Anda di halaman 1dari 69

TATA CARA

SHALAT BERJAMAAH
Alif_lam_mim_1711@yahoo.co.uk
Yaa_Siin_36@yahoo.co.id

[At Taubah: 18]


Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.

Segala puji bagi ALLAH, Tuhan semesta alam, Yang Maha Suci lagi Maha Agung.
Hanya kepada-NYA kita menyembah dan kepada-NYA pula kita memohon belas
kasihan. Salam dan shalawat senantiasa kepada Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam, beserta istri-istri dan keturunan beliau, juga para sahabat, tabiin
dan tabiut tabiin yang saleh sumber ilmu.
Cara shalat berjamaah yang diajarkan oleh para ulama, kyai, dai, ustadz dan
muallim masa kini yang telah menjadi kebiasaan bertahun-tahun itu sebenarnya
menyalahi ajaran mazhab Syafii yang dipegang ulama kaum melayu terdahulu.
Apakah alasan mereka merubahnya??? Padahal sumber utama yang mengajarkan
shalat itu hanya satu orang, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Jadi
seharusnya yang menjadi teladan kita itu adalah Rasulullah, bukannya
ulama/kyai/ustadz/dai. Jadi marilah kembali mengikuti sunnah Rasul.
Insya ALLAH, presentasi ini mencoba menjelaskan tata cara shalat berjamaah
sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama
dengan jamaah yang terdiri dari sahabat-sahabat beliau yang saleh.
Wallahu alam. Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui. Dan hanya kepada ALLAH
saja kita memohon petunjuk dan menggantungkan harapan. Yang kita sampaikan
dalam file ini hanyalah satu dari sekian pendapat tentang cara shalat berjamaah.
Fatwa yang kita ikuti kita pilihkan dari pendapat alim ulama dengan hujjah dan
atsar yang kuat dan shahih.

Shalat dalam arti kata adalah doa dan permohonan ampun serta pemujaan
kepada ALLAH.
Shalat dalam arti agama adalah rangkaian dari rukun-rukun dan zikir-zikir
tertentu dengan syarat-syarat tertentu dan pada waktu yang tertentu pula.
Kata shalat berasal dari bahasa Arab, sedangkan dalam bahasa melayu kita
menyebutnya sembahyang. Sembahyang diambil dari kata sembah dan
yang. Kata Sembah berarti menyembah, dan kata Yang diambil dari
sebutan untuk Hyang Wedhi (Yang Maha Esa). Sehingga sembahyang berarti
menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Dari kata sembahyang ini dapat kita simpulkan bahwa nenek moyang kita
dahulu adalah pengikut agama Animisme / Hindu / Budha. Kata sembahyang ini
bersifat umum, sebagaimana Tuhan Yang Maha Esa itu juga nama yang umum
yang dikenal oleh semua agama.
Oleh karena itu di dalam pelajaran agama Islam, kita tidak dianjurkan atau
bahkan dilarang untuk memakai kata sembahyang karena cenderung kepada
tasyabbuh (menyerupai orang kafir). Sehingga kata itu wajib kita tinggalkan.
Dan kata yang pantas untuk kita adalah shalat, karena arti dari shalat untuk
kita adalah menyembah ALLAH subhanahu wa taala.
Jamaah juga berasal dari bahasa Arab yang artinya berkumpul atau bergabung.
Jadi, shalat jamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama yaitu
berkumpul dengan manusia lain, dua orang atau lebih.

HUKUM SHALAT BERJAMAAH


ADALAH WAJIB FARDHU AIN

HUKUM SHALAT JAMAAH


Dari Abu Hurairah katanya: Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam melihat sangat sedikit orang yang shalat berjamaah. Karena itu beliau
bersabda: Ingin aku rasanya menyuruh seseorang mengimami shalat
berjamaah (menggantikan aku), kemudian aku pergi mencari orang-orang yang
tidak datang berjamaah, sesudah itu aku suruh bakar rumah-rumah mereka
dengan ikatan-ikatan kayu bakar. Kalaulah mereka tahu betapa besarnya
pahala yang akan mereka dapatkan, niscaya mereka akan mendatanginya.
[HR. Muslim & matan berbeda dari Bukhari]
Dari Abu Hurairah katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik ialah shalat Isya dan shalat
Subuh. Kalaulah mereka tahu pahala keduanya, niscaya mereka akan
mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Inginlah aku rasanya menyuruh
seseorang menggantikanku mengimami shalat, sesudah itu aku pergi dengan
beberapa orang membawa ikatan-ikatan kayu bakar ke rumah-rumah orang
yang tidak datang berjamaah, lalu dibakar rumah-rumah mereka.
[HR. Muslim & matan berbeda dari Bukhari]

HUKUM SHALAT JAMAAH


Dari Abu Hurairah katanya: Seorang laki-laki buta datang kepada Rasulullah SAW
lalu dia bertanya: Ya Rasulullah, aku ini buta, tidak ada orang yang akan
menuntunku pergi ke masjid (untuk shalat berjamaah). Lalu dia meminta agar
Nabi SAW memperbolehkannya untuk shalat di rumahnya. Mula-mula Nabi SAW
membolehkannya. Tetapi setelah orang itu pergi belum begitu jauh, dia dipanggil
kembali oleh beliau SAW, dan (beliau) bertanya: Adakah suara adzan shalat
terdengar sampai ke rumah anda? Orang buta itu menjawab: Ya terdengar, wahai
Rasulullah! Sabda Nabi SAW: Kalau begitu, penuhilah panggilan adzan itu.
[HR. Muslim dan matan berbeda dari Bukhari]
-----Hadis tentang keinginan Rasulullah SAW ingin membakar rumah-rumah orang yang
tidak mau berjamaah dan penolakan Rasulullah terhadap orang buta sekalipun
sudah sangat jelas menyebut bahwa shalat berjamaah adalah Fardhu Ain
(kewajiban setiap manusia). Jika pembaca file ini termasuk pengikut mazhab Syafii
tentu mengetahui tentang Imam Syafii yang berpendapat bahwa shalat berjamaah
ini hukumnya Fardhu Kifayah (kewajiban masyarakat). Namun pendapat ulama
pengikut beliau seperti Ibnu Hajar Al Asqalani menolak pendapat Imam Syafii itu.
Karena shalat berjamaah adalah syiar Islam, jika dimasa tabiin masih boleh disebut
sebagai fardhu kifayah, sedangkan dimasa sesudah mereka dan zaman seperti
sekarang ini dimana banyak orang-orang yang fasik, maka shalat berjamaah tidak
dapat lagi dianggap kifayah karena hal itu dapat melunturkan nilai-nilai syiar Islam.
Sehingga ulama tabiut tabiin dan mutakhirin menjadikannya fardu ain.

HUKUM SHALAT JAMAAH


Dari Abdullah (bin Masud), katanya: Menurut pengamatan kami, tidak ada
orang yang tertinggal shalat berjamaah, kecuali orang yang munafik yang jelas
nifaknya, atau orang sakit yang apabila pergi shalat harus dipapah oleh dua
orang ke tempat shalat. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
telah mengajarkan ajaran-ajaran agama (sunanal huda). Diantara sunanal huda
itu adalah shalat berjamaah ke masjid bila mendengar adzan.
[HR. Muslim]
Dari Abdullah (bin Masud), katanya: Barangsiapa yang ingin bertemu dengan
ALLAH kelak sebagai seorang muslim yang sempurna, maka hendaklah dia selalu
shalat berjamaah setiap mendengar adzan. Karena ALLAH telah mengukuhkan
(menguatkan) hukum-hukum agama kepada Nabi-NYA, diantaranya adalah shalat
berjamaah itu. Andaikata anda shalat sendirian di rumah anda, tidak datang ke
masjid seperti halnya orang-orang yang tidak datang ini, berarti anda telah
meninggalkan sunnah Nabi anda. Apabila anda meninggalkan sunnah Nabi,
berarti anda telah sesat. Barangsiapa berwudhu dengan sebaik-baiknya,
kemudian dia pergi ke salah satu masjid, maka dituliskan oleh ALLAH baginya
untuk setiap langkah kaki yang dilangkahkannya ke masjid itu sebagai pahala
satu kebajikan, dan diangkat derajatnya satu derajat, serta dihapuskan
daripadanya dosa satu kejahatan. Menurut pendapat kami, orang yang tidak suka
shalat berjamaah ke masjid ialah orang-orang munafik. Sungguh salah seorang
dari kami ada orang yang pergi shalat berjamaah ke masjid dengan dipapah oleh
dua orang laki-laki sampai ia ditegakkan dalam shaf.
[HR. Muslim]

