SHALAT BERJAMAAH
Alif_lam_mim_1711@yahoo.co.uk
Yaa_Siin_36@yahoo.co.id
Segala puji bagi ALLAH, Tuhan semesta alam, Yang Maha Suci lagi Maha Agung.
Hanya kepada-NYA kita menyembah dan kepada-NYA pula kita memohon belas
kasihan. Salam dan shalawat senantiasa kepada Nabi Muhammad shallallahu
alaihi wa sallam, beserta istri-istri dan keturunan beliau, juga para sahabat, tabiin
dan tabiut tabiin yang saleh sumber ilmu.
Cara shalat berjamaah yang diajarkan oleh para ulama, kyai, dai, ustadz dan
muallim masa kini yang telah menjadi kebiasaan bertahun-tahun itu sebenarnya
menyalahi ajaran mazhab Syafii yang dipegang ulama kaum melayu terdahulu.
Apakah alasan mereka merubahnya??? Padahal sumber utama yang mengajarkan
shalat itu hanya satu orang, yaitu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Jadi
seharusnya yang menjadi teladan kita itu adalah Rasulullah, bukannya
ulama/kyai/ustadz/dai. Jadi marilah kembali mengikuti sunnah Rasul.
Insya ALLAH, presentasi ini mencoba menjelaskan tata cara shalat berjamaah
sesuai sunnah yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama
dengan jamaah yang terdiri dari sahabat-sahabat beliau yang saleh.
Wallahu alam. Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui. Dan hanya kepada ALLAH
saja kita memohon petunjuk dan menggantungkan harapan. Yang kita sampaikan
dalam file ini hanyalah satu dari sekian pendapat tentang cara shalat berjamaah.
Fatwa yang kita ikuti kita pilihkan dari pendapat alim ulama dengan hujjah dan
atsar yang kuat dan shahih.
Shalat dalam arti kata adalah doa dan permohonan ampun serta pemujaan
kepada ALLAH.
Shalat dalam arti agama adalah rangkaian dari rukun-rukun dan zikir-zikir
tertentu dengan syarat-syarat tertentu dan pada waktu yang tertentu pula.
Kata shalat berasal dari bahasa Arab, sedangkan dalam bahasa melayu kita
menyebutnya sembahyang. Sembahyang diambil dari kata sembah dan
yang. Kata Sembah berarti menyembah, dan kata Yang diambil dari
sebutan untuk Hyang Wedhi (Yang Maha Esa). Sehingga sembahyang berarti
menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Dari kata sembahyang ini dapat kita simpulkan bahwa nenek moyang kita
dahulu adalah pengikut agama Animisme / Hindu / Budha. Kata sembahyang ini
bersifat umum, sebagaimana Tuhan Yang Maha Esa itu juga nama yang umum
yang dikenal oleh semua agama.
Oleh karena itu di dalam pelajaran agama Islam, kita tidak dianjurkan atau
bahkan dilarang untuk memakai kata sembahyang karena cenderung kepada
tasyabbuh (menyerupai orang kafir). Sehingga kata itu wajib kita tinggalkan.
Dan kata yang pantas untuk kita adalah shalat, karena arti dari shalat untuk
kita adalah menyembah ALLAH subhanahu wa taala.
Jamaah juga berasal dari bahasa Arab yang artinya berkumpul atau bergabung.
Jadi, shalat jamaah adalah shalat yang dilakukan secara bersama-sama yaitu
berkumpul dengan manusia lain, dua orang atau lebih.
KEUTAMAAN
SHALAT JAMAAH
Dari Ibnu Umar, katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Shalat
berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 27 (dua puluh tujuh) derajat.
[HR. Bukhari]
Dari Abu Hurairah, katanya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian 25 (dua puluh lima)
derajat.
[HR. Muslim]
Dari Abu Hurairah katanya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Pahala
shalat berjamaah melebihi pahala shalat sendirian dua puluh lima derajat. Malaikat
malam dan malaikat siang bertemu pada waktu Subuh. Kemudian Abu Hurairah
berkata lagi: Karena itu bacalah Quran pada waktu subuh, karena membacanya
diwaktu subuh akan disaksikan oleh para malaikat.
