Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat yang
dikarenakan oleh adanya obat lain. Interaksi obat ini tentunya
ada yang dapat meningkatkan kerja obat dan ada pula yang
menyebabkan kurang efektifnya kerja suatu obat. Tak sedikit dari
interaksi obat yang merugikan dapat menyeakan kematian.
Namun, ynag paling sering terjadi adalah interaksi yang dapat
meningkatkan toksisitas ataupun menurunkan efek terapi dari
suatu obat sehingga keadaan pasien tidak kunjung membaik.
Dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang
digunakan dalam pengobatan pada saat ini, dan berkembangnya
polifarmasi maka kemungkinan terjadinya interaksi obat makin
besar.

Interaksi

obat

perlu

diperhatikan

karena

dapat

mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Interaksi


obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat
lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan,
sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih
berubah.
Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan
makanan atau minuman yang dikonsumsi oleh pasien. Hal ini
dapat terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang
seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam obat,
menggunakan obat ethical, obat bebas tertentu selain yang
diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan
minuman tertentu seperti alkohol, kafein. Perubahan efek obat
akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan
meningkatnya toksisitas obat atau berkurangnya khasiat obat.
Namun,

interaksi

dari

beberapa

obat juga

dapat bersifat

menguntungkan
dikombinasikan

seperti
dengan

efek

hipotensif

beta-bloker

diuretik

dalam

bila

pengobatan

hipertensi.
Perubahan efek obat akibat interaksi obat sangat bervariasi
diantara individu karena dipengaruhi oleh

berbagai faktor

seperti dosis, kadar obat dalam darah, rute pemberian obat,


metabolisme obat, durasi terapi dan karakteristik pasien seperti
umur, jenis kelamin, unsur genetik

dan kondisi kesehatan

pasien. Tidak semua interaksi obat akan bermakna secara


signifikan, walaupun secara teoritis mungkin terjadi. Banyak
interaksi obat yang kemungkinan besar berbahaya terjadihanya
pada sejumlah kecil pasien. Namun, demikian seorang farmasis
perlu selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya efek
merugikan akibat interaksi obat ini untuk mencegah timbulnya
resiko morbiditas atau bahkan mortalitas dalam pengobatan
pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu interaksi obat ?
2. Apa sajakah kejadian terkait interaksi obat ?
3. Bagaimanakah seharusnya penangan serta perhatian
4.
5.
6.
7.
8.
9.

terhadap interaksi obat ?


Bagaimana mekanisme interaksi obat ?
Bagaimana interaksi obat herbal ?
Bagaimana interaksi obat makanan ?
Bagaimana interaksi obat vitamin ?
Bagaimana interaksi obat alcohol ?
Bagaimana interaksi obat - rokok ?

1.3 Tujuan
Penulisan

makalah

interaksi

obat

in

bertujuan

agar

mahasiswa dapat mengetahui serta memahami apa itu interaksi


obat terhadap zat- zat lain seperti herbal, makanan, vitamin,
rokok, dan alakohol. Sehingga dengan mengetahui interaksi

tersebut

diharapkan

tidak

ada

lagi

terjadi

interaksi

yang

merugikan pasien.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Interaksi Obat
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat
pemakaian obat lain (interaksi obat- obat) atau oleh makanan,
obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat yang
signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan
bersama-sama.
Interaksi

obat

dapat

menjadi

salah

satu

penyebab

meningkatnya toksisitas suatu obat, sehingga hasil/outcome


yang diinginkan, bisa saja menjadi berbahaya. Misalnya, pada
pasien yang menggunakan statin dan antifungi golongan azole,
penggunaan

kedua

obat

ini

secara

bersamaan

dapat

meningkatkan resiko kerusakan otot yang parah. Selain itu pada


pasien

hipertensi

yang

menggunakan

monoamine

oxidase

inhibitor (MAMOIs) apabila mereka mengkonsumsi makanan yang


kaya akan tyramine seperti keju, maka hal ini mengancam
keselamatan pasien.
Pasien

yang

menggunakan

warfarin

dan

diberikan

rifampisin dapat menyebabkan meningkatnya kadar warfarin


sehingga resiko terjadinya perdarahanpun meningkat. Sementara
untuk pasien yang menggunakan tetrasiklin ataupun kuinolon

perlu menghindari penggunaan antasida dan makanan yang


mengandung

susu karena

efek

antibakteri tersebut dapat

menurunkan efek antibakteri tetrasiklin yang digunakan untuk


melawan infeksi sehingga mengakibatnya infeksi tidak terobati
dengan baik.
Walaupun beberapa interaksi dapat merugikan tetapi ada
beberapa interaksi lain yang dapat bermanfaat dan berharga,
seperti obat antihipertensi dan diuretik yang sengaja diberikan
untuk mencapai efek antihipertensi yang mungkin tidak dapat
dicapai efeknya jika tidak dikombinasi dengan obat lain.

