Anda di halaman 1dari 14

BAB II

LANDASAN TEORI
I.1 Latar Belakang
II.1.1 Korosi
Korosi merupakan fenomena kerusakan suatu material akibat material
tersebut bereaksi secara kimia dengan lingkungan yang tidak mendukung.
Korosi dapat berlangsung apabila semua komponen sel elektrokimia tersedia
yaitu anoda, katoda sirkuit eksternal (penghubung antara anoda dan
katoda), sirkuit internal (elektrolit). (Ashadi, 2002).
Korosi merupakan proses alamiah. Seperti air mengalir ke permukaan
yang lebih rendah, seluruh proses alamiah akan bergerak ke arah energi
yang lebih rendah. Jadi besi dan baja memiliki kecenderungan untuk
bergabung dengan elemen kimia lainnya untuk bergerak ke energi yang
lebih rendah. Besi dan baja akan sering berikatan dengan oksigen,
membentuk iron oxide atau karat memiliki susunan kimia yang sama dengan
iron ore (Jenkins, 2005).
Logam dan paduan lain ketika dalam kondisi energi yang tinggi mereka
dalam bentuk logam resistan terhadap korosi yang terbentuk lapisan pasif
(biasanya oksida) pada permukaan. Lapisan tersebut terbentuk melalui
proses alami yang menyerupai korosi dan biasanya tidak terlihat dengan
menggunakan mata telanjang. Stainless steel, paduan alumunium dan
titanium adalah logam yang memiliki kondisi energi tinggi pada saat
berbentuk logam. Namun relatif resistan pada korosi disebabkan oleh bentuk
lapisan pasif pada permukaannya. Bagaimanapun khususnya pada kasus
stainless steel dan paduan alumunium lapisan ini tidak kebal pada seluruh
lingkungan natural dan dapat rusak pada satu atau lebih lingkungan khusus.
Kerusakan lapisan pasif sering berlangsung sangat cepat, korosi yang
terlokalisir disebabkan oleh aktifitas elektrokimia bagian dari permukaan
yang tetap pasif (Jenkins, 2005).

Gambar II.1
Contoh Korosi
Model pengendalian korosi pada dasarnya dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu Model Kinetika dan Model Termodinamika (Bard,
1980).

Dalam Model Kinetika, pengendalian korosi dilakukan dengan memberi


hambatan pada interaksi dengan lingkungannya sehingga laju korosinya
II- 1

Bab II Tinjauan
Pustaka

dapat dikurangi, tetapi kecenderungan untuk terjadinya korosi itu sendiri


tidak diselesaikan,sehingga apabila hambatan ditiadakan korosi akan segera
berlangsung lagi (Jones, 1992).
Selain dari pada itu apabila jumlah hambatan yang ditambahkan tidak
mencukupi maka korosi akan menjadi lebih parah lagi misalnya terjadinya
korosi setempat. Salah satu Model Termodinamika yang diterapkan secara
luas adalah Model proteksi katodik (Fontana, 1979).
II.1.2 Prinsip Korosi Logam
Peristiwa korosi adalah perkaratan. Sedangkan perkaratan terjadi
karena adanya reaksi reduksi- oksidasi. Reaksi reduksi oksidasi adalah jika
ada reaktan yang melepas elektron (spesi ini mengalami reaksi oksidasi,
zatnya sering disebut reduktor) dan menerima elektron (spesi ini mengalami
reaksi reduksi, zatnya sering disebut oksidator) maka dikatakan reaksi
reduksi oksidasi dapat berlangsung. Tingkat kemudahan/ kesulitan reaksi
reduksi oksidasi sangat tergantung pada kemudahan dari masing- masing
reduktor untuk melepas elektronnya dan oksidator dalam menerima
pasangan elektronnya. Sedangkan tingkat kemudahan/ kesulitan reaksi
reduksi oksidasi dapat dilihat dari tingkat energi yang diperlukan untuk
reaksi tersebut. Energi yang muncul dari reaksi ini dilambangkan sebagai
Potensial Sel standart (E sell). Yang secara matematik dapat dituliskan
seperti berikut :
E sell = E reduksi E oksidasi
atau
E sell = E kanan E kiri.
Semakin besar harga E sell, berarti semakin mudah reaksi reduksioksidasi tersebut berlangsung, demikian juga sebaliknya, semakin kecil
harga E sell semakin susah reaksi reduksi- oksidasi tersebut berlangsung
(Suhartana, 2015).

