Anda di halaman 1dari 27

FAKTOR DETERMINAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN

YODIUM (GAKY)
(ANALISIS JURNAL Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian GAKY
pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi)

MAKALAH

Oleh:
Gizi Masyarakat Kelas A
Kelompok 4
Dwi Aulia R.

142110101001

Yuni Ribti Fitriyani

142110101016

Nur Rofiko

142110101067

Adi Purwanto

142110101081

Luthfiya Tyas

142110101101

Izzania O.

142110101125

Faik Hotul

142110101162

Ardi N. R.

142110101177

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas taufik dan hidayahNya yang telah
dilimpahkan, sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah tentang Faktor

Determinan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY): Analisis Jurnal


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian GAKY pada Anak Usia Sekolah
Dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi.
Penyusunan

makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Gizi

Masyarakat Kelas A, yang menjelaskan hasil analisis jurnal mengenai faktor


determinan yang mempengaruhi GAKY.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh sebab
itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ibu Sulistyani, S.KM., M.Kes sebagai pembimbing yang memberikan
petunjuk dan saran, dosen dan penanggung jawab mata kuliah

Gizi

Masyarakat
2. Semua pihak yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangung sangat diharapkan. Akhirnya kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 3 Oktober 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1. 1

Latar Belakang ........................................................................................ 1

1. 2

Rumusan Masalah .................................................................................. 2

1. 3

Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3


2.1 GAKY....................................................................................................... 3
2.2 Prevalensi GAKY .................................................................................... 3
2.3 Faktor Penyebab GAKY ........................................................................ 4
BAB 3 PEMBAHASAN .................................................................................... 10
3.1 Pembahasan Jurnal .............................................................................. 10
3.2 Pembahasan Faktor Penyebab GAKY dalam Jurnal ....................... 10
3.2.1 Faktor Internal ............................................................................... 10
3.2.2 Faktor Eksternal ............................................................................ 11
3.2.2.1 Pendidikan Orang Tua .......................................................... 11
3.2.2.2 Pendapatan per Kapita .......................................................... 11
3.2.2.3 Pengetahuan Pengolahan Makanan....................................... 12
3.2.2.4 Praktek Penggunaan Garam .................................................. 12
3.2.2.5 Pola Konsumsi Pangan Zat goitrogenik ................................ 13
3.2.2.6 Pola Konsumsi Bahan Makanan yang Mengandung Yodium
14
3.2.2.7 Penggunaan Garam ............................................................... 14
3.3 Faktor Determinan Lainnya ................................................................ 15
BAB 4 PENUTUP .............................................................................................. 17
4.1

Pencegahan dan Penanggulangan GAKY ........................................ 17


4.1.1 Upaya Pencegahan ...................................................................... 17
4.1.2 Upaya Penanggulangan ............................................................... 17

iii

4.2

Kesimpulan ......................................................................................... 21

4.3

Saran .................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan
salah satu masalah kesehatan gizi yang ada di Indonesia. Gangguan akibat
kekurangan yodium dapat disebabkan karena defisiensi yodium dan atau faktor
lain, seperti konsumsi zat goitrogenik yang tinggi. Asupan yodium dan zat
goitrogenik berhubungan dengan tingkat konsumsi makanan (Madanijah, 2007).
Dalam tubuh manusia Yodium diperlukan untuk membentuk hormon tiroksin
yang diperlukan oleh tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan
mulai dari janin sampai dewasa. Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat
dialam, baik ditanah, di tumbuhan maupun diair merupakan zat gizi mikro yang
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup. GAKY dapat
menyerang siapa saja baik wanita, pria, anak-anak, dewasa maupun orangtua yang
tinggal di daerah kekurangan yodium.
Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) merupakan masalah
kesehatan gizi yang membutuhkan perhatian dan penanganan yang serius.
Tercatat ada 130 negara di dunia yang mengalami masalah GAKY (WHO, 2001).
Survei Nasional Pemetaan GAKY di seluruh Indonesia pada Tahun 1998
ditemukan 33 % kecamatan di Indonesia masuk kategori endemik, 21% endemik
ringan, 5% endemik sedang dan 7% endemik berat (Depkes, 2003). Angka
prevalensi kejadian gondok di Indonesia dari 9,8% pada tahun 1998 menjadi
11,1% pada tahun 2006. Prevalensi GAKY pada anak sekolah dasar secara
nasional pada Tahun 1990 sebesar 27,7 %, terjadi penurunan menjadi 9, 3 % pada
Tahun 1998. Namun pada Tahun 2003 kembali meningkat menjadi 11,1 % (Tim
Penanggulangan GAKY Pusat, 2005).
Masalah GAKY merupakan masalah yang sangat serius karena dampaknya
secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
dan kualitas sumber daya manusia. Dampak GAKY terhadap siklus hidup
manusia dimulai sejak dalam kandungan, bayi, anak sekolah, remaja dan orang
dewasa.

Dampak serius GAKY menyebabkan

gangguan perkembangan

kecerdasan, menurunkan produktivitas, kegagalan ekonomi, menurunkan daya


tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2004). Karena itulah
perlu dianalisis faktor dterminan yang mempengaruhi terjadinya GAKY. Dengan
menganalisis berbagai faktor determinan diharapkan dapat menentukan intervensi
yang tepat untuk mencegah dan menanggulangi kejadian GAKY di suatu daerah
dengan mengeliminasi, memodifikasi ataupun mengatasi faktor determinan yang
mempengaruhi GAKY. Didalam makalah ini membasa berbagai faktor
determinan yang berpengaruh terhadap kejadian GAKY sesuai dengan yang
dibahas dalam jurnal berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian
GAKY pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi.
Selain itu juga dibahas faktor lain yang mempengaruhi kejadian GAKY dan
upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi
GAKY.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor-faktor determinan yang mempengaruhi terjadinya
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)?
2. Apa upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan terhadap
GAKY?
1. 3 Tujuan
1. Untuk

mengetahui

faktor-faktor

determinan

yang

mempengaruhi

terjadinya Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).


2. Untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan yang perlu
dilakukan untuk mengatasi masalah GAKY.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAKY
Gangguan Akibat Kurang Yodium atau GAKY adalah sekumpulan gejala
yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus
menerus dalam jangka waktu cukup lama (Hetzel, 1989). GAKY adalah
serangkaian efek kekurangan yodium pada tubuh kembang manusia. Menurut
Depkes RI tahun 2004, GAKY merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang serius karena mengakibatkan dampak yang mempengaruhi
kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia yang mencakup tiga aspek
yaitu perkembangan kecerdasan, sosial, dan ekonomi.
Salah satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan gizi yodium yang
menonjol ialah pembesaran kelenjar gondok (Glandula thyroides). Manifestasi
tersebut sering disebut sebagai penyakit gondok oleh masyarakat umu. Sedangkan
nama ilmiahnya adalah Struma Simplex. Penyakit gondok terjadi karena terdapat
endemik di wilayah-wilayah tertentu yang kekurangan yodium dan disebut
dengan Endemik Goitre.
Dahulu kala keadaan endemik tersebut dianggap identik dengan defisiensi
yodium. Seiring perkembangan jaman, diketahui bahwa defisiensi yodium juga
mengakibatkan gambaran klinik lain. Beberapa gambaran klinik yang dianggap
merupakan akibat dari defisiensi yodium adalah gondok endemik, hambatan
pertumbuhan fiisik dan mental (kretinism), hambatan neuromotor, dan kondisi tuli
disertai bisu (deaf mutism). Sehingga defisiensi yodium memiliki pengertian yang
lebih luas. GAKY atau Iodine Deficiency Diseases (IDD) adalah sekumpulan
gambaran klinik yang terjadi karena adanya kondisi kekurangan zat gizi yodium
(Sediaoetomo, 2010).
2.2 Prevalensi GAKY
Gangguan akibat kurang yodium masih merupakan salah satu masalah gizi mikro
di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2013

prevalensi GAKY di

Indonesia mencapai 11,1% (Riskesdas, 2013). Survei yang dilakukan di Indonesia

pada tahun 2003 (kecuali di Naggroe Aceh Darussalam dan Papua), didapatkan
8,8% kabupaten / kota endemik berat, 12,2% kabupaten / kota endemik sedang,
35,7% endemik ringan, dan 43,3% termasuk non endemik. Walupun terjadi
penurunan yang berarti, GAKY masih menjadi masalah kesehatan masyarakat,
karena secara umum prevalensinya masih di atas 5%. Hasil survei prevalensi dan
pemetaan GAKY tahun 1980 TGR mencapai 27,7%, dan tahun 1998 turun
menjadi 9,8% serta proporsi rumah tangga yg mengkonsumsi garam beryodium
dgn kadar cukup hanya 62,1% (Almatsier, 2010).
2.3 Faktor Penyebab GAKY

Gambar 1 Conceptual Framework of IDD (UNICEF, 1990)

Berdasarkan UNICEF (1990), terdapat tiga level penyebab atau faktor


dterminan terjadinya IDD atau GAKY:
1. Immediate causes (Penyebab langsung)
Penyebab langsung terjadinya GAKY adalah kurangnya asupan yodium.
Hal ini dapat disebabkan karena pola konsumsi yodium yang terlalu

sedikit sehingga tidak memenuhi kebutuhan yodium dalam tubuh. Selain


itu, dapat pula disebabkan karena adanya infeksi penyakit yang dapat
meningkatkan kebutuhan yodium dalam tubuh dan mencegah tubuh
untuk mengabsorbsi yodium yang dikonsumsi. Contoh penyakit yang
berkaitan dengan absorbsi gizi oleh tubuh adalah Diarrheal Disease
(DD) dan Acute Respiratory Infection (ARI).
2. Underlying causes (Penyebab tidak langsung)
Konsumsi makanan dengan yodium rendah dan preferensi terhadap
garam tidak beryodium merupakan penyebab tidak langsung terjadinya
GAKY dan dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai manfaat yodium
dan GAKY. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi terjadinya
GAKY, karena pengetahuan seseorang akan mempengaruhi pilihan
dalam memilih makanan tidak beryodium dan memilih garam non
yodium yang nantinya juga akan mempengaruhi terjadinya penyebab
langsung dari GAKY yaitu asupan yodium yang kurang.
3. Basic causes (Penyebab dasar)
Penyebab

dasar

terhadap

terjadinya

GAKY

mengacu

kepada

ketersediaan sumber daya baik manusia, fasilitas, struktural, finansial,


dan lain-lain dalam suatu daerah. Ketersediaan sumber daya tersebut
dipengaruhi oleh keadaan politik, ekonomi, budaya, dan ideologi suatu
daerah. Keadaan politik dan ekonomi yang seimbang akan mendorong
tersedianya berbagai sumber daya untuk memenuhi kebutuhan asupan
yodium sehingga dapat mendorong pola konsumsi yodium yang baik
dan bergizi pada masyarakat. Selain ketersediaan sumber daya dan
keadaan suatu daerah, faktor dasar lain yang mempengaruhi terjadinya
GAKY adalah potensi sumber daya alam yang ada di wilayah tersebut,
bagaimana kandungan yodium dalam tanah dan air, tingkat pencemaran
suatu wilayah, iklim dan cuaca suatu wilayah.
Model konsep ini berkaitan dengan berbagai faktor penyebab terhadap
terjadinya GAKY pada level sosial-organisasi yang berbeda-beda. Penyebab
langsung dan tidak langsung berkaitan dengan individu dan komunitas kecil