2.2 Kejadian Akibat Interaksi Obat


Banyaknya obat yang digunakan oleh pasien meningkatkan
kemungkinan terjadinya reaksi yang merugikan pada pasien
tersebut.

Kejadian

interaksi

obat

yang

mungkin

terjadi

diperkirakan antara 2,2% hingga 30% dalam penelitian pada


pasien rawat inap di rumah sakit, dan berkisar antara 9,2%
hingga 70,3% pada pasien di masyarakat (Jankel dan Speedie,
1990).
Dari kemungkinan tersebut hingga 11,1% pasien yang
benar-benar mengalami gejala diakibatkan oleh interaksi obat
(Fradgley, 2003).
Dalam sebuah studi yang melibatkan 9900 pasien dengan
83200 paparan obat, 234 atau sekitar 6,5% dari 3600 pasien
mengalami reaksi obat merugikan yang termasuk ke dalam
kategori interaksi obat. Studi lain yang dilakukan oleh Gallery
(1994), menemukan bahwa dalam peresepan dengan total

jumlah pasien sebanyak 160 pasien, terjadi 221 interaksi obat,


sebanyak 24 kasus (10,85%) termasuk kategori major, 115 kasus
(52,03%) termasuk kategori moderate dan 82 kasus (37,12%)
termasuk kategori minor.
Studi

lain

yang

dilakukan

oleh

Hajebi

et.al.,

(2000),

mengevaluasi interaksi obat pada 3130 resep dari 4 bagian di


sebuah rumah sakit pendidikan, hasilnya menunjukkan bahwa
dari 3960 resep terjadi sekitar 156 kejadian interaksi obat.
Hasil penelitian lain di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta
menunjukkan bahwa interaksi obat terjadi pada 59% pasien
rawat inap dan 69% pasien rawat jalan. Pada pasien rawat inap
ditemukan 125 kejadian interaksi (48 interaksi obat-obat dan 77
interaksi

obat-makanan)

dengan

pola

interaksi

obat

farmakokinetik sebanyak 36%, farmakodinamik sebanyak 16%


dan yang tidak diketahui sebanyak 48%. Jenis obat yang sering
berinteraksi

adalah

furosemid,

kaptopril,

aspirin,

dan

seftriakson.
Sedangkan pada

pasien

rawat jalan ditemukan 128

interaksi obat yang terdiri dari 47 kasus interaksi obat-obat dan


81 kasus interaksi obat-makanan dengan pola interaksi obat
farmakokinetik 72%, farmakodinamik 19% dan sisanya

tidak

diketahui.

2.3 Perhatian serta Penanganan Interaksi Obat


Salah

satu

hal

yang

sering

menjadi

alasan

sulitnya

mendeteksi ada nya interaksi adalah karena adanya variabilitas


pasien yang cukup besar. Solusi mudah untuk masalah ini adalah
memilih alternatif yang tidak berinteraksi, tetapi jika tidak
tersedia, dapat diberikan obat yang berinteraksi bersama-sama

jika tindakan pencegahan yang tepat diambil. Jika efek dari


interaksi yang baik terpantau, maka langkah selanjutnya adalah
mnyesuaikan dosis saja.
Banyak interaksi yang dosis terkait sehingga jika dosis obat
dikurangi maka efek obat yang lainpun juga dapat berkurang.
Dengan demikian dosis non-resep dari metidine cipher mungkin
tidak bisa menghambat metabolisme fenitoin, sedangkan dosis
yang lebih besar dapat meningkatkan kadar fenitoin.
Dosis

obat

juga

menjadi

hal

penting

yang

perlu

dipertimbangkan. Misalnya, isoniazid yang menyebabkan kadar


fenitoin meningkat, terutama pada asetilator lambat seperti
isoniazid, dan mungkin menjadi toksik. Jika kadar serum fenitoin
dimonitor

dan

dosis

yang

dikurangi

sewajarnya,

konsentrasinya dapat terjaga dalam batas terapeutik.