Potensial Sel standart juga dapat digunakan untuk meramalkan


tingkat kemudahan suatu reaksi reduksi oksidasi berlangsung. Jika E sell
berharga positif berarti reaksi redoks tersebut spontan (tidak perlu ada
tambahan energi dari luar), namun jika E sell berharga negatif berarti reaksi
redoks tersebut tidak spontan (perlu adanya tambahan energi dari luar).
Energi yang ditambahkan ada yang berupa panas, atau arus listrik
tergantung proses redoks yang akan dilakukan (Suhartana, 2015).
Untuk deteksi laju korosi secara visualisasi dapat terlihat dari logam
yang mengalami proses perkaratan. Jika logam berubah warna menjadi
coklat, keropos, bahkan mungkin sampai berlobang, maka dipastikan proses
perkaratan sudah terjadi pada material besi tersebut. Sedangkan di
laboratorium kita mengamati dari zat yang keluar pada sistem yang
mengalami korosi tersebut. Kita bisa secara random mengambil sampelnya.
Kemudian sampel yang diduga telah mengandung Ferro atau Ferri kita uji
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

II - 2

Bab II Tinjauan
Pustaka

secara kualitatif, misalkan dengan larutan Kalium ferrisianida dan kalium


ferrosianida (Suhartana, 2015).
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
1. Untuk ion ferro reaksinya adalah sbb:
Fe 2+ + K3Fe(CN)6
---------- K Fe [Fe (CN)6]
endapan biru berlin
2. Untuk ion ferri reaksinya adalah sbb:
Fe 3+ + K4Fe(CN)6
---------- K Fe [Fe (CN)6]
endapan hijau kebiruan
II.1.3 Faktor faktor penyebab korosi
Faktor yang berpengaruh terhadap korosi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu yang berasal dari bahan itu sendiri dan dari lingkungan. Faktor
dari bahan meliputi kemurnian bahan, struktur bahan, bentuk kristal, unsurunsur kelumit yang ada dalam bahan, teknik pencampuran bahan dan
sebagainya. Faktor dari lingkungan meliputi tingkat pencemaran udara,
suhu, kelembaban, keberadaan zat-zat kimia yang bersifat korosif dan
sebagainya. Bahan-bahan korosif (yang dapat menyebabkan korosi) terdiri
atas asam, basa serta garam, baik dalam bentuk senyawa maupun
anorganik. Penguapan dan pelepasan bahan-bahan korosif keudara dapat
mempercepat proses korosi. Udara dalam ruangan yang terlalu asam atau
basa dapat mepercepat proses korosi peralatan elektronik yang ada dalam
ruangan
tersebut.
Flour,
hidrogen
fluorida
beserta
senyawaansenyawaannya dikenal sebagai bahan korosif. Dalam industri, bahan ini
umumnya dipakai untuk sintesa bahan-bahan organik. Amoniak (NH3)
merupakan bahan kimia yang cukup banyak digunakan dalam kegiatan
industri. Pada suhu dan tekanan normal, bahan ini berada dalam bentuk gas
dan sangat mudah terlepas ke udara ( Purba, 2007).
Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan
bahan logam yang pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi ion pada
permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan
oksigen. Contoh yang paling umum, yaitu kerusakan logam besi dengan
terbentuknya karat oksida. Dengan demikian, korosi menimbulkan banyak
kerugian. Korosi logam melibatkan proses anodik, yaitu oksidasi logam
menjadi ion dengan melepaskan elektron ke dalam (permukaan) logam dan
proses katodik yang mengkonsumsi electron tersebut dengan laju yang sama
: proses katodik biasanya merupakan reduksi ion hidrogen atau oksigen dari
lingkungan sekitarnya. Untuk contoh korosi logam besi dalam udara lembab
(Purba, 2007 ).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu logam dapat terkorosi


dan kecepatan laju korosi suatu logam. Suatu logam yang sama belum tentu
mengalami kasus korosi yang sama pula pada lingkungan yang berbeda.
Begitu juga dua logam pada kondisi lingkungan yang sama tetapi jenis
materialnya berbeda, belum tentu mengalami korosi yang sama. Dari hal
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat
mempengaruhi korosi suatu logam, yaitu faktor metalurgi dan faktor
lingkungan (Nurafni, 2011).
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