misalnya keluarga. Sedangkan penyebab dsar berkaitan dengan komunitas yang


lebih besar misalnya masyarakat atau penduduk suatu daerah maupun suatu
bangsa negara. Oleh karena itu, semakin besar faktor penyebab dasar, maka
semakin besar pula populasi yang mengalami GAKY dan semakin tinggi
prevalensi GAKY.
Selain faktor determinan terjadinya GAKY berdasarkan UNICEF (1990),
beberapa literatur menyebutkan faktor penyebab terjadinya GAKY lainnya :
1. Faktor Geografi
Kandungan yodium pada tanah dan air setiap daerah berbeda. Prevalensi
gondok tertinggi ditemukan di daerah dataran tinggi yaitu sebesar 30.3%,
disusul daerah dataran rendah (8.7%) dan di daerah rawa hanya sebesar
2.8%. Hal tersebut dikarenakan dataran tinggi atau pegunungan biasanya
pada lapisan tanah yang paling atas terkikis oleh banjir atau hujan dan
berakibat tumbuh-tumbuhan, hewan, dan air di wilayah tersebut juga
mengandung yodium yang rendah.
2. Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian, khususnya sayuran dapat
menurunkan kadar hormon tiroid yang kemudian akan memicu terjadinya
kejadian gondok.
3. Cemaran Pb
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wirjatmadi. B di Jawa Timur
pada tahun 2004, ditemukan bahwa kejadian gondok di dataran rendah
bukan karena kekurangan yodium melainkan karena adanya Blocking
Agent berupa Pb. Pb akan menghambat pembentukan hormon tiroid
karena Pb akan membentuk ikatan yang kuat dengan yodium. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Samsudin di Jogyakarta menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara kadar Pb dalam darah dengan fungsi
kelenjar tiroid. Menurut penelitian tersebut, orang yang terpapar cemaran
Pb mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk terkena gondok daripada
orang yang tidak terpapar cemaran Pb.
4. Defisiensi Selenium

Defisiensi selenium dapat menyebabkan tubuh rentan terhadap masuknya


unsur Pb, Hg dan Cu. Kemudian seperti yang dijelaskan sebelumnya
bahwa asupan Pb yang berlebihan dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid karena Pb akan membentuk ikatan yang kuat dengan
yodium.
5. Kurang Energi Protein (KEP) dan Kurang Vitamin A (KVA)
Untoro mengungkapkan bahwa pada penderita KEP terdapat kemungkinan
terjadinya gangguan penyerapan yodium, sehingga akan memperberat
masalah GAKY, terutama apabila konsumsi yodium terbatas.
Penelitian yang dilakukan oleh Widardo menunjukkan bahwa anak yang
diberi intervensi selenium dan vitamin A mempunyai status yodium yang
lebih baik dibandingkan dengan kelompok pembanding. Hal tersebut jelas
membuktikan bahwa KVA mempunyai pengaruh terhadap metabolisme
yodium dalam tubuh.
6. Ketersediaan dan Kualitas Garam Beryodium
Tersedianya garam beryodium di rumah tangga dengan kualias yang baik
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kejadian GAKY di
masyarakat. Kadar yodium dalam garam yang dianjurkan adalah 30 ppm.
Kadar yodium dalam garam dapat menurun karena penyimpanan garam
yang tidak ditutup rapat sehingga garam menguap dan kandungan yodium
berkurang.
7. Konsumsi Makanan Kaya Yodium
Konsumsi makanan kaya yodium (ikan laut, ikan asin dan ikan teri) yang
rendah akan mengakibatkan rendahnya kadar yodium urin. Sebalinya,
semakin tinggi konsumsi makanan kaya yodium maka kadar yodium urin
juga semakin tinggi.
8. Asupan Energi dan Protein
Asupan energi secara tidak langsung dapat mempengaruhi metabolisme
yodium, jika asupan energi kurang dari kebutuhan normal maka asupan
protein akan diambil sebagai sumber energi. kurangnya asupan protein

akan menghambat metabolisme yodium, karena metabolisme yodium dari


tahap awal sampai akhir selalu membutuhkan protein.
9. Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah
cadangan yodium dalam tubuh, hal tersebut terjadi karena sebagian besar
cadangan yodium disimpan pada jaringan lemak.
10. Konsumsi Pangan Goitrogenik
Zat Goitrogenik adalah senyawa yang dapat mengganggu struktur dan
fungsi hormon tiroid secara langsung dan tidak langsung (Kartasurya,
2006). Pangan goitrogenik akan berpengaruh terhadap kejadian GAKY di
suatu wilayah apabila dikonsumsi dalam jumlah besar. Pengaruh zat
goitrogenik dapat mengganggu transportasi yodium, mempengaruhi proses
organifikasi dan penggabungan di dalam kelenjar tiroid, mempengaruhi
sekresi hormon tiroid dan mempengaruhi utilisasi dari hormoon tiroid.
11. Kandungan Yodium dalam Sumber Air
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Mali, pemberian yodium dalam
air rata-rata 163 g/L selama satu tahun dapat menurunkan prevalensi
gondok dari 53% menjadi 29%. Penelitian serupa juga dilakukan di
Burkina Faso, dan Republik Afrika Tengah dan terbukti bahwa yodisasi
air dapat menurunkan prevalensi gondok.
12. Penanganan Garam
Kadar yodium dalam garam dapat mengalami penurunan karena berbagai
faktor selama penyimpanan, transportasi dan proses pengolahan makanan.
Ada hubungan perlakuan panas, kandungan air, pH dan retensi yodium.
13. Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua
Berdasarkan beberapa penelitian, rendahnya asupan yodium pada anak
terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang GAKY dan
tingkat pendidikan orang tua yang rendah sehingga diduga berpengaruh
terhadap pola konsumsi yodium pada anak.
14. Genetik atau keturunan