HUKUM SHALAT JAMAAH


Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau
bersabda: Barangsiapa mendengar seruan adzan sedang ia tidak ada udzur
yang menghalanginya mengikuti shalat berjamaah, maka tidak sah shalat yang
dilakukannya sendirian. Mereka berkata: Apa itu udzur? Rasulullah SAW
menjawab: Rasa takut (tidak aman) atau sakit.
[HR. Abu Dawud]
Dari Ibnu Abbas [nama lengkapnya Abdullah bin Abas] dari Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda: Barangsiapa mendengar
seruan adzan namun ia tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya
kecuali jika ada udzur.
[HR. Al Hakim, dan dinyatakan sahih oleh beliau]
Dari Abu Darda, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Bilamana (ada) tiga orang yang tinggal di satu kota atau desa yang
tidak menegakkan shalat berjamaah, maka syetan akan mempecundangi
mereka! Hendaklah kalian senantiasa menegakkan shalat berjamaah.
[HR. Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak]

HUKUM SHALAT JAMAAH


Dari Abu Hurairah bahwa Rasullullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:
Demi dzat yg jiwaku berada di tangan-NYa, sungguh telah timbul keinginanku
untuk memerintahkan agar kayu bakar dikumpulkan. Kemudian aku
memerintahkan shalat dan dikumandangkan adzan, lalu aku memerintahkan
seseorang untuk mengimami manusia. Kemudian aku pergi kepada beberapa
orang laki-laki, lalu aku bakar rumah-rumah mereka. Demi dzat yang jiwaku
berada di tangan-NYA, apabila salah seorang mereka mengetahui bahwa ia
memperoleh tulang yang gemuk atau daging yang baik, niscaya ia akan
menghadiri shalat Isya.
[HR. Bukhari]
--------Demikianlah sebagian hadis-hadis sahih yang mencela orang-orang yang tidak
mau mengikuti shalat berjamaah. Yang dapatlah kita jadikan hujjah fatwa
bahwa hukum shalat berjamaah adalah Fardu Ain (wajib untuk setiap manusia
yang muslim).

KEUTAMAAN
SHALAT JAMAAH

Dari Ibnu Umar, katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Shalat
berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 (dua puluh tujuh) derajat.
[HR. Bukhari]
Dari Abu Hurairah, katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 25 (dua puluh lima)
derajat.
[HR. Muslim]
Dari Abu Hurairah katanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Pahala
shalat berjamaah melebihi pahala shalat sendirian dua puluh lima derajat. Malaikat
malam dan malaikat siang bertemu pada waktu Subuh. Kemudian Abu Hurairah
berkata lagi: Karena itu bacalah Quran pada waktu subuh, karena membacanya
diwaktu subuh akan disaksikan oleh para malaikat.
[HR. Bukhari & Muslim]
Dari Abdurrahman bin Abu Amrah, katanya: Pada suatu ketika Usman bin Affan
masuk ke masjid sesudah shalat Maghrib, lalu dia duduk sendirian. Karena itu aku
duduk mendekatinya. Katanya (Usman): Wahai anak saudaraku, aku mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang shalat Isya
berjamaah, maka nilainya samaa dengan shalat seperdua malam. Dan barangsiapa
yang shalat Subuh berjamaah, nilainya sama dengan shalat sepanjang malam.
[HR. Muslim]

Dari Usman bin Affan, katanya ia mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa


sallam bersabda: Barangsiapa berwudhu untuk mengerjakan shalat kemudian
ia menyempurnakan wudhunya, kemudian berangkat menuju shalat fardhu, lalu
ia mengerjakannya bersama kaum muslimin atau bersama jamaah atau
mengerjakannya di masjid secara berjamaah, niscaya akan diampuni dosadosanya.
[HR. Muslim]
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam adzan dan shaf
pertama, kemudian mereka tidak menemukan (cara lain untuk bisa
mendapatkannya) kecuali dengan mengadakan undian, maka mereka akan
mengundinya. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada pada tahjir
[menyegerakan shalat di awal waktu], niscaya mereka akan berlomba-lomba
kepadanya. Seandainya mereka mengetahui apa yang terdapat pada shalat
Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatangi kedua-duanya meskipun
dengan merangkak. [HR. Bukhari dan Muslim]
---------Dan masih banyak hadis shahih lainnya yang mengajarkan keutamaan yang
besar dari shalat berjamaah yang tidak kita tuliskan dalam file ini karena
banyaknya.

YANG MENJADI IMAM


SHALAT JAMAAH

SYARAT-SYARAT IMAM SHALAT BERJAMAAH


1.

Diurutkan berdasarkan keutamaan yang dimiliki individu yang


bersangkutan:
1. Yang paling tua usianya
2. Yang paling fasih (lancar bahasa Arab) dan dalam bacaan AlQuran
3. Yang paling banyak hafalan Al-Quran
4. Yang paling mengerti tentang tata cara shalat berjamaah yang
benar
5. Yang baik kepribadiannya dan mengerti tentang shalat

2.

Jika syarat-syarat di atas masih belum didapatkan maka terpaksa


boleh ber-imam kepada orang yang fasiq/munafik tetapi mereka
mengerti tata cara shalat berjamaah. Dan hukumnya tetap dianggap
sah serta tetap dapat pahala jamaah.

SYARAT-SYARAT IMAM SHALAT BERJAMAAH


Dari Malik bin Al Huwairits dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau
bersabda: Apabila (waktu) shalat telah tiba maka hendaklah kalina bedua
adzan dan qamat, kemudian hendaklah yang paling tua di antara kalian
menjadi imam.
[HR. Bukhari]
Dari Abu Masud Al Ansyari dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau
bersabda: Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling baik bacaannya
terhadap kitabullah (Al-Qur'an). Apabila bacaan mereka sama (bagusnya),
maka hendaklah yang mengimami mereka adalah yang paling dahulu hijrah di
antara mereka. Apabila mereka sama dalam hal hijrah, maka hendaklah yang
mengimami mereka yang paling tua usianya di antara mereka.
[HR. Muslim]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Shalat lima waktu wajib dikerjakan secara berjamaah bersama imam muslim
yang shalih maupun yang fasiq, meskipun sang imam melakukan dosa-dosa
besar.
[HR. Abu Dawud]

SYARAT-SYARAT IMAM SHALAT BERJAMAAH


Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Mereka
(imam) shalat untuk kamu, apabila mereka benar maka untuk kamu (pahalanya)
dan apabila mereka salah maka untuk kamu (pahalanya) dan (dosanya) menjadi
tanggungan mereka. [HR. Bukhari]
Dari Ibnu Umar, dia berkata: Ketika kaum Muhajirin pertama mendatangi Ushbah
(suatu tempat di Quba) sebelum kedatangan Rasulullah SAW, maka yang menjadi
imam mereka adalah Salim (bekas budak Abu Hudzaifah) dan dia (Salim) adalah
orang yang paling banyak hafal Al-Qur'an di antara mereka. [HR. Bukhari]
Dari Anas, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda: Dengarkanlah
oleh kalian dan taatilah, meski diangkat seorang Habasyah untuk memimpin
kalian (sebagai imam), yang kepalanya seperti kismis. [HR. Bukhari]
Habasyah pada zaman sekarang ini adalah nama/sebutan untuk orang Afrika yang
berkulit hitam dan berambut keriting menggumpal ibarat kismis. Pada zaman
Nabi, orang-orang Afrika ini kebanyakan adalah budak. Dan budak-budak para
sahabat Nabi umumnya memiliki keistimewaan dalam hal agama. Sehingga
apabila mereka dimerdekakan, bekas budak itu bahkan dapat menduduki posisi
imam masjid dan kedudukan dalam Khilafah Islam.

