Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
: Fika Amalia
NIM
: 22010115210145
Fakultas
: Kedokteran Umum
Judul
Bagian/SMF
Pembimbing
: dr. Aulianur
dr. Aulianur
BAB I
PENDAHULUAN
regional
semakin
mengingat
berkembang
berbagai
dan
keuntungan
meluas
yang
epidural
adalah
teknik
neuraxial
yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESI REGIONAL
Anestesi adalah istilah yang diturunkan dari dua kata Yunani yaitu an
dan esthesia, dan bersama-sama berarti hilangnya rasa sakit atau hilangnya
sensasi. Para ahli saraf memberikan makna pada istilah tersebut sebagai
kehilangan rasa secara patologis pada bagian tubuh tertentu. Istilah anestesi
dikemukakan pertama kali Oliver Wendell Holmes (1809-1894) untuk proses
eterisasi Morton (1846), untuk menggambarkan keadaan pengurangan nyeri
sewaktu pembedahan.2
Anestesi lokal/ regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya,
mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif murah,
pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan kemampuan
mencegah respon stress secara lebih sempurna.2
a. Mekanisme Kerja
Infiltrasi anestesi di sekitar saraf, menyebabkan keluarnya Ca 2+ dari
reseptor dan anestesi lokal akan menempati reseptor tersebut sehingga
terjad blokade gerbang Na+. Selanjutnya terjadi hambatan konduksi Na+
dan depresi kecepatan induksi, sehingga tidak dapat mencapai nilai
potensial dan tidak terjadi potensial aksi.2
b. Jenis
i. Anestesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal) didapatkan dengan menyuntikkan obat
anestesi lokal secara langsung ke adalam cairan serebrospinalis di
dalam ruang subarakhnoid. Jarum spinal hanya dapat diinsersikan di
bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1. Batas atas ini
dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah
dikarenakan penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan
dilakukan insersi. Anestesi lokal biasanya diberikan dalam bolus
tunggal.2
ii. Anestesi Epidural
2
perbatasan
kranioservikal
pada
C1
sampai
membrana
Anestesi spinal
Anestesi epidural
Hanya vertebra lumbal (di Sakral, lumbal, thorak,
Tempat injeksi
Dosis obat
Onset
Blok motorik
Komplikasi
bawah L2/3)
Ruang subarakhnoid (LCS)
Kecil
Cepat
Kuat
Henti jantung, PDPH, spinal
dan servikal
Ruang epidural
Besar
Lebih lambat
Sedang
Intoksikasi
anestetik,
Tidak
epidural
Ya, dengan kateter
Analgesia
lokal
hematom
postop
c. Obat Anestesi Regional
Berdasar struktur kimianya dibagi menjadi 2 golongan, yaitu esteramide dan amide-amide. Perbedaan penting antara anestetik lokal ester dan
amid adalah efek samping yang ditimbulkan dan mekanisme metabolisme
metabolitnya, dimana golongan ester kurang stabil dalam larutan, lebih
mudah dipecah oleh kolinesterase plasma, waktu paruh sangat pendek,
sekitar 1 menit. Golongan ini antara lain prokain, kokain, kloroprokain,
Prokain
Ester
2 menit
30-45 menit
Plasma
12 mg/kgBB
1
1
Lidokain
Amide
5 menit
45-90 menit
Hepar
6 mg/kgBB
3
3
Bupivakain
amide
15 menit
2-4 jam
Hepar
3 mg/kgBB
15
10
merupakan
opoid
lipofilik
dimana
memberikan
efek
tidak
neurotoksik,
serta
pemulihan
blokade
kehamilan,
dan
anatomi
dari
tulang
penyebaran
obat
anestesi
lokal
dan
anestesia
lokal
ketinggian blokade.4, 5
Barisitas
terhadap
ialah
rasio
densitas
densitas
cairan
obat
serebrospinal
(1,0031,009).
