Anda di halaman 1dari 12

A.

Dasar Konstitusional Terhadap Ideologi Pancasila


Pancasila sebagai Ideologi sebagai suatu bangsa dan negara yang telah merdeka
dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sudah selayaknya kalau kita sebagai bagian
didalamnya turut mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga sudah bukan pada tempatnya di era saat ini
masih ada segolongan atau sekelompok orang yang mempersoalkan keberadaan Pancasila
sebagai dasar dan Ideologi negara. Maka pada kesempatan ini sebagai suatu bangsa yang
besar perlu merenungkan, memahami dan mengkaji secara mendalam sehingga dapat
menerima dan mengamalkan ideologi Pancasila secara utuh.
Untuk itu berikut ini akan dibahas tentang Pancasila sebagai ideology, Pancasila
sebagai sumber nilai, Pancasila sebagai paradigma pembangunan, sikap positif terhadap nilainilai Pancasila akan dibahas pula tahap-tahap amandemen UUD 1945 serta perilaku
konstitusional dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan ini diharapkan semua warga
negara Indonesia memiliki pemahaman yang benar mengenai Pancasila dan UUD 1945.
a. Pengertian Ideologi Negara
Istilah ideologi berasal dari kata idea yang artinya gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, ideologi berarti ilmu
pengetahuan tentang ide-ide atau ajaran. Secara umum ideologi dapat dikatakan sebagai
kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang menyeluruh dan
sistematis, yang menyangkut dan mengatur tingkah laku manusia dalam berbagai bidang
kehidupan (politik, sosial, budaya bahkan keagamaan).Beberapa pengertian ideologi menurut
beberapa ahli:
1. Notonagoro
Ideologi adalah cita-cita yang menjadi basis suatu teori atau sistem kenegaraan untuk
seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan.
2. Soejono Soemargono
Ideologi adalah kumpulan gagasan atau ide-ide, keyakinan-keyakinan, dan juga
kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang meliputi bidang politik, sosial,
kebudayaan, dan keagamaan.
3. A.S. Horonby
Ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landassan teori ekonomi dan
politik atau yang dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang.
4. Louis Althusser
Ideologi adalah pandangan hidup dimana manusia menjalankan hidupnya.
5. Moerdiono

Ideologi adalah kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi
landasan bagi seseorang (masyarakat) untuk memahami jagad raya dan seisinya serta
menentukan sikap dasar untuk mengelolanya.
6. Karl Marx
Ideologi adalah pandangan hidup segala ajaran tentang masyarakat dan negara yang
dikembangkan berdasarkan kepentingan golongan atau kelas tertentu dalam bidang
politik atau sosial.
7. Prof. Padmo Wahyono, S.H.
Ideologi adalah pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa yang berupa
seperangkat tata nilai yang dicita-citakan dan akan direalisasikan dalam kehidupan
berkelompok.
b. Pandangan Ideologi dan Macamnya
1. Pandangan pertama
Ideologi berasal dari konsep abstraksi (inkrimental) yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat. Kemudian konsep-konsep tersebut mengakui adanya nilainilai dasar yang lama kelamaan diterima sebagai suatu kebenaran dan diyakini sebagai
pegangan dalam menjalin kehidupan bersama dalam bentuk norma-norma.
2. Pandangan kedua
Ideologi berasal dari hasil pikiran para cendikiawan yang kemudian dijabarkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, selanjutnya dirumuskan dalam deklarasi negara
yang akhirnya dicantumkan dalam konstitusi negara.
Ideologi bukan sekedar pengetahuan teoritis belaka, tetapi sesuatu yang dihayati,
menjadi keyakinan bahkan membawa komitmen untuk mewujudkannya . Semakin mendalam
kesadaran ideologi seseorang, semakin tinggi komitmen untuk melaksanakannya. Akan
tetapi, ideologi bukanlah suatu agama, karena agama merupakan sistem kepercayaan yang
mengakui dunia beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan, dan kehidupan fana yang
dilanjutkan adanya kehidupan yang kekal. Agama memberikan bimbingan kepada manusia
agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Selanjutnya sebagai bahan pemikiran
untuk diketahui bersama bahwa di dunia ini terdapat tiga ideologi yaitu liberalis, komunis dan
Pancasila.
1. Ideologi Liberalis
Suatu ajaran yang diyakini kebenarannya untuk mengatur tingkah laku yang
menonjolkan kebebasan individu. Ciri-cirinya antara lain menerapkan sistem ekonomi
kapitalis, perekonomian diserahkan kepada perseorangan, di bidang politik dikenal adanya