SYARAT-SYARAT IMAM SHALAT BERJAMAAH


Dari Ubaidillah bin Adi bin Khiyar bahwasanya beliau masuk menemui Usman
bin Affan yang saat itu terkepung. Ia berkata: Sesungguhnya engkau adalah
imam bagi semuanya [Khalifah], sementara engkau ditimpa apa yang kita lihat,
dan yang mengimami kami shalat adalah imam fitnah, lalu kami merasa
berdosa. Usman berkata: Shalat adalah perbuatan terbaik yang dilakukan
manusia. Apabila manusia berbuat baik, maka berbuat baiklah kepada mereka.
Sedangkan apabila mereka berbuat buruk, maka jauhilah keburukan mereka.
[HR. Bukhari]
Ketika itu Usman dikepung oleh pemberontak dan ia tidak dapat keluar rumah
untuk mengimami shalat berjamaah. Setelah beberapa hari kemudian,
rumahnya dimasuki dan Usman dibunuh. Sejarah mengatakan ini adalah
pemberontakan yang berasal dari fitnah kaum Syiah (Abdullah bin Saba). Kisah
lengkap tentang ini ada dalam kitab Al Bidayah wan Nihayah (kisah para
sahabat Nabi) karangan Ibnu Katsir [penulis Kitab Tafsir Al Al-Quran yang
sangat terkenal]. Kisah ini juga ada dalam kitab Shirah Nabawiyah.

ADAB DAN ETIKA


SEBELUM MENGIKUTI
SHALAT BERJAMAAH

Beberapa anjuran yang kita tulis dibawah ini ada yang disebut dalam hadis dan
ada yang tidak. Namun kita tidak menyebut hadisnya dengan lengkap, karena hal
ini hanyalah anjuran. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam mazhab Syafii
banyak berisi anjuran yang mana hal itu demi kesempurnaan ibadah. Kita
memaklumkan bahwa shalat berjamaah adalah wajib bagi laki-laki, namun sunat
bagi perempuan, karena itu anjuran yang kita pilih sebelum melaksanakan shalat
berjamaah adalah:
1.
Dianjurkan untuk membersihkan diri, baik itu mandi (wajib jumat) maupun
bersiwak atau menggosok gigi (berberus). Siwak dizaman Nabi yaitu sejenis
kayu, namun dizaman modern ini para ulama sudah menggantinya dengan
sikat gigi. Dalam segi kesempurnaan tentu saja sikat gigi lebih baik daripada
siwak, karena siwak dapat melukai gusi. Seandainya pada zaman Nabi sudah
ada sikat gigi tentu tidak akan ada hadis tentang siwak. Anjuran menggosok
gigi ini banyak disebut dalam hadis Bukhari, Muslim dan lainnya.
2.

Sebaiknya berwudhu di rumah, karena pahala jamaah dihitung sejak niat dan
melangkahkan kaki dari rumah ke masjid, hingga selesai shalat berjamaah.

3.

Jangan memakan makanan yang berbau busuk seperti bawang putih,


bawang merah, petai dan jengkol. Anjuran ini ada dalam shahih Muslim dan
kitab sunan Abu Dawud. Dan juga jangan merokok karena asapnya dapat
menempel pada baju dan mulut.

4.

Untuk kaum laki-laki dianjurkan memakai pakaian yang baik, indah dan rapi,
sesuai pesan ALLAH dalam Al-Qur'an surah Al Araaf: 31. Juga dianjurkan
memakai wangi-wangian, sesuai hadis-hadis dalam Bukhari dan Muslim.
Sedangkan untuk wanita tidak diperbolehkan memakai pakaian dan minyak
wangi yang memancing penglihatan kaum laki-laki. Kaum wanita lebih
utama dianjurkan untuk shalat di rumah, namun jika mereka ingin ikut ke
masjid, maka hal itu boleh saja, asalkan mereka tidak tabarruj (bersolek
yang berlebihan).

5.

Tidak usah membawa sajadah karena shaf dalam jamaah harus rapat.

6.

Membaca doa atau zikir ketika melangkah keluar dari rumah menuju masjid.
Zikir seperti bismillahi tawakkaltu alallah dan lainnya ini ada pada
artikel zikir harian.

7.

Apabila sudah sampai di masjid, jangan langsung duduk sebelum melakukan


shalat Tahiyatul Masjid. Kebanyakan orang menganggap shalat ini sunat dan
diremehkan, padahal ia adalah sunat muakkad (mendekati wajib).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Jika salah seorang
kamu masuk ke dalam masjid, maka janganlah duduk sebelum
melaksanakan shalat dua rakaat. [HR. Muslim]

8.

Hendaklah memilih shaf yang terdepan atau mengisi shaf yang masih
kosong, karena hal ini akan menjadi wajib jika dalam masjid itu banyak orang
yang berlalu lalang. Dan hadis tentang ini sangat banyak atau mutafaq
alaihi. [penjelasan tentang hal yang berhubungan dengan kewajiban shalat
menghadap sesuatu penghalang (dinding, tembok atau yang lain), dalam
istilah Arab disebut dengan nama sutrah, insya ALLAH akan kita
sampaikan dalam file terpisah]

9.

Jangan mengisi masjid dengan perkataan yang sia-sia atau berhubungan


dengan urusan keduniawian. Ini adalah perbuatan manusia-manusia akhir
zaman dimana mereka ngerumpi dan ngegosip di dalam masjid. Hanya
tasbih dan kalimat pujian bagi ALLAH yang pantas di dalam masjid. Tentang
hal ini ALLAH menulisnya dalam Al-Quran surah ke-24 An Nuur ayat 36 37.

10.

Menjawab adzan meskipun kita masih dalam perjalanan menuju masjid


dimana adzan itu dikumandangkan.

-----Demikianlah beberapa anjuran sebelum mengikuti pelaksanaan shalat


berjamaah agar kita mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari perkara
yang sunat, lebih lagi pada perkara yang wajib/rukun.

TATA CARA
PENGATURAN SHAF JAMAAH

CATATAN:

Sebelum kita lanjutkan pembahasan mengenai tata cara pengaturan shaf,


ada baiknya jika kita sampaikan tentang kebiasaan ulama-ulama saleh yaitu
bahwa kita tidak dianjurkan membawa sajadah ke masjid. Selama lantai
masjid itu bersih, maka kita tidak dianjurkan atau bahkan dilarang untuk
membawa sajadah, karena ada tata cara shalat berjamaah yang tidak
mungkin terlaksana jika memakai sajadah yaitu merapatkan barisan shaf.
Jumhur ulama sependapat bahwa merapatkan shaf adalah termasuk rukun
wajib shalat berjamaah. Sedangkan sajadah itu sendiri lebih condong kepada
kesombongan apabila ia dibawa oleh orang yang tidak mengerti sunnah
Rasulullah dan fiqih Islam.
Sajadah hanya diperbolehkan untuk shalat berjamaah di lapangan terbuka di
atas tanah yang kotor atau berdebu. Dan sajadah hanya pantas untuk shalat
sunat di rumah saja. Jadi, apabila kita berniat untuk shalat berjamaah di
masjid, maka sebaiknya janganlah membawa sajadah. Kecuali kita shalat
bersama masyarakat ahli bidah yang mana mereka tidak mau merapatkan
shaf... Dan anjuran ini berlaku untuk kaum lelaki dan perempuan.

Dalam artikel terdahulu yaitu tentang tata cara shalat, kita tidak menyebut
adanya kewajiban untuk shalat menghadap tembok, dinding atau kain tirai
penghalang atau sutrah. Penjelasan tentang hal ini insya ALLAH kita buat
terpisah.

TATA CARA PENGATURAN SHAF


Jumhur ulama sependapat bahwa situasi dan kondisi pengaturan shaf
dalam shalat berjamaah hanya ada tiga, yaitu:

1. Shalat berjamaah di masjid dimana laki-lakinya banyak atau lebih dari


satu shaf, maka imam berdiri di depan di tengah-tengah shaf. Dan
makmum yang lebih dari satu shaf maka harus pula mengutamakan
bagian tengah shaf. Dan antara makmum laki-laki dan makmum
wanita harus ada tabir (tirai penghalang) atau dalam bahasa Arabnya
yaitu sutrah. Sutrah ini wajib ada untuk menghindari ada yang lalu
lalang di depan makmum wanita.
2. Jika jamaah laki-laki ada dua atau lebih, maka makmum berdiri di
belakang imam. Dan makmum wanita berada di belakang makmum
laki-laki.
3. Jika jamaah laki-laki hanya satu orang, maka makmum berdiri
disebelah kanan imam dan sejajar menempel. Dan makmum wanita
berada di belakang imam.