serebrospinal
tidak
seragam,
tetapi
bervariasi
premenoupause
dibandingkan
dengan
wanita
kelompok
pasien
yang
berbeda,
akan
tetapi
posisi
pasien
yang
berhubungan
dengan
gaya
anestesia
lokal
hiperbarik
menyebabkan
tingkat
keberhasilan
lebih
dapat
diandalkan
jika
untuk
memperpanjang
lama
kerja
anestesi
yang
membandingkan
anestetik
lokal
bahwa
anestetik
lokal
artikain
hiperbarik
lama
kerja
blokade
motorik
yang
lebih
cepat
isobarik,
sedangkan
lama
kerja
pada
golongan
surgery
yang
dilakukan
spinal
anestesia
ternyata
penambahan
obat
sedasi
lebih
sedikit
NaCl 0,9%
Syringe, kateter, jarum epidural/ jarum spinal
Kasa penutup steril2
ii. Pengaturan Posisi Pasien
Ada dua posisi pasien yang memungkinkan dilakukannya insersi
jarum/ kateter epidural, yaitu posisi lateral dengan lutut ditekuk ke perut
dan dagu ditekuk ke dada. Posisi lainnya adalah posisi duduk fleksi
dimana pasien duduk pada pinggir troli dengan lutut diganjal bantal.
Fleksi akan membantu identifikasi prosesus spinosus dan memperlebar
celah vertebra sehingga dapat mempermudah akses ke ruang epidural.
Penentuan posisi ini didasarkan pada kondisi pasien dan kenyamanan
ahli anestesi.2
iii. Teknik Insersi
Pada anestesi epidural dengan menggunakan panduan teknik loss of
resistance sebuah jarum Touhy diinsersikan sampai ujungnya
Angka
Deskripsi Pasien
i ASA
Kelas I
Kelas II
Kematian (%)
0,1
0,2
Kelas III
1,8
hingga
Kelas IV
berat
yang
menyebabkan
keterbatasan fungsi
Pasien dengan penyakit sistemik berat yang
7,8
mengancam
hidup
dan
menyebabkan
Kelas V
keterbatasan fungsi
Pasien yang tidak dapat hidup/ bertahan
Kelas E
9,4
B. ULKUS
a. Definisi
Ulkus adalah ekskavasi yang berbentuk lingkaran maupun ireguler akibat
dari hilangnya epidermis dan sebagian atau seluruh dermis.
b. Proses Terjadinya Ulkus
Komposisi jaringan lunak bervariasi pada satu anggota tubuh dengan
anggota tubuh lainnya sehingga pada aktivitas normal dapat melakukan
adaptasi pada tekanan yang beragam tanpa terjadi kerusakan. Kolagen dan
elastin merupakan dua komponen yang memperkuat jaringan lunak.
Secara fisiologis, jaringan mengalami tekanan yang berlebihan maka akan
memicu sel saraf untuk mengirimkan impuls ke otak. Tekanan yang
berlebihan akan diartikan sebagai nyeri sehingga tubuh akan berespon
untuk mengistirahatkan daerah tersebut.
Respon lokal yang terjadi di jaringan tersebut berupa pelepasan
fibrin, neutrofil, platelet, dan plasma beserta peningkatan aliran darah yang
menyebabkan edema. Edema ternyata dapat menekan pembuluh kapiler
yang menyuplai nutrisi sehingga jaringan dapat mengalami kematian.
Kematian jaringan ini justru akan semakin meningkatkan pelepasan
mediator
inflamasi.
Kulit
memberikan
tekanan
internal
untuk
Di
samping
itu, tiga hal yang perlu dinilai untuk menentukan intervensi yang akan
diberikan pada ulkus tersebut adalah tepi ulkus, dasar ulkus dan jenis
discharge. Berikut Interpretasi dari ketiganya :
C. DEBRIDEMENT
Debridement adalah suatu proses usaha menghilangkan
jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat
terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara
maksimal
struktur
anatomi
yang
penting
seperti
syaraf,
luka akut maupun pada luka kronis. Setelah luka dibersihkan dari
jaringan
nekrotik
diharapkan
akan
memperbaiki
serta
dilakukan
didapatkan
bahwa
ada
peningkatan
dalam
protokol
penanganan
ulkus
kronis,
karena
evaluasi
adanya
kantong-kantong
infeksi
yang
dan
hanya
meninggalkan
jaringan
sehat
untuk
akan
berakibat
tidak
hanya
menghalangi
tungkai
atau
kematian.