2.4 Mekanisme Interaksi Obat

maka

Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi


yang melibatkan aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang
mempengaruhi respons farmakodinamik obat.
Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada beberapa tahap,
meliputi

absorpsi,

distribusi,

metabolisme,

atau

ekskresi.

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek suatu


obat diubah oleh obat lain pada tempat aksi. Beberapa kejadian
interaksi obat sebenarnya dapat diprediksi sebelumnya dengan
mengetahui

efek

farmakodinamik

serta

mekanisme

farmakokinetika obat-obat tersebut. Pengetahuan mengenai hal


ini akan bermanfaat dalam melakukan upaya

pencegahan

terhadap efek merugikan yang dapat ditimbulkan akibat interaksi


obat.
2.4.1 Interaksi Farmakokinetik
Interaksi

farmakokinetik

terjadi

ketika

suatu

obat

mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi


obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah
obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya.
1)

Interaksi pada absorpsi obat


Kebanyakan obat yang diberikan secara oral diserap melalui

membran mukosa dari saluran pencernaan, dan banyaknya


interaksi

yang

berlangsung

dapat

mengurangi

penyerapan di usus.
a. Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan

tingkat

difusi

pasif

tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut


lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa
obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah
parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh

adalah absorpsi asam salisilat di lambung lebih besar terjadi


pada

pH

rendah

daripada

pada

pH

tinggi.

Secara

teori

diharapkan bahwa perubahan pH lambung yang disebabkan oleh


obat-obatan seperti antagonis H2-reseptor akan menandakan
adanya penyerapan, akan tetapi dalam prakteknya hasil yang
diperoleh tidaklah menentu karena sejumlah mekanisme lain
juga ikut berperan, seperti khelasi, adsorpsi dan perubahan
motilitas usus, yang dapat mempengaruhi mekanisme.
b. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan
komplek
Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap
di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk
menghilangkan

bahan

beracun

lainnya,

tetapi

dapat

mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis


terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obatobatan. Sebagai

contoh,

antibakteri

tetrasiklin

dapat

membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan


trivalen,

seperti

kalsium,

bismut aluminium,

dan

besi,

membentuk kompleks yang kurang diserap dan mengurangi


efek antibakteri.

Ion-ion logam seperti

susu

dan

antasida

2+

2+ , dan Zn

2+ , Bi

ditemukan dalam produk


2+ , Mg

3+ , Ca

Al

dapat

menyebabkan

penurunan

yang

signifikan dari absorpsi saluran cerna, bioavailabilitas dan efek


terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks.
c. Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian
atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan
lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Misalnya propantelin

yang menghambat pengosongan lambung dan mengurangi


penyerapan

parasetamol

(asetaminofen),

sedangkan

metoklopramid memiliki efek sebaliknya


d. Induksi atau inhibisi protein transporter obat
Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh
protein

transporter

terkarakteristik
adalah

obat.

paling

substrat

Saat

baik

ini,

adalah

P-glikoprotein,

menginduksi protein ini, seperti

transporter

obat

P-glikoprotein.

dan

aksi
yang

Digoksin

obat-obatan

yang

rifampisin, dapat mengurangi

ketersediaan hayati digoksin.


e. Malabsorbsi yang disebabkan oleh obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat
mengganggu penyerapan

sejumlah

obat-obatan termasuk

digoksin dan metotreksat.


2)
a.

Interaksi pada distribusi obat


Interaksi ikatan protein
Setelah diserap, obat dengan cepat akan didistribusikan ke seluruh tubuh

melalui sirkulasi. Beberapa obat dapat terlarut dalam cairan plasma, akan tetapi
tidak semua zat-zat dari obat tersebut dapat diangkut karena beberapa bagian
molekulnya tetap dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma,
terutama Albumin. Misalnya, dicoumarol hanya memiliki 4 dari 1.000 molekul
yang tersisa yang terikat pada konsentrasi serum 0,5 mg%. Beberpa obat juga
dapat terikat pada albumin dalam cairan interstitial, dan beberapa obat lainnya
seperti digoxin dapat terikat pada jaringan otot jantung.
Pengikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel dimana terdapat
kesetimbangan antara molekul yang terikat dengan molekul yang tidak terikat
pada protein plasma. Molekul yang tidak terikat akan tetap bebas dan aktif secara
farmakologi, sementara molekul yang terikat pada sirkulasi akan tidak aktif secara
farmakologi, misalnya pada obat-obat dengan rasio ekstraksi yang lemah akan
terlindung dari metabolisme dan eksresi.

b.