1.

Shalat berjamaah di masjid dimana laki-lakinya banyak atau lebih dari


satu shaf, maka imam berdiri di depan di tengah-tengah shaf. Dan
makmum yang lebih dari satu shaf maka harus pula mengutamakan
bagian tengah shaf. Dan antara makmum laki-laki dan makmum
wanita harus ada tabir (tirai penghalang) atau dalam bahasa Arabnya
yaitu sutrah. Sutrah ini wajib ada untuk menghindari ada yang lalu
lalang di depan makmum wanita.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Shalat bersama orang lain
berjamaah lebih baik daripada shalat sendirian, shalat berjamaah bersama
dua orang lebih baik daripada shalat berjamaah bersama satu orang. Semakin
banyak jamaahnya semakin disukai oleh ALLAH. [HR. Al Hakim, dan
dinyatakan shahih dalam Al Mustadrak III/269]
Pada masjid yang banyak diikuti jamaah, maka shaf pertama harus diisi sesuai
lebar masjid dengan rapat dan lurus. Setelah itu shaf kedua diisi dengan
mengutamakan bagian tengah di belakang imam, demikian seterusnya.
Makmum anak-anak harus berada di belakang shaf orang dewasa, kecuali shaf
masih kosong maka mereka boleh bergabung dan merapatkan shaf dengan
orang dewasa.
Jika masjid itu ramai dan kemungkinan orang yang masbuk (terlambat datang
ke masjid) itu juga akan ada, maka di depan shaf pertama makmum wanita
harus ada sutrah (dinding/tabir pembatas) agar orang-orang yang masbuk itu
tidak melewati di hadapan mereka. Karena dosa akibat lewat dihadapan orang
yang sedang shalat itu sangat besar, Rasulullah menganggapnya setan yang

SKETSA PENYUSUNAN SHAF


(Jika makmumnya banyak, maka utamakan tengah dan wajib sutrah)
IMAM

MAKMUM
LAKI-LAKI
DEWASA
MAKMUM
LAKI-LAKI
ANAK-ANAK

SUTRAH
MAKMUM
PEREMPUAN

Jika makmum laki-laki ada


tiga orang atau lebih, maka
makmum posisi berdirinya
berada di tepat belakang
imam.
MAKMUM

IMAM

Inilah makna hadis yang


tersirat tentang ucapan
Nabi berdiri dibelakangku.
Dan tiga/lebih makmum itu
merapatkan dan meratakan
shaf hingga mereka sejajar
dan lurus dengan
merapatkan ujung kaki dan
menempelkan bahu satu
sama lainnya.

2.

Jika jamaah laki-laki ada dua atau lebih, maka makmum berdiri di
belakang imam. Dan makmum wanita berada di belakang makmum
laki-laki.

Dari Anas bin Malik, katanya neneknya (yang bernama) Mulaikah


mengundang Rasulullah SAW menyantap juadah (masakan gulai) yang
disediakannya untuk beliau SAW. Setelah selesai makan Rasulullah SAW
bersabda: Berdirilah, aku hendak mengimami anda semua shalat (sunat)
berjamaah. Kata Anas: Aku mengambil sehelai tikar yang telah menghitam
karena telah lama dipakai, kemudian (tikar itu) aku percikkan dengan air.
Kemudian Rasulullah shalat di tikar itu. Aku dan seorang anak yatim berbaris
di belakang beliau, dan nenek di belakang kami. Beliau mengimami kami dua
rakaat, sesudah itu selesai. [HR. Muslim]
Dari Anas bin Malik, katanya: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah
seorang yang berakhlak paling baik. Beliau sering datang ke rumah kami, lalu
beliau shalat di rumah itu. Beliau menyuruh membentangkan (menghampar)
tikar, beliau suruh agar disapu (dibersihkan dari debu), kemudian diperciki air.
Sesudah itu beliau shalat mengimami kami, dan kami mengikuti beliau di
belakang. Tikar kami terbuat dari pelepah kurma. [HR. Muslim]

Dari Anas bin Malik, dia berkata: Aku bersama anak yatim shalat di belakang
Nabi shallallahu alaihi wa sallam di rumah kami, sedangkan ibuku [Ummu
Sulaim] di belakang kami. [HR. Bukhari]

SKETSA PENYUSUNAN SHAF


(Seorang wanita dihitung satu shaf)

IMAM

MAKMUM
LAKI-LAKI

MAKMUM
PEREMPUAN

MAKMUM
IMAM

Jika makmum laki-laki ada dua


orang, maka makmum posisi
berdirinya berada di belakang
imam dengan lurus tepat ditengah
imamnya.
Dan dua makmum itu merapatkan
dan meratakan shaf hingga
mereka sejajar dan lurus dengan
menempelkan bahu dan ujung
kaki mereka.

3.

Jika jamaah laki-laki hanya satu orang, maka makmum berdiri di


sebelah kanan imam dan mereka saling sejajar. Dan makmum wanita
berada di belakang imam.
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Aku bermalam di rumah bibiku Maimunah (istri
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam), maka Rasulullah SAW shalat Isya.
Kemudian datang (untuk berjamaah) dan shalat empat rakaat, kemudian tidur.
Kemudian shalat (malam), maka aku datang dan berdiri di samping kirinya,
lalu beliau menempatkanku di samping kanannya. Beliau Shallallahu Alaihi wa
Sallam shalat lima rakaat (witir), kemudian shalat dua rakaat (Fajar). Lalu
beliau tidur hingga aku mendengar suara dengkurannya [atau ia berkata:
suara nafas Nabi] kemudian beliau keluar untuk shalat (Subuh). [HR. Bukhari]
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: Aku bermalam di rumah bibiku, maka Nabi SAW
berdiri melakukan shalat disebagian malam, lalu aku berdiri melakukan shalat
bersamanya. Aku berdiri di bagian kirinya, maka beliau memegang kepalaku
dan menempatkanku di bagian kanannya. [HR. Bukhari]
Pada saat itu Ibnu Abbas masih anak kecil sehingga Nabi menuntunnya
dengan memegang di kepala sebagaimana kita biasa mengusap kepala anakanak.

3.

Jika jamaah laki-laki hanya satu orang, maka makmum berdiri di


sebelah kanan imam dan mereka saling sejajar. Dan makmum wanita
berada di belakang imam.
Dari Tsabit, dari Anas (bin Malik), katanya: Nabi shallallahu alaihi wa sallam
datang ke rumah kami, sedangkan di rumah yang ada hanya aku, ibuku dan
bibiku. Kata beliau SAW: Berdirilah, aku hendak mengimami anda shalat
[dalam riwayat ini adalah shalat sunat]. Lalu beliau shalat berjamaah dengan
kami. Seorang laki-laki bertanya kepada Tsabit: Ketika itu dimana Anas
berdiri? Jawab Tsabit: Di sebelah kanan Rasulullah SAW. Kata Anas: Setelah
selesai shalat beliau mendoakan kepada ALLAH kebaikan dunia dan akhirat
bagi kami seisi rumah. Kemudian ibuku berkata kepada beliau: Ya Rasulullah!
Doakan pula pelayan kecil anda ini! [maksudnya Anas yang ketika ini masih
anak kecil]. Kemudian beliau SAW mendoakan kepadaku kebaikan dunia dan
akhirat. Akhir dari doa beliau itu adalah: Ya ALLAH, banyakkanlah hartanya
dan anaknya. Kemudian berikanlah keberkahan semua itu baginya. [HR.
Muslim]
Dari Anas bin Malik, katanya Rasulullah SAW shalat berjamaah bersama-sama
dengannya, dengan ibunya dan dengan bibinya. Kata Anas: Rasulullah
menyuruhku berdiri sebelah kanan beliau dan para wanita di belakang kami.
[HR. Muslim]

SKETSA PENYUSUNAN SHAF


(Satu makmum laki-laki berada sebelah kanan & sejajar imam)

IMAM

MAKMUM
PEREMPUAN

MAKMUM
LAKI-LAKI

Jika makmum laki-laki hanya satu


orang, maka makmum posisi
berdiri nya berada di sebelah
kanan imam dan sejajar dengan
imamnya.
MAKMUM

IMAM

Dan makmum meratakan shaf


hingga ia sejajar dan lurus dengan
imamnya dengan menempelkan
ujung kaki dan bahu mereka.
Inilah makna hadis Bukhari dan
Muslim yang diriwayatkan dari
kisah Anas bin Malik dan Ibnu
Abbas.