[HR. Bukhari & Muslim]
Dari Abdurrahman bin Abu Amrah, katanya: Pada suatu ketika Usman bin Affan
masuk ke masjid sesudah shalat Maghrib, lalu dia duduk sendirian. Karena itu aku
duduk mendekatinya. Katanya (Usman): Wahai anak saudaraku, aku mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa yang shalat Isya
berjamaah, maka nilainya samaa dengan shalat seperdua malam. Dan barangsiapa
yang shalat Subuh berjamaah, nilainya sama dengan shalat sepanjang malam.
[HR. Muslim]
2.
Beberapa anjuran yang kita tulis dibawah ini ada yang disebut dalam hadis dan
ada yang tidak. Namun kita tidak menyebut hadisnya dengan lengkap, karena hal
ini hanyalah anjuran. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam mazhab Syafii
banyak berisi anjuran yang mana hal itu demi kesempurnaan ibadah. Kita
memaklumkan bahwa shalat berjamaah adalah wajib bagi laki-laki, namun sunat
bagi perempuan, karena itu anjuran yang kita pilih sebelum melaksanakan shalat
berjamaah adalah:
1.
Dianjurkan untuk membersihkan diri, baik itu mandi (wajib jumat) maupun
bersiwak atau menggosok gigi (berberus). Siwak dizaman Nabi yaitu sejenis
kayu, namun dizaman modern ini para ulama sudah menggantinya dengan
sikat gigi. Dalam segi kesempurnaan tentu saja sikat gigi lebih baik daripada
siwak, karena siwak dapat melukai gusi. Seandainya pada zaman Nabi sudah
ada sikat gigi tentu tidak akan ada hadis tentang siwak. Anjuran menggosok
gigi ini banyak disebut dalam hadis Bukhari, Muslim dan lainnya.
2.
Sebaiknya berwudhu di rumah, karena pahala jamaah dihitung sejak niat dan
melangkahkan kaki dari rumah ke masjid, hingga selesai shalat berjamaah.
3.
4.
Untuk kaum laki-laki dianjurkan memakai pakaian yang baik, indah dan rapi,
sesuai pesan ALLAH dalam Al-Qur'an surah Al Araaf: 31. Juga dianjurkan
memakai wangi-wangian, sesuai hadis-hadis dalam Bukhari dan Muslim.
Sedangkan untuk wanita tidak diperbolehkan memakai pakaian dan minyak
wangi yang memancing penglihatan kaum laki-laki. Kaum wanita lebih
utama dianjurkan untuk shalat di rumah, namun jika mereka ingin ikut ke
masjid, maka hal itu boleh saja, asalkan mereka tidak tabarruj (bersolek
yang berlebihan).
5.
Tidak usah membawa sajadah karena shaf dalam jamaah harus rapat.
6.
Membaca doa atau zikir ketika melangkah keluar dari rumah menuju masjid.
Zikir seperti bismillahi tawakkaltu alallah dan lainnya ini ada pada
artikel zikir harian.
7.
8.
Hendaklah memilih shaf yang terdepan atau mengisi shaf yang masih
kosong, karena hal ini akan menjadi wajib jika dalam masjid itu banyak orang
yang berlalu lalang. Dan hadis tentang ini sangat banyak atau mutafaq
alaihi. [penjelasan tentang hal yang berhubungan dengan kewajiban shalat
menghadap sesuatu penghalang (dinding, tembok atau yang lain), dalam
istilah Arab disebut dengan nama sutrah, insya ALLAH akan kita
sampaikan dalam file terpisah]
9.
10.
TATA CARA
PENGATURAN SHAF JAMAAH
CATATAN:
Dalam artikel terdahulu yaitu tentang tata cara shalat, kita tidak menyebut
adanya kewajiban untuk shalat menghadap tembok, dinding atau kain tirai
penghalang atau sutrah. Penjelasan tentang hal ini insya ALLAH kita buat
terpisah.
1.
MAKMUM
LAKI-LAKI
DEWASA
MAKMUM
LAKI-LAKI
ANAK-ANAK
SUTRAH
MAKMUM
PEREMPUAN
IMAM
2.
Jika jamaah laki-laki ada dua atau lebih, maka makmum berdiri di
belakang imam. Dan makmum wanita berada di belakang makmum
laki-laki.