Setelah
debridement
lebih
disebabkan
dibandingkan
karena
dengan
tidak
adekuatnya
kegagalan
teknik
memberikan
hasil
paling
cepat
dan
paling
efisien
12
Tujuannya adalah
secara
spesifik
seperti
kolagenase,
papain/urea
dari
pepaya,
necrotizing
fasciitis,
dengan
demikian
dapat
debridement pertama.
Redebridemen hendaknya dilakukan jika diperlukan
mengurangi
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. WA
Umur
: 24 tahun
: Rajawali 2B
No. CM
: C574747
Tgl Operasi
: 28 Maret 2016
Tgl MRS
: 21 Maret 2016
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama:
Luka di kaki kanan tidak kunjung sembuh
B. Riwayat Penyakit Sekarang
7 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami kecelakaan
sepeda motor. Pasien mengalami patah tulang terbuka di kaki kanan.
Pasien kemudian dibawa ke RS Panti Wilasa dan dilakukan operasi.
2 bulan setelah operasi, luka mulai terbuka dan timbul nanah. Semakin
lama, luka semakin membesar. Pasien lalu berobat ke RS Panti Wilasa dan
dirujuk ke RSDK.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat operasi (+) ORIF bulan Juni 2015 di RS Panti Wilasa
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kelainan darah (-)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat asma (-)
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat kencing manis (-), darah tinggi (-), kelainan darah (-).
16
: tidak ada
Riwayat kejang
: tidak ada
Riwayat asma
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
: tidak ada
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: kompos mentis
TV
: TD
N
: 110/70 mmHg
: 36,50C
: 84 x/menit
RR
: 16x/menit
BB
: 50 kg (underweight, BMI=17,7)
TB
: 168 cm
ASA
:I
Kepala
: mesosefal
Mata
Telinga
: discharge (-/-)
Hidung
Mulut
Tenggorok
Leher
THORAX
Cor
: Inspeksi
Pulmo
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Ekstremitas
: Akral dingin
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
<2/<2
<2/<2
Capillary refill
Palpasi
ROM
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb
: 14,1 g/dL
Ht
: 41,8 %
Eritrosit
: 4,47 juta /l
MCH
: 31,6 pg
MCV
: 93,7 fL
MCHC
: 33,7 g/dL
Leukosit
: 5.740 / l
Trombosit
: 181.000 / l
Glukosa
Albumin
Ureum
Kreatinin
Natrium
Kalium
Chlorida
: 84 mg/dL
: 3,9 g/dL
: 17 mg/dL
: 1,1 mg/dL
: 141 mmol/L
: 4,1 mmol/L
: 105 mmmol/L
HBsAg
: Negatif
PPT
: 11 detik (PPT kontrol: 9,9 detik)
PTTK
: 36,6 detik
APTT Kontrol : 33,4 detik
V. DIAGNOSIS
a.
Diagnosis preoperasi:
Ulkus granulosum regio cruris dextra 1/3 distal dengan plate dan tibial
bone exposed
b.
VI.
TINDAKAN OPERASI
Debridement + Aff plate
VII.
TINDAKAN ANESTESI
Jenis anestesi : Regional Anestesi
Risiko anestesi: Ringan
ASA
:I
1. Premedikasi: midazolam 3 mg
2. Anestesi:
: O2 2 lpm
Mulai anestesi
: 09.30 WIB
Selesai anestesi
: 14.00 WIB
Lama anestesi
3. Terapi cairan
BB : 50 kg
EBV: 70cc/kgBB x 50 = 3500 cc
Jumlah perdarahan : 100 cc
% perdarahan : 100/3500x100% = 2,9%
Kebutuhan cairan :
Maintenance = 2 x 50 = 100 cc
Stress operasi = 4 x 50 = 200 cc
Defisit puasa = 6 x 100 = 600 cc
Total kebutuhan cairan durante operasi
Jam I : M + SO + DP = 100 + 200 +300 = 600 cc
Jam II : M + SO + DP = 100 + 200 + 150 = 450 cc
Jam III : M + SO + DP = 100 + 200 + 150 = 450 cc
Jam IV: M + SO = 100 + 200 = 300 cc
Jam V : M + SO = 100 + 200 = 300 cc
Cairan yang diberikan :
- Ringer laktat
Waktu
09.15
Keterangan
Pre-oksigenasi
1500cc
HR
Tensi
SpO2
(x/menit)
95
(mmHg)
95/52
100
09.30
09.45
13.45
14.00
Anestesi mulai
Operasi mulai
Operasi selesai
Anestesi selesai
100
100
100
100
110/60
110/60
110/70
110/70
4. Pemakaian obat/bahan/alat :
I.
