Anda di halaman 1dari 11

Bab I

Pendahuluan
A.Latar Belakang
Pajak merupakan penopang utama bagi Penerimaan Negara Republik
Indonesia. Berdasarkan APBN 2015 jumlah

penerimaan pajak terhadap

jumlah penerimaan seluruhnya mencapai 75%. Namun jika dilihat dari tax
ratio yang hanya sekitar 11% penerimaan pajak kita masih lebih rendah
dibanding dengan negara negara ASEAN lainnya. Salah satu cara yang
ditempuh

untuk

meningkatkan

administrasi pajak.

penerimaan

Administrasi pajak yang

pajak

adalah

perbaikan

baik berperan dalam

mewujudkan penerimaan Pajak, sekaligus menentukan berjalannya sistem


perpajakan,

dimana

sebagai

pelaksana

undang-undang

perpajakan,

administrasi pajak menentukan bagaimana kebijakan pajak berjalan.


Pungutan Pajak di Indonesia diatur dengan pasal Undang Undang Dasar
1945. Sesuai dengan pasal semua pungutan Pajak wajib diatur dengan
Undang Undang.
Sistem penghitungan dan pelaporan pajak yang dianut di Indonesia
adalah sistem self assestment dimana Wajib Pajak diberi hak untuk
mendaftar, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak
yang terutang. Namun demikian Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan
Pasal 13 Undang Undang Ketentuan dan Tatacara Perpajakan (UU KUP)
dalam hal kasus kasus tertentu dapat menerbitkan Surat Ketetapan Kurang
Bayar. Dalam hal ini adalah Wajib Pajak yang berdasarkan pemeriksaan atau
keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban
material. Kewenangan melakukan pemeriksaan disebutkan pada pasal 29
UU KUP. Peraturan Pemerintah nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (PP.74) secara

lebih lanjut mengatur ketentuan Pasal 13 UU KUP menjadi dua hal yaitu
kegiatan Pemeriksaan dan Verifikasi.
Istilah Verifikasi ini baru muncul di PP.74 dan merupakan suatu
kewenangan baru bagi Direktorat Jenderal Pajak. Konon kabarnya, istilah ini
dimunculkan untuk menjembatani antara ketentuan di Pasal 13 dan Pasal 36
UU KUP. Pasal 13 mengatakan bahwa DJP dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) jika DJP memiliki "keterangan lain".
Sementara Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP mengatakan bahwa DJP dapat
membatalkan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa
SPHP dan closing conference. Maka menjadi tidak seimbang jika secara tiba
tiba DJP dapat menerbitkan surat ketetapan pajak tanpa ada pemberitahuan
kepada Wajib Pajak hanya dengan alasan "keterangan lain". Secara tersirat,
ketentuan

Pasal

36

mensyaratkan

DJP untuk

melakukan

prosedur

pemberitahuan atau semacam klarifikasi sebelum menerbitkan surat


ketetapan. Karena itu, dibuatlah prosedur verifikasi.
Kemunculan verifikasi yang merupakan prosedur baru ini menjadi
masalah ketika Wajib Pajak dalam hal ini pengusaha yang diwakili KADIN
merasa bahwa dalam pemberian kewenangan baru tersebut
menimbulkan

ketidakpastian,

penyalahgunaan

kewenangan

bisa
yang

menyebabkan ketidakadilan dan kerugian bagi pengusaha yang mencari


keadilan.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan titik berangkat yang menjadi alasan
satu-satunya mengapa suatu penelitian dilakukan. Berdasarkan hal-hal yang
telah dipaparkan di bagian Latar Belakang, maka rumusan permasalahan
dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah penerbitan pasal pasal tentang verifikasi dalam Peraturan


Pemerintah No.70 tahun 2011 sudah sesuai dengan prinsip pembuatan
undang undang dan hierarki perundang-undangan?
2. Apakah proses yang gugatan diajukan oleh telah sesuai dengan konsep
pendekatan hukum dalam administrasi publik?
3. Langkah apakah yang harus dilakukan oleh pemerintah c.q DJP
terhadap Putusan Mahkamah Agung atas gugatan tersebut?
Bab II
Kerangka Teori
Administrasi Publik tidak hanya didefinisikan sebagai penyediaan
pelayanan bagi masyarakat, tetapi juga sebagai pengaturan masyarakat. Hal
ini merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa penyediaan pelayanan
bagi anggota masyarakat akan membatasi sebagian masyarakat lainnya.
Penyediaan pelayanan dan pengaturan masyarakat dalam administrasi publik
harus saling terkait. Sebagai contoh adalah pelayanan pajak yang sebetulnya
lebih banyak memuat unsur pengaturan.
Ada tiga pendekatan yang saling berkaitan dalam administrasi publik
yaitu pendekatan manajerial, pendekatan politik, dan pendekatan hukum.
Pendekatan hukum dalam administrasi publik menekankan pentingnya fungsi
yudikatif dari negara untuk menerapkan dan menegakkan peraturan hukum
berdasarkan hak hak konstitusional masyarakat. Secara singkat pendekatan
ini mengharuskan administrasi tunduk dan memenuhi peraturan-peraturan
perundangan-undangan yang berlaku.
Pendekatan ini terdiri dari 3 sumber yang saling terkait yaitu :
a. Hukum Administratif merupakan hukum dan aturan yang mengatur
proses administrasi secara umum.

b. Judisialisasi administrasi publik yaitu kecenderungan untuk proses

administrasi semakin mirip ruang sidang prosedur yang dirancang


untuk melindungi hak pribadi
c. Hukum Konstitusional berisi

aturan

yang

mengatur

prosedur,

kesamaan perlindungan, privasi dan hak substansi serta kemerdekaan


warga negara dalam hubungan dengan administrasi publik.
Pengambilan keputusan dalam pendekatan hukum ini diupayakan
mencapai tujuan sebagai berikut :
a. Menjaga agar keputusan administrasi publik mengambil sikap yang
paling seimbang sehingga tidak melanggar hak hak anggotaanggota masyarakat.
b. Memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil memiliki dasar
rasional yang berlaku seperti yurisprudensi.
Dalam pengambilan keputusan administrasi

publik

berdasarkan

pendekatan hukum terdapat dua pendekatan yaitu prospektif, memprediksi


kemungkinan-kemungkinan dampak di masa mendatang dari keputusan yang
dibahas dan retrospektif, membahas penyebab dan solusi pelanggaranpelanggaran serta kekurangan dari suatu kebijakan yang terjadi di masa yang
lalu.
Pada praktiknya, keputusan manajerial atau politis dari suatu institusi
administrasi publik sering bertabrakan dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Sebagai contoh adalah keputusan administrasi publik untuk
mengikuti kecenderungan pasar tentunya akan mengarahkan preferensi
kebijakan kepada segmen masyarakat yang dipandang paling dapat
mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh administrasi publik. Hal ini
sudah pasti tidak dapat diterima dalam pendekatan hukum karena melanggar
asas equality. Apabila ketika keputusan administrasi publik terbukti
merugikan sebagian masyarakat. Menurut Tri Widodo W Utomo Peraturan
perundangan di bidang perpajakan sebagai suatu keputusan publik

selanjutnya harus memenuhi empat syarat guna dianggap sah

sebagai

berikut, yaitu:
1. Dibuat oleh alat perlengkapan yang berwenang.
2. Tidak mengandung cacat (kekurangan yuridis)
3. Diberi bentuk tertentu
4. Isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasarnya
Definisi pajak
Menurut Prof.Dr. Rachmat Soemitro, S.H. pajak adalah iuran rakyat
kepada Negara yang berdasarkan undang-undang, tidak mendapat timbal
balik yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Definisi lain dari pajak sendiri adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan sebagai public saving yang merupakan sumber utama
untuk pembiayaan public investment.
Apabila dilihat dari sisi propektif ekonomi maka pajak adalah beralihnya
sumber daya dari sector privat kepada sector public yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan individu dalam kepentingan menguasai sumber
daya dan bertambahnya kemampuan keuangan Negara dalam penyediaan
barang dan jasa public yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Syarat Pemungutan Pajak
Didalam melakukan pemungutan pajak pemerintah selaku pihak yang
berperan sebagai pemungut pajak harus memperhatikan beberapa syarat
tertentu dalam tata cara pemungutan pajak yaitu:
1. Keadilan, adil dalam artian undang-undang adalah pajak dikenakan
secara umum dan merata tanpa membedabedakan dan sesuai dengan
kemampuan masing-masing.

2. Berdasarkan Undang-Undang, kegiatan pemungutan pajak dan hak


pemungut pajak dijamin oleh undang undang dalam hal ini UU 1945
pasal 23 ayat 2.
3. Tidak Menggangu Perekonomian (Ekonomis), berarti pemungutan
pajak

tidak

menimbulkan

kelesuan

ekonomi

dan

menggangu

kelancaran produksi maupun perdagangan.


4. Efisien (Finansial), biaya pemungutan pajak harus diatur agar lebih
rendah dari hasil pemungutan pajak.
5. Sederhana, yang dimaksud dengan sederhana adalah tata cara
pemungutan harus dibuat sesederhana mungkin agar memudahkan
masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
Verifikasi Pajak
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011, verifikasi adalah
serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif
atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib
Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau
diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan
pajak,

menerbitkan/menghapus

Nomor

Pokok

Wajib

Pajak

dan/atau

mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.


Verifikasi mirip dengan pemeriksaan, dimana ada SPHV dan closing
conference. Hanya saja, verifikasi tidak menguji pembukuan Wajib Pajak.
Dokumen yang diuji oleh petugas verifikasi adalah "keterangan lain"
sebagaimana dimaksud di Pasal 13 (1) UU KUP.
Secara lengkap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.03/2012
mengatakan bahwa tujuan verifikasi:
[a.] menerbitkan NPWP secara jabatan;
[b.]menghapuskan

NPWP

permohonan Wajib Pajak;

secara

jabatan

atau

berdasarkan

[c.] mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan;


[d.] mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak berdasarkan permohonan
Wajib Pajak;
[e.] mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan atau
berdasarkan permohonan Pengusaha Kena Pajak; dan/atau
[f.] menerbitkan surat ketetapan pajak.
Berdasarkan penjelasan diatas terlihat bahwa Verifikasi adalah suatu
auturan yang sebenarnya tidak ada dalam UU KUP namun muncul di dalam
Peraturan Pemerintah yang merupakan pelaksanaan Undang-undang
tersebut.
Bab III
Analisis
Kamar Dagang Indonesia sebagai salah satu lembaga yang mewadahi
pengusaha pengusaha di Indonesia merasa bahwa aturan aturan tersebut
tidak adil bagi mereka sehingga mereka menggunakan hak mereka sebagai
warga negara untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Agung atas
PP.74 terhadap pasal pasal didalamnya dimana salah satunya adalah pasal
tentang verifikasi tersebut
Adapun argumen yang disampaikan oleh KADIN dalam pertimbangan
gugatan judicial review tersebut adalah sebagai berikut diberikannya
kewenangan baru kepada Dirjen Pajak yaitu untuk melakukan verifikasi bisa
menimbulkan

ketidakpastian,

penyalahgunaan

kewenangan

yang

menyebabkan ketidakadilan dan kerugian bagi pengusaha yang mencari


keadilan.
Sedangkan dalil hukum yang digunakan oleh KADIN adalah sebagai
berikut bahwa Verifikasi sebagaimana tersebut diatas ternyata merupakan
bentuk kewenangan baru yang diberikan oleh PP No. 74 Tahun 2011 kepada
Dirjen Pajak yang hasil akhir atau tujuannya adalah untuk menerbitkan Surat

Ketetapan Pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak


(NPWP), dan atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak dan kewenangan Dirjen Pajak yang disebut Verifikasi a quo tidak
dikenal dalam UU No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat atas Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU KUP), sehingga perlu
dikaji lebih mendalam melalui permohonan Hak Uji Materiil a quo. Serta
kewenangan Dirjen Pajak dalam konteks untuk menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak, menerbitkan/menghapus NPWP, dan atau mengukuhkan/ mencabut
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana diatur dalam UndangUndang No. 16 Tahun 2009 (UU KUP) adalah Kewenangan untuk melakukan
Pemeriksaan yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) jo Pasal 29 ayat (1) jo
Pasal 1 angka 25 dan 27 UU KUP
Bahwa dalam pertimbangannya majelis hakim MA menyatakan bahwa
ketentuan Pasal 48 UU KUP yang dijadikan dasar dan alasan hukum perkara
a quo oleh Pemerintah

untuk membuat aturan yang sifatnya materiil yang

seharusnya merupakan kewenangan

hukum

pembuat

(DPR

bersama

Pemerintah) Undang-undang sesuai dengan bunyinya Untuk menampung


hal-hal yang belum cukup diatur mengenai tata cara atau kelengkapan yang
materinya sudah dicantumkan dalam Undang-undang ini, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian akan lebih mudah mengadakan penyesuaian
pelaksanaan Undang-undang ini dan tata cara yang diperlukan. Oleh
karenanya tidaklah tepat apabila PP 74 Tahun 2011

memposisikan

dirinya

sebagai pelengkap dari Undang-Undang KUP, dan merupakan tindakan


Pemerintah tersebut untuk meligitimasi hal-hal yang bersifat materiil yang
seharusnya menjadi

muatan Undang-undang, meskipun dengan dalil

"melengkapi" Undang- undang.

Bahwa, Termohon HUM telah keliru dalam menggunakan Pasal 48 UU


KUP. Di mana ketentuan

tersebut

telah mengatur pelaksanaan tentang

"Keterangan Lain" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP


sedemikian rupa sehingga memperluas yurisdiksi substansi apa yang
dimaksudkan pengertian "Verifikasi" dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) UU
KUP, dengan demikian tidak sesuai dengan makna UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Apabila pengujian
atas "Verifikasi" dikabulkan, maka "Keterangan lain" seharusnya diatur lebih
lanjut mengenai "Pemeriksaan Pajak" sehingga menjadi lebih pasti dan lebih
sederhana dan tidak merugikan upaya hukum bagi Wajib Pajak.
Keputusan

Mahkamah Agung tersebut menyatakan mengabulkan

seluruh permohonan pemohon sehingga atas pasal pasal yang diajukan


permohonan judicial review harus di cabut oleh Pemerintah.
Dari keseluruhan proses diatas terlihat bahwa Pemerintah telah keliru
dalam membuat undang- undang dimana menurut Tri Widodo W Utomo
bahwa peraturan yang baik tidak cacat yuridis serta isi dan tujuannya harus
sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Pemberian kewenangan
baru merupakan salah satu bentuk cacat yuridis sehingga dibatalkan oleh
Mahkamah Agung.
Gugatan yang dilakukan oleh KADIN sebagai warganegara yang
merasa dirugikan menggambarkan pendekatan hukum pada

administrasi

publik dimana menekankan pentingnya fungsi yudikatif dari negara untuk


menerapkan dan menegakkan peraturan hukum berdasarkan hak hak
konstitusional masyarakat dan dalam prosesnya terjadi proses judisialisasi
dalam administrasi publik.
Bab IV
Kesimpulan

Bahwa berdasarkan uraian diatas dapat diambil beberapa kesimpulan


sebagai berikut :
1. Bahwa dalam penyususan aturan perpajakan perlu memperhatikan
prinsip

keadilan,

kepastian

hukum

dan

tata

urutan

perundangundangan sehingga tidak terjadi penambahan aturan/


kewenangan atau ketidakselarasan antara Undang-undang dengan
aturan dibawahnya.
2. Bahwa untuk PP 74 tahun 2001 Mahkamah Agung telah menyatakan
batal atas beberapa pasal pasal didalamnya-termasuk pasal-pasal
verifikasi- karena hal tersebut merupakan kewenangan baru yang
tidak ada di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan.
3. Direktorat Jenderal Pajak sebagai pihak yang berkepentingan harus
segera

merubah

menampung

aturan

kegiatan

pemeriksaan

verifikasi

yang

pajak

sehingga

dapat

telah

dibatalkan

oleh

Mahkamah Agung ke dalam kegiatan pemeriksaan pajak.


4. Proses judicial review yang dilakukan oleh KADIN menggambarkan
proses judisialiasi administrasi publik di Indonesia. Dimana pihak
pihak yang merasa tidak diberlakukan dengan adil menggunakan
hak konstitusionalnya untuk mengadukan hal tersebut.

Referensi Bacaan
Brotodihardjo, Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung:
Refika Aditama, 2003.

Rosenbloom, David H. and Robert S. Kravchuk. 2001. Public Administration:


Understanding Management, Politics, and Law in the Public Sector, 6th
Edition. New York: McGraw-Hill.
Pardiat. 2007. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Utomo, Tri Widodo W. 2000. Etika & Hukum Administrasi Publik. Lembaga
Administrasi Negara Perwakilan Jawa Barat.
Undang-Undang (UU) No.6 Tahun 1983 yang telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan.
Peraturan

Pemerintah

(PP) No.74

Tahun

2011 tentang

Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Tata

Cara

Anda mungkin juga menyukai