WAJIB MELURUSKAN SHAF


JAMAAH

WAJIB MELURUSKAN SHAF


Dari An Numan bin Basyir, dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Hendaklah kalian meratakan barisan kalian atau ALLAH menjadikan
berselisih antara wajah-wajah kamu. [HR. Bukhari]
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda:Luruskan shaf-shaf (barisan shalat), sesungguhnya aku melihat
kalian dari belakang punggungku. [HR. Bukhari]
Dari Anas bin Malik, dia berkata: Qamat untuk shalat telah dilakukan, maka
Rasulullah SAW menghadap kepada kami dengan wajahnya seraya bersabda:
Luruskan shaf dan rapatkanlah, karena sesungguhnya aku melihat kalian dari
belakang punggungku. [HR. Bukhari]
Dari Anas, dari Nabi SAW, beliau bersabda: Ratakanlah shaf-shaf kamu,
karena sesungguhnya meratakan shaf termasuk bagian menegakkan shalat
(yang sempurna). [HR. Bukhari dan matan yang berbeda dari Muslim]

WAJIB MELURUSKAN SHAF


Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:
Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kalian berbeda
dengannya. Apabila ia ruku, maka hendaklah kalian ruku. Apbila ia
mengucapkan samiallahu liman hamidah [semoga ALLAH mendengar orang
yang memuji-nYA], maka katakanlah rabbana lakal hamdu [wahai Tuhan
kami bagi-MU segala puji]. Apabila ia sujud hendaklah kalian sujud, apabila ia
(imam) shalat sambil duduk, hendaklah kalian shalat sambil duduk. Luruskan
shaf dalam shalat, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk kebaikan
shalat. [HR. Bukhari]
Dari Abu Masud katanya: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memegang
bahu kami sebelum shalat sambil berkata: Luruskan barisanmu, jangan
bengkok-bengkok. Karena barisan (shaf) yang bengkok niscaya akan
menyebabkan hatimu berpecah-pecah. Orang yang dewasa yang cerdik dan
pandai hendaklah berdiri dekat di belakangku, kemudian yang pandai dan
seterusnya. [HR. Muslim]
Dari Busyair bin Yasar Al Anshari, dari Anas bin Malik bahwa dia datang ke
Madinah, maka dikatakan kepadanya: Apakah yang engkau ingkari pada kami
sejak engkau mengikuti Rasulullah SAW? Dia berkata: Aku tidak mengingkari
sesuatu kecuali bahwa kalian tidak meratakan shaf-shaf (dalam shalat
berjamaah). [HR. Bukhari]

WAJIB MELURUSKAN SHAF


Dari Abdullah bin Masud, katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Hendaklah yang berdiri dekat denganku orang-orang dewasa yang
cerdik dan pandai, kemudian yang pandai (beliau ucapkan sampai tiga kali)
dan jauhilah hiruk-pikuk seperti di pasar. [HR. Muslim]
Dari Numan bin Basyir katanya: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
pernah meluruskan shaf kami, sehingga beliau kelihatan seolah-olah sedang
meluruskan anak panah sampai lurus benar. Pada suatu hari ketika beliau
hendak shalat dan hampir takbir, sekonyong-konyong terlihat oleh beliau
seorang laki-laki menonjolkan dadanya dari shaf. Maka beliau bersabda:
Wahai hamba ALLAH, luruskan shaf anda! Kalau tidak niscaya ALLAH akan
mencerai-beraikan hati anda. [HR. Muslim]

--------Itulah sebagian dari hadis-hadis shahih yang menyatakan bahwa meluruskan


shaf dalam shalat berjamaah adalah wajib, karena ia merupakan
kesempurnaan shalat. Sehingga bagi kita yang mencintai sunnah Rasul
hendaklah kita ikuti ajaran beliau. Meskipun dalam masyarakat kita
khususnya bangsa melayu, sunnah ini tidak dilaksanakan dengan benar

TATA CARA MELURUSKAN SHAF


JAMAAH

Menempelkan bahu dengan bahu, kaku dengan kaki


Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda:
Luruskan shaf-shaf kamu, karena sesungguhnya aku melihat kalian dari
belakang punggungku. Salah seorang di antara kami menempelkan bahunya
kepada bahu temannya, dan kakinya kepada kaki temannya. [HR. Bukhari]
Dari Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda: Luruskanlah shaf-shaf, sejajarkan antara pundak-pundak, isilah
celah-celah yang kosong, dan jangan meninggalkan celah bagi syetan.
Barangsiapa yang menyambung shaf maka ALLAH akan menyambungnya,
dan barangsiapa yang memutuskan shaf maka ALLAH akan memutuskannya.
[HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim menyebutnya sebagai hadis
shahih]
Dari Abu Al Qasim Al Jadali [nama asli = Husain bin Al Harits], dia berkata:
Aku mendengar An Numan bin Basyir berkata: Bahwa Rasulullah SAW
menghadapkan wajahnya kepada manusia seraya bersabda: Luruskanlah
shaf-shaf kamu [diucapkan oleh beliau tiga kali], demi ALLAH, hendaklah
kalian meluruskan shaf-shaf kamu atau ALLAH menjadikan hati kalian saling
berselisih. Ia berkata: Sungguh aku melihat orang di antara kami
menempelkan pundaknya kepada pundak temannya dan kakinya kepada kaki
temannya. [HR. Abu Dawud dan shahih menurut Ibnu Khuzaimah]

CARA MELURUSKAN SHAF YANG BENAR

Bahu dengan bahu harus


rapat atau minimal harus
bersentuhan

Kaki-kaki yang dimaksud


dalam hadis adalah ujung
kaki atau jari kelingking
kaki. Yaitu dengan
menempelkan jari-jari
kelingking antara
makmum dengan
makmum atau imam
dengan makmum.

GERAKAN/BACAAN IMAM DAN


MAKMUM

1. Makmum haram mendahului imam, haram pula


bersamaan gerakannya dengan Imam. Imam harus
mendahului makmum.
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau bersabda: Adakah salah seorang
diantara kamu merasa takut [atau adakah salah seoraqng di antara kamu tidak
merasa aman] apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam, maka ALLAH
akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai, atau ALLAH menjadikan
bentuknya seperti bentuk keledai. [HR. Bukhari]
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Mereka
shalat untuk kamu, apabila mereka benar maka untuk kamu, dan apabila
mereka salah maka untuk kamu (pahalanya) dan (dosanya) menjadi
tanggungan mereka. [HR. Bukhari]
Dari Anas bin Malik ia berkata: Pada Suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam shalat mengimami kami. Setelah selesai shalat beliau menghadap
kepada kami dan berkata: Wahai sekalian manusia, aku adalah imam kalian,
maka janganlah mendahului rukuk, sujud dan berdiriku. Dan jangan pula
mendahuluiku dalam berpaling. Sesungguhnya aku dapat melihat kalian dari
depan dan dari belakangku. [HR. Muslim]