II - 3

Bab II Tinjauan
Pustaka

Faktor Metalurgi
Faktor metalurgi adalah pada material itu sendiri. Apakah suatu logam
dapat tahan terhadap korosi, berapa kecepatan korosi yang dapat terjadi
pada suatu kondisi, jenis korosi apa yang paling mudah terjadi, dan
lingkungan apa yang dapat menyebabkan terkorosi, ditentukan dari faktor
metalurgi tersebut. Menurut Nurafni (2011) faktor metalurgi antara lain :
a. Jenis logam dan paduannya
Pada lingkungan tertentu, suatu logam dapat tahan tehadap korosi.
Sebagai contoh, aluminium dapat membentuk lapisan pasif pada lingkungan
tanah dan air biasa, sedangkan Fe, Zn, dan beberapa logam lainnya dapat
dengan mudah terkorosi.
b. Morfologi dan homogenitas
Bila suatu paduan memiliki elemen paduan yang tidak homogen, maka
paduan tersebut akan memiliki karakteristik ketahanan korosi yang berbedabeda pada tiap daerahnya.
c. Perlakuan panas
Logam yang di-heat treatment akan mengalami perubahan struktur
kristal atau perubahan fasa. Sebagai contoh perlakuan panas pada
temperatur 500-8000C terhadap baja tahan karat akan menyebabkan
terbentuknya endapan krom karbida pada batas butir. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya korosi intergranular pada baja tersebut. Selain itu,
beberapa proses heat treatment menghasilkan tegangan sisa. Bila tegangan
sisa tesebut tidak dihilangkan, maka dapat memicu terjadinya korosi retak
tegang
d. Sifat mampu fabrikasi dan pemesinan
Merupakan suatu kemampuan material untuk menghasilkan sifat yang
baik setelah proses fabrikasi dan pemesinan. Bila suatu logam setelah
fabrikasi memiliki tegangan sisa atau endapan inklusi maka memudahkan
terjadinya retak.
Faktor Lingkungan
Menurut Nurafni (2011) faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
korosi antara lain:
a. Komposisi kimia
Ion-ion tertentuILMU
yang
terlarut
LABORATORIUM
LOGAM
DAN di dalam lingkungan dapat mengakibatkan
KOROSI
jenis korosi yang berbeda-beda. Misalkan antara air laut dan air tanah
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
memiliki sifat korosif yang berbeda dimana air laut mengandung ion klor
FTI-ITS
yang sangat reaktif mengakibatkan korosi.
b. Konsentrasi
Konsentrasi dari elektrolit atau kandungan oksigen akan mempengaruhi
kecepatan korosi yang terjadi. Pengaruh konsentrasi elektrolit terlihat pada
laju korosi yang berbeda dari besi yang tercelup dalam H 2SO4 encer atau
pekat, dimana pada larutan encer, Fe akan mudah larut dibandingkan dalam
H2SO4 pekat.

II - 4

Bab II Tinjauan
Pustaka

Suatu logam yang berada pada lingkungan dengan kandungan O2


yang berbeda akan terbagi menjadi dua bagian yaitu katodik dan anodik.
Daerah anodik terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang rendah
dan katodik terbentuk pada media dengan konsentrasi O2 yang tinggi.
c. Temperatur
Pada lingkungan temperatur tinggi, laju korosi yang terjadi lebih tinggi
dibandingkan dengan temperatur rendah, karena pada temperatur tinggi
kinetika reaksi kimia akan meningkat. Semakin tinggi temperatur, maka laju
korosi akan semakin meningkat, namun menurunkan kelarutan oksigen.
Sehingga pada suatu sistem terbuka, diatas suhu 800C, laju korosi akan
mengalami penurunan karena oksigen akan keluar sedangkan pada suatu
sistem tertutup, laju korosi akan terus menigkat karena adanya oksigen yang
terlarut.
d. Gas, cair atau padat
Kandungan kimia di medium cair, gas atau padat berbeda-beda. Misalkan
pada gas, bila lingkungan mengandung gas asam, maka korosi akan mudah
terjadi (contohnya pada pabrik pupuk). Kecepatan dan penanganan korosi
ketiga medium tersebut juga dapat berbeda-beda. Untuk korosi di udara,
proteksi katodik tidak dapat dilakukan, sedangkan pada medium cair dan
padat memungkinkan untuk dilakukan proteksi katodik.
e. Kondisi biologis
Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur dapat menyebabkan terjadinya
korosi mikrobial terutama sekali pada material yang terletak di tanah.
Keberadaan mikroorganisme sangat mempengaruhi konsentrasi oksigen
yang mempengaruhi kecepatan korosi pada suatu material.
II.1.4 Pencegahan Korosi
Untuk memperlambat korosi, ada beberapa cara yang bisa ditempuh, yaitu:
1. Pelapisan logam,
2. Pengecatan,
3. Perlindungan katodik, dan
4. Memperkecil katalisator dalam system.
1. Pelapisan logam
Prinsip pelapisan logam adalah menghambat reaksi oksidasi logam
yang akan dilindungi. Jadi pada proes ini logam yang akan dilindungi harus
dilapisi dengan logam yang sukar mengalami oksidasi. Contoh dalam
kehidupan sehari- hari seperti: melapisi besi dengan emas, melapisi besi
dengan krom, melapisi besi dengan perak, melapisi besi dengan titanium, dll
(Suhartana, 2015).