partai oposisi. Dalam bidang sosial budaya anggota masyarakat cenderung mementingkan
diri pribadi. Dalam ideologi ini diterapkan paham sekuler.
2. Ideologi Komunis
Suatu ajaran yang didasarkan atas paham sama rata, sama rasa dan telah diyakini
kebenarannya. Ciri ideologi komunis antara lain sistem ekonomi yang diterapkan sistem
ekonomi etatisme, dalam bidang politik bersifat tertutup hanya ada satu partai yang berkuasa
yaitu partai komunis, rakyat hanya sebagai objek negara, tidak percaya adanya Tuhan,
masyarakat hanya mengenal satu kelas sosial.
3. Ideologi Pancasila
Suatu ajaran yang tersusun sistematis, diyakini kebenarannya yang didasarkan atas
nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara RI merupakan ideologi yang terbuka.
Ideologi terbuka merupakan sistem pemikiran terbuka yang memiliki ciri bahwa nilai-nilai
dan ciri-ciri yang akan diwujudkan tidak bisa dipaksakan dari luar, tetapi digali dan diambil
dari moral maupun tata nilai budaya masyarakat itu sendiri. Dasarnya bukan dari keyakinan
sekelompok orang, melainkan hasil kesepakatan masyarakat tersebut. Oleh sebab itu,
Ideologi terbuka bukan ciptaan oleh negara, melainkan digali dan ditemukan masyarakat atau
bangsa itu sendiri. Dengan demikian ideologi terbuka milik semua rakyat.
Sejalan dengan gagasan para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dinamika
perkembangan dunia. Dikatakan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka artinya
mengandung dinamika internal yang memungkinkan untuk memperbaharui diri atau
maknanya dari waktu ke waktu. Dengan demikian, isinya tetap relevan sesuai dengan
perkembangan jaman, tetapi dengan tetap tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila. Jadi Pancasila bukan merupakan ideologi tertutup atau kaku.
Sekali lagi terbuka yang dimaksud adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif, dan senantiasa
mampu menyesuaikan perkembangan jaman, iptek dan dinamika perkembangan masyarakat.
Untuk menegaskan kembali bahwa Pancasila sebagai ideologi terbuka, dasar negara dan
pandangan hidup bangsa, maka oleh para pemikir pendiri negara kita tahun 1945 merupakan
kebutuhan konseptual untuk merespon perkembangan dunia yang cepat berubah. Namun hal
ini tidak berarti harus mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila
akan tetapi mengeksplisitkan wawasannya secara komplit, sehingga mampu memecahkan
masalah baru yang aktual kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.
B. Dasar Konstitusional Terhadap Pengaruh Globalisasi

Perkembangan dan perubahan yang terjadi dua decade terakhir ini adalah perubahan
menuju terwujudnya masyarakat global. Semangat tersebut mendorong Negara-negara di
dunia ini untuk menjadi bagian yang lebih baik bahkan terbaik didalamnya, demikian pula
dengan Indonesia[2]. Di Negara yang ekonominya telah maju, keadilan sosial hendak
diciptakan dengan membatasi kebebasan dan hak-hak asasi manusia[3], dan kiranya menurut
penulis, Indonesia sedikit mengarah ke hal itu.
Dilihat dari sejarahnya, dahulu masyarakat di Indonesia lebih menjaga kepentingan
komunitas dibandingkan kepentingan individu dalam suatu masyarakat, hak individu tidak
terlalu signifikan untuk diperjuangkan, lebih cenderung kepada harmonisasi kepentingan atau
yang kita kenal dengan asas kekeluargaan. Masyarakat Indonesia dahulu terkenal dengan
masyarakat yang suka bergotong-royong, tolong-menolong dan lainnya. Namun saat ini
masyarakat Indonesia telah berubah total, karena sistem ekonomi industri yang diadopsi
menyebabkan tatanan sosial beradaptasi dengan asumsi-asumsi ekonomi yang dibutuhkan,
dimana masyarakat berubah menjadi lebih individual. Akan tetapi perubahan itu tidak
sepenuhnya telah menguasai tatanan sosial masyarakat Indonesia. Hak individu ini mungkin
belum mengakar sepenuhnya kedalam sistem masyarakat Indonesia.
Meskipun dalam pengaruh globalisasi, landasan hukum ekonomi Indonesia yaitu
Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945 tetap harus diperlukan dan dipertahankan. Secara
pemahaman sederhana bahwa tanpa landasan hukum ekonomi, sistem ekonomi Indonesia
tidak akan terlaksana dan berdiri hingga saat ini, dan sebagai bangsa yang berjiwa nasionalis
sebaiknya

kita

perlu

mempertahankan

landasan

hukum

ekonomi

dengan

asas

kekeluargaannya karena landasan hukum tadi mengemban amanat Proklamasi Kemerdekaan


Indonesia yang diantaranya untuk kesejahteraan masyarakat.
Pasal 33 UUD 1945 haruslah dipertahankan. Sesuai tata letaknya dalam UUD 1945,
Pasal 33 adalah pasal mengenai keekonomian yang berada pada Bab XIV UUD 1945 yang
berjudul Kesejahteraan Sosial. Kesejahteraan sosial adalah bagian tak terpisahkan dari citacita kemerdekaan. Dengan menempatkan Pasal 33 UUD 1945 di bawah judul Bab
Kesejahteraan Sosial itu, berarti pembangunan ekonomi nasional haruslah bermuara pada
peningkatan kesejahteraan sosial. Peningkatan kesejahteraan sosial merupakan test untuk
keberhasilan pembangunan, bukan semata-mata per-tumbuhan ekonomi apalagi kemegahan
pembangunan fisikal. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang mulia, pasal yang
mengutamakan kepentingan bersama masyarakat, tanpa mengabaikan kepentingan individu
orang-perorang. Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal restrukturisasi ekonomi, pasal untuk
mengatasi ketimpangan struktural ekonomi. Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945,