2. Ketika Imam membaca iktidal samiallahu liman


hamidah maka makmum menjawab rabbana lakal
hamdu.
Dari Abdullah bin Yazid dia berkata, Al Barra telah menceritakan kepadaku, dia
berkata bahwa apabila Rasulullah SAW mengucapkan samiallahu liman
hamidha, maka tidak ada seorangpun di antara kami yang membungkukkan
punggungnya hingga Nabi SAW berada dalam kondisi sujud. Kemudian kamipun
sujud sesudahnya. [HR. Bukhari, Muslim & Abu Nuaim]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya Imam diangkat untuk diikuti. Bertakbirlah jika imam telah
bertakbir, sujudlah jika imam telah sujud, bangkitlah jika imam telah bangkit.
Jika imam mengucapkan samiallahu liman hamidah, maka ucapkanlah
rabbana wa lakal hamdu. Jika imam shalat dalam keadaan duduk, maka
duduklah kalian semua. [HR. Muslim]

3. Hukum membaca Al Fatihah bagi Makmum


Jumhur ulama Mazhab Syafii berpendapat yaitu:
1. Pada shalat jahr (bacaan dikeraskan yaitu Maghrib, Isya dan Subuh) Imam harus
membaca Fatihah dengan suara nyaring (jahr), sedangkan makmum membaca
Fatihah secara suara lirih atau berbisik (syirr)
2. Pada shalat Syirr (bacaan dilirihkan yaitu Zuhur dan Ashar) Imam harus membaca
Fatihah dengan suara pelan atau tidak terdengar (syirr), sedangkan makmum
membaca Fatihah secara suara lirih atau berbisik (syirr)
3. Pada shalat sunat berjamaah, apabila dikerjakan pada siang hari maka disebut
sebagai sunat Syirr dan jika dikerjakan malam hari maka dianggap sunat Jahr.
Adapun kewajiban bagi Imam dan Makmum membaca Fatihah adalah berdasarkan
dalil hadis muttafaq alaihi yang menyebut bahwa Rasulullah bersabda: Tidak sah
shalat yang tidak membaca Fatihah.
Dari Imran bin Husain, katanya: Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam mengimami kami shalat Zuhur atau Ashar. Setelah selesai shalat beliau
bersabda: Siapakah tadi dibelakangku yang menjaharkan (membaca dengan
keras/nyaring) bacaan Sabbihisma Rabbikal Ala? Jawab seorang sahabat: Saya,
maksud saya hanya semata-mata untuk kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:
Aku tahu maksudmu baik. Tetapi kamu mengganggu orang lain. [HR. Muslim]

4. Imam dan makmum membaca Amin bersama-sama


Dari Said bin Al Musayyib dan Abu Salamah bin Abdurrahman, keduanya
mengabarkan kepadanya dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda:
Apabila imam mengucapkan amiin maka ucapkanlah (juga) oleh kalian
amiin, karena barangsiapa yang ucapan amin-nya bersamaan dengan ucapan
amin para malaikat niscaya akan diampuni dosanya telah lalu. [HR. Bukhari,
Muslim, Tirmizi, Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Malik, Ad Darami]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: Apabila imam mengucapkan
ghairil maghdhuubi alaihim waladhdhaalliin (ayat terakhir Fatihah), maka
ucapkanlah amiin. Karena sesungguhnya barangsiapa yang ucapannya
bertepatan dengan ucapan para malaikat, maka akan diampuni dosa-dosanya
yang terdahulu. [HR. Bukhari & Muslim]
-----Masih ada hadis shahih Bukhari dan Muslim yang lain yang menjelaskan
tentang keutamaan membaca amin, namun tidak kita sebutkan disini. Perkara
membaca amin sudah disepakati keshahihannya oleh jumhur ulama manapun.

5. Berubah niat
Yang dimaksud dengan berubah niat yaitu misalannya seorang laki-laki
bermaksud untuk shalat sendirian karena tidak ada makmum yang mendatangi
jamaah. Kemudian laki-laki itu memulai shalatnya sendirian, ketika ia sudah
berada di rakaat yang selanjutnya. Tiba-tiba datang orang-orang yang masbuk
kemudian mereka bermakmum dan langsung membentuk shaf di belakang lakilaki tadi. Maka laki-laki pertama tadi boleh langsung mengganti niatnya yaitu
menjadi imam dan terus memimpin makmum yang masbuk tadi. Dan bagi
orang-orang yang masbuk itu wajib menyempurnakan bilangan rakaat yang
tertinggal. Maka semuanya akan mendapat pahala jamaah.

Contoh kasus ini ada dalam kisah Rasulullah, ketika beliau shalat sunat di
dalam kamar rumah beliau bersama Aisyah, tiba-tiba para sahabat membentuk
jamaah di luar rumah Nabi dan bermaksud menjadi makmum. Maka shalat
mereka pun dianggap jamaah. [riwayat Bukhari dan Muslim]
Kita tidak menulis hadis itu dengan lengkap, karena contoh kasus semacam itu
sangat jarang atau tidak pernah ada di era modern sekarang ini.

JANGAN MEMPERPANJANG
SHALAT

ANJURAN AGAR IMAM MERINGANKAN SHALAT


Dari Amr, dia berkata: AKu mendengar Jabir bin Abdullah berkata bahwa
biasanya Muadz bin Jabal shalat bersama Nabi SAW, kemudian ia pulang lalu
mengimami kaumnya. Suatu ketika beliau (Muadz) shalat Isya dan membaca Al
Baqarah. Maka seorang laki-laki berbalik (meninggalkan shalat berjamaah) dan
sepertinya Muadz mencelanya. Lalu berita ini sampai kepada Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda: Orang yang banyak berbuat fitnah,
orang yang banyak berbuat fitnah, orang yang banyak berbuat fitnah [3x] atau
beliau bersabda: pembuat fitnah, pembuat fitanh, pembuat fitnah. kemudian
beliau SAW memerintahkannya (kepada Muadz agar membaca) dua surah yang
merupakan surah sedang (tidak panjang) di antara surah-surah Al Mufashal.
Amr berkata: Aku tidak hafal kedua surah itu. [HR. Bukhari dan matan berbeda
dari Muslim]
-----------Dua surah yang dimaksud adalah sabbihisma rabbika (QS:87 Al-Alaa) dan
wasyamsi wadhuhaha (QS:91 Asy-Syamsu) serta Wal laila idza yaghsya
(QS:92 Al-Lail).
Surah-surah Al Mufashal ini kemudian kita sebut dengan surah-surah dalam Juz
Amma (juz terakhir ke-30)

ANJURAN AGAR IMAM MERINGANKAN SHALAT


Dari Abu Masud bahwa seorang laki-laki berkata: Demi ALLAH, wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku tidak mengikuti shalat Subuh (berjamaah) dikarenakan si fulan
memperpanjang shalat atas kami. Maka aku tidak pernah melihat Rasulullah
SAW menyampaikan nasihat dengan kemarahan yang lebih besar daripada hari
titu. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya di antara kalian ada yang
membuat orang menjauh. Maka barangsiapa di antara kalian shalat mengimami
manusia hendaklah ia meringankan (shalatnya), karena di antara mereka ada
yang lemah, orang tua dan ada yang memiliki keperluan. [HR. Bukhari]
Menurut hadis riwayat yang lain, imam yang dimaksud dalam hadis ini adalah
Ubay bin Kaab yang mengimami penduduk Quba
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Apabila salah seorang di antara kalian shalat mengimami manusia, maka
hendaklah ia meringankan (shalatnya), karena sesungguhnya di antara mereka
ada yang lemah, sakit dan orang tua. Apabila ia shalat untuk dirinya sendiri, maka
hendaklah memanjangkan sebagaimana yang ia kehendaki. [HR. Bukhari]
Dan masih banyak hadis shahih lain yang mengajarkan agar shalat yang
sederhana saja.