Kecenderungan untuk mengalami gangguan kelenjar tiroid juga dapat


berasal dari keturunan. Selain itu adapula sifat cacat dalam proses
metabolisme

dalam

tubuh

yang

mungkin

diturunkan

sehingga

menyebabkan proses metabolisme yodium dalam tubuh terganggu atau


tidak berjalan dengan baik.

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Jurnal


Jurnal yang dianalisis membahas mengenai beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian GAKY pada anak usia sekolah dasar di Kecamatan
Kendal Kabupaten Ngawi. Faktor penyebab yang diteliti oleh penulis dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Subjek penelitian adalah
anak usia sekolah dasar yang terkena GAKY. Melalui penelitian tersebut
diharapkan dapat diketahui faktor penyebab yang memiliki hubungan kuat dengan
kejadian GAKY pada anak usia sekolah dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten
Ngawi.
3.2 Pembahasan Faktor Penyebab GAKY dalam Jurnal
3.2.1 Faktor Internal
Faktor internal penyebab GAKY yang dibahas didalam jurnal yaitu faktor
genetik. Faktor genetik dalam hal ini merupakan variasi individual terhadap
kejadian GAKY dan mempunyai kecenderungan untuk mengalami gangguan
kelenjar tiroid. Faktor genetik banyak disebabkan karena keabnormalan fungsi
faal kelenjar tiroid. Penyebab genetik lain adalah sejumlah cacat metabolik
yang diturunkan, yang melukiskan kepentingan berbagai tahapan dalam
biosintesis hormon tiroid. Cacat ini adalah cacat pada pengangkutan yodium,
cacat pada iodinasi, cacat perangkaian, defisiensi deiodinasi, dan produksi
protein teriodinasi yang abnormal.
Berdasarkan jurnal, di ketahui bahwa sebagian besar responden yang
diteliti tidak memiliki genetik penderita GAKY dari ayah maupun ibu. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki kecenderungan yang kecil untuk
menyebabkan terjadinya GAKY. Berdasarkan kerangka konseptual GAKY
bahwa faktor internal seperti genetik, tidak berpengaruh secara signifikan
dalam proses terjadinya GAKY. Selain itu, kejadian GAKY banyak di
pengaruhi oleh faktor eksternal seperti pendidikan, pendapatan, pengetahuan,
dan lain-lain.

10

3.2.2 Faktor Eksternal


Faktor eksternal yang diteliti meliputi pendidikan orang tua, pendapatan
per kapita keluarga, pengetahuan tentang pengolahan makanan, pola konsumsi
pangan zat goitrogenik dan bahan makanan yang mengandung yodium serta
penggunaan garam. Karena subjek penelitian adalah anak usia sekolah dasar
yang terkena GAKY dan memiliki rata-rata usia 9-11 tahun, maka faktor
eksternal yang diduga memiliki hubungan kuat dengan kejadian GAKY terkait
dengan orang tua baik dari segi pendapatan, pendidikan, maupun pola
konsumsi pangan dalam keluarga yang dapat mempengaruhi status gizi anak.
Karena anak usia sekolah dasar masih sangat dipengaruhi dan dikendalikan
oleh orang tua khususnya dalam hal konsumsi makanan.
3.2.2.1 Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua diduga dapat mempengaruhi pola konsumsi
anak terhadap bahan makanan yang kaya akan yodium. Tingkat
pendidikan orang tua yang tinggi akan mempengaruhi preferensi
terhadap makanan atau garam tidak beryodium, sehingga secara tidak
langsung mempengaruhi terjadinya kejadian GAKY. Berdasarkan
conceptual framework yang dikeluarkan oleh UNICEF pada tahun 1990,
pendidikan orang tua dapat digolongkan masuk kedalam kelompok
Underlying Cause.
Berdasarkan jurnal diketahui bahwa tingkat pendidikan orang tua
yang paling banyak pada responden adalah tamat SD dan tidak tamat SD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hariyanti dan Indrawati pada tahun
2013 tersebut menunjukkan bahwa pendidikan orang tua tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian GAKY melalui
penghitungan statistik.
3.2.2.2 Pendapatan per Kapita
Pendapitan per kapita sebuah keluarga akan mempengaruhi pola
konsumsi keluarga melalui berapa banyak pendapatan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan jenis pangan yang dipilih untuk
dikonsumsi sehari-hari. Pendapatan perkapita akan mempengaruhi