Ada beberapa macam teknik pelapisan logam,yaitu: 1. Penyepuhan/


penyalutan listrik/ electroplating, 2. Pencelupan Panas (Hot Dipping), 3.
Pelapisan Dengan Penyemprotan, 4. Pelapisan Dengan Penempelan (Clad
Coating) dan 5. Pelapisan Difusi. Pemilihan pelapisannya sangat tergantung
dari jenis logam, kegunaan, dan tingkat kebutuhannya (Suhartana, 2015).
2. Pengecatan
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

II - 5

Bab II Tinjauan
Pustaka

Pengecatan
bertujuan
untuk
memisahkan dari
logam dan
lingkungannya. Pengecatan yang baik adalah mampu menutup semua pori
logam yang ada, sehingga peluang oksigen dan air untuk masuk kerongga
logam besi akan bisa dihindari. Untuk hal ini sering digunakan cat, selaput
organic, vernis, lapisan logam, dan enamel (Suhartana, 2015).
Jika pori- pori logam yang ada tidak tertutup, maka akan terjadi reaksi
seperti berikut:
Fe
+ O2
Fe O
Fe
+ O2
Fe2 O3
Apalagi dalam suasana yang mendukung seperti: pH tinggi (suasana basa),
pH rendah (suasana asam), kelembaban udara yang tinggi, dan keberadaan
air maka semuanya akan mampu sebagai katalisator proses perkaratan
(Suhartana, 2015).
3. Perlindungan katodik
Prinsip perlindungan katodik adalah membuat bahan yang akan
dilindungi ditempatkan sebagai katoda, dan bahan lain yang akan
dikorbankan ditempatkan sebagai anoda. Dengan kontrol arus kita dapat
mendeteksi apakah anoda masih berfungsi atau tidak (Suhartana, 2015).
Ada 2 macam perlindungan katodik yang sering dilakukan yaitu:
1. Metoda Anoda Tumbal/ korban (Sacrificial Anode Method)
2. Metoda Arus Terpasang (Impressed Current Method).
a. Metoda Anoda Tumbal/ korban (Sacrificial Anode Method)
Prinsip Metoda Anoda Tumbal adalah membuat bahan yang akan
dilindungi ditempatkan sebagai katoda, dan bahan lain yang akan
dikorbankan ditempatkan sebagai anoda. Dengan kontrol arus kita dapat
mendeteksi apakah anoda masih berfungsi atau tidak (Suhartana, 2015).
Metoda ini dapat dikatakan berhasil baik jika kita tepat dalam memilih
anoda yang akan dikorbankan. Secara kasar dapat dikatakan anoda yang
dikorbankan harus mempunyai kemudahan oksidasi lebih tinggi dari logam
yang akan dilindungi. Hal ini akan diuraikan pada bagian deret volta
(Suhartana, 2015).
Pada sistem ini pengecekan arus yang terlihat di monitor dan anoda
korban harus selalu kontinyu, agar logam yang dilindungi (pada katoda)
tetap terjaga dan
utuh
(Suhartana,
LABORATORIUM
ILMU
LOGAM
DAN 2015).
b.
Metoda Arus Terpasang (Impressed Current Method).
KOROSI
PROGRAM
STUDI
DIII TEKNIK
Prinsip
Metoda
Arus KIMIA
Terpasang adalah memberi arus yang lebih kecil
FTI-ITS
dari tegangan polarisasi dari logam tersebut. Metoda ini memiliki
keuntungan tidak termakannya anoda yang diberikan. Untuk menghambat
laju korosi pada polarisasi katodik tertentu diperlukan arus terpasang
sebesar :

ie =

io eksp z F
RT

di mana:

II - 6

Bab II Tinjauan
Pustaka

ie = arus minimal yang diperlukan untuk menghambat laju korosi


logam
io = arus polarisasi yang diperlukan oleh logam untuk proses korosi
= derajat polarisasi
= polarisasi keseluruhan
z = bilangan oksidasi = (untuk besi 2 )
F = Faraday = 96,494 Coloumb/ mol
R = konstanta Reyberg = 8,3142 joule/ mol K
T = suhu mutlak
(Suhartana, 2015).

Jadi sebagai contoh: untuk mengendalikan laju korosi baja dalam air
laut maka arus yang diberikan minimal adalah -650 mV SSC. Namun jika
arus yang diberikan lebih kecil maka (missal -850 mV SSC), maka lajunya
bisa berkurang lebih 0,02 % dibandingkan dengan baja yang tidak diberikan
perlindungan (Suhartana, 2015).
4. Memperkecil katalisator dalam sistem.
Proses reduksi- oksidasi yang ada sering dapat semakin cepat terjadi,
hal ini disebabkan karena adanya beberapa faktor seperti berikut: pH
rendah (suasana asam), pH tinggi (suasana basa), oksigen, kelembaban
udara yang tinggi, adanya oksidator atau reduktor. Semua faktor yang
mampu mempercepat laju korosi, sering disebut katalisator (Suhartana,
2015).
II.1.5 Elektrolisis
Elektrolisis adalah peristiwa penguraian elektrolit oleh arus listrik
searah dengan menggunakan dua macam elektroda. Elektroda tersebut
adalah katoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutub negatif) dan
anoda (elektroda yang dihubungkan dengan kutubpositif). Pada anoda terjadi
reaksi oksidasi, yaitu anion (ion negatif) ditarik oleh anoda dan jumlah
elektronnya berkurang sehingga bilangan oksidasinya bertambah (Romdhoni,
2015).