HUKUM SHALAT JAMAAH BAGI


WANITA

Jumhur (pendapat banyak yang tiada perselisihan di antara mereka) ulama


sependapat bahwa wanita tidak wajib mengikuti shalat berjamaah. Namun jika
wanita ingin mendatangi masjid, maka hal itu diperbolehkan dengan syaratsyarat tertentu diantaranya: tidak boleh memakai minyak wangi, tabarruj
(memamerkan perhiasan/baju/kecantikan)
Dalil yang mengatakan tentang hal ini diantaranya:
Dari Aisyah ia berkata: Ketika Rasulullah SAW mengerjakan shalat Fajar
(Subuh), kaum wanita hadir mengikuti shalat beliau dengan mengenakan kain
untuk menutupi tubuh mereka. Selepas shalat mereka langsung kembali ke
rumah mereka dan tidak ada seorangpun yang dapat mengenali mereka. [HR.
Bukhari & Muslim]
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian melarang
kaum wanita mendatangi masjid, meskipun sebenarnya tetap berada di rumah
itu lebih baik bagi mereka. [HR. Abu Dawud]
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Janganlah kalian melarang kaum wanita mendatangi masjid, akan tetapi
hendaklah mereka mendatanginya dengan tidak mengenakan wewangian
(minyak harum). [HR. Abu Dawud]
Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Sebaik-baik tempat shalat bagi kaum wanita adalah di dalam ruangan
rumahnya. [HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak dengan isnad shahih]

Ibnu Rusyd Al Maliki menjelaskan bahwa wanita itu dibagi menjadi empat
macam:

1. Wanita yang sudah tua atau lanjut usia (menopause) atau berumur diatas
60 tahun, yang tidak menarik minat bagi kaum lelaki, maka status mereka
sama seperti kaum laki-laki, dan halal bagi mereka ikut jamaah.
2. Wanita yang jelek, tidak cantik dan tidak menarik bagi kaum laki-laki,
namun dapat mengalihkan perhatian kaum laki-laki, hukumnya mubah
(boleh) bagi mereka ikut jamaah.
3. Wanita muda atau gadis yang belum menikah, yang jelek, tidak cantik
dan tidak menarik bagi kaum laki-laki, namun dapat mengalihkan
perhatian kaum laki-laki, hukumnya mubah (boleh) bagi mereka ikut
jamaah.
4. Wanita muda atau gadis yang belum menikah yang berwajah cantik dan
pasti menarik perhatian kaum laki-laki, hukumnya makruh atau bahkan
dilarang untuk keluar rumah dan ikut jamaah.

SIAPA YANG JADI IMAM BAGI


JAMAAH WANITA DIRUMAH?

IMAM UNTUK WANITA


Jumhur ulama sependapat bahwa sebagaimana kaum laki-laki, imam shalat
berjamaah bagi kaum wanita juga dipilih dari yang paling faham tentang
agama, atau yang paling tua, atau yang paling banyak hafalan Al-Qur'an, atau
yang paling fasih bahasa Arabnya.
Namun dalam shalat Jahr, hendaknya imam wanita itu tidak terlalu keras
membaca surah/ayat yang menyebabkan dapat didengar kaum laki-laki.
Salah satu hadis yang menyatakan tentang imam wanita yaitu:
Dari Abdurrahman bin Khallad dari Ummu Waraqah disebutkan bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Marilah ikuti kami
mengunjungi
Asy-Syahidah!
Rasulullah
SAW
mengizinkannya
mengumandangkan adzan dan mengimami keluarganya shalat fardhu di
rumah. Ia (Asy-Syahidah) adalah seorang wanita yang telah menghafal AlQur'an. [HR. Abu Dawud, Al Hakim dan Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan
oleh keduanya]

UDZUR YANG MEMBOLEHKAN


UNTUK TIDAK IKUT JAMAAH

PENGERTIAN UDZUR
Udzur yaitu halangan atau alasan. Dan dalam shalat berjamaah, maka udzur ini
berarti alasan yang diperbolehkan kepada seseorang untuk tidak mengikuti
shalat berjamaah.
Udzur terbagi dua:
1. Udzur Umum, yaitu situasi/kondisi keadaan alam yang tidak memungkinkan
untuk menuju masjid. Contoh: banjir, hujan lebat disertai petir, tanah/jalan
menuju masjid yang becek dan berlumpur parah.

2. Udzur Khusus , yaitu berkenaan dengan keadaan manusia itu sendiri.

Tentang udzur khusus ini kita sebutkan pada slide selanjutnya.

UDZUR KHUSUS
1.

Sakit yang memberatkan penderitanya dalam jamaah atau ia dapat


menyebarkan virus pada orang lain. Kecuali pusing, sakit kepala, flu
dsb, hal ini tidak termasuk sakit dan bukanlah termasuk udzur.
Dalil tentang hal ini diambil dari hadis Bukhari dan Muslim yang bercerita
tentang akhir hayat Nabi yang sakit parah dan beliau tidak dapat
berjamaah selama beberapa hari, dan imam yang ditunjuk menggantikan
Nabi adalah Abu Bakar.

2.

Kondisi yang tidak aman yang dapat membahayakan diri, harta dan
kehormatannnya. Contoh: jalan menuju masjid melewati tempat
nongkrong preman, pemabuk, pemalak dll.
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau
bersabda: Barangsiapa mendengar seruan adzan sedang ia tidak ada
udzur yang menghalanginya mengikuti shalat berjamaah, maka tidak sah
shalat yang dilakukannya sendirian. Mereka berkata: Apa itu udzur?
Rasulullah SAW menjawab: Rasa takut (tidak aman) atau sakit. [HR. Abu
Dawud]

UDZUR KHUSUS
3.

Menahan Al Akhbatsain (ingin buang air besar/kecil)

4.

Lapar atau kelaparan


Dari Aisyah ia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: Tidak boleh mengerjakan shalat saat makanan telah
dihidangkan dan tidak pula saat menahan al akhbatsain. [HR. Muslim]
Dari Nafi dan Abdullah bin Umar berkata: Apabila salah seorang dari kamu
sedang menyantap makanan, janganlah tergesa-gesa hingga ia
menyelesaikan makannya meskipun Qamat sudah dikumandangkan. [HR. Al
Baihaqi dalam kitab Sunanul Kubra & Muslim dengan matan yang berbeda]
Dua udzur diatas berhubungan dengan khusyu, jika seseorang sedang
masuk angin atau sakit perut sehingga ia ingin buang air besar maka ia
boleh meninggalkan jamaah, karena jika keinginan untuk buang air itu
ditahan, maka rusaklah shalatnya akibat tidak ada khusyu.
Begitu pula jika sedang kelaparan dan pada saat ia makan ia mendengar
Qamat sudah berbunyi, maka ia boleh meneruskan makannya dan
meninggalkan jamaah, karena shalat dengan perut sakit akibat lapar juga
mengganggu khusyu dalam shalat.

UDZUR KHUSUS
5.

Memakan makanan yang berbau seperti bawang putih, jengkol, petai


dan lainnya termasuk rokok. Bau mulut tentu mengganggu kekhusyuan
jamaah lain yang berada disekitarnya, karena itu ia boleh meninggalkan
jamaah. Namun jika pada setiap akan shalat ia senantiasa memakan makanan
yang berbau agar ia dapat keluar dari shalat berjamaah, maka ia telah berniat
culas dan mendustakan agamanya.
Dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa memakan bawang merah atau bawang putih hendaklah
menjauhi masjid kami dan hendaknya ia tetap di rumah saja. [HR. Muslim]

6.

Imam ratib (imam tetap) yang senantiasa memanjangkan shalat, maka


makmum yang merasa berat boleh meninggalkan shalat berjamaah.
Imam seperti itu harus ditegur, dan jika imam sudah mau menyederhanakan
shalat, maka tidak ada uzdur lagi karena sebab ini.

UDZUR KHUSUS
7.

Mengantuk berat. Jika seseorang sehabis bekerja berat atau terlalu lelah
sehingga ia kurang tidur dan sangat mengantuk, maka lebih baik baginya untuk
tidur walaupun ia mendengar panggilan shalat dan ia boleh meninggalkan shalat
berjamaah.
Dari Abu Qatadah secara marfu (dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam) ia
berkata: Tidak terhitung lalai karena tertidur. Baru terhitung lalai apabila
dalam keadaan terjaga. Jika kalian terluput (ketinggalan) mengerjakan shalat,
hendaklah ia mengerjakannya saat ia mengingatnya. [HR. Abu Dawud]

8.

Tidak mempunyai baju atau bajunya hanya sehelai tidak cukup untuk syarat
pakaian shalat (yaitu dua helai, minimal seperti pakaian ihram)
Dalam keadaan safar (perjalanan) dan khawatir ditinggalkan rombongan
Sibuk mengurus jenazah
Ada masalah penting yang sangat mengganggu konsentrasi yang dapat
menghilangkan khusyu. Contoh: adanya kasus kecelakaan pada salah seorang
keluarga
Di-isolir atau terkurung atau dikucilkan oleh sekelompok manusia, maka
orang yang diisolir itu boleh meninggalkan shalat berjamaah. Contoh kasus ini
adalah seperti hadis tentang Usman yang terkurung di rumahnya karena jika ia
keluar rumah maka ia akan dibunuh.