11

apakah jenis makanan dan garam yang dikonsumsi setiap hari memenuhi
kebutuhan yodium dalam tubuh, sehingga dapat disimpulkan bahwa
secara tidak langsung pendapatan per kapita mempengaruhi keputusan
dalam mengkonsumsi makanan dan garam beryodium yang dapat
menjadi faktor penyebab muncul atau tidaknya GAKY.
Sebagian besar orang tua responden yang diteliti memiliki
pendapatan dibawah upah minimum reguler Kabupaten Ngawi.
Berdasarkan hasil penelitian melalui penghitungan statistik pendapatan
per kapita keluarga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian
GAKY.
3.2.2.3 Pengetahuan Pengolahan Makanan
Sebagian besar orang tua responden memiliki pengetahuan
pengolahan makanan dalam level sedang. Pengetahuan tentang
pengolahan makanan dapat membentuk kebiasaan seseorang dalam hal
memilih jenis bahan makanan yang bergizi dan cara pengolahan makanan
yang tepat. Sehingga dapat mempengaruhi konsumsi zat yodium seharihari pada seseorang. Pengetahuan terbentuk dari informasi dan
pendidikan yang dimiiki seseorang (Anonim, 2000). Penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua responden masih memiliki
pengetahuan yang sedikit mengenai bahan bahan makanan yang
mengandung yodium dan bahan makanan yang dapat menghambat
penyerapan yodium. Berdasarkan hasil penelitian melalui penghitungan
statistik diketahui bahwa kejadian GAKY dipengaruhi secara signifikan
oleh pengetahuan tentang pengolahan makanan.
3.2.2.4 Praktek Penggunaan Garam
Hasil analisis menunjukkan suatu hubungan yang negatif, semua
responden yang memiliki tingkatan gondok yang tinggi ternyata
penggunaan garamnya termasuk dalam kategori rendah yaitu tidak
mengandung yodium. Orang tua responden belum dapat membedakan
mana garam yang mengandung yodium dan tidak mengandung yodium.
Rata-rata orang tua responden juga tidak mengetahui ciri fisik dari garam

12

beryodium dan manfaat dari garam beryodium, mereka hanya memahami


bahwa garam memiliki manfaat memberikan rasa asin pada makanan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahmudah pada anak usia
sekolah dasar di Dusun Sidowayah, Desa Sidoharjo, Kecamatan Jambon
Kabupaten Ponorogo yang menunjukkan terdapat hubungan antara
pengetahuan dan garam yang digunakan pada proses memasak dengan
masalah GAKY ( < 0,05). Kebanyakan dari orang tua responden juga
mencampurkan garam pada saat sayur dimasukkan dan pada makanan
berbumbu, garam dihaluskan bersama bumbu. Sehingga kadar yodium
yang ada dalam garam tidak berjumlah maksimal karena melalui proses
memasak dan kadar yodium dalam masakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan yodium dalam tubuh ketika dikonsumsi.
3.2.2.5 Pola Konsumsi Pangan Zat goitrogenik
Sebagian besar makanan zat goitrogenik yang dikonsumsi adalah
selama 2x adalah kembang kol, sebagian besar yang dikonsumsi
selama 3-5x adalah terung, dan sebagian besar yang dikonsumsi selama
5x adalah daun ketela dengan jumlah responden 19. Penelitian di
lapangan juga menujukkan bahwa tingkatan gondok yang tinggi ternyata
sebanding dengan tingkat konsumsi zat goitrogenik yang tinggi.
Kebanyakan bahan makanan seperti kol, sawi dan ketela sering
dikonsumsi lebih dari 5x selama 1 minggu. Bahan makanan tersebut
memiliki zat goitrogenik yang mampu menghambat masuknya yodium
dalam tubuh. Alasan responden memilih bahan makanan tersebut karena
ketersediannya yang melimpah dan mudah untuk didapatkan.
Tingkat

kebiasaan

mengkonsumsi

makanan

yang

dapat

menghambat masuknya yodium dalam tubuh sangat tinggi. Pola


kebiasaan tersebut terbentuk karena tingkat pendidikan yang rendah serta
pendapatan yang rendah pula yaitu di bawah UMR Kabupaten Ngawi.
Hal ini menyebabkan daya beli makanan orang tua rendah, sehingga
memilih

bahan

makanan

yang

mengandung

zat

goitrogenik.

Djokomoeldjanto (2002) mengatakan bahwa zat goitrogenik dalam bahan

13

makanan yang dimakan setiap hari akan menyebabkan zat yodium dalam
tubuh tidak berguna, karena zat goitrogenik tersebut menghambat
absorbsi dan metabolisme mineral yodium yang telah masuk ke dalam
tubuh.
3.2.2.6 Pola Konsumsi Bahan Makanan yang Mengandung Yodium
Faktor penyebab terjadinya GAKY selain tingkat konsumsi zat
goitrogenik yang tinggi adalah tingkat konsumsi bahan makanan yang
mengandung yodium rendah. Berdasarkan conceptual framework yang
dikeluarkan oleh UNICEF pada tahun 1990, pola konsumsi bahan
makanan beryodium rendah merupakan underlying cause yang akan
mempengaruhi immediate cause yaitu asupan yodium dalam tubuh
sehingga menyebabkan manifestasi GAKY. Berdasarkan hasil penelitian
pada jurnal, diketahui bahwa pola bahan makanan yang mengandung
yodium terutama ikan pindang dan udang mempengaruhi secara
signifikan terhadap kejadian GAKY.
3.2.2.7 Penggunaan Garam
Sebagian besar orang tua responden sudah menggunakan garam
yang

cukup

beryodium.

Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

penggunaan garam memberi pengaruh yang signifikan terhadap


terjadinya GAKY. Berdasarkan conceptual framework yang dikeluarkan
oleh UNICEF pada tahun 1990, penggunaan garam termasuk kedalam
Underlying causes yang kemudian mempengaruhi asupan konsumsi
yodium seseorang yang mempengaruhi ada atau tidaknya manifestasi
GAKY pada seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa faktor eksternal yang ternyata
tidak signifikan memberi pengaruh terhadap kejadian GAKY. Hal ini
dimungkinkan karena terdapat faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan
seperti budaya dan adat istiadat pada masyarakat, keadaan politik dan ekonomi di
suatu daerah yang merupakan Basic causes berdasarkan conceptual framework
yang dikeluarkan oleh UNICEF. Budaya dan adat istiadat tersebut juga turut
mempengaruhi faktor-faktor eksternal yang menentukan pola konsumsi yodium

14

seseorang. Selain itu, terjadinya GAKY

merupakan gabungan dari beberapa

faktor risiko yang ada dan saling mempengaruhi satu sama lain, sehingga apabila
ditinjau per faktor hasilnya bisa saja menunjukkan bahwa faktor tersebut tidak
signifikan terhadap kejadian GAKY.

3.3 Faktor Determinan Lainnya


Selain faktor internal dan faktor eksternal yang telah dijelaskan dan diteliti
dalam jurnal, ada beberapa faktor determinan lain yang mempengaruhi terjadinya
GAKY.
1. Faktor Geografi
Prevalensi gondok tertinggi ditemukan di daerah dataran tinggi. Hal
tersebut dikarenakan dataran tinggi atau pegunungan biasanya miskin
yodium akibat pengikisan permukaan tanah yang mengandung banyak
yodium. Letak geografis wilayah Kecamatan Kendal yang merupakan
wilayah daerah pegunungan juga merupakan salah satu faktor eksternal
yang menjadi dapat Basic causes terhadap kejadian GAKY di Kecamatan
Kendal.
2. Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian yang berlebihan dan
merusak kandungan gizi yang ada didalam sayuran kemudian secara tidak
sadar dikonsumsi oleh penduduk dapat memicu terjadinya GAKY,
khususnya sayuran dapat menurunkan kadar hormon tiroid yang kemudian
akan memicu terjadinya kejadian gondok.
3. Cemaran Pb
Adanya cemaran Pb juga dapat menjadi penyebab terjadinya GAKY di
suatu wilayah. Pb yang merupakan blocking agent akan menghambat
pembentukan hormon tiroid karena Pb akan membentuk ikatan yang kuat
dengan yodium.
4. Defisiensi Selenium
Defisiensi selenium dapat menyebabkan tubuh rentan terhadap masuknya
unsur Pb, Hg dan Cu, sehingga kadar PB, Hg dan Cu dalam tubuh tinggi.

15

Kemudian seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa asupan Pb yang


berlebihan dapat menghambat pembentukan hormon tiroid karena Pb akan
membentuk ikatan yang kuat dengan yodium.
5. Kurang Energi Protein (KEP) dan Kurang Vitamin A (KVA)
Beberapa penelitian menjelaskan bahwa terjadinya kEP dan KVA dalam
tubuh juga dapat memberikan pengaruh terhadap metabolisme yodium
dalam tubuh.
6. Ketersediaan dan Kualitas Garam Beryodium
Tersedianya garam beryodium di rumah tangga dengan kualias yang baik
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kejadian GAKY di
masyarakat. Kadar yodium dalam garam yang dianjurkan adalah 30 ppm.
Kadar yodium dalam garam dapat menurun karena penyimpanan garam
yang tidak ditutup rapat sehingga garam menguap dan kandungan yodium
berkurang.
7. Asupan Energi dan Protein
Asupan energi secara tidak langsung dapat mempengaruhi metabolisme
yodium, jika asupan energi kurang dari kebutuhan normal maka asupan
protein akan diambil sebagai sumber energi..
8. Status Gizi
Status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah
cadangan yodium dalam tubuh, hal tersebut terjadi karena sebagian besar
cadangan yodium disimpan pada jaringan lemak. Selain itu, jika status gizi
seseorang rendah, maka proses metabolismenya dalam tubuh menjadi
tidak lancar, salah satunya yaitu metabolisme yodium.
9. Kandungan Yodium dalam Sumber Air
Selain karakteristik dataran, kandungan yodium dalam air juga merupakan
faktor eksternal terkait sumber daya alam yang ada di suatu daerah.
Potensi sumber daya alam di suatu daerah merupakn basic cause
berdasarkan kerangka konsep terjadinya GAKY oleh UNICEF.

16

BAB 4 PENUTUP

4.1 Pencegahan dan Penanggulangan GAKY


4.1.1 Upaya Pencegahan
Upaya yang penting dan harus dilakukan adalah upaya prevensi untuk
mencegah terjadinya GAKY. Upaya preventif dilakukan dengan dua cara
(Sediaoetama, 2010), yaitu:
1.

Penyuntikan depot lipiodol intramuskular dengan dosis 2 ml. Dosis


ini diberikan kepada anak-anak dan kepada ibu usia subur,
khususnya yang sedang hamil. Penyuntikan depot lipiodol
merupakan upaya preventif sementara untuk penanggulangan
secara tepat. Dosis penyuntikan ini dapat menyediakan kebutuhan
iodium untuk waktu cukup sekitar selama 6 bulan.

2.

Distribusi garam dapur yang difortifikasikan dengan yodium


(KJOs). Mula-mula digunakan preparat KJ (potassium iodide),
akan tetapi ternyata preparat ini sifatnya kurang stabil dan mudah
mengalami kerusakan oksidatif terutama ketika terkena sinar
matahari di udara terbuka. Untuk itulah sekarang digunakan
preparat KJOs (potassium iodate) yang ditambahkan kepada garam
dapur (NaCl) dengan dosis 30 mg setiap kg garam.

