Anda di halaman 1dari 90

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU

YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN


PENYEBERANGAN MERAK

MELANI WAHYU ADININGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aspek Mikrobiologis Daging Ayam
Beku yang Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.

Bogor, Januari 2009


Melani Wahyu Adiningsih
NIM B251064044

ABSTRACT
MELANI WAHYU ADININGSIH. Microbiological Aspect of Frozen Chicken Meat
Transported through Merak Port. Under direction of TITIEK SUNARTATIE and
USAMAH AFIFF
Chicken meat was an ideal medium for many organisms especially bacterias,
perishable food and potentially hazardous food. The research was conducted to
determine microbiological quality of frozen chicken meat transported through Merak
Port. Referring to the technical requirements of microbial contamination in frozen
chicken meat issued by
National Standardization Agency, the microbial
contamination should below 1 x 104 cfu/g for total plate count, 5 x 101 mpn/g for
Escherichia coli, 1 x 102 cfu/g for Staphylococcus aureus and should be negative for
Salmonella. Fifty three samples of frozen chicken meat were collected during the
survey. All samples were subjected to the following examinations: total plate count
(TPC), enumerations of E. coli, S. aureus and the presence of Salmonella. The result
of this investigations showed that most of the frozen chicken meat transported
through Merak Port have average 80.125% greater than standard for TPC, 24.725%
for E. coli, 76.125% for S. aureus and 2.775% for Salmonella sp. The result also
showed that there was indirect correlation between driver education with E. coli dan
S. aureus and vehicle cleanness with E. coli dan Salmonella.
Key words : microbial contamination, frozen chicken meat, total plate count, E. coli,
S. aureus, Salmonella

RINGKASAN
MELANI WAHYU ADININGSIH. Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang
Dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak. Dibimbing oleh TITIEK
SUNARTATIE dan USAMAH AFIFF
Perkembangan perekonomian dewasa ini makin meningkat, sehingga
permintaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga makin meningkat. Daging
ayam merupakan salah satu bahan makanan yang cukup popular di masyarakat.
Selain itu, daging ayam merupakan sumber protein hewani yang baik dan mempunyai
banyak kelebihan. Frekuensi daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui
Pelabuhan Penyeberangan Merak sangat tinggi. Selama tahun 2007, jumlah daging
ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah
sejumlah 3.035.753 kg dengan frekuensi 459 kali.
Bahan pangan asal hewan (daging, telur, susu) serta olahannya merupakan
media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya sebagai bahan
pangan yang mudah rusak. Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan
karena agen infeksi dan atau toksin yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan.
Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba
patogen yang mengkontaminasi makanan, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, Clostridium botulinum, Camphylobacter sp.
Dalam proses produksi daging ayam, dapat dipastikan setiap perusahaan
menerapkan standar mutu sehingga diharapkan daging ayam yang dihasilkan bebas
dari mikroba yang dapat mencemarinya. Tetapi selama proses produksi, yang
meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyiapan, penyimpanan dan
penyajian, daging ayam mungkin terpapar mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi.
Berdasarkan SNI No. 01-6366-2000 tahun 2001 tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan,
disebutkan bahwa jumlah total kuman (Total Plate Count) pada daging ayam beku
adalah 1 x 104 cfu/g, jumlah bakteri E. coli 5 x 101 mpn/g, jumlah bakteri S. aureus
1 x 102 cfu/g dan bakteri Salmonella pada daging harus negatif.
Semua komoditi pertanian dalam hal ini hewan dan produk hewan yang
dilalulintaskan antar area di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan salah satu tugas karantina di
bidang keamanan hayati (pangan) asal hewan. Sehubungan dengan hal itu, penentuan
tentang aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui
Pelabuhan Penyeberangan Merak baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif perlu
dibuktikan dengan uji laboratorium.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek mikrobiologis daging ayam
beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak secara kuantitatif
(penghitungan jumlah total kuman, jumlah S. aureus dan jumlah E. coli) dan
kualitatif (pengujian keberadaan Salmonella). Penelitian ini dilakukan dari bulan
September-Oktober 2008. Tempat penelitian dilakukan di Bagian Mikrobiologi

Medik Departemen IPHK Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP).
Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kuantitatif
dan kualitatif yang mengacu kepada Bacteriological Analytical Manual, Food and
Drug Administration, AOAC International. Data yang dihasilkan dari penelitian ini
dianalisis secara deskriptif dan dilakukan uji asosiasi x2 (chisquare) untuk
mengetahui adanya asosiasi antara aspek mikrobiologis dengan data kondisi daging
ayam beku, alat angkut dan profil pengemudi.
Daging ayam beku yang diambil sebagai sampel asal dari Jakarta, Bekasi,
Bogor dan Serang menunjukkan kemasan yang utuh, rapi dan bersih (100%). Semua
sampel dikemas dengan plastik tertutup. Sampel daging ayam beku yang diambil
mempunyai warna dan bau khas daging ayam (100%). Alat angkut yang digunakan
berupa mobil boks berpendingin dengan suhu rata-rata -200C. Delapan puluh persen
alat angkut yang digunakan dalam kondisi bersih.
Pengemudi alat angkut daging ayam beku rata-rata berpendidikan SMP
(46.67%), SD (26.67%) dan lulusan SMA (26.67%). Pengetahuan tentang higiene
daging, pengemudi dari ke-4 daerah asal 73.33% menyatakan tidak tahu, sementara
yang mengaku tahu sebanyak 26.67%.
Sampel dari daerah Bogor memiliki rata-rata jumlah total kuman tertinggi, yaitu
1.00 x 108 1.50 x 107 cfu/g dan jumlah total kuman terendah berasal dari daerah
Jakarta yaitu sebesar 3.19 x 106 2.13 x 106 cfu/g. Berdasarkan standar SNI 01-63662000, rata-rata jumlah total kuman(TPC) sampel daging ayam yang berasal dari
Jakarta, Bekasi, Bogor dan Serang semuanya melebihi batas cemaran mikroba yang
diperbolehkan ada dalam bahan makanan asal hewan yaitu sebesar 1 x 104 cfu/g.
Hasil pengujian E. coli dalam daging ayam beku menunjukkan bahwa sampel
dari daerah Serang memiliki rata-rata tingkat cemaran tertinggi yaitu sebesar 6.45
2.25 Mpn/g. Sampel dari ke 4 daerah asal secara rata-rata memiliki tingkat cemaran
E. coli di bawah batas SNI 01-6366-2000.
Hasil analisis terhadap cemaran S. aureus menunjukkan bahwa sampel dari
daerah Jakarta memiliki rata-rata tingkat cemaran tertinggi, yaitu sebesar 1.00 x 108
2.50 x 107 cfu/g dan yang terendah adalah sampel daging ayam beku yang berasal
dari daerah Serang yaitu sebesar 9.64x102 3.32x102 cfu/g. Namun secara rata-rata
sampel dari setiap daerah melebihi batas SNI 01-6366-2000 yaitu sebesar 1 x 102
cfu/g.
Sementara pengujian terhadap keberadaan Salmonella menunjukkan bahwa
hanya 2 sampel yang berasal dari daerah Serang yang tercemar Salmonella.
Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Bogor
memiliki jumlah total kuman (TPC) di atas standar SNI 01-6366-2000, kemudian
berturut-turut diikuti dengan sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah
Serang (94.4%), Bekasi (63.6%) dan Jakarta (62.5%).
Prevalensi sampel daging ayam beku asal daerah Jakarta, Bekasi, Bogor dan
Serang dengan cemaran E. coli melebihi batas standar yang diperbolehkan berdasar
SNI 01-6366-2000 berturut-turut masing-masing sebesar 31.3%; 27.3% ; 12.5% dan
27.8%.

Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari Serang memiliki
cemaran S. aureus melebihi batas yang diperbolehkan berdasarkan SNI 01-63662000. Kemudian diikuti sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Jakarta
87.55%, Bogor 62.5% dan Bekasi 54.5%. Sementara sampel daging ayam beku
yang tercemar Salmonella hanya berasal dari daerah Serang yaitu sebesar 11.1%.
Hubungan antara tingkat cemaran mikroba dengan kondisi daging ayam beku,
alat angkut dan profil pengemudi menunjukkan adanya hubungan (p<0.05) antara
pendidikan dengan tingkat cemaran E. coli, namun hubungan yang terjadi tidak
terlalu besar (0.395). Selain itu dapat juga dilihat adanya hubungan (p<0.05) antara
peubah pendidikan dengan jumlah cemaran S. aureus, namun hubungan yang terjadi
juga tidak kuat yaitu sebesar 0.100. Sementara pada peubah pengetahuan tentang
higiene daging tidak ditemukan adanya hubungan dengan TPC, E. coli, S. aureus
maupun dengan Salmonella, selain itu, terlihat adanya hubungan antara peubah
kebersihan alat angkut dengan tingkat cemaran E. coli namun hubungan yang terjadi
tidak terlalu besar (- 0.342). Didapatkan juga hubungan (p<0.05) antara peubah
kebersihan alat angkut dengan cemaran Salmonella, namun hubungan yang terjadi
kurang kuat yaitu sebesar 0.347.
Kata kunci : kontaminasi mikroba, daging ayam beku, jumlah mikroorganisme,
E. coli, S. aureus, Salmonella

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apa pun tanpa izin IPB

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU


YANG DILALULINTASKAN MELALUI
PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK

MELANI WAHYU ADININGSIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : drh. Trioso Purnawarman, M.Si.

10

Judul Tesis
Nama
NIM

: Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan


melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak
: Melani Wahyu Adiningsih
: B251064044

Disetujui
Komisi Pembimbing

drh. Titiek Sunartatie, M.S.


Ketua

drh. Usamah Afiff, M.Sc


Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 23 Januari 2009

Tanggal Lulus :

11

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2008 ini adalah cemaran mikroba pada daging
ayam, dengan judul Aspek Mikrobiologis Daging Ayam Beku yang Dilalulintaskan
melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak.
Penghargaan yang setingi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak Kepala
Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada ibu drh. Titiek Sunartatie, M.S. dan bapak drh. Usamah Afiff, M.Sc. selaku
komisi pembimbing serta bapak Dr. Drh. Denny Widaya Lukman, M.Si. selaku ketua
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada bapak drh. Bambang
Haryanto, M.M. (Kepala SKH Kelas II Merak) dan bapak drh. Agus Sunanto, M.P.
(Kepala BKP Cilegon) yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan
saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman di BKP Cilegon yang
penuh pengertian dengan kesibukan penulis selama kuliah di IPB, serta rekan-rekan
seperjuangan kelas khusus karantina hewan atas kebersamaan dan kekompakan
selama ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu dan Ibu Mertua
atas segala doanya. Suamiku tercinta mas Aat, permata-permata hatiku Nauval, Nafis
dan Shafin atas segala pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor,

Januari 2009

Melani Wahyu Adiningsih

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 15 Januari 1975 dari ayah Drs.
Tiknoadi dan ibu Budi Rahayu. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh penulis pada Program Studi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus pada tahun
1999. Setelah lulus dari FKH UGM, penulis bekerja pada perusahaan swasta hingga
tahun 2003. Tahun 2004 mengikuti suami, penulis pindah bekerja pada Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten. Sejak tahun 2005, penulis bekerja sebagai
Medik Veteriner pada Badan Karantina Pertanian dan ditempatkan di Merak-Cilegon.
Tahun 2007, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 pada
program studi KMV di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

13

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
PENDAHULUAN ...............................................................................................
Latar Belakang ...............................................................................................
Rumusan Masalah ..........................................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................................
Manfaat Penelitian .........................................................................................
Hipotesis Penelitian.........................................................................................

1
1
2
2
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................


Daging Ayam ..................................................................................................
Komposisi Daging Ayam ...............................................................................
Aspek Mikrobiologis Daging Ayam ..............................................................
Batas Cemaran ................................................................................................
Escherichia coli ..............................................................................................
Staphylococcus aureus ....................................................................................
Salmonella .......................................................................................................

4
4
4
5
6
7
9
10

BAHAN DAN METODA ....................................................................................


Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................
Desain Penelitian ............................................................................................
Alat-Alat Penelitian ........................................................................................
Bahan-Bahan Penelitian ..................................................................................
Metode Pengujian ...........................................................................................
Cara Kerja ......................................................................................................
Analisis Data ..................................................................................................

13
13
13
15
16
16
16
31

HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................


Kondisi Daging Ayam, Alat Angkut dan Profil Pengemudi ..........................
Pengujian Mikrobiologis ................................................................................
Hubungan Tingkat Cemaran Mikroba dengan Kondisi Daging Ayam, Alat
Angkut dan Profil Pengemudi ........................................................................

34
34
35
42

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... .. 45


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47
LAMPIRAN .......................................................................................................... 51

14

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba


daging..........................................................................................................

Hasil uji Salmonella sp. pada TSIA dan LIA ............................................ 21

Pembacaan total plate count (TPC)/angka lempeng total (ALT ) ............. 29

Hasil reaksi IMVIC, TSIA dan Urea .......................................................... 30

5
6

Reaksi biokimia Salmonella spp


31
.................................................................
Kriteria penentuan non-Salmonella spp ..................................................... 32

Kondisi daging ayam, alat angkut dan profil pengemudi ..........................

Rata-rata jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella


dalam daging ayam beku berdasarkan daerah asal .................................... 36

Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi


batas SNI 01 6366 2000 ...................................................................... 37

34

10 Hubungan tingkat cemaran mikroba terhadap pendidikan, pengetahuan


dan kebersihan alat angkut ......................................................................... 43

15

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2

Escherichia coli. Pewarnaan Gram ............................................................. 7


Staphylococcus aureus. Pewarnaan Gram ................................................... 10

3
4

Salmonella. Pewarnaan Gram ...................................................................... 11


Rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan Salmonella per
daerah asal .................................................................................................... 36

Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba melebihi


batas SNI 01-6366-2000 .............................................................................. 38

16

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Kuisioner aspek mikrobiologis daging ayam yang dilalulintaskan


melalui pelabuhan penyeberangan Merak ..........................................