bagaimanapun juga masih diperlukan sebagai landasan hukum ekonomi meskipun ditengah
pengaruh globalisasi karena melalui pasal 33 UUD 1945 dapat dilakukan yang namanya
transformasi ekonomi dan transportasi sosial Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan
dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Makin
berkembangnya aliran sosial-demokrasi (Anthony Giddens, Tony Blair, dll) makin
meningkatkan relevansi Pasal 33 UUD 1945 saat ini. Saat ini 13 dari 15 negara Eropa Barat
menganut paham sosial-demokrasi (Dawam Rahardjo, 2000).
Memang tidak akan mudah bagi mereka (para ekonom junior) untuk memahami Pasal
33 UUD 1945 tanpa memiliki platform nasional, tanpa memiliki ideologi kerakyatan, ataupun
tanpa memahami cita-cita sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang saat ini tetap
relevan. Mereka (sebagian ekonom junior) kiranya tidak suka mencoba memahami makna
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan (ayat 1 Pasal
33). Pura-pura tidak memahami makna mulia asas kekeluargaan terkesan untuk sekedar
menunjukkan kepongahan akademis belaka. Asas kekeluargaan adalah istilah Indonesia
yang sengaja diciptakan untuk memberi arti brotherhood, seperti halnya persatuan Indonesia
adalah istilah Indonesia untuk nasionalisme, dan kerakyatan adalah istilah Indonesia untuk
demokrasi. Memang yang bisa memahami asas kekeluargaan adalah mereka yang bisa
memahami cita-cita perjuangan dalam konteks budaya Indonesia, yang mampu merasakan
sesamanya sebagai saudara. Jadi asas kekeluargaan yang brotherhood ini bukanlah asas
keluarga atau asas kekerabatan yang nepotistik. Kebersamaan dan kekeluargaan adalah asas
ekonomi kolektif (cooperativism) yang dianut Indonesia Merdeka, sebagai lawan dari asas
individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek
van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang Ayat
II-nya menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana,
KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yang berkedudukan sebagai sementara sebelum
diadakan yang baru menurut UUD 1945.
Pasal 33 UUD 1945 tidak punya andil apapun terhadap keterpurukan ekonomi saat ini
dan bukan Pasal 33 UUD 1945 yang mengakibatkan Negara kita terjerumus ke dalam
jebakan utang (debt-trap) yang seganas ini. Pasal 33 UUD 1945 tidak salah apa-apa, tidak
ikut memperlemah posisi ekonomi Indonesia sehingga kita terhempas oleh krisis moneter.
Bukan Pasal 33 yang menghadirkan kesenjangan ekonomi (yang kemudian membentuk
kesenjangan sosial yang tajam dan mendorong disintegrasi sosial ataupun nasional),
meminggirkan rakyat dan ekonominya. Bukan pula Pasal 33 yang membuat distribusi
pendapatan Indonesia timpang dan membiarkan terjadinya trickle-up mechanism yang

eksploitatif terhadap rakyat, yang menumbuhkan pelumpuhan (disempowerment) dan


pemiskinan rakyat (impoverishment).
Pasal 33 tidak menghambat, apalagi melarang Negara Indonesia maju dan mengambil
peran global dalam membentuk tata baru ekonomi mondial. Tiga butir Ayat Pasal 33 UUD
1945 tidak harus digusur, tetapi ditambah ayat-ayat baru, bukan saja karena tidak menjadi
penghambat pembangunan ekonomi nasional tetapi juga karena tepat dan benar. Penulis
mengusulkan berikut ini sebagai upaya amandemen UUD 1945, yang lebih merupakan suatu
upaya memberi addendum, menambah ayat-ayat, misalnya untuk mengakomodasi dimensi
otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, dengan tetap mempertahankan tiga ayat aslinya.
C. Dasar Konstitusional Terhadap Ancaman, Tantangan, Gangguan, dan Hambatan
(ATGH)
Dalam GBHN (1963, 1968, dan 1983) pada butir 2 huruf F Bab II, tertulis perihal
Hambatan-hambatan, Tantangan-tantangan, Ancaman-ancaman, dan Gangguan-gangguan
yang timbul baik dari luar maupun dari dalam perlu secara efektif dielakan untuk tetap
memungkikan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju katujuan yang
ingin dicapai terus menerusa memupuk Ketahanan Nasional. Sedangkan dalam UU No. 20
Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Republik Indonesia
Bab I Pasal 1 butir 13 tertulis : Ancaman adalah ancaman, gangguan hambatan, dan
tantangan. Dalam kedua sumber tersebut diatas tidak terdapat uraian lebih lanjut mengenai
pengertian keempat istilah itu.
Sejak lama telah dikembangkan pengertian tersebut dilingkungan Lemhanas dengan
maksud untuk lebih menjernihkan serta membedakan makna keempat istilah termasuk dalam
mendalami konsepsi Ketahanan Nasional. Acaman merupakan hal atau usaha yang bersifat
mengubah atau merombak kebijaksanaan dan dilakukan secara konsepsional, kriminal serta
politik.Tantangan merupakan hal atau usaha yang bertujuan atau bersifat menggugah
kemampuan. Hambatan merupakan hal atau usaha yang berasal dari diri sendiri yang bersifat
atau bertujuan melemahkan atau menghalangi secara tidak konsepsional. Gangguan
merupakan hal atau usaha yang berasal dari luar yang bersifat atau bertujuan melemahkan
atau menghalang-halangi secara tidak konsepsional.
a. Pengertian Ketahanan Nasional
Ketahanan berasal dari asal kata tahan ; tahan menderita, tabah kuat, dapat
menguasai diri, tidak kenal menyerah. Ketahanan berarti berbicara tentang peri hal kuat,