Dari Anas bin Malik, dia berkata: Aku bersama anak yatim shalat di belakang
Nabi shallallahu alaihi wa sallam di rumah kami, sedangkan ibuku [Ummu
Sulaim] di belakang kami. [HR. Bukhari]
IMAM
MAKMUM
LAKI-LAKI
MAKMUM
PEREMPUAN
MAKMUM
IMAM
3.
3.
IMAM
MAKMUM
PEREMPUAN
MAKMUM
LAKI-LAKI
IMAM
5. Berubah niat
Yang dimaksud dengan berubah niat yaitu misalannya seorang laki-laki
bermaksud untuk shalat sendirian karena tidak ada makmum yang mendatangi
jamaah. Kemudian laki-laki itu memulai shalatnya sendirian, ketika ia sudah
berada di rakaat yang selanjutnya. Tiba-tiba datang orang-orang yang masbuk
kemudian mereka bermakmum dan langsung membentuk shaf di belakang lakilaki tadi. Maka laki-laki pertama tadi boleh langsung mengganti niatnya yaitu
menjadi imam dan terus memimpin makmum yang masbuk tadi. Dan bagi
orang-orang yang masbuk itu wajib menyempurnakan bilangan rakaat yang
tertinggal. Maka semuanya akan mendapat pahala jamaah.
Contoh kasus ini ada dalam kisah Rasulullah, ketika beliau shalat sunat di
dalam kamar rumah beliau bersama Aisyah, tiba-tiba para sahabat membentuk
jamaah di luar rumah Nabi dan bermaksud menjadi makmum. Maka shalat
mereka pun dianggap jamaah. [riwayat Bukhari dan Muslim]
Kita tidak menulis hadis itu dengan lengkap, karena contoh kasus semacam itu
sangat jarang atau tidak pernah ada di era modern sekarang ini.
JANGAN MEMPERPANJANG
SHALAT
Ibnu Rusyd Al Maliki menjelaskan bahwa wanita itu dibagi menjadi empat
macam:
1. Wanita yang sudah tua atau lanjut usia (menopause) atau berumur diatas
60 tahun, yang tidak menarik minat bagi kaum lelaki, maka status mereka
sama seperti kaum laki-laki, dan halal bagi mereka ikut jamaah.
2. Wanita yang jelek, tidak cantik dan tidak menarik bagi kaum laki-laki,
namun dapat mengalihkan perhatian kaum laki-laki, hukumnya mubah
(boleh) bagi mereka ikut jamaah.
3. Wanita muda atau gadis yang belum menikah, yang jelek, tidak cantik
dan tidak menarik bagi kaum laki-laki, namun dapat mengalihkan
perhatian kaum laki-laki, hukumnya mubah (boleh) bagi mereka ikut
jamaah.
4. Wanita muda atau gadis yang belum menikah yang berwajah cantik dan
pasti menarik perhatian kaum laki-laki, hukumnya makruh atau bahkan
dilarang untuk keluar rumah dan ikut jamaah.
PENGERTIAN UDZUR
Udzur yaitu halangan atau alasan. Dan dalam shalat berjamaah, maka udzur ini
berarti alasan yang diperbolehkan kepada seseorang untuk tidak mengikuti
shalat berjamaah.
Udzur terbagi dua:
1. Udzur Umum, yaitu situasi/kondisi keadaan alam yang tidak memungkinkan
untuk menuju masjid. Contoh: banjir, hujan lebat disertai petir, tanah/jalan
menuju masjid yang becek dan berlumpur parah.
UDZUR KHUSUS
1.
2.
Kondisi yang tidak aman yang dapat membahayakan diri, harta dan
kehormatannnya. Contoh: jalan menuju masjid melewati tempat
nongkrong preman, pemabuk, pemalak dll.
Dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bahwa beliau
bersabda: Barangsiapa mendengar seruan adzan sedang ia tidak ada
udzur yang menghalanginya mengikuti shalat berjamaah, maka tidak sah
shalat yang dilakukannya sendirian. Mereka berkata: Apa itu udzur?
Rasulullah SAW menjawab: Rasa takut (tidak aman) atau sakit. [HR. Abu
Dawud]
UDZUR KHUSUS
3.