52

Analisa statistik deskriptif prevalensi total kuman (TPC), E. coli,


S. aureus dan Salmonella per daerah asal ...........................................

53

Analisa statistik deskriptif rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli,


S. aureus dan Salmonella per daerah asal ...........................................

54

Crosstab pendidikan terhadap TPC ....................................................

55

Crosstab pendidikan terhadap E. coli ................................................

56

Crosstab pendidikan terhadap Salmonella .........................................

57

Crosstab pendidikan terhadap S. aureus ............................................

58

Crosstab pengetahuan terhadap TPC ..................................................

59

Crosstab pengetahuan terhadap E. coli ..............................................

61

10

Crosstab pengetahuan terhadap Salmonella .......................................

63

11

Crosstab pengetahuan terhadap S. aureus ..........................................

65

12

Crosstab kebersihan terhadap TPC ....................................................

67

13

Crosstab kebersihan terhadap E. coli .................................................

69

14

Crosstab kebersihan terhadap Salmonella ..........................................

71

15

Crosstab kebersihan terhadap S. aureus .............................................

73

17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan

perekonomian

dewasa ini

makin

meningkat, sehingga

permintaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi juga makin meningkat (Soedjana
1996). Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang cukup popular di
masyarakat. Daging unggas (ayam) merupakan sumber protein hewani yang baik dan
mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain: mengandung asam amino lebih komplit
daripada daging sapi, termasuk daging putih dan disukai oleh banyak konsumen,
harganya relatif lebih murah dibandingkan daging sapi sehingga lebih terjangkau
masyarakat, dan lebih sedikit mengandung kolesterol (Palupi 1986).
Frekuensi daging ayam yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan
Merak sangat tinggi, terutama dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera. Selama tahun
2007, jumlah daging ayam yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan
Merak adalah sejumlah 3.035.753 kg dengan frekuensi 459 kali. Daging ayam
tersebut berasal dari daerah Bekasi, Bogor, Cianjur, Cibitung, Jakarta dan Serang.
Sementara daerah tujuannya adalah Jambi, Lampung, Medan, Padang, Palembang,
Pekanbaru, Aceh, Bangka, Bengkulu dan kota-kota besar lainnya di Pulau Sumatera
(Anonim 2007).
Bahan pangan asal hewan (daging, telur, susu) serta olahannya merupakan
media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba dan menjadikannya bahan pangan
yang mudah rusak. Cemaran mikroba dalam bahan pangan asal hewan serta
olahannya merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dari konsumen, baik di
negara maju maupun di negara berkembang (Syukur 2006).
Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena agen infeksi dan
atau toksin yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan (WHO 2009). Foodborne
disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba patogen yang
mengkontaminasi makanan, seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, Clostridium botulinum, Camphylobacter sp.

18

Dalam proses produksi daging ayam, dapat dipastikan setiap perusahaan


menerapkan standar mutu sehingga diharapkan daging ayam yang dihasilkan bebas
dari mikroba yang dapat mencemarinya. Tetapi selama proses produksi, yang
meliputi pengolahan, pengemasan, transportasi, penyimpanan, penyiapan dan
penyajian, daging ayam mungkin terpapar mikroba penyebab infeksi atau intoksikasi.
Pencemaran mikroba selama proses pendistribusian dapat terjadi karena faktorfaktor seperti: tidak dihidupkannya pendingin udara pada angkutan pembawa ataupun
suhu yang tidak sesuai, alat angkut yang kurang bersih, kemasan yang tidak tertutup
rapat atau kotor, sehingga mengakibatkan daging ayam tersebut mudah tercemar
mikroba patogen.

Rumusan Masalah
Berdasarkan SNI No. 01-6366-2000 tahun 2001 tentang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan,
disebutkan bahwa jumlah total kuman (Total Plate Count) pada daging ayam adalah
1 x 104 cfu/g, jumlah bakteri E. coli 5 x 101 mpn/g, jumlah bakteri S. aureus 1 x 102
cfu/g dan bakteri Salmonella pada daging harus negatif.
Semua komoditi pertanian dalam hal ini

hewan dan produk hewan yang

dilalulintaskan antar area di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus


memenuhi beberapa persyaratan yang terkait dengan salah satu tugas karantina di
bidang keamanan hayati (pangan) asal hewan. Sehubungan dengan itu, penentuan
tentang aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui
Pelabuhan Penyeberangan Merak baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif perlu
dibuktikan dengan uji laboratorium.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek mikrobiologis daging ayam
beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak secara kuantitatif
yang meliputi penghitungan jumlah total kuman (TPC), jumlah E. coli dan jumlah
S. aureus serta secara kualitatif yaitu keberadaan Salmonella.

19

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan kebijakan terhadap kegiatan lalu lintas daging ayam beku antar
area.

Hipotesis Penelitian
Aspek mikrobiologis daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan
Penyeberangan Merak dari segi kuantitatif yang meliputi penghitungan jumlah total
kuman (TPC), jumlah E. coli dan jumlah S. aureus serta secara kualitatif yaitu
keberadaan Salmonella masih dalam batas maksimum cemaran mikroba yang
diizinkan atau direkomendasikan dalam bahan makanan asal hewan.

20

TINJAUAN PUSTAKA
Daging Ayam
Karkas broiler adalah ayam yang telah dipotong dan dibersihkan bulunya, tanpa
kepala, leher, kaki dan jerohan (Siregar et al. 1982). Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI), karkas ayam pedaging adalah bagian dari ayam pedaging hidup
setelah dipotong, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya,
dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (SNI 1995).
Daging unggas dapat berasal dari ayam jantan dewasa (cock), ayam atau kalkun
betina dewasa (hen), kalkun jantan dewasa (tom), ayam kastrasi (capon) dan anak
ayam (chick). Berdasarkan penanganannya, karkas ayam dapat dibedakan menjadi
karkas segar, karkas dingin segar dan karkas beku (Soeparno 1992).
SNI (1995) menyatakan bahwa menurut cara pemotongannya, dapat dibedakan
menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters),
potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas
ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit dan tulang. Sementara berdasarkan cara
penanganannya, dibedakan menjadi karkas segar (karkas segar yang baru selesai
diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut),
karkas dingin segar (karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses
sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 40-50C) dan karkas beku (karkas yang
telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan
antara -120C sampai dengan -180C.

Komposisi Daging Ayam


Menurut Mountney (1983), daging ayam merupakan sumber protein yang baik,
berkualitas tinggi, mudah dicerna dan mengandung asam amino esensial yang sangat
dibutuhkan dalam makanan manusia, yang terdiri dari arginin, sistin, histidin,
isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, tirosin dan
valin. Komposisi daging ayam menurut Cambell dan Lasley (1975) yang dikutip
Anggorodi (1979) terdiri dari 73.7% air, 20.6% protein, 4.7% lemak dan 1%

21

abu. Forrest et al. (1975) menyatakan bahwa kandungan mineral pada daging ayam
adalah 4% yang terdiri dari sodium, potasium, magnesium, kalsium, besi, fosfat,
sulfur, klorida dan yodium.

Aspek Mikrobiologis Daging Ayam


Bahan mentah asal unggas seringkali terkontaminasi oleh mikroba patogen
penyebab foodborne diseases seperti Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium
perfringens, Campylobacter fetus subsp. jejuni dan Yersinia enterocolitica. Beberapa
laporan surveilans penyakit menyebutkan bahwa daging unggas berperan sebagai
vehicles dalam outbreaks salmonellosis, staphylococcal food poisoning, C.
perfringens enteritis dan gangguan pencernaan lainnya (ICMFS 1986).
Menurut Quinn et al. (2002), foodborne diseases yang disebabkan oleh
organisme dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu infeksi makanan dan
keracunan makanan. Infeksi makanan terjadi karena mengkonsumsi makanan yang
mengandung organisme hidup yang mampu berkembang biak di dalam usus, dan
menimbulkan penyakit. Organisme penting yang menimbulkan infeksi makanan
meliputi C. perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah Salmonella.
Sebaliknya, keracunan makanan tidak disebabkan tertelannya organisme hidup,
melainkan akibat masuknya toksin atau substansi beracun yang disekresikan ke dalam
makanan. Organisme penghasil toksin tersebut mungkin mati setelah pembentukan
toksin dalam makanan. Organisme yang menyebabkan keracunan makanan meliputi
S. aureus, C. botulinum, dan Bacillus cereus.
Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki
peredaran darah pada saat penyembelihan dikarenakan alat-alat yang dipergunakan
untuk pengeluaran darah tidak bersih/higienis sementara darah masih bersirkulasi
selama beberapa saat setelah penyembelihan. Cara lain bagi mikroorganisme untuk
masuk ke dalam karkas/daging ayam adalah proses perendaman yang diperlukan
untuk menghilangkan (mencabut) bulu pada ayam. Pada kasus ini kontaminasi
terjadi karena masuknya kontaminan dari air perendam ke sistem peredaran darah dan
pernafasan (Dirjennak 1992).

22

Kontaminasi selanjutnya terjadi melalui permukaan daging selama proses


mempersiapkan daging, yaitu proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan,
penyegaran daging beku, pemotongan karkas, pembuatan produk daging olahan,
pengawetan, pengepakan, penyimpanan dan pemasarannya (Soeparno 1992).
Proses pengeluaran jeroan memberikan banyak kesempatan bagi kontaminasi
bakteri baik dari usus maupun feses yang dapat dipindahkan dari karkas ke karkas
melalui pisau, peralatan lain (kapak), dan tangan pekerja. Kontaminan tidak hanya
terdapat pada bagian luar karkas, tetapi juga pada permukaan rongga karkas
(Dirjennak 1992).
Batas Cemaran

Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6366-2000 tahun 2001 menyebutkan


tentang

Spesifikasi Persyaratan Mutu Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada

Daging yang diperbolehkan ada dalam daging seperti yang terlihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba pada daging
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) (cfu/g)
Jenis Cemaran Mikroba
a. Jumlah Total Kuman
(Total Plate Count)
b. Coliform
c. Escherichia coli
d. Enterococci
e. Staphylococcus aureus
f. Clostridium sp.
g. Salmonella sp.
h. Camphylobacter sp.
i. Listeria sp.
Sumber: SNI 01-6366-2000

Escherichia coli

Daging Segar/Beku

Daging Tanpa Tulang

1 x 104

1 x 104

1 x 102
5 x 101
1 x 102
1 x 102
0
negatif
0
0

1 x 102
5 x 101
1 x 102
1 x 102
0
negatif
0
0

23

E. coli pertama kali diuraikan oleh seorang ilmuwan bernama Theodor


Escherich pada tahun 1885 dengan nama Bacterium coli commune yang diisolasi dari
feses seorang bayi (Todar 2008a). E. coli merupakan bakteri Gram negatif, dapat
tumbuh dalam non-enriched media, bersifat oksidase positif, fakultatif anaerob,
memfermentasi glukosa dan mengubah nitrat menjadi nitrit.

Selain itu, E. coli

kebanyakan motil dilengkapi dengan peritrichous flagella dan kadang fimbriae. E.


coli memfermentasi laktosa dengan menghasilkan koloni berwarna merah muda pada
agar Mac Conkey dan menghasilkan reaksi biokimia yang karakteristik pada tes
IMViC (Quinn et al. 2002). Strain enteroinvasive E. coli (EIEC) memfermentasi
laktosa dengan lambat atau tidak memfermentasi laktosa dan tidak motil.

Gambar 1 Escherichia coli. Pewarnaan Gram.


Sumber: Todar (2008a)
Dalam bidang mikrobiologi pangan, dikenal istilah bakteri indikator sanitasi.
Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan
menunjukkan bahwa pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia dan atau
hewan, karena bakteri-bakteri tersebut lazim terdapat dan hidup pada usus manusia.
Jadi adanya bakteri tersebut pada pangan menunjukkan bahwa dalam satu atau lebih
tahap pengolahan pangan tersebut pernah mengalami kontak dengan kotoran yang
berasal dari usus manusia dan hewan. Sampai saat ini ada 3 jenis bakteri yang dapat
digunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi yaitu E. coli, kelompok
Streptococcus (Enterococcus) fekal dan C. perfringens (Hariyadi 2005).

24

Menurut Brooks et al. (2005), E. coli merupakan mikroflora alami yang


terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Beberapa galur E. coli yang
dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah enteropathogenic E. coli (EPEC)
enterotoxigenic E. coli (ETEC), enterohaemorrhagic E. coli (EHEC), enteroinvasive
E. coli (EIEC), dan enteroaggregative E. coli (EAEC).
EPEC merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara
berkembang. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Faktor yang berhubungan
dengan kromosom mendukung perlekatan yang erat. Terjadi kehilangan mikrovili
(effacement), pembentukan filamentous actin atau struktur seperti cangkir dan
biasanya EPEC masuk ke dalam mukosa usus. Akibat dari infeksi EPEC adalah diare
yang cair, yang biasanya susah diatasi namun tidak kronis. Diare yang disebabkan
oleh EPEC berhubungan dengan berbagai serotipe spesifik dari E. coli.
ETEC merupakan penyebab diare pada wisatawan yang mengunjungi negara
yang standar higienitas makanan dan air minum lebih rendah dari negara asalnya.
Selain itu juga merupakan penyebab penting diare pada bayi di negara berkembang.
Beberapa strain ETEC memproduksi eksotoksin yang sifatnya labil terhadap panas
(LT, BM 80.000) di bawah kontrol plasmid. Beberapa strain ETEC menghasilkan
enterotoksin yang stabil terhadap panas (Sta, BM 1.500-4.000) di bawah kontrol
genetika dari beragam kelompok plasmid.
EHEC memproduksi verotoksin. Nama toksin didasarkan pada efek sitotoksik
pada sel vero, yang merupakan biakan sel ginjal monyet hijau di Afrika. EHEC
banyak dihubungkan dengan hemorrhagic colitis, sebuah diare yang parah dengan
sindroma uremic hemolytic, sebuah penyakit akibat kegagalan ginjal akut,
microangiopathi hemolytic anemia dan thrombocopenia. E. coli 0157:H7 akhirakhir ini diketahui merupakan bakteri patogen penyebab foodborne disease.
EIEC menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis. Penyakit yang
terjadi umumnya pada anak di negara berkembang. EIEC menyebabkan penyakit
dengan menyerang sel epitelial mukosa usus.
Menurut Brooks et al. (2005), EAEC menyebabkan diare yang akut dan kronis
dalam jangka waktu > 14 hari pada orang di negara berkembang. Organisme ini juga

25

dapat menyebabkan foodborne disease di negara industri. Patogenesis EAEC sebagai


penyebab diare disebabkan karena EAEC melekat pada mukosa intestinal dan
menghasilkan enterotoksin dan sitotoksin. Akibatnya adalah pengeluaran sejumlah
besar mukus dan terjadinya diare.

