapa jenis, yaitu: Puasa Total (tidak makan
dan minum sama sekali, manusia biasa hanya dapat melakukannya maksimum 3
hari, contoh Paulus saat dia buta), Puasa Supernatural (Inisiatif dari Allah untuk
dilakukan manusia, contoh Musa dan Elia), Puasa Normal (tetap minum air, seperti
Tuhan Yesus saat dicobai, tercatat di Lukas bahwa tidak disebutkan Tuhan Yesus
minum air atau tidak, diasumsikan tetap minum air), dan Puasa dengan taraf yang
berbeda-beda (dapat dikatakan berpantang pada makanan tertentu, seperti yang
dilakukan Daniel yang tidak mau menajiskan dirinya dengan makanan dan anggur
raja)
Puasa adalah istirahat, istirahat dari keruwetan hidup agar bisa kembali fokus
kepada Tuhan. Mungkin ini juga berhubungan pertanyaan: Kapan kita harus
berpuasa. Ya kapan pun kita mau dan sadar merasa perlu, juga saat pemimpinpemimpin rohani (gereja, persekutuan, dll) merasa perlu untuk kita untuk berpuasa
dalam kesatuan.
Puasa adalah pelayanan, yang seperti pada definisi sebelumnya, puasa memang
ditujukan kepada Tuhan. Secara nyata/aplikatif, penujuan puasa kepada Tuhan
dapat ditarik menjadi pelayanan yang juga melayani manusia (mengasihi Allah dan
mengasihi manusia). Dengan berpuasa aka nada tenaga dan materi tersisih dari
pengurangan kebutuhan pribadi, dengan begitu materi dan tenaga itu yang
ditujukan kepada Tuhan/pelayanan kepada Tuhan dapat ditarik secara nyata untuk
dibagi kepada manusia lain (melayani).
Terakhir, ditegaskan kembali bahwa puasa yang diprakarsai Allah adalah puasa
yang ditujukan kepada Allah, momentum untuk mengosongkan diri sendiri untuk
mau dipakai secara penuh oleh Allah. Bukan karena kita ingin kuasaNya untuk
kepentingan kita, tetapi biarlah dengan kita mengosongkan diri kita dari berbagai
keruwetan, Allah yang akan memberi kita kuasa, memakai kita untuk
kemuliaanNya.

Soli Deo Gloria~

*sedikit berbagi, menurut saya semua yang kita lakukan pasti rohani, ya tergantung kita
menyenangkan yang mana, Roh Tuhan, roh dunia, atau roh sendiri, atau yang lain.

Anda mungkin juga menyukai