a. Ion OH dioksidasi menjadi H2O dan O2. Reaksinya:


4OH (aq)
2H2O ( l ) + O2 (g) + 4e
b. Ion sisa asam yang mengandung oksigen (misalnya NO3, SO42) tidak
dioksidasi, yang dioksidasi air. Reaksinya:
2H2O ( l )
4H+ (aq) + O2 (g) + 4e
c. Ion sisa asam yang lain dioksidasi menjadi molekul. Contoh:
2Cl (aq)
Cl2 (g) + 2e
(Romdhoni, 2015).

Pada katoda terjadi reaksi reduksi, yaitu kation (ion positif) ditarik oleh
katoda dan menerima tambahan elektron, sehingga bilangan oksidasinya
berkurang.
a. Ion H+ direduksi menjadi H2. Reaksinya:
2H+ (aq) + 2e
H2 (g)
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

II - 7

Bab II Tinjauan
Pustaka

b. Ion logam alkali (IA) dan alkali tanah (IIA) tidak direduksi, yang
direduksi air.
2H2O (aq) + 2e
H2 (g) + 2OH (aq)
c. Ion logam lain (misalnya Al3+, Ni2+, Ag+ dan lainnya) direduksi.
Contoh:
Al3+ (aq) + 3e
Al (s)
Ni2+(aq) + 2e
Ni (s)
Ag+ (aq) + e
Ag (s)
(Romdhoni, 2015).

Proses elektrolisis dalam industri misalnya:


a. Penyepuhan (melapisi logam dengan logam lebih mulia misal Ni, Cr,
atau Au).
b. Pemurnian logam (misal Ag, Cu, Au).
c. Pembuatan senyawa (misal NaOH) atau gas (misal O2, H2, Cl2).
(Romdhoni, 2015).

Tabel II.1.2 Tabel Deret emf pada 25oC (volt)

LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN


KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS
II.1.6 Hukum Faraday

Akibat aliran arus listrik searah ke dalam larutan elektrolit akan terjadi
perubahan kimia dalam larutan tersebut. Menurut Michael Faraday (1834)
lewatnya arus 1 F mengakibatkan oksidasi 1 massa ekivalen suatu zat pada
suatu elektroda (anoda) dan reduksi 1 massa ekivalen suatu zat pada
elektroda yang lain (katoda) (Romdhoni, 2015).
Hukum Faraday I: Massa zat yang timbul pada elektroda karena
elektrolisis berbanding lurus dengan jumlah listrik yang mengalir melalui
larutan (Romdhoni, 2015).
II - 8

Bab II Tinjauan
Pustaka

Pengukuran jumlah listrik dalam prakteknya dapat dilakukan dengan


bantuan nstrumen berupa amperemeter dan pancatat waktu. Jumlah listrik
yang digunakan dalam elektrolisis merupakan hasil kali kuat arus (ampere)
dengan waktu (detik) atau dapat ditulis:
Q=ixt
(Seran, 2012).

Hukum Faraday II : massa zat yang dihasilkan berbanding lurus


dengan massa ekuivalennya untuk jumlah listrik yang sama. Massa
ekuivalen adalah massa atom relatif dibagi dengan muatan ion logam.
G ~ ME ME = massa ekivalen
(Seran, 2012).

Hukum Faraday I dan II dapat disimpulkan bahwa setiap 1 Faraday


listrik pada
elektrolisis akan menghasilkan massa zat sebanyak massa ekivalennya.

G=
F
ME
Dua hukum Faraday listrik akan menghasilkan G =
sedangkan (i x t) coulomb listrik menghasilkan G =

2 F xME
= 2 ME
F
i x t xME
. Berdasarkan
F

instrumnen yang ada, pada elektrolisis berlaku :


G=

t xi x ME
96500

Jika jumlah listrik yang sama dialirkan ke dalam dua atau lebih sel elektrolisis
yang
berbeda maka perbandingan massa zat yang dibebaskan sama dengan
perbandingan
masaa ekivalennya.

GI : GII : GIII = MEI : MEII : MEIII


(Seran, 2012).