Garam beryodium pada umumnya lebih mahal daripada garam normal


sehingga rakyat umum akan lebih tertarik untuk emmilih garam dapur tidak
beryodium. Untuk itulah penyediaan garam yang difortifikasi juga harus
didukung dengan peraturan yang menjamin rakyat untuk menggunakan garam
beryodium tersebut. Selain itu, perlu dilakukan penyuluhan dan penerangan
kepada masyarakat terutama masyarakat yang berisiko.
4.1.2 Upaya Penanggulangan
Berdasarkan

modul

Peningkatan

Konsumsi

Garam

Beryodium

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI 2004, di Indonesia terdapat


beberapa strategi sebagai upaya penanggulangan Dampak Gangguan Akibat

17

Kekurangan Yodium (GAKY). Strategi jangka panjang, antara lain dengan


melakukan tiga kegiatan berikut :
1. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), merupakan sebuah strategi
pemberdayakan masyarakat dan komponen terkait agar mempunyai visi
dan misi yang sama untuk menanggulangi GAKY melalui kegiatan
pemasyarakatan informasi, advokasi, pendidikan/penyuluhan tentang
ancaman GAKY bagi kualitas sumber daya manusia. Juga terkait
pentingnya mengkonsumsi garam beryodium, law enforcement dan social
enforcement, hak memperoleh kapsul beryodium bagi daerah endemik dan
penganekaragaman konsumsi pangan.
2. Surveillans, merupakan kegiatan pemantauan yang dilakukan secara
berkesinambungan terhadap beberapa indikator untuk dapat melakukan
deteksi dini adanya masalah yang mungkin timbul agar dapat dilakukan
tindakan/intervensi sehingga keadaan lebih buruk dapat dicegah.
Kegunaan surveillans yaitu mengetahui luas dan beratnya masalah pada
situasi terakhir, mengetahui daerah yang harus mendapat prioritas,
memperkirakan kebutuhan sumber daya yang diperlukan untuk intervensi,
mengetahui sasaran yang paling tepat dan mengevaluasi keberhasilan
program.
3. Iodisasi garam, merupakan kegiatan fortifikasi garam dengan Kalium
Iodat (KOI3). Tujuan kegiatan ini agar semua garam yodium yang
dikonsumsi masyarakat mengandung yodium minimal 30 ppm. Target
program ini 90% masyarakat mengkonsumsi garam beryodium yang
cukup (30 ppm).
4. Advokasi, Advokasi dilakukan kepada pengambil keputusan baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif dengan tujuan untuk memberikan
pengertian

dan

pehamanan

serta

peningkatan

komitmen

upaya

penanggulangan GAKY. Advokasi harus dilakukan secara terus menerus


dan periodik di setiap tingkatan pemerintahan baik di tingkat pusat,
propinsi maupun kabupaten/kota

18

5. Pemberdayaan Pegaram, Pegaram sebagai salah satu elemen kunci dalam


rantai ketersediaan garam nasional harus diberdayakan antara lain melalui
peningkatan penguasaan teknologi pegaraman dan yodiasi garam agar
mampu menghasilkan garam beryodium yang memenuhi syarat.
Pemberdayaan meliputi

tahap produksi, teknologi

yodisasi

serta

pemasaran garam melalui pembentukan kelompok dan kemitraan.


6. Pengamanan pasar garam rakyat, Pengamanan pasar garam rakyat perlu
dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha dan pasokan garam serta
kehidupan sosial ekonomi pegaram. Pengamanan pasar garam rakyat
dilakukan melalui kemitraan kelompok pegaram, pengusaha besar
termasuk PT Garam.
7. Pengawasan di tingkat produksi, distribusi dan konsumsi garam ,
Pengawasan kepada produsen dan distributor garam dilakukan untuk
menjamin ketersediaan garam beryodium yang berkualitas sehingga dapat
dijangkau oleh rumah tangga. Pengawasan ini harus dilakukan secara
terkoordinasi antara daerah penghasil dan daerah pengguna garam
beryodium disertai dengan penindakan terhadap pelanggaran yang
dilakukan baik di tingkat produksi maupun distribusi.
8. Penegakan norma sosial dan penegakan hukum, Penegakan norma sosial
dilakukan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seluruh
stakeholder

akan

pentingnya

garam

beryodium

dalam

upaya

penanggulangan GAKY. Konsumen, lembaga swadaya masyarakat,


penggerak masyarakat dan media masa harus memberi tekanan kepada
pihak eksekutif, legislatif, yudikatif, produsen dan distributor bagi
penyediaan garam beryodium. Penggerak masyarakat ikut mengambil
peranan aktif sebagai penekan berbagai kebijakan pemerintah serta
penekan kepada produsen dan distributor garam. Penegakan hukum lebih
ditekankan pada upaya tindak lanjut oleh aparat berwenang terhadap hasil
temuan dalam pengawasan dan pemantauan ketersediaan dan mutu garam
beryodium

19

9. Kemitraan, Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam upaya


penanggulangan GAKY, maka prinsip kemitraan harus diterapkan dalam
setiap upaya yang dilakukan untuk menjamin respon yang positif dan
sinergi di antara semua stakeholder, mencakup pemerintah di semua
tingkatan, asosiasi produsen, kelompok konsumen, organisasi massa,
media masa, lembaga donor, dan lembaga terkait lainnya.

