Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

ELIMINASI

OLEH :
KELOMPOK 3
NURLAELA AGUSTINA
SUDIBYO
KAMINEM
UTAMI
MIFTHAKUL SAADAH
RENATA FATMAWATI
SUSI IFANIDA
WAHYU PEKAWATI

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


2016

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
ELIMINASI FEKAL
A. Definisi Eliminasi
Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi alvi (berhubungan
dengan defekasi) dan kebutuhan eliminasi urin (berhubungan dengan berkemih) (A.Aziz,
2005).
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine dan
feses. Kebuthan eliminasi dibagi menjadi dua yaitu eliminasi urine dan eliminasi alvi.
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme. Eliminasi urine
normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada
fungsi-fungsi organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. (A.Aziz, 2008).
Eliminasi alvi (buang air besar) merupakan proses pengosongan usus. Terdapat dua
pusat yang menguasai refleks untuk buang air besar yang terletak di medulla dan
sumsum tulang belakang. (A.Aziz, 2008)
B. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi gangguan eliminasi urin
1. Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu minum kopi dapat meningkatkan pembentukan urin.
2. Respons Bagaimana Awal Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya toilet.
4. Stress Psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan
jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun.

6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditimbulkan pada anak, yang lebih memiliki
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam
mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakitt dapat mempeengaruhi produksi urine, seperti diabetes
meelitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil
di tempat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya memiliki
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit.
10. Tonus Otot
Tonus otot yang berperann penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anstesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi
urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian obat
diuretic dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan obat antikolinergik dan
anti hipertensi dapat menyebabkan retensi uine.
13. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi
urine, khususnya prosedur-pprosedur yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan
ini dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine.
Selain itu tindakan sisteskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra.
(A.Aziz, 2008)
Faktor yang mempengaruhi gangguan eliminasi alvi/fekal:
1. Usia

Setiap tahap perkembangan / usia memiliki kemampuan mengontrol


proses defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki
kemampuan secara penuh, kemudian pada usia lanjut keamampuan itu
menurun.
2. Diet
Diet, pola, atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mepengaruhi proses
defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu
proses percepatan defekasi.
3. Asupan Cairan
Pemasukan cairan yang kurang di dalam tubuh membuat defekasi menjadi
keras. Oleh karena proses absorbs air yang kurang menyebabkan proses
defekasi sulit.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, diafragma, dapat membantu kelancaran proses
defekasi. Hal ini kemudian membuat proses gerakan peristaltik pada daerah
kolon dapat bertambah baik.
5. Pengobatan
Pengobatan dapat mempengaruhi proses defekasi, seperti penggunaan
laktansif/antasida yang terlalu sering. Kedua jenis obat tersebut dapat
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik usus. Penggunaan lama
menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya dan menjadi kurang
responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laktansif.
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi, hal ini
dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan
melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, ketika seseorang
tersebut buang air bersih di tempat yang terbuka atau tempat kotor, maka ia
akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan,
seperti gastroenteritis.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan/keinginan untuk defekasi.
Seperti nyeri pada kasus hemorroid dan episiotomi.
9. Kerusakan Sensoris dan Motoris

Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses


defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris
dalam melakukan defekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan karena kerusakan
pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya.
(A.Aziz, 2008)
C. MacamMacam Gangguan Eliminasi
Gangguan Eliminasi Fecal
1. Konstipasi
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejang. BAB
yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses
berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Penyebabnya :
a. Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan
lain-lain
b. Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi,
makanan lemak dan cairan kurang
c. Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring lama.
d. Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks
BAB hilang.
e. Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
f. Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal
cord dan tumor.
g. Impaction
Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction berat,
tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam
keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang dan pemeriksaan
yang dapat menimbulkan konstipasi. Tandanya : tidak BAB, anoreksia,
kembung/kram dan nyeri rektum.
2. Diare
Diare merupakan buang air besar (BAB) sering dengan cairan dan feses yang
tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi
di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat
mengontrol dan menahan buang air besar (BAB).
3. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter
anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
4. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut
(sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus
adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan,
pembusukan di usus yang menghasilkan CO2. Makanan penghasil gas seperti
bawang dan kembang kol.
5. Hemoroid
Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan
penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding
pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka pasien
merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat
BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
Gangguan Eliminasi Urin
1. Retensi Urin
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3.000 4.000 ml
urine.
Ketika kandung kemih menjadi sangat mennggembung diperlukan
kateterisasi, kateter folley ditinggal dalam kanndung kemih selama 24 48 jam
untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dann memungkinkan kandung kemih
menemukan kembali tonus normal dan sensasi.
2. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal
sementara atau menetap untuk menetap unttuk mengontrol ekskresi urine. Secara
umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process),
pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat
narkotik. (A.Aziz, 2008 : 66)
3. Enuresis

Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak


mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya enurisis terjadi pada anak atau
orang jompo. Umumnya enurisis terjadi pada malam hari.
4. Perubahan Pola Eliminasi Urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan
motorik, sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri
atas :
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalm sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan
yang masuk. Frekuensi yang tinggi ttanpa suatu tekanan asupan cairan
dapat disebabkan sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada
keadaan stress/hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami
inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil memiliki
kemampuan yang buruk dalm mengontrol sphincter eksternal. Biasanya
perasaan ingin segera berkemih terjadi pada anak karena kurangnya
kemampuan pengontrolan pada sphincter.
c. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh
ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan pada
penyakit diabetes dan GGK.
e. Urinari Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara mendadak.
Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 120
ml/jam secara terus menerus.
(A.Aziz, 2008 : 67)
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan eliminasi urin
1. Inkontinensia Urine
Batasan Karakteristik :
a. Tidak dapat mengontrol berkemih.
b. Terlihat tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih
c. Menyatakan ketidakmampuan mencapai toilet pada waktunya untuk
berkemih
d. Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet
e. Merasakan perlunya untuk berkemih.
2. Retensi Urine
Batasan Karakteristik :

a. Tidak ada haluaran urine


b. Distensi kandung kemih
c. Disuria
d. Sering berkemih
e. Residu urine
f. Berkemih sedikit. (Nanda Internasional. 2011).