9.
10.
11.

12.

KESALAHAN & BIDAH DALAM


SHALAT JAMAAH MELAYU

Sebagaimana senantiasa diajarkan oleh alim ulama Melayu yang saleh, kita tidak
dianjurkan merubah, menambah atau mengurangi ajaran-ajaran atau sunnah
Rasulullah yang telah beliau SAW ajarkan dan ditulis dalam kitab hadis oleh imamimam Mazhab Syafii kita seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Hajar Al Asqalani,
An Nawawi, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan lain-lain.
Perkara Shalat adalah ibadah wajib (rukun Islam) yaitu perkara tauqifiyah, artinya
harus ada dalil hadis shahih yang mengatur tata caranya. Karena setiap perbuatan
yang menambah-nambah dalam urusan ibadah berarti bidah yang sesat.
Jika kita ikuti petuah ulama-ulama nusantara yang terdahulu, tentu kita sadar bahwa
mereka dahulu masih benar-benar mengikuti sunnah Rasulullah. Namun dimasa sejak
jaman kemerdekaan, Soekarno, Soeharto (orde baru) hingga saat ini, ternyata ajaran
mazhab Syafii yang masih murni sudah mulai terkikis. Jika dahulu Kaum Tua dan
Kaum Muda masih shalat bersama-sama dalam satu masjid, maka dizaman ini
berbalik. Kaum tua dan kaum muda menjadi bermusuhan, dan mendirikan masjid
masing-masing.
Adalah kita ketahui pula bahwa sebagian ulama Melayu masih terbelenggu dengan
ajaran Sufism, tasawuf, thariqat dan lainnya, yang mana kebanyakan berhujjah
menggunakan hadis dhaif (lemah) dan gharib (samar). Bahkan ada pula orang alim
yang mencampur ibadah Islam dengan tradisi nenek moyang kita yang ketika itu
masih penyembah berhala Hindu dan Animisme yang penuh tahayul, khurafat dan
syirik. Sehingga semakin bingunglah masyarakat manakala mereka bertanya:
Bagaimana shalat berjamaah yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam???

KESALAHAN DAN BIDAH DALAM SHALAT BERJAMAAH KAUM MELAYU


1.

Tidak menjawab adzan, padahal mengikuti bacaan bilal (muadzin) adalah wajib
bagi orang yang mendengarnya ketika berada di masjid. Ini adalah kesalahan
besar, karena dalilnya adalah dari Bukhari & Muslim yang notabene kita anggap
sebagai hujjah terbesar sesudah Al-Qur'an.

2.

Membaca doa setelah Qamat. Hal ini termasuk bidah karena tidak ada hadis yang
mengajarkan. Yang benar adalah kita dianjurkan membaca doa sesudah Adzan, dan
ketika Qamat dibaca, maka semua makmum berdiri untuk bersiap-siap mengatur
shaf dengan merapatkan dan meluruskannya. Dan tidak ada apa-apapun yang
dibaca selama itu.
Pembahasan tentang Adzan dan Qamat, insya ALLAH kita sampaikan secara
terpisah dari file ini.

3.

Membaca niat seperti ushalli fardhal mustaqbilal kiblati adaan


imaaman/makmuman lillahi taala. Ini termasuk bidah, karena lafaz niat tidak
pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan juga para ulama SyafiI, termasuk Al
Ghazali.

4.

Makmum membaca shadaqAllahul adzim (Maha Benar ALLAH Yang Maha Agung)
setelah imam selesai membaca surah Al-Quran dalam shalat. Ini termasuk
menambah-nambah (bidah), karena tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah. Bahkan
orang yang bersin (bangkis) pun dilarang Nabi untuk mengucap alhamdulillah.

KESALAHAN DAN BIDAH DALAM SHALAT BERJAMAAH KAUM MELAYU


5.

Sesudah Qamat, ketika berdiri dalam shaf, sebelum mengangkat tangan untuk
takbiratul ihram, ada imam/makmum yang membaca surah Al Falaq (QS:113) dan
surah An Naas (QS:114), yang menurut mereka untuk mengusir syetan dan menolak
was-was. Hal ini juga kita kategorikan sebagai bidah yang tidak pernah ada dalam
riwayat Nabi maupun sahabat maupun tabiut hingga tabiut tabiin yang saleh. Yang
benar adalah pada saat itu bahwa imam harus mengingatkan makmum agar
meluruskan dan merapatkan shaf.

6.

Ketika iktidal, imam membaca samiallahu liman hamidah, namun makmum juga
ikut membaca bacaan yang sama. Yang benar adalah makmum menyahut bacaan
imam itu dengan rabbana lakal hamdu. Ini adalah kesalahan kecil yang terjadi jika
para imam kita kurang memahami sunnah Nabi.

7.

Zikir dan doa yang dibaca bersama-sama sesudah shalat. Ini adalah bidah yang
sesat, yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Jika hal ini benar tentu ada
sahabat yang mengajarkan yang ditulis dalam kitab hadis. Namun ternyata zikir/doa
berjamaah sesudah shalat tidak pernah ada dalam syariat Islam dan dalam mazhab
Syafii sekalipun. Dan tentu kita tahu bahwa kita dilarang (diharamkan) untuk berijtihad (berpendapat) tentang perkara agama apabila masih ada hadis yang
menerangkannya.
Tentang hal ini kita sampaikan dalam artikel zikir sesudah shalat.

KESALAHAN DAN BIDAH DALAM SHALAT BERJAMAAH KAUM MELAYU


8.

Tidak merapatkan shaf. Ini termasuk kesalahan besar yang seharusnya diketahui
imam, dimana ia selain memimpin shalat maka wajib pula baginya mengatur shaf.
Perkara ini termasuk syiar Islam yang semakin surut & ditinggalkan diakhir zaman.
Hingga saat ini tentu kita masih mendengar sebelum takbiratul ihram imam
senantiasa berkata: Luruskan dan rapatkan shaf, karena kesempurnaan shaf
adalah kesempurnaan shalat. Namun pada prakteknya imam tidak merapatkan
shaf. Hal ini dapat pula karena adanya sajadah.

9.

Sesudah shalat fardhu dan sesudah zikir, ada orang yang mengerjakan shalat sunat
di masjid dan dia shalat di dekat pintu menghalangi jalan atau dia shalat dimana
orang banyak berlalu lalang. Ini adalah satu kebodohan besar ketika kita
mengetahui begitu besar dosa karena lewat di depan orang yang sedang shalat.
Seperti kita ketahui bahwa kita di-haram-kan untuk lewat di hadapan orang yang
sedang shalat. Namun dalam masyarakat melayu banyak orang yang bodoh yang
berdiri shalat sunat disembarang tempat sehingga orang-orang bodoh lainnya
lewat di hadapannya tanpa pula ia menghalanginya. Maka orang yang tidak tahu ini
secara tidak sengaja telah membuat dosa baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
orang lain.
Hal ini adalah pemandangan yang sangat banyak dalam tradisi kita. Insya ALLAH
pembahasan tentang hal ini kita sampaikan dalam artikel yang berhubungan
dengan kewajiban shalat menghadap dinding/tabir/tirai/pembatas atau dalam
bahasa Arab disebut dengan istilah sutrah.

Wallahu alam
Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui

File-file yang berhubungan:


Adzan dan Qamat
Kewajiban untuk Shalat dengan Sutrah
Tata Cara Shalat Bacaan dan Gerakan

Tata Cara Shalat Berjamaah


Zikir Sesudah Shalat
Pelaksanaan Shalat Jumat
Shalat-shalat Sunat Berjamaah

FATWA ini diedarkan dan dipertanggungjawabkan dalam milis:

Public Unmoderated:
Cinta_Rasul@yahoogroups.com
Cinta_Rasul@googlegroups.com

Anda mungkin juga menyukai