Staphylococcus aureus
S. aureus ditemukan pertama kali di Aberdeen, Skotlandia pada tahun 1880 oleh
seorang ahli bedah yang bernama Sir Alexander Ogston (Todar 2008c). S. aureus
merupakan salah satu mikroflora normal pada unggas dan ternyata praktek
pengolahan yang baik tidak sepenuhnya menjamin dapat mencegah kontaminasi oleh
S. aureus. Meskipun demikian, Staphylococci tidak mampu bersaing dengan baik
melawan mikroba pembusuk normal lainnya yang terdapat pada unggas dan tidak
mungkin berkembangbiak pada karkas beku. Adanya S. aureus dalam daging ayam
menunjukkan kontaminasi melalui alat/mesin pencabut bulu (ICMFS 1986).
S. aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk kokus yang tersusun
dalam kluster yang tidak teratur jika ditumbuhkan dalam media padat. Menurut Todar
(2008c), S. aureus bersifat fakultatif anaerob dan berbentuk kluster seperti anggur,
besar, bulat, koloni berwarna kuning keemasan, kadang menyebabkan hemolisis jika
ditumbuhkan pada agar darah dan bersifat katalase positif.
S. aureus terdapat pada rongga hidung, kulit, tenggorokan, dan saluran
pencernaan manusia dan hewan. Bahan makanan yang disiapkan menggunakan
tangan, seperti penyiapan sayuran mentah untuk salad, berpotensi terkontaminasi S.
aureus. Jenis makanan lain yang sering terkontaminasi oleh S. aureus adalah daging
dan produk daging, ayam, telur, salad (telur, tuna, ayam, kentang, dan makaroni),
produk bakery, pastry, pai, sandwich, serta susu dan produk susu (Calnek et al.
1997).

26

Gambar 2 Staphylococcus aureus. Pewarnaan Gram.


Sumber: Todar (2008c)

Staphylococcal

food

poisoning

(SFP)

merupakan

penyebab

utama

gastroenteritis di seluruh dunia. Penyebab utamanya adalah genus Staphylococcus


terutama S. aureus yang menghasilkan staphylococcal enterotoxins (SEs) yang tahan
panas dalam makanan yang terkontaminasi oleh S. aureus (Doyle et al. 2001).
Menurut Shah (2003), S. aureus menghasilkan 2 tipe toksin yaitu enterotoksin (6
serotipe; A, B, C, D, E, dan G) serta toxic shock syndrome toxin (TSSI-1).
Enterotoksin bertanggung jawab terhadap SFP, sementara TSST-1 bertanggung
jawab terhadap toxic shock syndrome (TSS).

Salmonella
Genus Salmonella pertama kali diperkenalkan oleh Daniel Elmer Salmon
seorang ahli patologi Amerika. Sementara yang menemukan bakteri yang
menyebabkan hog cholera (Salmonella enterica var. Choleraesuis) ini sesungguhnya
adalah Theobald Smith (Todar 2008b). Salmonella merupakan bakteri berbentuk
batang langsing, tidak membentuk spora dan bersifat Gram negatif. Sampai sekarang
dikenal lebih dari 1.800 serotipe Salmonella yang semuanya bersifat patogen, dimana
beberapa serotipe mempunyai induk semang spesifik. Salmonella thyposa dan S.
paratyphi menyerang manusia dan menimbulkan tanda-tanda gangguan pencernaan
serta demam tifus dan paratifus. S. dublin menyerang ternak sapi, S. abortus equi

27

menyerang kuda, S. Typhimurium terutama menyerang itik dan rodensia, sedangkan


S. pullorum dan S. gallinarum menyerang ayam (Anonim 2004).

Gambar 3 Salmonella. Pewarnaan Gram.


Sumber: Todar (2008)

Menurut Hariyadi (2005), Salmonella merupakan bakteri indikator keamanan


pangan, artinya karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat
patogen maka adanya bakteri ini dalam pangan dianggap membahayakan kesehatan.
Selain bahan makanan, Salmonella memerlukan kondisi seperti suhu, pH dan
kelembaban yang sesuai untuk hidup dan berkembang biak. Salmonella dapat tumbuh
antara suhu 6,70 C 450 C, sedangkan suhu optimum untuk berkembang biak adalah
370 C (Frazier 1978). Menurut Christie dan Christie (1977) kuman Salmonella
berhenti berkembang biak pada suhu 50C, sedangkan pada suhu 550 C masih dapat
hidup selama 1 jam dan pada suhu 600 C selama 15-20 menit, kecuali S. senftenberg
baru akan mati pada suhu 71,10 C. Frazier (1978) menyatakan bahwa Salmonella
dalam daging ayam tidak berkembang biak pada suhu 6.70C 7.80C, sedangkan pada
masakan salad daging babi dan dalam custard (campuran susu, telur dan gula yang
dimasak) Salmonella masih dapat berkembang biak pada suhu di atas 100C.
Menurut Brooks et al. (2005), Salmonella menyebabkan 3 tipe penyakit utama
pada manusia yaitu demam enterik (demam typhoid), bakteremia dengan luka fokal
dan enterokolitis. Enterokolitis merupakan manifestasi infeksi Salmonella yang
wajar. Di Amerika Serikat, S. Typhimurium dan S. Enteritidis terkenal sebagai
penyebab enterokolitis, namun enterokolitis dapat disebabkan oleh sebagian dari

28

1.400 grup I serotipe Salmonella. Delapan sampai 48 jam sesudah menelan


Salmonella, ada nausea (mual), sakit kepala, muntah dan diare.
Habitat utama kuman Salmonella pada tubuh penderita adalah di dalam saluran
pencernaan. Selain dari pada itu kuman Salmonella juga dapat ditemukan pada bagian
tubuh lainnya dari penderita, seperti kelenjar limfe, limpa, hati, empedu, jantung,
paru-paru, urat daging, sumsum tulang dan periosteum. Kuman Salmonella yang
menyerang alat reproduksi pada hewan dapat menyebabkan abortus khususnya pada
unggas akan menginfeksi ovarium dan ovanya (Hoeden 1973).
Menurut Todar (2008b), habitat utama Salmonella adalah di dalam saluran
pencernaan manusia dan hewan. Serovar Salmonella lebih sering ditemukan pada
host tertentu tapi dapat pula ubiquitous (non-host adapted). Typhi dan Parathypi A
merupakan serovar yang secara tegas menginfeksi manusia dan menyebabkan
penyakit serius yang sering dihubungkan dengan serangan pada pembuluh darah.
Pada kasus ini salmonellosis ditularkan melalui kontaminasi feses dalam air ataupun
makanan.
Kuman Salmonella yang menyerang unggas adalah S. pullorum, S. gallinarum
dan S. Typhimurium. Infeksi Salmonella pada manusia bervariasi tergantung oleh
serovar, strain, dosis infeksi, jenis makanan yang terkontaminasi dan status host.
Beberapa serovar sangat patogen namun beberapa serovar tidak diketahui
virulensinya. Dosis infeksi oral sekurang-kurangnya 105 sel S. Typhi untuk
menimbulkan typhoid pada 50% penderita, sedangkan sedikitnya 109 sel S.
Typhimurium dibutuhkan untuk dapat menimbulkan gejala infeksi (Todar 2008b).
Sumber penularan dan penyebaran Salmonella terutama dari penderita baik
hewan maupun manusia. Penderita salmonellosis akan menyebarkan kuman
Salmonella lewat ekskresi berupa tinja yang selanjutnya akan menyebar dan
mencemari lingkungan, alat pakan, benda-benda lain di sekitar unggas dan bahan
makanan tersebut.
Foodborne Salmonella toxic infections disebabkan oleh serovar Salmonella
yang ubiquitous (seperti S. Typhimurium). Dua belas sampai dua puluh empat jam
setelah ingesti makanan terkontaminasi (mengandung sejumlah Salmonella), gejala

29

akan muncul (diare, muntah dan demam) dan akan berakhir 2-5 hari. Salmonella
dihubungkan dengan bermacam-macam makanan. Daging yang terkontaminasi (sapi,
babi, kambing, ayam) dapat berasal dari salmonellosis pada hewan asalnya, tetapi
seringkali dihasilkan dari kontaminasi pada daging dengan isi usus selama proses
eviserasi, pencucian dan transportasi karkas (Todar 2008b).

30

BAHAN DAN METODA


Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan September-Oktober 2008. Tempat penelitian
dilakukan di Bagian Mikrobiologi Medik Departemen IPHK Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian (BBUSKP).

Desain Penelitian
Bahan penelitian berupa daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui
Pelabuhan Penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II CilegonBanten.
Untuk memperoleh informasi tentang kondisi daging ayam beku, alat angkut
dan profil pengemudi dilakukan wawancara (kuesioner) dan pengamatan langsung
pada saat pengambilan sampel (Lampiran 1). Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah pendidikan, pengetahuan tentang higiene daging, daerah asal
daging, kemasan, warna daging, bau daging, kebersihan alat angkut dan suhu ruangan
dalam alat angkut.
Pendidikan pengemudi dikategorikan sebagai tamat SD, SMP dan SMA.
Pengetahuan higiene daging dikategorikan sebagai tahu dan tidak tahu. Daerah asal
daging dikategorikan berasal dari Bekasi, Jakarta, Bogor dan Serang. Warna daging
dikategorikan sebagai warna yang menyimpang dan warna normal daging ayam. Bau
daging dikategorikan sebagai bau yang menyimpang dan bau normal daging ayam.
Kebersihan ruang pendingin dikategorikan bersih atau tidak. Suhu ruangan alat
angkut dikategorikan suhu yang dipersyaratkan untuk menyimpan daging ayam beku
atau tidak.
Pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan metode random
sederhana dan proporsional, sedangkan untuk menghitung besaran sampel
menggunakan rumus:

31

n = 4 PQ
L2
Keterangan:
n = besaran sampel yang digunakan
P = asumsi prevalensi
Q = (1 P)
L = galat yang diinginkan (Thrusfield 2005)

Dengan tingkat konfidensi 95% dan galat yang diinginkan 0,05 serta asumsi
prevalensi untuk TPC 98.2%, E. coli 3.4%, Salmonella 3.4% dan S. aureus 2%,
maka didapat:

n = 4 x 0.982 x 0.018
(0.05) 2
= 28 sampel untuk pemeriksaan TPC

n = 4 x 0.034 x 0.966
(0.05) 2
= 53 sampel untuk pengujian E. coli

n = 4 x 0.034 x 0.966
(0.05) 2
= 53 sampel untuk pengujian Salmonella
n = 4 x 0.02 x 0.98
(0.05) 2
= 31 sampel untuk pemeriksaan S. aureus

Alat-Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri, pipet serologi 1 ml,
5 ml, 10 ml, 20 ml, tabung reaksi steril, inkubator 35 1 0C, stomacher, penangas air,
gunting stainless, gelas ukur 250 ml, pinset, plastik timbang steril, botol media,
jarum inokulasi (ose), pembakar/bunsen, pH meter, timbangan, pengocok tabung
(vortex mixer), autoclave, lemari steril (clean bench), lemari pendingin
(refrigerator) dan freezer.

32

Bahan-Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan berupa Plate Count Agar (PCA), Buffered
Peptone Water (BPW), Triphenil Tetrazolium Chloride (TTC) 1%, Lauryl Trypthose
Broth (LTB), Escherichia coli Broth (EC Broth), Eosin Methylen Blue Agar
(EMBA), Baird Parker Agar (BPA), Rappaport Vassiliadis Broth (RVB), Xylose
Lysine Deoxycholate Agar (XLDA), Lactose Broth (LB), Bismuth Sulfite Agar
(BSA), Hektoen Enteric Agar (HEA), Lysine Iron Agar (LIA), Simmons Citrate Agar
(SCA) , Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Tetrathionate Broth (TTB), Urea Broth,
Indikator Methyl Red, Sulphite Indol Motility (SIM) Medium, Methyl Red-Voges
Proskauer (MR-VP) Broth, Reagents Kovacs, -naphtol, KOH 40%, kreatinin, kapas,
zat warna Gram, NaCl fisiologis dan Alkohol 70%.

Metode Pengujian
Metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kuantitatif
dan kualitatif yang mengacu kepada Bacteriological Analytical Manual, Food and
Drug Administration, AOAC International (BAM 2006).

Cara Kerja
Penghitungan Angka Lempeng Total (ALT)
Prinsip :
Sampel daging ayam ditumbuhkan pada media agar, maka apabila sampel
tersebut mengandung mikroorganisme akan tumbuh koloni yang dapat dihitung.
Cara Kerja :


25 gram sampel ditimbang secara aseptik kemudian dimasukkan dalam plastik


steril dan ditambahkan 225 ml larutan BPW dan di stomacher selama 1-2 menit
dengan kecepatan 230 rpm.

Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan


BPW untuk mendapatkan pengenceran

10-2. Dengan cara yang sama dibuat

pengenceran 10-3 , 10-4 dan seterusnya sesuai kebutuhan sampel.

33

Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan menggunakan pipet steril dari setiap


pengenceran di atas, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril.
Dilakukan duplo untuk setiap pengenceran.

Ditambahkan 18 20 ml PCA yang sudah didinginkan sampai suhu 55 560C


dan telah ditambahkan 1% larutan TTC ke masing-masing cawan yang sudah
berisi larutan sampel. Supaya larutan sampel dan media PCA tercampur
seluruhnya dilakukan pemutaran cawan membentuk angka delapan.

Dibiarkan sampai memadat.

Diinkubasikan pada suhu 36 1 0C selama 24 48 jam dengan meletakkan


cawan petri pada posisi terbalik.

Kemudian dihitung cawan-cawan yang mempunyai jumlah koloni 25 250.

Pengujian Escherichia coli


Prinsip
Bakteri Coliform termasuk bakteri Gram negatif, aerob

sampai fakultatif

anaerob, dapat memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas pada
suhu 36 10C selama 48 jam.
Cara Kerja Uji Dugaan :


Sebanyak 25 gram sampel ditimbang secara aseptik, kemudian dimasukkan dalam


plastik steril. Ditambahkan 225 ml larutan BPW dan di stomacher selama 1-2
menit dengan kecepatan 230 rpm.

Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan


BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama dibuat
pengenceran 10-3.

Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan pipet steril dari setiap pengenceran 10-1
s/d 10-3 . Dimasukkan ke dalam tabung LTB yang berisi tabung Durham. Setiap
pengenceran dimasukkan ke dalam 3 tabung LTB (triplo).

Ke-9 tabung diinkubasikan selama 48 2 jam.

34

Cara Kerja Uji Penegasan E. coli :




Biakan positif pada uji pendugaan dipindahkan dengan menggunakan

jarum

inokulasi dari setiap tabung LTB ke dalam tabung EC Broth yang berisi tabung
Durham. Kemudian EC Broth yang telah diinokulasi diinkubasikan suhu 450C 48
2 jam.


Gas yang terbentuk diperhatikan selama 48 2 jam.

Dari tabung EC Broth yang positif, dibuat goresan pada agar L-EMB dengan
menggunakan jarum inokulasi diameter 3 mm.

Biakan pada agar L-EMB diinkubasikan pada suhu 36 10C selama 18 24 jam.

Koloni tersangka diperhatikan yaitu warna hitam/gelap pada bagian pusat koloni
dengan/tanpa warna metalik kehijauan. Dengan menggunakan jarum inokulasi,
koloni tersangka diambil dari masing-masing Agar L-EMB dan dipindahkan ke
PCA (agar miring) yang digunakan untuk uji biokimia.

Agar miring tersebut diinkubasikan pada suhu 36 10C selama 18 24 jam.

Dilakukan uji biokimia berupa uji IMVIC, TSIA dan Urea.

Uji Biokimia


Uji Indol
a) Tabung SIM diinokulasikan dengan biakan dari tabung PCA dan

diinkubasikan pada suhu 35 1 C selama 24 jam 2 jam.


b) Uji Indol dengan ditambahkan 0,2 - 0,3 ml Reagen Kovacs.
c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media.
d) Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.

Uji Voges-Proskauer (VP)


a) Biakan dari tabung PCA diinokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml media
MR-VP dan inkubasi pada temperatur 35 1C selama 48 jam 2 jam.
b) Sebanyak 5 ml MR-VP dipindahkan ke tabung reaksi dan ditambahkan 0.6
ml larutan -naphthol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang-goyang
sampai tercampur dan didiamkan.

35

c) Hasil uji positif apabila ada warna merah muda eosin dalam waktu 2 jam.

Uji Methyl Red (MR)


a) Sebanyak 5 ml media MR-VP diinkubasikan kembali pada suhu 36 1C
selama 48 jam 2 jam.
b) Ditambahkan 2 tetes indikator Methyl Red pada setiap tabung.
c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya warna merah.
d) Hasil uji negatif ditandai dengan adanya warna kuning.

Uji Citrat (Simmons Citrate Agar)


a) Tabung media Simmons Citrate Agar diinokulasikan dengan biakan dari
tabung PCA dengan menggunakan jarum inokulasi.
b) Diinkubasi pada temperatur 36 1C selama 96 jam.
c) Penggunaan inokulum terlalu banyak akan menyebabkan nutrien lain
terbawa.
d) Hasil uji positif ditandai dengan perubahan warna media menjadi biru.
d) Hasil uji negatif ditandai dengan tidak terjadinya perubahan warna media.

Pengujian Salmonella
Prinsip
Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra pengayaan (preenrichment), dan pengayaan (enrichment) dan dilanjutkan dengan uji biokimia dan
uji serologi.
Pra-pengayaan
a) Sebanyak 25 g sampel ditimbang, kemudian dimasukkan dalam plastik steril dan
ditambahkan 225 ml Lactose Broth (LB) kemudian di stomacher selama 2
menit dengan kecepatan 230 rpm.
b) pHnya dicek, bila < 6,6 sesuaikan sampai 6,8 2 dengan menambahkan NaOH 1
N steril.
c) Diinkubasikan pada temperatur 361C selama 24 jam.

36

Pengayaan
a) Biakan pra-pengayaan diaduk perlahan kemudian diambil dan dipindahkan
masing-masing 1 ml ke dalam 10 ml media TTB, sedangkan untuk media RV
dipindahkan 0,1 ml ke dalam 10 ml media RV.
b) Sampel dengan dugaan cemaran Salmonella spp. tinggi (high microbial load) :
Media RV diinkubasikan pada temperatur 42 0C 0.2 C selama 24 jam 2 jam.
Untuk media TTB diinkubasikan pada temperatur 43 C 0.2 C selama 24 jam
2 jam.
c) Sampel dengan dugaan cemaran Salmonella spp. rendah (low microbial load):
Media RV diinkubasikan pada temperatur 42 0C 0.2 C selama 24 jam 2 jam.
Untuk media TTB diinkubasikan pada temperatur 35 0C 2 C selama 24 jam 2
jam.

Isolasi dan Identifikasi


a) Masing-masing media pengayaan yang telah diinkubasikan diambil dengan
menggunakan jarum ose dan diinokulasikan pada media HE, XLD dan BSA.
Kemudian diinkubasikan pada temperatur 35 C selama 24 jam 2 jam. Untuk
BSA apabila belum jelas dapat dinkubasikan lagi selama 24 jam 2 jam.
b) Koloni Salmonella diamati pada media HE terlihat berwarna hijau kebiruan
dengan atau tanpa titik hitam (H2S).
c) Pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat
atau terlihat hampir seluruh koloni hitam.
d) Pada media BSA koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik,
media di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan
berubah menjadi hitam.
e) Identifikasi dilakukan dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga media
tersebut. Masing-masing diinokulasikan ke TSIA dan LIA dengan cara
menusukkan ke dasar media agar, selanjutnya digores pada bagian miring.
c) Diinkubasikan pada temperatur 35 C selama 24 jam 2 jam. Koloni spesifik
Salmonella diamati dengan hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 2.

37

Tabel 2 Hasil Uji Salmonella pada TSIA dan LIA


Bagian Miring
(Slant)

Bagian Dasar
(Butt)

H2S

Gas

TSIA

Alkalin / K
(merah)

Asam / A
(kuning)

Positif
(hitam)

Negatif/
positif

LIA

Alkalin / K
(ungu)

Alkalin / K
(ungu)

Positif
(hitam)

Negatif/
Positif

Media

Uji Biokimia


Uji Urease
a) Koloni dari media TSIA yang menciri Salmonella diinokulasi dengan ose ke
Urea Broth.
b) Kemudian diinkubasikan pada temperatur 35 C selama 24 jam 2 jam.
c) Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji urease.

Uji Indol
a) Koloni dari media TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan 1 ose ke
dalam media SIM dan diinkubasikan pada temperatur 35 C selama 24 jam
2 jam.
b) Ditambahkan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml Reagen Kovacs.
c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah di permukaan media.
d) Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.
e) Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji Indol.

a.

Uji Voges-Proskauer (VP)


a) Dari media TSIA yang menciri Salmonella diambil biakan dengan ose lalu
diinokulasi ke tabung yang berisi 10 ml media MR-VP dan diinkubasi pada
temperatur 350C selama 48 jam 2 jam.
b) Dipindahkan 5 ml media MR-VP ke tabung reaksi dan ditambahkan 0.6 ml
larutan -naphthol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang-goyang

38

sampai tercampur dan didiamkan.


c) Untuk mempercepat reaksi ditambahkan kristal kreatin. Hasil dibaca setelah
4 jam.
d) Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna pink sampai merah delima.
e) Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi
perubahan warna pada media).

Uji Methyl Red (MR)


a) Sebanyak 5 ml media MR-VP yang telah diinokulasi dengan biakan dari
media TSIA yang menciri Salmonella diinkubasikan kembali pada
temperatur 350C selama 48 jam 2 jam.
b) Ditambahkan 5 - 6 tetes indikator Methyl Red pada tabung.
c) Hasil uji positif ditandai dengan adanya difusi warna merah ke dalam media.
d) Hasil uji negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media.
e) Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR.

Uji Citrate
a) Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam
Simmons Citrate Agar dengan os.
b) Diinkubasikan pada temperatur 35 C selama 96 jam 2 jam.
c) Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan
warna dari hijau menjadi biru.
d) Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau
tumbuh sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna.
e) Umumnya Salmonella memberikan hasil positif pada uji citrate.

Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB)


a) Satu ose dari TSIA yang menciri Salmonella diambil dan diinokulasi ke
dalam LDB.

39

b) Diinkubasikan pada temperatur 350C selama 48 jam 2 jam dan diamati


setiap 24 jam.
c) Salmonella memberikan reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna
ungu pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna
kuning.
d) Jika hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning) ditambahkan
beberapa

tetes 0,2 % bromcresol purple dye dan diamati perubahan

warnanya.

Uji Kalium Cyanida (KCN)


a) Satu ose biakan dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke
media TB.
b) Diinkubasikan pada temperatur 35 C selama 24 jam 2 jam.
c) Satu ose koloni dari TB diambil dan inokulasi ke dalam KCNB.
d) Diinkubasi pada temperatur 35 C selama 48 jam 2 jam.
e) Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang ditandai
dengan kekeruhan.
f) Hasil uji negatif ditunjukkan dengan

tidak adanya pertumbuhan pada

media.
g) Salmonella memberikan hasil negatif pada uji KCN.

Uji Gula-Gula
a) Phenol Red Dulcitol Broth atau Purple Broth Base dengan 0,5% Dulcitol
-

Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diambil dan inokulasikan


pada mdium dulcitol broth.

Diinkubasikan pada temperatur 35 C dan diamati setiap 24 jam selama


48 jam 2 jam.

Kebanyakan Salmonella memberikan reaksi positif ditandai dengan


pembentukan gas dalam tabung Durham dan warna kuning (pH asam)
pada media.

40

Hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung
Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa) untuk
indikator phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple.

b) Uji Malonate Broth


-

Satu ose dari TSIA yang menciri Salmonella dipindahkan ke dalam


malonate broth.

Diinkubasikan pada temperatur 350C dan diamati setiap 24 jam selama


48 jam 2 jam.

Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi


biru.

Salmonella memberikan reaksi negatif yang ditandai dengan adanya


warna hijau atau tidak ada perubahan warna.

c) Uji Phenol Red Lactose Broth


-

Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam


Phenol red lactose broth.

Diinkubasikan pada temperatur 35 C dan diamati setiap 24 jam selama


48 jam 2 jam.

Hasil reaksi positif ditandai dengan produksi asam (warna kuning)


dengan atau tanpa gas

Salmonella memberikan hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak ada


perubahan warna dan pembentukan gas.

d) Uji Phenol Red Sucrose Broth


-

Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasikan ke dalam


Phenol red sucrose broth.

Diinkubasikan pada temperatur 35 C selama


diamati setiap 24 jam.

48 jam 2 jam dan

41

Hasil uji positif ditandai dengan adanya perubahan warna (kuning) dan
dengan atau tanpa pembentukan gas.

Salmonella memberikan hasil uji negatif ditandai dengan tidak ada


perubahan warna dan pembentukan gas.

Uji Serologis


Uji Polyvalent Somatic (O)


a) Satu ose koloni dari TSIA atau LIA yang menciri Salmonella diletakkan
pada gelas preparat dan ditambahkan satu tetes larutan garam fisiologis
(NaCl 0,85%) steril.
b) Diberikan satu tetes Salmonella polyvalent somatic (O) antiserum di
samping suspensi koloni.
c) Suspensi koloni dicampurkan ke antiserum sampai tercampur sempurna.
d) Gelas preparat tersebut dimiringkan ke kiri dan ke kanan dengan latar
belakang gelap sambil diamati adanya reaksi aglutinasi.
e) Kontrol disiapkan dengan mencampur larutan garam fisiologis dan
antiserum.
f) Dilakukan uji somatik (O) grup monovalent antisera Vi seperti uji
polyvalent diatas.

Uji Polyvalent Flagelar (H)


a) Koloni dari TSIA yang menciri Salmonella diinokulasi ke dalam BHIB dan
diinkubasi pada temperatur 350C selama 4 jam sampai dengan 6 jam atau ke
dalam TSTB dan inkubasi pada temperatur 350C selama 24 jam + 2 jam.
b) Ditambahkan 2,5 ml larutan garam fisiologis berformalin (formalinized
physiological saline) ke dalam 5 ml dari salah satu kultur diatas.
c) Sebanyak 0,5 ml larutan Salmonella Polyvalent Flagellar (H) antisera
diambil dan dimasukkan ke dalam tabung serologi ukuran 10x75 mm.
d) Ditambahkan 0,5 ml antigen yang akan diuji.