keteguhan hati, atau ketabahan. Jadi Ketahanan Nasional adalah peri hal kuat, teguh, dalam
rangka kesadaran, sedang pengertian nasional adalah penduduk yang tinggal disuatu wilayah
dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional adalah peri hal keteguhan hati
untuk memperjuangkan kepentingan nasional.Pengertian Ketahanan Nasional dalam bahasa
Inggris yang mendekati pengertian aslinya adalah national resilience yang mengandung
pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence. Ketahanan nasional
merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi
segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam
yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan
hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Nasionalnya. (Kusrahmadi,
2009).
b. Dalam Aspek Sosial Budaya
Ketahanan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamik budaya bangsa yang berisi
keuletan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG
baik yang datang dari dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung membahayakan
kelangsungan hidup sosial NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945.
Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi sosial budaya manusia yang
dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan untuk
mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun bersatu, berkualitas, maju dan sejahtera,
dalam kehidupan selaras, serasi, seimbang serta kemampuan menangkal budaya asing yang
tidak sesuai budaya nasional.
Esensi ketahanan budaya adalah pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial
budaya, dengan demikian ketahanan budaya merupakan pengembangan sosial budaya dimana
setiap warga masyarakat dapat mengembangkan kemampuan pribadi dengansegenap
potensinya berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Sumarsono, 2000: 124).
c. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Ketahanan Pertahanan dan Keamanan diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan
pertahan dan keamanan bangsa Indonesia berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG
yang datang dari luar dan dalam, yang langsung dan tidak langsung membahayakan identitas,
integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD l945.

Wujud ketahanan dibidang keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa
Indonesia yang dilandasi bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan
memelihara stabilitas pertahanan dan keamanan negara yang dinamis, mengamankan
pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahanankan kedaulatan negara
dan menangkal segala bentuk ancaman (Sumarsono, 2000: 125).
Dengan demikian ketahanan di bidang keamanan adalah keuletan dan ketangguhan
bangsa dalam mewujudkan kesiapsiagaan serta upaya bela negara atau suatu perjuangan
rakyat semesta; dimana seluruh kekuatan IPOLEKSOSBUD-HANKAM disusun, dikerahkan
secara terpimpin, terintegrasi, terkoordinasi, untuk menjamin penyelenggaraan Sistem
Ketahanan Nasional, menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan
NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945 yang ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1) Bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, perang merupakan
pilihan terakhir untuk mempertahankan NKRI dan integrasi nasional.
2) Pertahanan Keamanan dilandasi landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional
UUD l945, landasan visional Wawasan Nusantara. Pertahanan dan keamanan negara
merupakan hak dan kewajiban bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.
3) Pertahanan keamanan negara merupakan upaya terpadu yang melibatkan segenap
potensi dan kekuatan nasional. Setiap WNI wajib ikut bela negara, dilakukan dengan
kesadaran dan tanggungjawab rela berkorban, mengabdi kepada bangsa-negara,
pantang menyerah.Upaya pertahanan dan keamanan negara yang melibatkan kekuatan
nasional dirumuskan dalam doktrin pertahanan dan keamanan NKRI.
4) Pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan Sishankamnas (Sishankamrata).
Hal ini bersifat total, kerakyatan, kewilayahan. Pendayagunaan dalam mengelola
Pertahanan dan Keamanan dilakukan secara optimal, terkoordinasi untuk mewujudkan
kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara dalam keseimbangan,
keserasian, antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
5) Segenap kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta,
diorganisasikan ke dalam TNI dan Polri. Pembangunan APRI yang jati dirinya sebagai
tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional. Perannya tetap diabdikan untuk
kepentingan bangsa Indonesia dan keutuhan NKRI (Sumarsono, 2000: 127).