II.1.7 Perbedaan sel elektrolisis dan sel volta


Pada Sel Volta merubah energi kimia menjadi energi listrikAnoda
(oksidasi) adalah elektroda negatif (-) dan katoda (reduksi) adalah elektroda
positif (+).
Pada Sel Elektrolisis merubah energi listrik menjadi energi kimiaAnoda
(oksidasi) adalah elektroda positif (+) dan katoda (reduksi) adalah elektroda
negatif (-).
II.1.8 Energi Bebas
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

II - 9

Bab II Tinjauan
Pustaka

Energi bebas merupakan faktor satusatunya yang menentukan apakah


korosi akan berlangsung secara spontan atau tidak. Semua interaksi antara
unsurunsur dan senyawa-senyawa yang ditentukan oleh perubahan
perubahan energi bebas yang ada. Untuk reaksi secara spontan harus ada
energi bebas yang terlepaskan. Dalam perlakuan ini, energi bebas setiap
unsur dinyatakan sebagai G dan perubahan energi netto dalam reaksi
dinyatakan dengan G. Sejalan dengan keyakinan kita bahwa perubahan
perubahan alami disertai peralihan dari keadaan energi tinggi ke yang lebih
rendah, untuk energi yang diberikan diberi tanda negatif dan energi energi
yang diserap oleh sistem diberi tanda positif. Jadi agar reaksi spontan dapat
belangsung, G harus negatif (K.R Trethewey,1991)
Rumus dari energi bebas Gibbs :
Go = - Z . F . Eo
Keterangan:
Go = Energi bebas (kJ/mol)
Z
= Elektron yang bebas
F
= Ketetapan Faraday (96.500)
Eo
= Voltase yang dihasilkan oleh logam (volt)
(Trethewey, 1991).
Energi bebas menggambarkan kecenderungan logam untuk mengalami
korosi. Sedangkan energi relatif menunjukkan beda potensial antara kedua
logam dimana semakin negatif harga suatu logam maka logam tersebut
semakin reaktif. Logam semakin reaktif apabila beda potensialnya semakin
jauh, hal ini tampak pada logam Zn yang memiliki nilai energi relatif cukup
besar. Sedangkan untuk energi bebas, karena rumus dari energi bebas G =
-ZEF maka apabila nilai energi relatif positif maka nilai energi bebas menjadi
negatif dan hal ini menunjukkan bahwa reaksi korosi dapat berjalan cepat
atau lambat. Jika G negatif maka laju reaksi dimungkinkan berlangsung
cepat atau lambat tergantung pada berbagai macam faktor yang telah
digambarkan(Fontana,1978).
Di bawah ini merupakan tabel derajat kebutuhan energi untuk merubah
biji logam menjadi logam, disusun berdasarkan standart kebutuhan energi
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN
untuk gas hidrogen yaitu = 0. Dari tabel ini dapat dikatakan bahwa emas
KOROSI
PROGRAM
STUDI
DIII TEKNIK
mempunyai
internal
energiKIMIA
yang sangat tinggi dibandingkan terhadap logam
FTI-ITS
yang lain. Jika dibandingkan dengan potassium aluminium masih mempunyai
energi dalam yang tinggi. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa
Aluminium akan susah terkorosi jika dibandingdengan potassium.
Berdasarkan teori energi maka korosi akan tercapai jika terdapat perbedaan
antara energi dalam dengan energi luar atau Free Energy.
Perbedaaan energi dalam lingkungannya akan sangat mempengaruhi
perilaku dan kecepatan korosi terhadap material tersebut.
Tabel II.3 Kebutuhan energi listrik untuk merubah biji menjadi
logam(volt)
II - 10

Bab II Tinjauan
Pustaka

Biji logam
Potassium
Magnesium
Aluminium
Zinc
Chromium
Iron
Nikel
Hidrogen
Copper
Silver
Platinum
Gold

Volt
-2.922
-2.34
-1.67
-0.762
-0.710
-0.044
-0.25
0.000
+ 0.345
+1.2
+1.68
+1.68

(K.R Trethewey,1991)
Selisih energi bebas antara logam dan produk korosinya, G hanya
menggambarkan kecenderungan logam untuk mengalami korosi bukan laju
korosinya sendiri. Ini karena antara logam dan hasil korosi terdapat suatu
perintang energi. Atomatom logam harus mengatasi perintangperintang ini
agar dapat mengalami korosi dan banyak energi yang dipasok agar ini bisa
terjadi. Dalam contoh, perintang energi disebut energi aktivasi, yang
digambarkan dengan simbol G. Ukuran energi bebas aktivasi inilah yang
menentukan laju suatu reaksi korosi, yang tetapan lajunya akan dinyatakan
dengan Kkor. Laju reaksi korosi v, dapat dinyatakan sebagai
V = Kkor ( reaktan )
Dengan
Kkor = A eksp ( - G

++

/ RT )