42

e) Larutan garam fisiologis kontrol disiapkan dengan mencampurkan 0,5 ml


larutan garam fisiologis berformalin dengan 0,5 ml antigen berformalin
(formalinized antigen).
f) Kedua campuran tersebut diinkubasikan ke dalam penangas air pada
temperatur 480C sampai dengan 500C.
g) Diamati adanya penggumpalan setiap 15 menit selama 1 jam.
h) Hasil uji positif ditandai dengan adanya penggumpalan, sedangkan pada
kontrol tidak terjadi penggumpalan.

Pengujian Staphylococcus aureus


Prinsip
Metode untuk menghitung S. aureus menggunakan metode cawan hitung.
Koloni S. aureus pada Baird Parker Agar mempunyai ciri : bundar, licin halus,
cembung, abu-abu hingga kehitaman, tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang
terang.
Cara Kerja :


Sebanyak 25 gram sampel ditimbang secara aseptik kemudian dimasukkan dalam


plastik steril. Ditambahkan 225 ml larutan BPW steril dan di stomacher selama 1
- 2 menit dengan kecepatan 230 rpm.

Sebanyak 1 ml suspensi dipindahkan dengan pipet steril ke dalam 9 ml larutan


BPW steril untuk mendapatkan pengenceran 10-2.

Sebanyak 1 ml suspensi diambil dengan pipet steril dari setiap pengenceran di


atas dan dimasukkan ke dalam 3 cawan petri berisi Baird Parker Agar Medium
(BPA) + Egg Yolk 5 % (yakni : 0,4 ml untuk cawan 1, 0,3 ml untuk cawan 2 dan
0,3 ml untuk cawan 3).

Kemudian disebarkan pada permukaan agar/medium dengan menggunakan


batang gelas bengkok (hockey stick).

Dibiarkan hingga meresap selama 30 menit pada suhu ruang.

Diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 36 10C selama 24 48 jam dengan


cara cawan petri dibalik.

43

Koloni S. aureus pada BPA mempunyai ciri : bundar, licin/halus, cembung


diameter 2-3 mm, warna abu-abu sampai kehitaman, tepi koloni putih dan
dikelilingi daerah yang terang.

Kuman standar S. aureus ditanam pada media BPA sebagai kontrol positif.

Interpretasi Hasil ALT/TPC


Ketentuan Penghitungan Koloni :
a.

Cawan Kurang dari 25 Koloni




Bila cawan duplo dari pengenceran terendah hasil koloni < 25, dihitung
jumlah koloni yang ada pada cawan dari setiap pengenceran.

Untuk menentukan angka TPC yaitu rata-rata jumlah koloni per cawan
dikalikan dengan faktor pengencerannya. Angka TPC ditandai dengan
bintang (Tabel 3 No. 3).


b.

Untuk menandakan bahwa perhitungan di luar 25 250 koloni per cawan.

Cawan Lebih dari 250 Koloni




Bila jumlah koloni per cawan > 250, dihitung koloni-koloni untuk
memberikan gambaran penyebaran koloni secara representatif.

Perhitungan angka TPC ditandai dengan bintang untuk menandakan


perhitungan di luar 25 250 koloni per cawan (Tabel 3 No. 4).

c.

Cawan Tanpa Koloni




Bila cawan dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, angka ALT
dilaporkan sebagai kurang

1 kali pengenceran terendah. Angka ALT

ditandai dengan tanda bintang bahwa perhitungannya di luar 25 250


koloni (Tabel 3 No. 6).


Cawan duplo, satu cawan dari tiap pengenceran dengan 25 250 koloni.
Bila satu cawan menghasilkan 25 250 koloni dan cawan lain > 25 250
koloni atau < 25 250 koloni, ke empat cawan dihitung termasuk cawan >
25 250 koloni atau < 25 250 koloni dalam perhitungan angka TPC
(Tabel 3 No. 8).

44

Cawan duplo kedua dari satu pengenceran dengan 25 250 koloni, hanya 1
cawan dari pengenceran yang lain dengan 25 250 koloni. Bila kedua
cawan dari satu pengenceran menghasilkan 25 250 koloni, ke empat
cawan dihitung termasuk cawan < 25 atau > 250 koloni dalam perhitungan
angka TPC (Tabel 3 No. 9).

Ketentuan Penulisan Hasil Perhitungan :




Dibulatkan menjadi 2 angka sesuai, bila angka ketiga 6 atau di atasnya, maka
angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua naik 1 angka, misalnya 465
menjadi 470.

Bila angka ketiga 4 atau dibawahya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan
angka kedua tetap, misalnya 454 menjadi 450.

Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dibulatkan menjadi 0 (nol) dan angka
kedua adalah angka genap, misalnya 445 menjadi 400.

Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dibulatkan menjadi 0 (nol) dan angka
kedua naik satu angka genap, misalnya 455 menjadi 460.

45

Tabel 3 Pembacaan angka lempeng total/TPC


No
1
1

10-2
2
===
===

10-3
3
175
208

10-4
4
16
17

TPC/g
5
190.000

Keterangan
6
Bila hanya satu pengenceran yang ada dalam
batas sesuai, hitung jumlah rata-rata dari
pengenceran tersebut.

===
===

224
225

25
30

250.000

Bila ada dua pengenceran yang berada dalam


batas sesuai, hitung jumlah masing-masing
dari pengenceran sebelum merata-ratakan
jumlah sebenarnya

18
14

2
0

0
0

1.600*

===
===

===
===

523
487

5.100.000

===
===

245
230

35
spreader

240.000

0
0

0
0

0
0

230.000

===
===

245
278

23
20

260.000

===
===

225
255

21
40

240.000

220
240

18
48

230.000

===
===
===
293

260
230
41

30
20
4

270.000

Koloni< 25 : penegnceran terendah < 25


koloni, hitung jumlah dan kalikan dengan
faktor pengenceran, beri tanda * (diliuar 25250)
Koloni > 25 : hitung koloni yang ada/dapat
dihitung (representatif), beri tanda * (di luar
25-250)
Bila ada dua pengenceran antara 25 250,
tetapi ada spreader, hitung jumlah dan kalikan
dengan faktor pengenceran, untuk spreader
tidak dihitung
Tanpa koloni : jumlah TPC adalah < 1 kali
pengenceran terendah yang digunakan, beri
tanda * (diluar 25 250)
Koloni dengan 25 250 dan yang lain > 250 :
hitung kedua cawan termasuk yang 25 dan
rata-rata jumlah yang sebenarnya
Salah satu plate dengan 25 250 koloni dari
tiap pengenceran termasuk yang 25 dan ratarata jumlah yang sebenarnya
Hanya satu plate yang menyimpang dari tiap
pengenceran : hitung
jumlah dari tiap
pengenceran termasuk yang < 25 atau > 250.
Kemudian rata-ratakan jumlah sebenarnya.
Perbandingan 41000/29300 = 2,3 (>2), maka
hasilnya dilaporkan pengenceran tertinggi,
41000

10

41.000

Catatan :
1. Koloni yang dihitung dalam batas 25 250.
2. Pembulatan angka :
a) Bila angka ketiga dari kiri > 5, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua naik.
b) Bila angka ketiga dari kiri > 4, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua tetap.

46

Interpretasi E. Coli
Tabel 4 Hasil reaksi IMVIC, TSIA dan UREA
No.

Tipe Organisme

TSIA

Indol

MR

VP

Citrat

+/gas

E. coli spesifik

E. coli nonspesifik

Typical Intermediate

Atypical Intermediate

Typical Enterobacter
aerogenes

Atypical Enterobacter
aerogenes

Klarifikasi E. coli apabila :


a. Reaksi IMVIC adalah + + - b. Membentuk gas di LTB pada inkubasi selama 48 2 jam.
c. Pewarnaan gram menunjukkan Gram negatif, tidak berspora dan berbentuk
batang pendek.
APM untuk E. coli ditentukan dengan menggunakan Tabel APM berdasarkan
jumlah tabung yang positif pada tabung EC Broth.

47

Interpretasi hasil Salmonella spp.


Interpretasi hasil uji biokimia Salmonella dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Reaksi biokimia Salmonella


Hasil reaksi
No

Uji substrat

Glukosa (TSI)

Lysine
Dekarboksilase
(LIA)

H2S (TSI dan LIA)

7
8

Lysine
Dekarboksilase
Broth
Phenol Red Dulcitol
Broth
KCN Broth
Malonate Broth

Uji Indol

5
6

10
11

Uji Polyvalent
Flagelar
Uji Polyvalent
Somatic

Positif

Negatif

Sepanjang bekas
tusukan berwarna
kuning
Sepanjang bekas
tusukan berwarna
ungu

Sepanjang bekas
tusukan berwarna
merah
Sepanjang bekas
tusukan berwarna
kuning

Hitam

Tidak hitam

Warna ungu

Warna kuning

Warna kuning dan


atau dengan gas
Ada pertumbuhan
Warna biru
Permukaan warna
merah

Tanpa berubah warna


dan tanpa terbentuk gas
Tidak ada pertumbuhan
Tidak berubah warna
Permukaan warna
kuning

+a)

Aglutinasi

Tidak aglutinasi

Aglutinasi

Tidak aglutinasi

12

Phenol Red Lactose


Broth

Warna kuning
dengan/tanpa gas

13

Phenol Red Sukrosa


Broth

Warna kuning
dengan/tanpa gas

14

Uji VogesProskauer

15

Uji Methyl Red

16

Simmons Citrate

pink sampai merah


Merah menyebar
Pertumbuhan warna
biru

Keterangan :
a
) Mayoritas dari kultur S. arizonae adalah negatif
b)
Mayoritas dari kultur S. arizonae adalah positif

Tidak terbentuk gas


dan tidak berubah
warna
Tidak terbentuk gas
dan tidak berubah
warna
Tidak berubah warna
Warna kuning
menyebar
Tidak ada pertumbuhan
dan tidak ada perubahan

Salmonella
+

-b
-

-b)

+
-

48

Tabel 6 Kriteria penentuan non Salmonella spp.


Hasil reaksi
No

Uji substrat

Negatif

Sepanjang bekas
tusukan berwarna
kuning
Sepanjang bekas
tusukan berwarna
ungu

Sepanjang bekas
tusukan berwarna
merah
Sepanjang bekas
tusukan berwarna
kuning

Hitam

Tidak hitam

Warna ungu

Warna kuning

Glukosa (TSI)

Lysine
Dekarboksilase (LIA)

H2S (TSI dan LIA)

Lysine Dekarboksilase
Broth

Phenol Red Dulcitol


Broth

Warna kuning dan


atau dengan gas

KCN Broth

Ada pertumbuhan

Malonate Broth

Uji Indol

10
11

Uji Polyvalent
Flagelar
Uji Polyvalent
Somatic

Non
Salmonella

Positif

Permukaan warna
merah

Tanpa berubah
warna dan tanpa
terbentuk gas
Tidak ada
pertumbuhan
Tidak berubah
warna
Permukaan warna
kuning

Aglutinasi

Tidak aglutinasi

Aglutinasi

Tidak aglutinasi

Warna biru

12

Phenol Red Lactose


Broth

Warna kuning
dengan/tanpa gas

13

Phenol Red Sukrosa


Broth

Warna kuning
dengan/tanpa gas

14

Uji Voges-Proskauer

pink sampai merah

15

Uji Methyl Red

Merah menyebar

16

Simmons sitrat

Pertumbuhan warna
biru

Keterangan :
a
) Mayoritas dari kultur S. arizonae adalah negatif
b)
Mayoritas dari kultur S. arizonae adalah positif

Tidak terbentuk gas


dan tidak berubah
warna
Tidak terbentuk gas
dan tidak berubah
warna
Tidak berubah
warna
Warna kuning
menyebar
Tidak ada pertumbuhan dan tidak
ada perubahan

-a)

-b
-

-b)

49

Interpretasi Staphylococcus aureus


a.

Perhitungan jumlah koloni S. aureus pada cawan dengan 20 200 koloni.

b.

Jika tidak ada koloni S. aureus dengan 20 200 koloni, dihitung cawan yang
mempunyai ciri koloni > 200. Jika cawan pada pengenceran lebih tinggi tidak
mempunyai ciri koloni S. aureus.

c.

Jika tidak ada No (a) dan (b), dihitung jumlah koloni S. aureus pada
pengenceran paling rendah yang mempunyai koloni < 20.

d.

Jumlah koloni yang memberikan hasil positif dari kedua cawan tersebut
dikalikan dengan faktor pengenceran.

e.

Dicatat sebagai hasil jumlah S. aureus per gram produk bahan makanan.

Analisis Data
Data yang dihasilkan dari penelitian ini dianalisis secara deskriptif dan
dilakukan uji asosiasi x2 (ChiSquare) untuk mengetahui adanya asosiasi antara aspek
mikrobiologis dengan kondisi daging ayam beku, alat angkut dan profil pengemudi
(Mattjik dan Sumertajaya 2002).

50

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Daging Ayam Beku, Alat Angkut dan Profil Pengemudi
Sebanyak 53 sampel daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan
Penyeberangan Merak pada Balai Karantina Pertanian Kelas II Cilegon Banten telah
diambil sebagai bahan penelitian. Daerah asal sampel tersebut adalah Jakarta (16
sampel), Bekasi (11 sampel), Bogor (8 sampel) dan Serang (18 sampel).
Berdasarkan pengamatan pada kemasan, sampel dari 4 daerah asal
menunjukkan kemasan yang utuh, rapi dan bersih (100%). Semua sampel dikemas
dengan plastik tertutup. Sampel daging ayam beku yang diambil mempunyai warna
dan bau khas daging ayam (100%). Alat angkut yang digunakan berupa mobil boks
berpendingin dengan suhu rata-rata -200C. Delapan puluh persen alat angkut yang
digunakan dalam kondisi bersih.