4.
UDZUR KHUSUS
5.
6.
UDZUR KHUSUS
7.
Mengantuk berat. Jika seseorang sehabis bekerja berat atau terlalu lelah
sehingga ia kurang tidur dan sangat mengantuk, maka lebih baik baginya untuk
tidur walaupun ia mendengar panggilan shalat dan ia boleh meninggalkan shalat
berjamaah.
Dari Abu Qatadah secara marfu (dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam) ia
berkata: Tidak terhitung lalai karena tertidur. Baru terhitung lalai apabila
dalam keadaan terjaga. Jika kalian terluput (ketinggalan) mengerjakan shalat,
hendaklah ia mengerjakannya saat ia mengingatnya. [HR. Abu Dawud]
8.
Tidak mempunyai baju atau bajunya hanya sehelai tidak cukup untuk syarat
pakaian shalat (yaitu dua helai, minimal seperti pakaian ihram)
Dalam keadaan safar (perjalanan) dan khawatir ditinggalkan rombongan
Sibuk mengurus jenazah
Ada masalah penting yang sangat mengganggu konsentrasi yang dapat
menghilangkan khusyu. Contoh: adanya kasus kecelakaan pada salah seorang
keluarga
Di-isolir atau terkurung atau dikucilkan oleh sekelompok manusia, maka
orang yang diisolir itu boleh meninggalkan shalat berjamaah. Contoh kasus ini
adalah seperti hadis tentang Usman yang terkurung di rumahnya karena jika ia
keluar rumah maka ia akan dibunuh.
9.
10.
11.
12.
Sebagaimana senantiasa diajarkan oleh alim ulama Melayu yang saleh, kita tidak
dianjurkan merubah, menambah atau mengurangi ajaran-ajaran atau sunnah
Rasulullah yang telah beliau SAW ajarkan dan ditulis dalam kitab hadis oleh imamimam Mazhab Syafii kita seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Hajar Al Asqalani,
An Nawawi, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan lain-lain.
Perkara Shalat adalah ibadah wajib (rukun Islam) yaitu perkara tauqifiyah, artinya
harus ada dalil hadis shahih yang mengatur tata caranya. Karena setiap perbuatan
yang menambah-nambah dalam urusan ibadah berarti bidah yang sesat.
Jika kita ikuti petuah ulama-ulama nusantara yang terdahulu, tentu kita sadar bahwa
mereka dahulu masih benar-benar mengikuti sunnah Rasulullah. Namun dimasa sejak
jaman kemerdekaan, Soekarno, Soeharto (orde baru) hingga saat ini, ternyata ajaran
mazhab Syafii yang masih murni sudah mulai terkikis. Jika dahulu Kaum Tua dan
Kaum Muda masih shalat bersama-sama dalam satu masjid, maka dizaman ini
berbalik. Kaum tua dan kaum muda menjadi bermusuhan, dan mendirikan masjid
masing-masing.
Adalah kita ketahui pula bahwa sebagian ulama Melayu masih terbelenggu dengan
ajaran Sufism, tasawuf, thariqat dan lainnya, yang mana kebanyakan berhujjah
menggunakan hadis dhaif (lemah) dan gharib (samar). Bahkan ada pula orang alim
yang mencampur ibadah Islam dengan tradisi nenek moyang kita yang ketika itu
masih penyembah berhala Hindu dan Animisme yang penuh tahayul, khurafat dan
syirik. Sehingga semakin bingunglah masyarakat manakala mereka bertanya:
Bagaimana shalat berjamaah yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam???
Tidak menjawab adzan, padahal mengikuti bacaan bilal (muadzin) adalah wajib
bagi orang yang mendengarnya ketika berada di masjid. Ini adalah kesalahan
besar, karena dalilnya adalah dari Bukhari & Muslim yang notabene kita anggap
sebagai hujjah terbesar sesudah Al-Qur'an.
2.
Membaca doa setelah Qamat. Hal ini termasuk bidah karena tidak ada hadis yang
mengajarkan. Yang benar adalah kita dianjurkan membaca doa sesudah Adzan, dan
ketika Qamat dibaca, maka semua makmum berdiri untuk bersiap-siap mengatur
shaf dengan merapatkan dan meluruskannya. Dan tidak ada apa-apapun yang
dibaca selama itu.