Dimana :
A
: tetapan yang tidak didefinisikan
R
: Tetapan gas universal
T
: Temperatur mutlak
(K.R Trethewey,1991)
Pada temperatur kamar kebanyakan senyawa kimia logam mempunyai
hargaharga G lebih rendah (lebih negatif) dibanding logamlogam murni.
Dengan demikian
kebanyakan logam mempunyai kecenderungan yang hakiki untuk
mengalami korosi. Perhatikan reaksi-reaksi berikut dan perubahan energi
bebas per mol :
Mg + H2O + O2
Cu + H2O + O2
LABORATORIUM TEKNIK KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

Mg(OH)2
Cu (OH)2

G0=-596 kj/mol
G0=-119 kj/mol
II - 11

Bab II Tinjauan
Pustaka

Au + 1 H2O + O2Au(OH)3

G0=+66 kj/mol

Data energi bebas dengan jelas menunjukkan bahwa tembaga dan


magnesium mempunyai hargaharga G0 negatif, sedangkan emas positif.
Jadi, tembaga dan magnesium diharapkan mengalami korosi secara alami di
udara yang basah atau lembab, sedangkan emas tidak(K.R Trethewey,1991).
Perbedaan potensial biasanya terjadi antara logam yang berlainan saat
keduanya dimasukkan ke dalam larutan yang ksssorosif atau konduktif. Jika
logam ini diletakkan secara langsung (atau dihubungkan secara elektrik),
beda potensial ini menghasilkan laju elektron diantara keduanya. Korosi pada
logam yang kurang tahan terhadap korosi biasanya meningkat dan serangan
terhadap logam yang lebih tahan terhadap korosi akan menurun,
dibandingkan jika kedua logam ketika keduanya tidak dikontakkan. Logam
yang kurang tahan terhadap korosi menjadi anodik dan logam yang lebih
tahan menjadi katodik. Biasanya katoda atau logam katodik terkorosi sangat
kecil atau tidak sama sekali(Fontana,1978).
Reaksi antara logam yang berlainan dalam percobaan yang dilakukan
dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Logam Cu Fe
Anoda
: Fe Fe2+ + 2 eKatoda
: Cu2++ 2 e- Cu
Reaksi total : Fe + Cu2+ Fe2+ + Cu
2. Logam Cu Zn
Anoda
: Zn Zn2+ + 2 eKatoda
: Cu2+ + 2 e- Cu
Reaksi total : Zn + Cu2+ Zn2+ + Cu
Pada percobaan logam Cu berperan sebagai kutub positif (katoda) dan
kutub negatif (anoda) yang digunakan adalah Fe dan Zn. Penggunaan dua
elektroda dimaksudkan supaya proses elektrokimia dapat terjadi karena
perbedaan muatan pada tiap logam dapat menyebabkan reaksi oksidasi
yang menimbulkan korosi (Fontana,1978).
LABORATORIUM ILMU LOGAM DAN
KOROSI
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK KIMIA
FTI-ITS

II - 12

Bab II Tinjauan
Pustaka

II.2

Aplikasi Industri

Pengaruh Variasi Waktu Dan Konsentrasi Larutan Nacl


Terhadap Kekerasan Dan Laju Korosi Dari Lapisan Nikel
Elektroplating Pada Permukaan Baja Karbon Sedang
II.2.1 Pendahuluan
Baja, termasuk baja karbon sedang, banyak digunakan pada berbagai
bidang teknik seperti bidang industri, konstruksi, kapal laut, bangunan dalam
air dan berbagai komponen mesin yang harus memenuhi persyaratan seperti
kekuatan, tahan korosi, tahan aus, dan tahan beban kejut dan sebagainya.
Kelemahan baja karbon sedang adalah kurang keras sehingga bahan ini
cepat aus dan korosif dalam larutan tertentu, termasuk larutan yang
mengandung NaCl. Sifat kurang baik dari baja karbon sedang dapat
diperbaiki dengan berbagai cara, dan salah satu cara yang dapat ditempuh
adalah dengan teknik perlakuan permukaan (surface treatment) berupa
pemberian lapisan pada permukaan logam tersebut. Ada banyak teknik
pelapisan permukaan yang dapat dipilih, dan salah satu diantaranya adalah
nickel electroplating dengan bahan pelapis nikel. Bahan pelapis nikel pada
permukaan suatu bahan akan meningkatkan kekerasan dan ketahanan korosi
bahan tersebut.
Penelitian ini memilih teknik nickel electroplating (pelapisan dengan
nikel) terhadap permukaan baja karbon sedang. Proses pelapisan dilakukan
dalam larutan elektrolit yang mengandung unsur nikel dengan parameter
penelitian berupa lama elektroplating / pencelupan (0, 5, 10, 15 menit) dan
konsentrasi larutan NaCl (0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 %) terhadap kekerasan dan
laju korosi baja karbon sedang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan oleh dunia industri (users) sebagai acuan dalam memilih lama
elektroplating dan konsentrasi NaCl agar diperoleh kekerasan tertinggi dan
laju korosi terendah.
II.2.2 Metodologi Percobaan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi potongan baja karbon sedang
tanpa lapisan, potongan baja karbon sedang yang telah diberi lapisan Ni
dengan teknik elektroplating, batang nikel sebagai bahan anoda dan larutan
nikel sulfat (NiSO4), larutan NaCl dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan
1,0 % untuk larutan media korosif, kertas ampelas dengan ukuran butir halus
dan kasar, autosol, bahan etsa dan alkohol.
Alat-alat yang digunakan meliputi, alat elektroplating beserta
kelengkapannya, mesin poles untuk menghaluskan permukaan spesimen,
mesin uji kekerasan untuk mengetahui kekerasan permukaan benda uji, alat
potensiostat untuk mengetahui laju korosi benda uji, mikroskop optik dan
SEM (Scanning Electron Microscopy).