Tabel 7 Kondisi daging ayam, alat angkut dan profil pengemudi


Kondisi Daging Ayam
Kemasan
Warna
Bau

Alat Angkut
Suhu
Kebersihan

Profil Pengemudi
Pendidikan
Pengetahuan Higiene

TN

TN

TN

TN

TN

SD

Jakarta

Bekasi

Bogor

Serang

SM

SMA

TH

Keterangan:
N : normal (kemasan bersih & tertutup rapat, bau & warna khas daging,
suhu -18 s/d -400C, alat angkut bersih)
TN : menyimpang/tidak normal
T : tahu
TH : tidak tahu

Pengemudi alat angkut daging ayam rata-rata berpendidikan SMP (46.67%),


SD (26.67%) dan lulusan SMA (26.67%). Berdasarkan wawancara mengenai
pengetahuan tentang higiene daging, 73.33 % pengemudi dari keempat daerah asal
menyatakan tidak tahu, sementara yang mengaku tahu sebanyak 26.67%. Untuk

51

lebih mengetahui secara lengkap kondisi daging ayam, alat angkut serta profil
pengemudi dapat dilihat pada Tabel 7.

Pengujian Mikrobiologis
Hasil pengujian jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan keberadaan
Salmonella dalam daging ayam beku ditampilkan pada Tabel 8. Sampel dari daerah
Bogor memiliki rata-rata jumlah total kuman tertinggi, yaitu 1.00 x 108 1.50 x 107
cfu/g dan jumlah total kuman terendah berasal dari daerah Jakarta yaitu sebesar 3.19
x 106 2.13 x 106 cfu/g. Berdasarkan standar SNI 01-6366-2000, rataan jumlah total
kuman(TPC) sampel daging ayam beku yang berasal dari Jakarta, Bekasi, Bogor dan
Serang semuanya melebihi batas cemaran mikroba yang diperbolehkan ada dalam
bahan makanan asal hewan yaitu sebesar 1 x 104 cfu/g.
Hasil pengujian E. coli dalam daging ayam beku menunjukkan bahwa sampel
dari daerah Serang memiliki rataan tingkat cemaran tertinggi yaitu sebesar 6.45
2.25 mpn/g. Sampel dari ke 4 daerah asal secara rata-rata memiliki tingkat cemaran
E. coli di bawah batas SNI 01-6366-2000.
Hasil analisis terhadap cemaran S. aureus menunjukkan bahwa sampel dari
daerah Jakarta memiliki rataan tingkat cemaran tertinggi, yaitu sebesar 1.00 x 108
2.50 x 107 cfu/g dan yang terendah adalah sampel daging ayam beku yang berasal
dari daerah Serang yaitu sebesar 9.64x102 3.32x102 cfu/g. Namun secara rataan
sampel dari setiap daerah melebihi batas SNI 01-6366-2000 yaitu sebesar 1 x 102
cfu/g.
Sementara pengujian terhadap keberadaan Salmonella menunjukkan bahwa
hanya 2 sampel yang berasal dari daerah Serang yang tercemar Salmonella.

52

Tabel 8 Rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan keberadaan
Salmonella dalam daging ayam berdasarkan daerah asal
Daerah

Jumlah Total Kuman

Jumlah E. coli

Asal

(cfu/g)

(mpn/g)

Jakarta

3.19x10 2.13x10

Jumlah S. aureus
(cfu/g)

-1

4.28 x 10 7.00 x 10

Keberadaan
Salmonella

negatif

negatif
negatif

1.00x10 2.50x10

Bekasi

1.00x10 7.72x10

4.40 x 10 1.92 x 10

1.10x10 9.00x10

Bogor

1.00x108 1.50x107

2.80 x 100 8.00 x 10-1

3.90x104 2.50x104

Serang

3.64x10 1.63x10

6.45 x 10 2.25 x 10

9.64x10 3.32x10

Keterangan : batas maksimal menurut SNI


TPC: < 1 x 104 cfu/g
Salmonella : negatif
E. coli: < 5 x 101
mpn/g
S. aureus : <1 x 102 cfu/g

Rataan jumlah total kuman, E. coli, S. aureus dan keberadaan Salmonella


berdasarkan daerah asal diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Log rataan jumlah total kuman (TPC), E. coli, S. aureus dan keberadaan
Salmonella per daerah asal
Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Bogor
memiliki jumlah total kuman (TPC) di atas standar SNI 01-6366-2000, kemudian
berturut-turut diikuti dengan sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah
Serang (94.4%), Bekasi (63.6%) dan Jakarta (62.5%) (Tabel 9).

53

Tabel 9 Prevalensi jumlah sampel yang mengandung cemaran mikroba


melebihi batas SNI 01 6366 2000
Pengujian
S. aureus

TPC

E. coli

Jakarta

16

62.5

31.3

87.5

Bekasi

11

63.6

27.3

54.5

Bogor

100

12.5

62.5

Serang

18

94.4

27.8

100

11.1

80.125

24.725

76.125

2.775

Asal

Rata-Rata

Salmonella

Prevalensi sampel daging ayam beku asal daerah Jakarta, Bekasi, Bogor dan
Serang dengan cemaran E. coli melebihi batas standar yang diperbolehkan berdasar
SNI 01-6366-2000 berturut-turut masing-masing sebesar 31.3% ; 27.3% ; 12.5% dan
27.8%.
Seratus persen sampel daging ayam beku yang berasal dari Serang memiliki
cemaran S. aureus melebihi batas yang diperbolehkan berdasar SNI 01-6366-2000.
Kemudian diikuti sampel daging ayam beku yang berasal dari daerah Jakarta sebesar
87.55%,

dari Bogor sebesar 62.5% dan dari Bekasi sebesar 54.5%. Sementara

sampel daging ayam beku yang tercemar Salmonella hanya berasal dari daerah
Serang yaitu sebesar 11.1%.
Gambar 5 menunjukkan prevalensi jumlah sampel daging ayam beku yang
mengandung cemaran mikroba melebihi batas SNI 01-6366-2000 berdasarkan daerah
asal.

54

Gambar 5 Prevalensi jumlah sampel daging ayam beku yang mengandung


cemaran mikroba melebihi batas SNI 01 6366 - 2000
Pengujian makanan yang kita konsumsi terhadap keberadaan cemaran mikroba
sangat penting, karena banyak kasus keracunan akibat mengkonsumsi bahan makanan
yang tercemar mikroba penyebab penyakit. Menurut Kozacinski et al. (2006), jumlah
total kuman yang ditemukan pada daging ayam adalah selalu tinggi, hal ini
mengakibatkan tingginya resiko pembusukan yang menyebabkan pangan tidak layak
dikonsumsi. Sebuah penelitian yang dilakukan di Malang menunjukkan jumlah
bakteri pada daging ayam yang dijual di Pasar Dinoyo adalah 2.35x 109 koloni/gram,
sedangkan jumlah bakteri pada daging ayam yang dijual di Pasar Besar Malang
adalah 36,4 x 106 koloni/gram (Wahyudi 2004).
Kozacinski et al. (2006) dalam penelitiannya mengenai kualitas mikrobiologis
daging ayam di Kroasia menyebutkan bahwa jumlah total kuman (TPC) yang
ditemukan pada potongan daging ayam berkisar antara 2.30-5.41 x 1010 cfu/g, lebih
tinggi pada fillets yang berkisar antara 4.72 0.38 x 1010 cfu/g dan lebih rendah pada
dada ayam dengan kulit yaitu sebesar 3.67 0.88 x 1010 cfu/g. Kim et al. (2003)
pada penelitiannya menyatakan bahwa dari 165 sampel daging ayam yang diteliti,

55

jumlah total kuman yang <102 cfu/g sebanyak 18.2%, 103-104 cfu/g sebanyak 59.4%
dan 104105 cfu/g sebanyak 22.4%.
Menurut Nugroho (2004), tahap-tahap yang berpotensi terjadinya pencemaran
silang mikroba pada pemrosesan karkas ayam di RPA dapat terjadi pada saat
penerimaan dan penggantungan ayam, penyembelihan, scalding dan pencabutan bulu,
pengeluaran jerohan, pendinginan, grading serta pemotongan.
Dalam bidang mikrobiologi pangan dikenal istilah bakteri indikator sanitasi.
Bakteri indikator sanitasi adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan
menunjukkan bahwa pangan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia atau
hewan, karena bakteri-bakteri tersebut umumnya adalah bakteri yang lazim hidup
pada usus manusia dan hewan. Bakteri yang paling banyak digunakan sebagai
indikator sanitasi adalah E. coli karena bakteri ini adalah bakteri komensal pada usus
manusia dan hewan dan umumnya bukan patogen. E. coli adalah bakteri Gram
negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora dan merupakan flora normal di
usus. Meskipun demikian, beberapa jenis E. coli

dapat bersifat patogen, yaitu

serotipe E. coli Enteropatogenik, E. coli Enteroinvasif, E. coli Enterotoksigenik dan


E. coli Enterohemoragik.
Menurut Sudarwanto (2007), E. coli selalu diperiksa dalam bidang higiene
pangan karena E. coli

merupakan mikroorganisme yang keberadaannya dalam

makanan menjadi parameter penanganan yang tidak higienis.


Hasil pengujian sampel daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui
Pelabuhan Penyeberangan Merak terhadap cemaran S. aureus tidak jauh berbeda
dengan penelitian Harmayani et al. (1996) dalam Djaafar dan Rahayu (2007) yang
menyebutkan daging ayam mentah yang digunakan sebagai bahan sate pada suatu
industri jasa boga telah tercemar S. aureus sebanyak 1.60 x 106 cfu/g. Selain itu,
Kozacinski et al. (2006) dalam penelitiannya mengenai kualitas mikrobiologis daging
ayam di Kroasia menemukan prevalensi S. aureus sebesar 30.30%.
S. aureus merupakan bakteri yang selalu ada di mana-mana seperti udara, debu,
air, susu, makanan dan peralatan makan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit,
rambut/bulu, bahkan di dalam saluran pernafasan individu sehat (Stehulak 1998).

56

Kejadian kontaminasi S. aureus pada pangan asal hewan sangat memungkinkan,


mengingat bakteri agen penyakit ini dijumpai di mana-mana. Menurut Soejoedono
(1997), pada manusia S. aureus dijumpai pada permukaan kulit, saluran pencernaan
maupun saluran pernafasan. Sudarwanto (2007) juga menyatakan bahwa sumber S.
aureus terbanyak adalah dari manusia karena 50% dari jumlah orang sehat
mengandung S. aureus pada rongga hidung.
Adanya sejumlah besar S. aureus dalam produk makanan mengindikasikan
jeleknya penanganan dan sanitasi (Anonim 2001). Pencemaran S. aureus pada daging
ayam dapat terjadi pada berbagai tahap pemrosesan. Sebelum ayam disembelih, maka
S. aureus terdapat pada permukaan kaki, bulu dan kulit yang merupakan bagian tubuh
yang kontak dengan tanah, debu dan feses. Selain itu S. aureus juga ditemukan pada
berbagai lokasi saluran pernafasan ayam hidup. Tahap-tahap yang berpotensi
terjadinya kontaminasi S. aureus adalah pada saat penerimaan dan penggantungan
ayam, penyembelihan, scalding dan pencabutan bulu, pengeluaran jeroan dan
pendinginan (Bailey et al. 1987).
Pada tahap scalding, Staphylococcus dapat diisolasi agak sering dari air untuk
scalding maupun karkasnya walaupun dalam jumlah sedikit. Namun demikian pada
tahap scalding peluang pencemaran silang lebih kecil kejadiannya dibandingkan
tahap tahap berikutnya seperti pencabutan bulu, pengeluaran jerohan dan tangki
pendinginan. Selain itu, pencemaran Staphylococcus dapat pula terjadi pada tahap
pengolahan/pemasakan. Pencemaran pada tahap ini dapat terjadi pada saat
pemotongan, deboning, penggilingan, atau penanganan lain oleh peralatan maupun
operator yang menjadi sumber pencemar (Nugroho 2004).
S. aureus memproduksi toksin yang disebut enterotoksin karena menimbulkan
radang lambung usus (gastroenteritis). Bakteri S. aureus mudah mati oleh panas 66
0

C dalam 12 menit. Namun penghancuran enterotoksinnya memerlukan panas yang

tinggi, pada 120 0C selama 30 menit (Forrest et al. 1975). Batas minimal jumlah
toksin S. aureus yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit pada manusia
adalah 1g (FDA 2008). Untuk membentuk toksin yang dapat meracuni bahan
makanan diperlukan minimal 106 kuman/g makanan (Sudarwanto 2007).

57

Ditemukannya Salmonella pada sampel daging ayam beku yang berasal dari
Serang dapat terjadi melalui 2 jalur, yang pertama merupakan kontaminasi primer
yang berasal dari hewan potong terinfeksi intravital. Sementara yang kedua adalah
kontaminasi sekunder melalui tangan pekerja, peralatan, air maupun limbah cair.
Dosis minimal infeksi Salmonella adalah sebesar 105 106 sel hidup/g makanan
(Sudarwanto 2007).
Beberapa penelitian terhadap cemaran Salmonella pada daging ayam juga
telah dilakukan di beberapa negara. Sebuah penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui prevalensi Salmonella pada daging ayam yang dijual di Hanoi yang
dilakukan oleh Huong et al. (2006) menunjukkan bahwa dari 262 sampel yang
diambil, 48.9% ditemukan terkontaminasi Salmonella. Selain itu Beli et al. (2001)
menyebutkan bahwa Salmonella ditemukan pada 6.5% sampel daging ayam yang
diperiksa selama kurun waktu 19961998 di Albania. Goncagul et al. (2005) dalam
penelitiannya yang mengambil tema tentang prevalensi Salmonella dalam daging
ayam di Turki menyebutkan bahwa dari 315 sampel daging ayam diperoleh
prevalensi sebesar 18.09%. Selain itu juga didapatkan prevalensi Salmonella sebesar
10.60% oleh Kozacinski et al. (2006) dalam penelitiannya mengenai kualitas
mikrobiologis daging ayam di Kroasia.
Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, prevalensi Salmonella dalam daging
ayam berkisar antara 6.5-48.9%. Tingginya prevalensi Salmonella dalam daging
ayam menyebabkan peluang terjadinya infeksi cukup tinggi.
Salmonella adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang bukan pembentuk
spora yang terdiri lebih dari 2.500 serotipe yang semuanya diketahui bersifat patogen
baik pada manusia maupun pada hewan. Oleh karenanya Salmonella disebut zero
tolerance organism in food (Sunil et al. 2008). Salmonella adalah bakteri indikator
keamanan pangan. Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di
dunia ini bersifat patogen, maka adanya bakteri ini di dalam makanan dianggap
membahayakan kesehatan manusia. Oleh karenanya SNI 01-6366-2000 mensyaratkan
tidak adanya bakteri ini dalam daging ayam.