D. Teori relevan terhadap Ideologi Pancasila


Amandemen UUD 1945 yang sudah berlansung sebanyak empat kali sejak era
reformasi bergulir, dan kini berkembang lagi gagasan untuk mengandemen UUD 1945 yang

kelima. Bagi saya melakukan amandemen terhadap UUD 1945 dalam waktu yang relative
singkat dari satu amandemen ke amandemen yang lainnya, ia sebenarnya pekerjaan yang
penuh resiko dan resiko itu cenderung hanya dapat dielimnir di atas kertas dan konseptual.
Dibalik yang tampak bisa diatasi ada resiko jangka panjang yang harus dibayar mahal.
Ujungnya mungkin penyesalan.
Hal itu tentu saja apabila dipahami bahwa UUD 1945 telah menjadi darah kehidupan
bangsa Indonesia dan menjadi urat nadi ketatanegaraan Indonesia selama puluhan tahun.
Sebagai sebuah konstitusi, UUD 1945 tentulah tidak bisa diperlakukan, apalagi disentuh
sebagaimana kita memperlakukan dan menyentuh UU. Namun, bila dicermati, keinginankeinginan untuk mengamademen UUD 1945 masih terns bergulir, ia setidaknya sebagai
refleksi atas ketidak-tuntasan atau pun sebagai respon atas gagasan-gasasan yang belum
tertampung dalam amandemen UUD 1945 yang sudah berlansung. Setidaknya inilah yang
menjadi alasan mengapa UUD 1945 saat diperlakukan layaknya sebagai sebuah UU dan
terabaikan sebagai sebuah konstitusi.
Di dalam dunia politik istilah konstitusi biasanya sekurangkurangnya dipergunakan
untuk melukiskan seluruh sistem pemerintahan suatu negara, yaitu kumpulan ketentuanketentuan tentang menetapkan dan yang mengatur pemerintahan. Ketentuan-ketentuan ini
sebagian bersifat aturan hukum dan sebagian bersifat non legal atau ektra legal. Dengan
demikian tidak heran apabila kemudian dinyatakan banyak ahli, bahwa sebuah konstitusi atau
UUD merupakan kristalisasi dari berbagai pemikiran politik ketika negara akan didirikan atau
ketika konstitusi itu disusun. Setelah itu konstitusi mempunya kedudukan sangat penting
karena ia harus menjadi landasan penyelenggaraan negara dari berbagai segi sehingga setiap
tingkah laku atau kebijaksanaan politik dari setiap pemimpin negara akan senantiasa terlihat
relevansinya dengan ketentuan undang-undang dasar (Moh.Mahfud MD:2000;40).
Karena konstitusi itu merupakan kristalisasi dari berbagai pemikiran politik, maka
sebuah konstitusi bukan sekedar aturan belaka mengenai ketatanegaraan. Konstitusi sebagai
hukum dasar (induk seluruh ketentuan hukum di sebuah negara) erefleksikan banyak hal
penting bagi negara bersangkutan. Sebagian substansi konstitusi merefleksikan hal-hal yang
monumental dimasa lalu, masa kini dan harapan masa datang.
Memahami eksistensi yang demikian maka jelas dalam sebuah konstitusi terkandung
dalam suatu ideologi dari bangsa negara. Karenanya tidak heran kalau bangsa tertentu
memandang konstitusi seakan-akan sebagai barang keramat yang tidak dapat disentuh.
Demikian pula halnya dengan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Indonesia, ia merupakan