LABORATORIUM TEKNIK KOROSI


PROGRAM STUDI DIII TEKNIK
KIMIA

II - 13

Bab II Tinjauan
Pustaka

Pengujian pertama dilakukan terhadap baja karbon sedang yang belum


mendapat proses elektroplating. Pengujian tahap kedua dilaksanakan
terhadap spesimen yang telah diberi lapisan nikel. Hasil yang dicapai berupa
kekerasan dan laju korosi dengan parameter penelitian meliputi lama
pencelupan (0, 5, 10, 15 menit) dan konsentrasi larutan NaCl (0,2; 0,4; 0,6;
0,8; 1,0 %). Pengujian kekerasan permukaan menggunakan mikro Vickers
dengan beban indentasi 10 gram dengan lama indentasi 15 detik.
II.2.3 Hasil dan Pembahasan
Laju korosi menunjukkan laju korosi sebagai fungsi konsentrasi larutan
NaCl dan lama elektroplating baja karbon sedang tanpa lapisan (raw
material) dan dengan lapisan nikel. Hal ini mengindikasikan bahwa logam
dasar (raw material) memiliki kenaikan laju korosi yang signifikan jika
konsentrasi larutan NaCl mengalami kenaikan dari 0,2 sampai 1,0 %.
Kenaikan konsentrasi larutan NaCl dan waktu elektroplating tidak memberi
kenaikan cukup signifikan terhadap laju korosi dari lapisan nikel bila
dibandingkan dengan laju korosi logam dasar. Kenaikan lama elektroplating
membuat lapisan nikel semakin tebal dengan kerapatan yang semakin
besar, sehingga hal ini akan menyebabkan penurunan laju korosi.
Logam dasar memiliki kekerasan sebesar 205,4 VHN0,01 (dengan lama
elektroplating = 0 menit). Ini menginformasikan bahwa kenaikan lama
elektroplating akan menaikkan kekerasan permukaan. Kekerasan semakin
meningkat disebabkan oleh tebal lapisan semakin besar. Tebal lapisan nikel
yang semakin besar ini memiliki kerapatan yang lebih tinggi sehingga
kekerasan permukaan bahan semakin besar. Kekerasan ini juga dipengaruhi
oleh interaksi antara ion dopan (ion elektroplating) dengan substrat, yaitu
interaksi antara Fe dan Ni yang memiliki sifat lebih keras. Lapisan nikel pada
permukaan baja karbon sedang memiliki kekerasan tertinggi sebesar 329,6
VHN0,01 dengan lama elektroplating 15 menit.
II.2.4 Kesimpulan
Lapisan nikel Ni pada baja karbon sedang meningkatkan kekerasan
permukaan. Kenaikan lama elektroplating akan menaikkan kekerasan
permukaan. Logam
dasarDAN
(baja karbon sedang) mengalami kenaikan
LABORATORIUM
ILMU LOGAM
kekerasan dari 205,4 menjadi 329,6 VHN0,01 setelah mendapat lapisan nikel
KOROSI
PROGRAM
STUDI
DIII TEKNIK
KIMIA
Ni dengan
lama
elektroplating
15 menit. Laju korosi meningkat jika
FTI-ITS
konsentrasi larutan NaCl naik, sebaliknya laju korosi turun jika lama
elektroplating mengalami kenaikan. Lapisan nikel Ni menurunkan laju korosi
secara signifikan. Laju korosi logam dasar naik dari 44,63 mpy menjadi 90,76
mpy apabila konsentrasi larutan NaCl naik dari 0,2 menjadi 1,0 %. Laju korosi
terendah sebesar 8,08 mpy untuk lama elektroplating 15 menit dan
konsentrasi larutan NaCl sebesar 0,2 %. Lama elektroplating yang diperlukan
adalah minimum 10 menit agar dihasilkan laju korosi relatif rendah untuk
berbagai konsentrasi larutan NaCl.

II - 14

Anda mungkin juga menyukai