Sedangkan strategi jangka pendek sebagai upaya penanggulangan


GAKY yaitu dengan melakukan kegiatan distribusi kapsul minyak
beryodium. Program yang sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 1992 ini
dilakukan untuk mempercepat perbaikan status yodium masyarakat bagi
daerah endemik sedang dan berat pada kelompok rawan. Kapsul minyak
beryodium 200mg diberikan pada Wanita Usia Subur (WUS) sebanya 2
kapsul/tahun, sedangkan untuk ibu hamil, ibu menyusui dan anak SD kelas 16 sebanyak 1 kapsul/tahun.
Pada awal tahun 1980-an Indonesia melakukan upaya pemberian
LUGOL, suntikan lipiodol, garam beriodium, kapsul minyak beriodium untuk
menanggulangi masalah defisiensi yodium. Tetapi kemudian upaya ini
dihentikan karena masalah operasional, seperti tidak terjangkaunya sasaran
serta

biaya

operasional

yang

tinggi.

Kemudian

setelah

WHO/ICCIDD/UNICEF dalam tahun 1990 menetapkan target hilangnya


kelahiran kretin baru pada tahun 2000, profilaks yodium dilaksanakan melalui
pengadaan garam beriodium dan pemberian kapsul minyak beriodium 200000
g. Namun kemudian pada tahun 2009 penggunaan kapsul minyak beriodium
dibatasi dan hanya dapat digunakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
Program garam beriodium untuk semua telah dicanangkan. Namun
banyak kendala yang menyertai pelaksanaan program ini seperti ketersediaan
garam, garam bermutu rendah, sehingga biaya produksi garam beriodium
semakin tinggi bahkan lebih tinggi dari harga jual. Keadaan ini juga ditambah
dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi garam
beriodium.

20

Upaya penanggulangan masalah GAKI mengutamakan kegiatan


promosi garam beriodium. Untuk daerah-daerah endemik masalah GAKI,
upaya yang dilakukan yaitu menjamin garam yang dikonsumsi adalah garam
beriodium melalui penyusunan peraturan daerah yang mengatur pemasaran
garam beriodium. Sampai dengan tahun 2009, terdata 9 (sembilan) provinsi
dan 13 kabupaten/kota yang sudah memiliki Perda Penanggulangan masalah
GAKI (Direktorat Bina Gizi, 2013). Diharapkan kedepannya semakin
bertambah wilayah yang melakukan pemantauan garam beriodium dengan
penerapan Permendagri No. 63 tahun 2010 tentang Pedoman Penanggulangan
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium di Daerah.

4.2 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Faktor determinan yang mempengaruhi GAKY berdasarkan junal
Hariyanti dan Indrawati (2013) dibedakan menjadi faktor internal dan
faktor eksternal.
2. Beberapa faktor dalam jurnal Hariyanti dan Indrawati (2013) tidak
signifikan terhadap terjadinya GAKY karena terdapat berbagai faktor
eksternal

lain

yang

merupakan

penyebab

dasar

yang

dapat

mempengaruhi faktor eksternal tsb


3. Faktor determinan yang mempengaruhi manifestasi GAKY berdasarkan
UNICEF (1990) dibedakan menjadi penyebab langsung, penyebab tidak
langsung, dan penyebab dasar.
4. Upaya pencegahan GAKY dilakukan dengan distribusi pemberian
garam dapur beriodium dan penyuntikan depot lipiodol.
5. Upaya penanggulangan GAKY dilakukan dengan menjalankan strategi
jangka pendek dan panjang.

21

4.3 Saran
1. Untuk melengkapi informasi dan pengetahuan lebih mengenai faktor
determinan terjadinya GAKY diharapkan membaca lebih banyak sumber
dan literatur terkait.
2. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai hubungan anata faktor
determinan yang ada terhadap terjadinya GAKY

22

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama.
Depkes RI, 2003. Bantuan Teknis untuk Studi Evaluasi Proyek Intensifikasi
Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (IP-GAKY) Dana
Bantuan IBRD N0. 4125-IND. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Peningkatan konsumsi garam
beryodium, Jakarta: Tim Penanggulangan GAKY Pusat.
Djokomoeldjanto, R. 2002. Evaluasi Masalah GAKY di Indonesia. Jurnal GAKY
Indonesia vol. 3 no 1 Desember
Hariyanti, W. et al, (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian GAKY
pada Anak Usia Sekolah Dasar di Kecamatan Kendal Kabupaten Ngawi.
Ejournal boga [Online], Volume 2, nomer 1, edisi yudisium periode Februari
2013, 8 halaman. [13 September 2016].
Hetzel, BS, 1989. The story of iodine deficiency. An Internationall Challenge in
nutrition. Oxpord University Press. p. 1-4
Kartasurya, M, I, 2006. Goitrogenic Substances. Jurnal GAKY Indonesia [Online]
Volume 5 No 1-2, Semarang: 16-21
Madanijah et. al, (2007). Faktor-faktor sosial ekonomi keluarga yang
berhubungan dengan kejadian gondok pada murid SD. Jurnal Gizi dan
Pangan, Maret 2007 2(1): 47-55
Sediaoetama, A. D. 2010. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II.
Jakarta: PT. Dian Rakyat
Tim Penanggulangan GAKY Pusat. 2005. Rencana Aksi Nasional kesinambungan
Program Penanggulangan Akibat Kurang Yodium Jakarta
UNICEF. (1990). Strategy for Improved Nutrition of Children & Women in
Developing Countries. UNICEF: New York
WHO, 2001. Assessment of iodine deficiency disorders and monitoring their
elimination. Aguide for Programme managers Second edition. p. 35 45.

23

Anda mungkin juga menyukai