Pembahasan tentang Adzan dan Qamat, insya ALLAH kita sampaikan secara
terpisah dari file ini.
3.
4.
Makmum membaca shadaqAllahul adzim (Maha Benar ALLAH Yang Maha Agung)
setelah imam selesai membaca surah Al-Quran dalam shalat. Ini termasuk
menambah-nambah (bidah), karena tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah. Bahkan
orang yang bersin (bangkis) pun dilarang Nabi untuk mengucap alhamdulillah.
Sesudah Qamat, ketika berdiri dalam shaf, sebelum mengangkat tangan untuk
takbiratul ihram, ada imam/makmum yang membaca surah Al Falaq (QS:113) dan
surah An Naas (QS:114), yang menurut mereka untuk mengusir syetan dan menolak
was-was. Hal ini juga kita kategorikan sebagai bidah yang tidak pernah ada dalam
riwayat Nabi maupun sahabat maupun tabiut hingga tabiut tabiin yang saleh. Yang
benar adalah pada saat itu bahwa imam harus mengingatkan makmum agar
meluruskan dan merapatkan shaf.
6.
Ketika iktidal, imam membaca samiallahu liman hamidah, namun makmum juga
ikut membaca bacaan yang sama. Yang benar adalah makmum menyahut bacaan
imam itu dengan rabbana lakal hamdu. Ini adalah kesalahan kecil yang terjadi jika
para imam kita kurang memahami sunnah Nabi.
7.
Zikir dan doa yang dibaca bersama-sama sesudah shalat. Ini adalah bidah yang
sesat, yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Jika hal ini benar tentu ada
sahabat yang mengajarkan yang ditulis dalam kitab hadis. Namun ternyata zikir/doa
berjamaah sesudah shalat tidak pernah ada dalam syariat Islam dan dalam mazhab
Syafii sekalipun. Dan tentu kita tahu bahwa kita dilarang (diharamkan) untuk berijtihad (berpendapat) tentang perkara agama apabila masih ada hadis yang
menerangkannya.
Tentang hal ini kita sampaikan dalam artikel zikir sesudah shalat.
Tidak merapatkan shaf. Ini termasuk kesalahan besar yang seharusnya diketahui
imam, dimana ia selain memimpin shalat maka wajib pula baginya mengatur shaf.
Perkara ini termasuk syiar Islam yang semakin surut & ditinggalkan diakhir zaman.
Hingga saat ini tentu kita masih mendengar sebelum takbiratul ihram imam
senantiasa berkata: Luruskan dan rapatkan shaf, karena kesempurnaan shaf
adalah kesempurnaan shalat. Namun pada prakteknya imam tidak merapatkan
shaf. Hal ini dapat pula karena adanya sajadah.
9.
Sesudah shalat fardhu dan sesudah zikir, ada orang yang mengerjakan shalat sunat
di masjid dan dia shalat di dekat pintu menghalangi jalan atau dia shalat dimana
orang banyak berlalu lalang. Ini adalah satu kebodohan besar ketika kita
mengetahui begitu besar dosa karena lewat di depan orang yang sedang shalat.
Seperti kita ketahui bahwa kita di-haram-kan untuk lewat di hadapan orang yang
sedang shalat. Namun dalam masyarakat melayu banyak orang yang bodoh yang
berdiri shalat sunat disembarang tempat sehingga orang-orang bodoh lainnya
lewat di hadapannya tanpa pula ia menghalanginya. Maka orang yang tidak tahu ini
secara tidak sengaja telah membuat dosa baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
orang lain.
Hal ini adalah pemandangan yang sangat banyak dalam tradisi kita. Insya ALLAH
pembahasan tentang hal ini kita sampaikan dalam artikel yang berhubungan
dengan kewajiban shalat menghadap dinding/tabir/tirai/pembatas atau dalam
bahasa Arab disebut dengan istilah sutrah.
Wallahu alam
Hanya ALLAH Yang Maha Mengetahui
Public Unmoderated:
Cinta_Rasul@yahoogroups.com
Cinta_Rasul@googlegroups.com