kristalisasi ide-ide tentang negara menjelang lahirnya negara Indonesia. Ide-ide tentang
negara itu tidak dapat dilepaskan dari ideologi yang hidup dan tumbuh dalam diri bangsa
Indonesia.
UUD 1 945 sebagai sebuah konstitusi, maka jelas amandemen terhadapnya tidak
boleh didorong kebutuhan-kebutuhan temporer, sesaat dan apalagi semata-mata dilatar
belajangi kepentingan politik praktis dan berkaitan dengan kekuasaan. Disisi lain, karena
konstitusi adalah karya manusia maka tentunya tidak tidak lepas dari kekurangankekurangan. la juga bukan sebuah dogma yang harus berlaku abadi tanpa diutak-atik.
Dimanika kehidupan sosial bergerak begitu cepat sering kali tidak bisa diprediksikan para
pembuat konstitusi pada saat konstitusi disusun. Terhadap hal ini Lito Exposto
mengemukakan, bahwa Konstitusi pada kurun waktu tertentu mungkin dianggap sempurna
tetapi pada lain waktu dianggap tidak memadai lagi. Beberapa ahli menyebut bahwa
perubahan itu penting karena dua hal: yaitu ia sesungguhnya adalah hasil sebuah kompromi
dari beberapa kekuatan politik dengan kepentingan kepentingan yang berbeda dan
kemampuan para penyusunnya yang terbatas. Oleh karena itu, sebuah konstitusi tidak dapat
berlaku seterusnya tanpa perubahan.
AMANDEMEN UUD 1945 : EVALUASI
Seperti dikemukakan sebelumnya, bahwa sebuah konstitusi tidak dapat berlaku
seterusnya tanpa perubahan, Masalahnya mengapa diperlukan perubahan terhadap UUD 1945
dan untuk kepentingan apa ? Dua hal penting yang mendasari perubahan UUD sebagaimana
dikemukakan Lito Exposto, jika dihubungkan dengan amandemen UUD 1945 sepertinya
relevan. Disisi lain secara historis UUD 1945 pada waktu ditetapkan sebagai konstitusi
Negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 dikatakan oleh Ir. Soekarno sebagai UUD
sementara, tetapi ini acapkali dijadukan dalil untuk mematahkan kalangan yang tidak
menginginkan amandemen terhadap UUD 1945. Tampa mempersoalkan lebih jauh apa yang
menjadi latar belakang di amandemen 1945, yang pasti amandemen terhadap UUD 1945
yang sudah berlansung sebanyak 4 kali telah membahwa perubahan yang mendasar dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia.
Menurut Jimly Assihddiqie, perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan
mekanisme structural organ-organ negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan
menurut oara berpikir lama. Banyak pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam
kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya adalah (a) penegasan dianutnya citademokrasi
dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter; (b) pemisahan
kekuasaan dan prinsip checks and balances(c) pemurnian system pemerintah presidential; dan
(d) pengeuatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali
mengalami perubahan, kini jumlah materi muatan UUD 1945 seluruhnya mencakup 199 butir
ketentuan.

DAFTAR PUSTAKA
Ashkaf, Arif. "Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia". 7 Oktober 2014.
https://arifashkaf.wordpress.com/2014/10/07/pancasila-sebagai-dasar-negara-republikindonesia/
Kusrahmadi, Sigit Dwi. 2009. Ketahanan Nasional. Jakarta.
Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Wisnu, Radityo. "Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945" 04 Januari 2011.
http://radityowisnu.blogspot.co.id/2011/01/pancasila-dan-pasal-33-uud-1945.html

Anda mungkin juga menyukai