Induksi dan inhibisi protein transport obat


Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh

aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif
membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang
termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke
dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS.

10

3)

Interaksi pada metabolism (biotransformasi) obat


Untuk menghasilkan efek sistemik dalam tubuh obat harus mencapai

reseptor hal ini berarti obat harus dapat melewati membran plasma. Untuk itu obat
harus larut lemak. Metabolisme dapat mengubah senyawa aktif yang larut lemak
menjadi senyawa larut air yang tidak aktif, yang nantinya akan diekskresi
terutama melalui ginjal.
Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah
dalam urin, banyak diantaranya secara

kimia diubah menjadi senyawa lipid

kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian,
banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya
untuk

waktu

yang

lama.

Perubahan

kimia

ini

disebut

metabolisme,

biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa


metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi
terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma
sel-sel hati.
Obat dapat melewati dua fase metabolisme, yaitu metabolisme fase I dan II.
Pada metabolisme fase I, terjadi oksidasi, demetilasi, hidrolisa, dsb. oleh enzim

11

mikrosomal hati yang berada di endothelium, menghasilkan metabolit obat yang


lebih larut dalam air. Pada metabolisme fase II, obat bereaksi dengan molekul
yang larut air (misalnya asam glukuronat, sulfat, dsb) menjadi metabolit yang
tidak atau kurang aktif, yang larut dalam air. Suatu senyawa dapat melewati satu
atau kedua fasemetabolisme di atas hingga tercapai bentuk yang larut dalam air.
Sebagian besar interaksi obat yang signifikan secara klinis terjadi akibat
metabolisme fase I dari pada fase II.
Kebanyakan reaksi oksidasi pada fase I dilakukan oleh enzim sitokrom
P450. Enzim sitokrom P450 terdiri atas beberapa isoenzim. Terdapat beberapa
isoenzim yang penting diantaranya, CYP1A2, CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6,
CYP2E1 dan CYP3A4. Enzim lain yang terlibat dalam fase I metabolisme adalah
monoamine oksidase dan epoksida hidrolase.
Sedikit yang diketahui tentang enzim yang bertanggung jawab pada reaksi
konjugasi fase II konjugasi. Beberapa contoh enzimnya adalah glucuronyl
transferases UDP- (UGT), methyl transferases, dan N-acetyltransferases (NAT).
a. Perubahan pada awal metabolisme

i)Perubahan pada aliran darah yang melalui hati

Setelah terjadinya penyerapan di usus, obat dihantarkan ke hati melalui


sirkulasi, sebelum didistribusikan oleh aliran darah ke seluruh tubuh. Sejumlah
obat yang sangat larut dalam lemak akan mengalami biotransformasi substansial
pada tahap awal melalui dinding usus dan hati. Dan ada beberapa bukti bahwa
beberapa obat dapat memiliki efek pada metabolisme tingkat awal dengan cara
mengubah aliran darah melalui hati.
Peningkatan bioavailabilitas dari tingginya ekstraksi dari beta blocker
dengan hydralazine juga menkjadi penyebab berubahnya lairan darah yang
melewati hati, atau terjadi perubahan metabolism.
ii)

Inhibisi atau induksi pada metabolism tingkat awal

b. Induksi enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus
dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang
sama. Alasannya

adalah bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas

mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya.

12

enzim

Berdasarkan kejadian tersebut, dapat dikatakan stimulasi enzim (induksi)


tidak hanya memberikan kebutuhan peningkatan dosis pada barbiturate saja akan
tetapi jika ada obat lain yang dimetabolisme oleh enzim tertentu dengan kisaran
yang sama maka metabolisme enzimatiknya juga meningkat dan dosis yang lebih
besar dibutuhkan guna mempertahankan efek terapi yang sama.

13

c. Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan

berkurangnya metabolisme obat, sehingga

terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin


memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang
sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga
terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering
dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis
dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung

pada sejauh mana tingkat

kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi
tidak penting secara klinis.