Manifestasi klinis gangguan eliminasi fekal


1. Adanya feses yang keras atau cair
2. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu maupun frekuensi sehari lebih dari 3
3.
4.
5.
6.
7.

kali
Menurunnya bising usus atau meningkatnya bising usus
Adanya keluhan pada rektum
Nyeri pada daerah abdomen
Nyeri saat mengejan dan defekasi
Adanya perasaan masih ada sisa feses

E. WOC
Faktor Infeksi bakteri
dan virusGangguan Eliminasi Fekal
Pathway

Faktor Makanan
basi, racun, alergi,

Masuk bersama
makanan dan minuman
tercemar
Masuk ke usus halus
menyebabkan infeksi
pada usus hals

Malabsorbsi makanan
dan cairan (karbo,
lemak, protein)
Gangguan
keseimbangan asam
dan basa

Pergeseran cairan ke rongga usus

Asidosis metabolik
dan Hipokalemia

Peningkatan
percepatan makanan
dan air dengan mukosa
usus

Hipoglikemia
Gangguan sirkulasi
darah

Kerusakan mukosa
Output meningkat
Dehidrasi

Proses penyerapan
terganggu

Diare

Perubahan Nutrisi kurang


dari kebutuhan

Hiperperistaltik usus

Defekasi sering

Nyeri epigastrik

Kemerahan eleskrosi
kulit sekitar

Tubuh kehilangan
cairan
Hipertermi
Defisit Volume cairan

Absorbsi berkurang

Gangguan Integritas
Kulit

Pathway Gangguan Eliminasi Urine


1) Inkontinensia Urine

Kerusakan
persyarafan

Bersin, batuk

Obat anastesi

Kotraksi otot
kandung

Penekanan
pada abdomen

Kelemahan
otot sfingter

Tidak mampu
menahan

Keluarnya urine

INKONTINENSIA
URINE

2) Retensi Urine

Supravesikal (Diabetes
Melitus)

Vesikal (Batu Kandung


Kemih)

Intravesikal (Obstruksi
kandung kemih)

Kerusakan Medula
spinalis TH12-L1,
kerusakan saraf simpatis
dan parasimpatis

Otot detrusor melemah

Penyumbatan/penyempi
tan uretra

Neuropati (otot tidak


mau berkontraksi)
Distensi kandung kemih

Retensi
BAB
II urin

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Gangguan Eliminasi
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


c. Riwayat Kesehatan Keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen : pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
3. Intake dan output cairan
a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b. Kebiasaan minum di rumah.
c. Intake: cairan infuse, oral, makanan, NGT.
d. Kaji perubahan volume urin untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e. Output urin dan urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
f. Karakteristik urin : Warna, kejernihan, bau, kepekatan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi
Definisi : suatu penurunan frekuensi defekasi yang normal pada seseorang, disertai
dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang
sangant keras dan kering.
NOC : Bowel elimination dengan indicator:
Buang air besar / BAB dengan konsistensi lembek
Pasien menyatakan mampu mengontrol pola BAB
Mempertahankan pola eliminasi usus tanpa ileus
NIC : Konstipation atau impaction management
Aktivitas:
-

Monitor tanda dan gejala konstipasi

Monitor pergerakan usus, frekuensi, konsistensi

Anjurkan pada pasien untuk makan buah-buahan dan serat tinggi

Mobilisasi bertahap

Evaluasi intake makanan dan minuman

Kolaborasikan denga tenaga medis mengenai pemberian laksatif, enema


dan pengobatan

Berikan pendidikan kesehatan tentang : personal hygiene, kebiasaan diet,


cairan dan makanan yang mengandung gas, aktivitas dan kebiasaan BAB

2. Diare
Definisi : feses keluar dengan cepat dan tidak berbentuk
NOC:
-

Bowel elimination

Fluid Balance

Hydration

Electrolyte and Acid base Balance

Kriteria Hasil :
-

Feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga hari

Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi

Tidak mengalami diare

Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan

Mempertahankan turgor kulit

NIC : Diarhea Management


-

Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal

Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare

Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuensi dan


konsistensi dari feses

Evaluasi intake makanan

Identifikasi faktor penyebab dari diare

Monitor tanda dan gejala diare

Observasi turgor kulit secara rutin

Ukur diare/keluaran BAB

Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus

Instruksikan pasien untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori
jika memungkinkan

Instruksikan untuk menghindari laksative

Monitor persiapan makanan yang aman

3. Inkontinensia Defekasi
Definisi : perubahan dalam kebiasaan defekasi normal yang dicirikan dengan
keluarnya feses secara tidak disadari
NOC :
-

Bowel elimination

Bowel incontinence

Kriteria hasil :
-

Tidak mengalami diare

Dapat memperkirakan pola evakuasi feses

Mencari toilet sendiri sebelum defekasi

Pola makan dan aktivitas yang adekuat

NIC : Bowel incontinence care


-

Identifikasi penyebab fisik dan psikis dari inkontinensia bowel

Diskusikan prosedur dan dampaknya bersama pasien

Instruksikan pasien / keluarganya untuk mencatat keluaran feses

Jaga agar pakaian dan tempat tidur tetap bersih

Monitor keadekuatan evakuasi bowel

Monitor pemberian diet dan cairan

Bersihkan area perianal dengan air dan sabun kemudian keringkan setelah
proses defekasi

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai