Pendahuluan
A.Latar Belakang
Pajak merupakan penopang utama bagi Penerimaan Negara Republik
Indonesia. Berdasarkan APBN 2015 jumlah
jumlah penerimaan seluruhnya mencapai 75%. Namun jika dilihat dari tax
ratio yang hanya sekitar 11% penerimaan pajak kita masih lebih rendah
dibanding dengan negara negara ASEAN lainnya. Salah satu cara yang
ditempuh
untuk
meningkatkan
administrasi pajak.
penerimaan
pajak
adalah
perbaikan
dimana
sebagai
pelaksana
undang-undang
perpajakan,
lebih lanjut mengatur ketentuan Pasal 13 UU KUP menjadi dua hal yaitu
kegiatan Pemeriksaan dan Verifikasi.
Istilah Verifikasi ini baru muncul di PP.74 dan merupakan suatu
kewenangan baru bagi Direktorat Jenderal Pajak. Konon kabarnya, istilah ini
dimunculkan untuk menjembatani antara ketentuan di Pasal 13 dan Pasal 36
UU KUP. Pasal 13 mengatakan bahwa DJP dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) jika DJP memiliki "keterangan lain".
Sementara Pasal 36 ayat (1) huruf d UU KUP mengatakan bahwa DJP dapat
membatalkan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang dilakukan tanpa
SPHP dan closing conference. Maka menjadi tidak seimbang jika secara tiba
tiba DJP dapat menerbitkan surat ketetapan pajak tanpa ada pemberitahuan
kepada Wajib Pajak hanya dengan alasan "keterangan lain". Secara tersirat,
ketentuan
Pasal
36
mensyaratkan
DJP untuk
melakukan
prosedur
ketidakpastian,
penyalahgunaan
kewenangan
bisa
yang
aturan
yang
mengatur
prosedur,
publik
berdasarkan
sebagai
berikut, yaitu:
1. Dibuat oleh alat perlengkapan yang berwenang.
2. Tidak mengandung cacat (kekurangan yuridis)
3. Diberi bentuk tertentu
4. Isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan
dasarnya
Definisi pajak
Menurut Prof.Dr. Rachmat Soemitro, S.H. pajak adalah iuran rakyat
kepada Negara yang berdasarkan undang-undang, tidak mendapat timbal
balik yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Definisi lain dari pajak sendiri adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan sebagai public saving yang merupakan sumber utama
untuk pembiayaan public investment.
Apabila dilihat dari sisi propektif ekonomi maka pajak adalah beralihnya
sumber daya dari sector privat kepada sector public yang mengakibatkan
berkurangnya kemampuan individu dalam kepentingan menguasai sumber
daya dan bertambahnya kemampuan keuangan Negara dalam penyediaan
barang dan jasa public yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Syarat Pemungutan Pajak
Didalam melakukan pemungutan pajak pemerintah selaku pihak yang
berperan sebagai pemungut pajak harus memperhatikan beberapa syarat
tertentu dalam tata cara pemungutan pajak yaitu:
1. Keadilan, adil dalam artian undang-undang adalah pajak dikenakan
secara umum dan merata tanpa membedabedakan dan sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
tidak
menimbulkan
kelesuan
ekonomi
dan
menggangu
menerbitkan/menghapus
Nomor
Pokok
Wajib
Pajak
dan/atau
NPWP
secara
jabatan
atau
berdasarkan
ketidakpastian,
penyalahgunaan
kewenangan
yang
hukum
pembuat
(DPR
bersama
memposisikan
dirinya
tersebut
administrasi
keadilan,
kepastian
hukum
dan
tata
urutan
merubah
menampung
aturan
kegiatan
pemeriksaan
verifikasi
yang
pajak
sehingga
dapat
telah
dibatalkan
oleh
Referensi Bacaan
Brotodihardjo, Santoso. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung:
Refika Aditama, 2003.
Pemerintah
(PP) No.74
Tahun
2011 tentang
Tata
Cara