14

d. Faktor genetic pada metabolisme obat

15

Peningkatan

pemahaman

genetika

telah

menunjukkan

bahwa beberapa isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme


genetik, yang berarti bahwa beberapa dari populasi memiliki
varian isoenzim

yang

berbeda aktivitas. Contoh yang paling

terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian kecil populasi memiliki


varian aktivitas rendah dan dikenal sebagai metabolisme lambat.
Sebagian

lainnya memiliki isoenzim cepat atau metabolisme

ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme obatobatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien
berkembang

mengalami

toksisitas

ketika

diberikan

obat

sementara yang lain bebas dari gejala.


e. Isoenzim sitokrom P450 dan obat-obat lain yang diprediksi
Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim
ini, sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa
rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya.
4)

Interaksi pada ekskresi obat


Sebagian besar obat diekskresikan baik dalam empedu atau dalam urin,

kecuali anestesi inhalasi.

a. Perubahan pH urin

16

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah


(pKa 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi
larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus dan
karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh.
Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5.
Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah
obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat.

b. Perubahan eksresi aktif tubular ginjal


Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang
sama di tubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal
ekskresi.

Sebagai

contoh,

probenesid

mengurangi

ekskresi

penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya pemahaman


terhadap

protein transporter

obat

pada

ginjal, sekarang

diketahui bahwa probenesid menghambat sekresi ginjal banyak


obat anionik lain dengan transporter anion organik (OATs).
c. Perubahan aliran darah ginjal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi
vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini
dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang.
d. Ekskresi biliary dan shunt entero-hepatic
i)
Resirkulasi entero-hepatic
Sejumlah obat diekskresikan dalam empedu, baik tidak berubah ataupun
terkonjugasi (misalnya sebagai glukuronida) untuk membuatnya lebih larut dalam
air. Beberapa konjugat dimetabolisme oleh flora usus dan kemudian diserap.
Proses pengulangan ini memperlama keberadaan obat dalam tubuh, tetapi jika

17

flora usus berkurang oleh adanya antibakteri, obat ini tidak didaur ulang sehingga
hilang lebih cepat. Hal ini mungkin dapat menjelaskan kegagalan langka dari
penggunaan kontrasepsi oral yang digunakan bersamaan dengan penisilin atau
tetrasiklin.
ii)
Transporter obat
Meningkatkan penelitian menunjukkan bahwa banyak protein transporter
obat (baik dari keluarga ABC dan keluarga SLC, yang terlibat dalam ekstraksi
hepatik dan sekresi obat ke dalam bile.2 relevansi banyak dari interaksi obat
masih belum jelas, tetapi pompa ekspor garam empedu (ABCB11) diketahui
dihambat oleh berbagai obat termasuk siklosporin, glibenclamide, dan bosentan.
Penghambatan pompa ini dapat meningkatkan risiko kolestasis, dan
produsen bosentan mengatakan bahwa mereka harus dihindari pada pasien yang
memakai bosentan.
5)

Transport protein obat


Obat-obatan dan zat endogen dikenal untuk menyeberangi membran

biologis, tidak hanya dengan difusi pasif, tetapi dengan proses carrier-mediated,
sering dikenal sebagai transporter.
Transporter lain yang terlibat dalam beberapa interaksi obat adalah
transporter organik anion (gandum), polipeptida anion-mengangkut organik
(OATPs) dan transporter kation organik (OCTs), yang merupakan anggota dari
superfamili pembawa zat terlarut (SLC) dari transporters.

a. Interaksi P-glikoprotein
Semakin banyak bukti yang terakumulasi untuk menunjukkan bahwa
beberapa interaksi obat terjadi karena mereka mengganggu aktivitas Pglikoprotein. Ini adalah pompa penghabisan ditemukan di membran sel tertentu,

18

yang dapat mendorong metabolit dan obat keluar dari sel dan berdampak pada
tingkat absorpsi obat (melalui usus), distribusi (ke otak, testis, atau plasenta) dan
eliminasi (dalam urin dan empedu). Jadi, P-glikoprotein dalam sel-sel lapisan usus
dapat mengeluarkan beberapa molekul obat yang sudah diserap kembali ke usus
yang mengakibatkan pengurangan jumlah total obat diserap. Dengan cara ini Pglikoprotein bertindak sebagai penghalang untuk penyerapan. Kegiatan Pglikoprotein dalam sel endotel dari penghalang darah-otak juga dapat
mengeluarkan obat-obatan tertentu dari otak, membatasi penetrasi SSP. Tindakan
memompa dari P-glikoprotein dapat diinduksi atau dihambat oleh beberapa obat.
Jadi misalnya, induksi (atau rangsangan) dari aktivitas P-glikoprotein oleh
rifampisin (rifampin) dalam sel-sel lapisan usus menyebabkan digoxin akan
dikeluarkan dalam usus lebih keras. Hal ini menyebabkan penurunan kadar
plasma dari digoxin.
2.4.2 Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik merupakan terjadinya perubahan
efek dari suatu obat akibat adanya obat lain pada tempat aksi
atau reseptor yang sama. Terkadang beberapa obat bersaing
secara

langsung

(misalnya

beta

untuk
2

dapat

agonis,

menduduki

salbutamol,

reseptor

dan

beta

khusus
blocker,

propranolol) namun, sering kali reaksi yang terjadi adalah secara


tidak langsung dan mengakibatkan terganggunya mekanisme
fisiologi.