58

Hasil pengujian daging ayam beku yang dilalulintaskan melalui Pelabuhan


Penyeberangan Merak menunjukkan bahwa sebagian besar mutu mikrobiologis
daging ayam di bawah standar SNI 01-6366-2000. Sehubungan dengan hal itu, halhal yang dapat dilakukan konsumen pada saat berbelanja adalah membeli daging pada
kios atau toko yang resmi, memilih daging yang berwarna cerah (segar, tidak gelap,
kehitaman), lembab dan tidak bau. Daging dipilih yang mempunyai kemasan utuh,
bersih dan berlabel, sebaiknya juga memilih daging yang disimpan pada lemari
pendingin (show case) atau freezer. Selain itu, daging dibeli pada akhir berbelanja
dan segera dibawa ke rumah untuk langsung dimasak/diolah atau disimpan dalam
freezer.
Konsumen juga diharapkan menyimpan daging pada suhu di bawah 40C (masa
simpan daging pada suhu -1 20C selama 1- 2 hari, sedangkan daging beku bisa
disimpan pada suhu dibawah -180C selama 6 bulan). Hal penting lainnya yang perlu
diperhatikan

adalah

cuci

tangan

sebelum

menangani,

mempersiapkan,

mengolah/memasak makanan. Menggunakan pakaian yang bersih (apron) untuk


menghindari pencemaran, menutup luka pada tangan dengan plester yang kedap air.
Konsumen juga sebaiknya menghindari bersin dan batuk langsung di depan makanan,
mengusahakan ruang tempat mengolah makanan (dapur) bebas dari insekta dan
rodensia (lalat, kecoa, tikus) serta menggunakan peralatan yang bersih untuk
menyimpan, mempersiapkan, mengolah dan memasak makanan.
Sementara bagi produsen diharapkan dapat menerapkan prinsip prinsip
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Selain itu produsen juga bisa
melakukan klorinasi sesuai dengan aturan yang diijinkan pada proses pencucian
karkas dengan tujuan mengurangi jumlah kuman yang terdapat dalam daging ayam.

Hubungan Tingkat Cemaran Mikroba dengan Kondisi Daging Ayam, Alat


Angkut dan Profil Pengemudi
Untuk melihat keterkaitan antara tingkat cemaran mikroba dengan kondisi
daging ayam, alat angkut dan profil pengemudi, dilakukan kategorisasi. Berdasarkan
kuisioner, didapatkan hasil yang yang seragam tentang kondisi daging ayam yaitu

59

mengenai kemasan, warna dan bau, demikian pula dengan suhu alat angkut, sehingga
hanya digunakan peubah pendidikan, pengetahuan tentang higiene daging dan
kebersihan alat angkut yang dilihat hubungannya dengan tingkat cemaran mikroba
(TPC, E. coli, S. aureus dan Salmonella).
Tabel 10 Hubungan tingkat cemaran mikroba terhadap pendidikan, pengetahuan
dan kebersihan alat angkut
Peubah
Pendidikan

TPC
3.165

E. coli
8.535*

Salmonella
3.167

- 0.395**

S. aureus
10.033*
0.100**

Pengetahuan

0.147

2.764

0.981

0.024

Kebersihan

0.302

6.183*

6.395*

1.405

- 0.342**

0.347**

Keterangan: * Terdapat asosiasi pada = 0.05


** Nilai koefisien Spearman

Dari Tabel 10 dapat dilihat adanya hubungan (p<0.05) antara pendidikan


dengan tingkat cemaran E. coli, namun hubungan yang terjadi tidak terlalu besar
(0.395). Hubungan yang terjadi adalah persentase jumlah cemaran E. coli di atas
standar SNI 01-6366-2000 pada pendidikan SD yaitu sebesar 62.5%, dibandingkan
pada pendidikan SMP (29.2%) dan SMA (9.5%). Hal ini menunjukkan semakin
rendahnya tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat cemaran E. coli. Selain itu
dapat juga dilihat adanya hubungan (p<0.05) antara peubah pendidikan dengan
jumlah cemaran S. aureus, namun hubungan yang terjadi juga tidak kuat yaitu sebesar
0.100. Hubungan yang terjadi adalah persentase jumlah cemaran S. aureus di atas
standar SNI 01-6366-2000 pada pendidikan SD yaitu sebesar 100%, dibandingkan
pada pendidikan SMP (62.5%) dan SMA (95.2%).
Sementara pada peubah pengetahuan tentang higiene daging tidak ditemukan
adanya hubungan dengan TPC, E. coli, S. aureus maupun dengan Salmonella.
Berdasarkan Tabel 10 juga terlihat adanya hubungan antara peubah kebersihan
alat angkut dengan tingkat cemaran E. coli namun hubungan yang terjadi tidak terlalu
besar (- 0.342). Hubungan yang terjadi adalah persentase jumlah cemaran E. coli di

60

atas standar SNI 01-6366-2000 pada alat angkut yang bersih sebesar 35%,
dibandingkan dengan alat angkut yang kurang bersih yaitu sebesar 0%. Hal ini bisa
terjadi karena pada alat angkut yang terlihat bersih, sebelumnya telah dibersihkan
dengan air yang banyak mengandung bakteri E. coli.
Selain itu dapat juga dilihat adanya hubungan (p<0.05) antara peubah
kebersihan alat angkut dengan dengan cemaran Salmonella, namun hubungan yang
terjadi kurang kuat yaitu sebesar 0.347. Hubungan yang terjadi adalah persentase
cemaran Salmonella di atas standar SNI 01-6366-2000 pada alat angkut yang kurang
bersih sebesar 15.4% dibandingkan dengan alat angkut yang bersih sebesar 0%. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin kurang bersihnya alat angkut maka semakin tinggi
tingkat cemaran Salmonella.
Hubungan yang dimaksud antara pengemudi (pendidikan dan pengetahuan
tentang higiene daging) dengan mutu mikrobiologis daging ayam beku yang meliputi
jumlah total kuman (TPC), jumlah cemaran E. coli, S. aureus dan keberadaan
Salmonella adalah hubungan tidak langsung. Hal ini dikarenakan sebenarnya
pengemudi tidak melakukan hal-hal yang berhubungan secara langsung dengan
daging ayam beku (hanya membawa/mengangkut).

61

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian daging ayam beku yang
dilalulintaskan melalui Pelabuhan Penyeberangan Merak pada Balai Karantina
Pertanian Kelas II Cilegon selama kurun waktu OktoberNopember 2008 adalah :
1. Mutu mikrobiologis daging ayam beku yang diuji melebihi batas maksimum
cemaran mikroba yang ditetapkan berdasarkan SNI 01-6366-2000. Prevalensi
jumlah total kuman (TPC) di atas standar SNI 01-6366-200 asal daerah Jakarta
sebesar 62.5%, Bekasi 63.6%, Bogor 100% dan Serang 94.4%. Prevalensi sampel
daging ayam beku asal daerah Jakarta, Bekasi, Bogor dan Serang dengan cemaran
E. coli melebihi batas standar yang diperbolehkan berdasar SNI 01-6366-2000
berturut-turut masing-masing sebesar 31.3%, 27.3%, 12.5% dan 27.8%.
Prevalensi sampel daging ayam beku asal daerah Jakarta, Bekasi, Bogor dan
Serang dengan cemaran S. aureus melebihi batas yang diperbolehkan berdasar
SNI 01-6366-2000 masing-masing sebesar 87.55%,

54.5%, 62.5% dan 100%.

Sementara sampel daging ayam beku yang tercemar Salmonella hanya berasal
dari daerah Serang yaitu sebesar 11.1%.
2. Terdapat hubungan/korelasi (P<0.05) antara tingkat pendidikan pengemudi
dengan tingkat cemaran E. coli dan S. aureus serta antara kebersihan alat angkut
dengan cemaran E. coli dan Salmonella, walaupun hubungan yang terjadi secara
tidak langsung.

Saran
1. Perlu dilakukan pembinaan kepada produsen tentang sanitasi, higiene peralatan
dan pekerja pada setiap mata rantai yang menghasilkan produk daging ayam.
2. Diperlukan peningkatan pengawasan keamanan produk daging ayam beku yang
beredar di masyarakat oleh instansi yang membidangi termasuk dalam hal ini
Dinas Peternakan dan Karantina.

62

3. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai status kesehatan ayam


sebelum dipotong. Dilanjutkan dengan pengujian mikrobiologis daging ayam dari
rumah pemotongan ayam di daerah asal, di pelabuhan hingga saat daging ayam
sampai di daerah tujuan sehingga hasil yang didapatkan lebih representatif.

63

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2001. Staphylococcus aureus.
Staphylococcus aureus.mht [1 Juli 2008].

www.USFDA-CFSAN.

BAM-

[Anonim]. 2004. Salmonellosis, Manual Diagnosis Test and Vaccines for Terrestrial
Animal. Chapter 2.10.3.
[Anonim]. 2007. Laporan Tahunan 2007. Merak: Stasiun Karantina Hewan Kelas II
Merak.
Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia.
Bailey JS, Thomson JE, Cox NA. 1987. Contamination of Poultry during Processing.
Di dalam: The Microbiology of Poultry Meat Products. Cunningham FE, Cox
NA Academic Pres Inc.
[BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2006. Food and Drug Administration.
AOAC International.
Beli E, Duraku E, Telo A. 2001. Salmonella serotypes from chicken meat in Albania.
J Food Prot 71:263-266.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. 2005. Medical Microbiology. McGraw-Hills
Companies Inc.
Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, McDougald LR and Saif YM. 1997. Disease of
Poultry. Tenth Edition. Ames, Iowa, USA: Iowa State University Press.
Christie AB, Christie MC, 1977. Food Hygiene and Food Hazards For All Who
Handle Food, 2nd ed. Faber and Faber.
Djaafar TF, Rahayu S. 2007. Cemaran mikroba pada produk pertanian, penyakit yang
ditimbulkan dan pencegahannya. J Litbang Pert 26:2.
[Dirjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 1992. Potensi Sub Sektor Peternakan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan.
Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ. 2001. Food Microbiology. Fundamental and
Frontiers. 2nd edition. Washington DC: ASM Press.
Frazier WC, Westhood DC. 1978. Food Microbiology, 2nd ed. New York: Mc GrawHills Company Inc.

64

Forrest JC, Aberle ED, Hedrick AB, Judge MD, Merkel RA. 1975. Principles of
Meat Science. San Fransisco: WH Freeman and Co.
Goncagul G, Gunaydin E, Carli KT. 2005. Prevalence of Salmonella serogroups in
chicken meat. Turk J Vet Anim Sci 29:103-106.
Hariyadi RD. 2005. Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air Minum.
http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_bctrindktr.php [18 Nopember 2008]
Hoeden VD. 1973. Principle of Microbiology. Saint Lewis : C-V Mosby Company.
[ICMSF] International Commission on Microbiological Spesifications for Foods.
1986. Microorganism in Foods 2. Sampling for Mmicrobiological Analysis :
Principles and Specific Applications.[18 Nopember 2008]
Kim SH, Na KB, Yang SM, You JY, Ba YJ, Choi YT. 2003. Survey of bacterial
contamination of chicken meat. Korea J Vet Ser 26:221-225.
Kozacinski L, Hadziosmanovic M, Zdolec N. 2006. Microbiological quality of
poultry meat on the croatian market. Vet arhiv 76: 305-313.
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan. Jilid I. Edisi Kedua.
Bogor: IPB Press.
Mountney GJ. 1983. Poultry Product Technology. Westport, Connecticut: The Avi
Publishing Company.
Nugroho WS. 2004. Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner Staphylococcus, Bakteri
Jahat yang Sering Disepelekan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Palupi WDE. 1986. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Jakarta: Pusat
Dokumentasi Ilmiah Nasional. LIPI.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. 2121 Steve Avenue, Ames, Iowa:
Blackwell Publishing.
Shah M. 2003. Molecular Pathogenesis of Staphylococcus aureus and Other
Staphylococci. Di dalam: Book Reading and Presentation.
Siregar AP, Sabrani M, Pramono S. 1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di
Indonesia. Cetakan II. Jakarta: Margie Group.

65

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Karkas Ayam Pedaging. SNI 01-3924-1995.
Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
[SNI] Standar Nasional Indonesia 2001. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan
Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. SNI 01-63662000. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.
Soedjana TD. 1996. Perkembangan konsumsi daging dan telur ayam di Indonesia.
Media Komunikasi dan Informasi Pangan. (29) 8: 79-81.
Soejoedono RR. 2004. Pedoman Mata Ajaran Mikrobiologi Pangan Asal Hewan
(KMV 503) Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sudarwanto M. 2007. Higiene Pangan. (KMV 506). Modul Kuliah. Sekolah
Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Stehulak N. 1998. Staphylococcus aureus A Most Common
http://ohioline.osu.edu/hyg-fact/5000/5564.html. [20 Nopember 2008].

Cause.