Obat suntik:
Ketamin HCL
Bupivacain HCl 0,5%
Lidocaine 2%
Midazolam
I cc
I amp
IV amp
I amp
II.
Obat inhalasi
III.
Cairan
IV.
Alat/lain-lain
: Spuit 3 cc
VI
Spuit 5 cc
Spuit 10 cc
III
Spuit 20 cc
II
Spuit 50 cc
II
Infus set
IV catheter
Lead EKG
III
Connecting
Suction
Corigated
100
100
100
100
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien seorang laki-laki usia 24 tahun dilakukan operasi
debridement ulkus granulosum regio cruris dextra 1/3 distal dan aff plate,
dilakukan dengan menggunakan anestesi regional yaitu blok epidural. Anestesi
regional dipilih karena keuntungan dari anestesi epidural diantaranya relatif lebih
aman, risiko sistemik minimal, memerlukan dosis obat yang relatif lebih sedikit,
dan komplikasi lebih ringan. Premedikasi pada pasien diberikan midazolam agar
pasien tidak cemas saat akan dilakukan prosedur operasi. Selain itu juga
memberikan efek amnesia anterograd selama operasi berlangsung.
Obat anestesi yang diberikan adalah bupivacain HCl 0,5% sebanyak 8 cc
yang dikombinasi dengan ketamin HCL. Obat diinjeksikan setinggi lumbal 3-4
dengan posisi pasien duduk fleksi untuk membantu identifikasi processus
spinosus dan memperlebar celah intervertebra. Bupivacain dipilih karena memiliki
durasi kerja yang panjang, maka dapat dilakukan dengan teknik satu kali suntikan.
Ketamin yang dikombinasi dengan bupivacain digunakan sebagai anti nyeri dan
sedasi. Penambahan ketamin pada bupivacaine berfungsi untuk mengoptimalkan
kerja analgesi, mempercepat onset dan meningkatkan lama durasi dari
analgesinya. Pemberian lidocaine dilakukan sebagai analgesi lokal pada tindakan
blok epidural.
Pemberian terapi cairan disesuaikan berdasar kebutuhan cairan dan
kehilangan cairan pada waktu puasa, pembedahan, dan perdarahan. Proses
pembedahan pada kasus ini tergolong operasi ringan. Jumlah cairan yang
dibutuhkan pada operasi yang berlangsung selama kurang lebih 270 menit sebesar
2.100 cc dengan jumlah perdarahan 100 cc (2,9% dari EBV) dan volume urin
keluar 500 cc. Terapi cairan yang diberikan adalah ringer laktat 1500 cc.
Setelah anestesi selesai dan keadaan umum serta tanda vital baik, pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Di ruang pemulihan pasien dimonitor tandatanda vital yaitu tekanan darah, heart rate, respiratory rate, dan saturasi oksigen.
Kemudian dilakukan penilaian Bromage score yaitu salah satu indikator respon
motorik pasca anestesi. Jika score adalah kurang dari sama dengan 2 pasien boleh
keluar dari ruang pemulihan dan pindah ruangan.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Lasmaria
F.
Perbandingan efek
anestesi
spinal
dengan
B,
Arora
N,
Srivastava
P.
Synergistic
Effect
of
Ropivakain
Hiperbarik
13,5
mg
dengan
J,
Redjeki
I,
Wargahadibrata
A.
Perbandingan