Sunil DS, Shashidar R, Manisha K, Jayant RB. 2008. Rapid, sensitive, and validate
method for detection of Salmonella in food by an enrichment broth culturenested PCR combination assay. J MCB 30: 1-6.
Suparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi I. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Syukur DA. 2006. Biosecurity Terhadap Cemaran Mikroba dalam Menjaga
Keamanan Pangan Asal Hewan. http://www.disnakkeswan-lampung.go.id. [1
Juli 2008].
[USFDA]United State Food and Drug Administration. 2008. Staphylococcus aureus.
www.cfsan.fda/gov_mow/chap3.html[15 Desember 2008].
Thrusfield M. 2005. Veterinary Epidemiology. Ed-3. London: Blackwell Publisher
Company.
Todar K. 2008a. Pathogenic E. coli. Todars Online Textbook of Bacteriology.
http://e.coli.html. [15 Januari 2009].
Todar K. 2008b. Salmonella and Salmonellosis. Todars Online Textbook of
Bacteriology. http://salmonella.html. [15 Januari 2009].
Todar K. 2008c. Staphylococcus aureus. Todars Online Textbook of Bacteriology.
http://salmonella.html. [15 Januari 2009].

66

Wahyudi I. 2004. Studi Total Bakteri pada Daging Ayam di Pasar Dinoyo dan Pasar
Besar Malang Kodya Malang. Malang: Fakultas Peternakan dan Perikanan,
Universitas Muhammadiyah Malang.

67

LAMPIRAN

68

Lampiran 1 Kuisioner aspek mikrobiologis daging ayam yang dilalulintaskan


melalui pelabuhan penyeberangan merak

A. Pengemudi Daging Ayam


1. Pendidikan

: SD/SLTP/SLTA/D3/S1

2. Pengetahuan Higiene Daging

: ya/tidak

3. Daerah Asal Daging Ayam

B. Pengamatan Daging Ayam di dalam Kendaraan Pengangkut


1. Kemasan

2. Tampilan Daging Ayam


a. Warna

b. Bau

3. Suhu

4. Kebersihan Ruang Pendingin

69

Lampiran 2 Analisa statistik deskriptif prevalensi jumlah total kuman (TPC), E. coli,
S. aureus dan Salmonella per daerah asal

Asal
Daging

Jakarta TPC
E. coli
Salmonella
Staphylococcus
Bekasi TPC
E. coli
Salmonella
Staphylococcus
Bogor
TPC
E. coli
Salmonella
Staphylococcus
Serang TPC
E. coli
Salmonella
Staphylococcus

Negatif
Count
%
6
37.5%
11
68.8%
16
100.0%
2
12.5%
4
36.4%
8
72.7%
11
100.0%
5
45.5%
7
8
3
1
13
16

87.5%
100.0%
37.5%
5.6%
72.2%
88.9%

Positif
Count
%
10
62.5%
5
31.3%
14
7
3

87.5%
63.6%
27.3%

6
8
1

54.5%
100.0%
12.5%

5
17
5
2
18

62.5%
94.4%
27.8%
11.1%
100.0%

Total
Count
16
16
16
16
11
11
11
11
8
8
8
8
18
18
18
18

%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%

70

Lampiran 3 Analisa statistik deskriptif rataan jJumlah total kuman (TPC), E. coli,
S. aureus dan Salmonella per daerah asal

Mean
Asal
Jakarta 3188056
Daging Bekasi 1E+007
Bogor
1E+008
Serang 3638014

TPC
Standard
Error of Mean
2128889.67
7717624.58
115108127.61
1632245.92

E. coli
Standard
Mean
Error of Mean
4.28
.70
4.40
1.92
2.80
.81
6.45
2.25

Salmonella
Staphylococcus
Standard
Standard
Mean
Error of Mean
Mean
Error of Mean
.00
.00
1E+008 124992312.98
.00
.00 1089487
900293.25
.00
.00 38935.00
25345.17
.11
.08
963.89
331.85

71

Lampiran 4 Crosstab pendidikan terhadap TPC


Crosstab
TPC
Negatif
Pendidikan

SD
SMP
SMA

Total

Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan

0
.0%
7
29.2%
4
19.0%
11
20.8%

Positif

Total

8
100.0%
17
70.8%
17
81.0%
42
79.2%

8
100.0%
24
100.0%
21
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests
Value
3.165a
4.708

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

2
2

Asymp. Sig.
(2-sided)
.205
.095

.531

df

.392
53

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 1.66.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
-.087
-.061
53

Asymp.
a
Std. Error
.105
.117

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Pendidikan (SD / SMP)

Approx. T
-.622
-.439

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They


are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Approx. Sig.
.537c
.663c

72

Lampiran 5 Crosstab pendidikan terhadap E. coli


Crosstab

Pendidikan

SD
SMP
SMA

Total

Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan

E. coli
Negatif
Positif
3
5
37.5%
62.5%
17
7
70.8%
29.2%
19
2
90.5%
9.5%
39
14
73.6%
26.4%

Total
8
100.0%
24
100.0%
21
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests
Value
8.535a
8.431

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

2
2

Asymp. Sig.
(2-sided)
.014
.015

.004

df

8.095
53

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 2.11.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
-.395
-.384
53

Asymp.
a
Std. Error
.123
.120

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Pendidikan (SD / SMP)

Approx. T
-3.067
-2.972

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They


are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Approx. Sig.
.003c
.005c

73

Lampiran 6 Crosstab pendidikan terhadap Salmonella


Crosstab

Pendidikan

SD
SMP
SMA

Total

Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan

Salmonella
Negatif
Positif
8
0
100.0%
.0%
24
0
100.0%
.0%
19
2
90.5%
9.5%
51
2
96.2%
3.8%

Total
8
100.0%
24
100.0%
21
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests
Value
3.167a
3.823

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

2
2

Asymp. Sig.
(2-sided)
.205
.148

.123

df

2.385
53

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is .30.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.214
.226
53

Asymp.
a
Std. Error
.075
.079

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Pendidikan (SD / SMP)

Approx. T
1.566
1.655

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They


are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Approx. Sig.
.124c
.104c

74

Lampiran 7 Crosstab pendidikan terhadap S. aureus


Crosstab

Pendidikan

SD
SMP
SMA

Total

Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan

Staphylococcus
Negatif
Positif
0
8
.0%
100.0%
9
15
37.5%
62.5%
1
20
4.8%
95.2%
10
43
18.9%
81.1%

Total
8
100.0%
24
100.0%
21
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests
Value
10.033a
11.540

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

2
2

Asymp. Sig.
(2-sided)
.007
.003

.469

df

.524
53

a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The


minimum expected count is 1.51.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.100
.146
53

Asymp.
a
Std. Error
.088
.102

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for
Pendidikan (SD / SMP)

Approx. T
.721
1.054

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They


are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Approx. Sig.
.474c
.297c

75

Lampiran 8 Crosstab pengetahuan terhadap TPC


Crosstab
TPC
Negatif
Pengetahuan

Tahu
Tidak Tahu

Total

Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan

Positif
14
82.4%
28
77.8%
42
79.2%

3
17.6%
8
22.2%
11
20.8%

Total
17
100.0%
36
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
.147b
.000
.150

df
1
1
1

.144

Asymp. Sig.
(2-sided)
.701
.984
.698

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

1.000

.503

.704

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.
53.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
-.053
-.053
53

Asymp.
a
Std. Error
.133
.133

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
-.377
-.377

Approx. Sig.
.708c
.708c

76

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
Pengetahuan (Tahu /
Tidak Tahu)
For cohort TPC = Negatif
For cohort TPC = Positif
N of Valid Cases

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

.750

.172

3.275

.794
1.059
53

.240
.800

2.623
1.402

77

Lampiran 9 Crosstab pengetahuan terhadap E. coli


Crosstab

Pengetahuan

Tahu
Tidak Tahu

Total

Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan

E. coli
Negatif
Positif
15
2
88.2%
11.8%
24
12
66.7%
33.3%
39
14
73.6%
26.4%

Total
17
100.0%
36
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
2.764b
1.765
3.055

df
1
1
1

2.711

Asymp. Sig.
(2-sided)
.096
.184
.080

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.180

.089

.100

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.
49.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.228
.228
53

Asymp.
a
Std. Error
.114
.114

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
1.675
1.675

Approx. Sig.
.100c
.100c

78

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
Pengetahuan (Tahu /
Tidak Tahu)
For cohort E. coli =
Negatif
For cohort E. coli = Positif
N of Valid Cases

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

3.750

.735

19.140

1.324

.991

1.767

.353
53

.089

1.405

79

Lampiran 10 Crosstab pengetahuan terhadap Salmonella


Crosstab

Pengetahuan

Tahu
Tidak Tahu

Total

Salmonella
Negatif
Positif
17
0
100.0%
.0%
34
2
94.4%
5.6%
51
2
96.2%
3.8%

Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan

Total
17
100.0%
36
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
.981b
.048
1.584

.963

df
1
1
1

Asymp. Sig.
(2-sided)
.322
.827
.208

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

1.000

.457

.326

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .
64.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.136
.136
53

Asymp.
a
Std. Error
.050
.050

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
.981
.981

Approx. Sig.
.331c
.331c

80

Risk Estimate

Value
For cohort
Salmonella = Negatif
N of Valid Cases

1.059
53

95% Confidence
Interval
Lower
Upper
.978

1.146

81

Lampiran 11 Crosstab pengetahuan terhadap S. aureus


Crosstab

Pengetahuan

Tahu
Tidak Tahu

Total

Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan
Count
% within Pengetahuan

Staphylococcus
Negatif
Positif
3
14
17.6%
82.4%
7
29
19.4%
80.6%
10
43
18.9%
81.1%

Total
17
100.0%
36
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
.024b
.000
.025

df
1
1
1

.024

Asymp. Sig.
(2-sided)
.876
1.000
.875

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

1.000

.597

.877

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.
21.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
-.021
-.021
53

Asymp.
a
Std. Error
.135
.135

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
-.153
-.153

Approx. Sig.
.879c
.879c

82

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
Pengetahuan (Tahu /
Tidak Tahu)
For cohort
Staphylococcus = Negatif
For cohort
Staphylococcus = Positif
N of Valid Cases

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

.888

.199

3.960

.908

.267

3.084

1.022

.779

1.342

53

83

Lampiran 12 Crosstab kebersihan terhadap TPC


Crosstab
TPC
Negatif
Kebersihan

Normal
Tidak Normal

Total

Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan

Positif
31
77.5%
11
84.6%
42
79.2%

9
22.5%
2
15.4%
11
20.8%

Total
40
100.0%
13
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
.302b
.024
.317

df
1
1
1

.296

Asymp. Sig.
(2-sided)
.583
.876
.573

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.711

.455

.586

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.
70.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.075
.075
53

Asymp.
a
Std. Error
.127
.127

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
.541
.541

Approx. Sig.
.591c
.591c

84

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
Kebersihan (Normal /
Tidak Normal)
For cohort TPC = Negatif
For cohort TPC = Positif
N of Valid Cases

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

1.597

.298

8.563

1.463
.916
53

.361
.688

5.922
1.219

85

Lampiran 13 Crosstab kebersihan terhadap E. coli


Crosstab

Kebersihan

Normal
Tidak Normal

Total

Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan

E. coli
Negatif
Positif
26
14
65.0%
35.0%
13
0
100.0%
.0%
39
14
73.6%
26.4%

Total
40
100.0%
13
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
6.183b
4.514
9.404

df
1
1
1

6.067

Asymp. Sig.
(2-sided)
.013
.034
.002

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.012

.010

.014

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.
43.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
-.342
-.342
53

Asymp.
a
Std. Error
.062
.062

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
-2.595
-2.595

Approx. Sig.
.012c
.012c

86

Risk Estimate

Value
For cohort E. coli
= Negatif
N of Valid Cases

.650
53

95% Confidence
Interval
Lower
Upper
.518

.816

87

Lampiran 14 Crosstab kebersihan terhadap Salmonella


Crosstab

Kebersihan

Normal
Tidak Normal

Total

Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan

Salmonella
Negatif
Positif
40
0
100.0%
.0%
11
2
84.6%
15.4%
51
2
96.2%
3.8%

Total
40
100.0%
13
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
6.395b
2.860
5.870

df
1
1
1

6.275

Asymp. Sig.
(2-sided)
.011
.091
.015

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.057

.057

.012

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .
49.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.347
.347
53

Asymp.
a
Std. Error
.118
.118

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
2.645
2.645

Approx. Sig.
.011c
.011c

88

Risk Estimate

Value
For cohort
Salmonella = Negatif
N of Valid Cases

1.182
53

95% Confidence
Interval
Lower
Upper
.937

1.490

89

Lampiran 15 Crosstab kebersihan terhadap S. aureus


Crosstab

Kebersihan

Normal
Tidak Normal

Total

Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan
Count
% within Kebersihan

Staphylococcus
Negatif
Positif
9
31
22.5%
77.5%
1
12
7.7%
92.3%
10
43
18.9%
81.1%

Total
40
100.0%
13
100.0%
53
100.0%

Chi-Square Tests

Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases

Value
1.405b
.604
1.632

df
1
1
1

1.379

Asymp. Sig.
(2-sided)
.236
.437
.201

Exact Sig.
(2-sided)

Exact Sig.
(1-sided)

.419

.226

.240

53

a. Computed only for a 2x2 table


b. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.
45.

Symmetric Measures

Interval by Interval
Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases

Pearson's R
Spearman Correlation

Value
.163
.163
53

Asymp.
a
Std. Error
.105
.105

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Approx. T
1.179
1.179

Approx. Sig.
.244c
.244c

90

Risk Estimate

Value
Odds Ratio for
Kebersihan (Normal /
Tidak Normal)
For cohort
Staphylococcus = Negatif
For cohort
Staphylococcus = Positif
N of Valid Cases

95% Confidence
Interval
Lower
Upper

3.484

.397

30.537

2.925

.408

20.952

.840

.668

1.056

53

Anda mungkin juga menyukai