Interaksi

farmakodinamik

ini

diklasifikasikan daripada interaksi farmakokinetik.

1) Interaksi sinergis

19

lebih

mudah

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologi yang sama


diberikan secara bersamaan, maka efek yang ditimbulkan dapat
bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol yang menekan SSP, jika
diberikan dalam jumlah sedang dengan dosis terapi normal pada
sebagian besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain),
dapat menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan.
Efek aditif dapat terjadi pada kedua efek utama obat
ataupun efek samping dari kedua obat tersebut, sehingga
interaksi

aditif

dapat

terjadi

dengan

obat

antimuskarinik

antiparkinson (efek utama) atau butyrophenones (efek samping)


yang dapat mengakibatkan keracunan antimuskarinik.
Kadang-kadang efek aditif dapat menyebabkan toksisitas
(misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum
tulang dan perpanjangan interval QT).
a. Serotonin syndrome
Pada tahun 1950 terjadi sebuah reaksi toksik serius dan
mengancam
menggunakan

jiwa

yang

iproniazid

dilaporkan
(MAOI),

pada

dan

pasien

diberikan

yang

pethidin

(meperidine). Apa yang terjadi telah diduga karena adanya


stimulasi berlebihan pada reseptor 5HT1A dan reseptor 5HT2A
dan terdapat kemungkinan reseptor serotonin lain dalam sistem
saraf pusat (di batang hujan dan sumsum tulang belakang pada
khususnya) disebakan oleh efek gabungan dari dua obat ini.
Hal ini dapat terjadi setelah menggunakan satu obat, yang
menyebabkan

stimulasi

berlebihan

reseptor

5HT

ini,

tapi

biasanya terjadi ketika dua atau lebih obat (disebut serotonergik


atau obat serotomimetic) bertindak. Karakteristik gejala (dikenal
sebagai sindrom serotonin) dibagi menjadi tiga yaitu perubahan
mental

(agitasi,

(diaphoresis,

kebingungan,

diare,

demam,

mania)

disfungsi

menggigil)

dan

otonom
kelainan

neuromuskuler. Ini adalah kriteria diagnostik Sternbach yang

20

diambil dari nama Dr Harvey Sternbach yang menyusun daftar


klinis tersebut.

2.

Interaksi Antagonis
Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasangan

obat dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain.


Misalnya

dengan

kumarin

dapat

memperpanjang

waktu

pembekuan darah dengan menghambat efek vitamin K secara


kompetitif. Jika asupan vitamin K meningkat, efek antikoagulan
oral bertentangan dan waktu protrombin dapat kembali normal,

21

sehingga

cancellingout

yang

manfaat

terapi

pengobatan

antikoagulan.

3.

Interaksi obat atau uptake neurotransmitter


Sejumlah obat yang beraksi pada neuron adrenergik dapat

dicegah untuk mencapai tempat aksinya oleh kehadiran obat


lain. Antidepresan trisiklik mencegah re-uptake noradrenalin
(norepinefrin) ke adrenergik neuron perifer. Sehingga pasien
yang memakai trisiklik dan noradrenalin parenteral memiliki
respon nyata meningkat.

22

2.5 Interaksi Obat-Herbal


Penjualan untuk obat-obatan herbal dan suplemen di
Western telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir
dan tidak mengherankan jika ada laporan mengenai interaksi
dengan obat konvensional telah bermunculan. Contoh yang
paling terkenal adalah interaksi dari St John wort dengan
berbagai obat. Ada juga laporan mengenai interaksi obat herbal
lainnya yang disebabkan oleh berbagai mekanisme, termasuk
efek farmakologis aditif.
2.5.2 St Johns Wort
Peningkatan jumlah laporan telah terlibat St John Wort
dalam interaksi obat. Bukti menunjukkan bahwa herbal dapat
menginduksi sitokrom p450 isoenzym CYP3A4, dan juga dapat
menyebabkan 'P-glikoprotein'. Hences St John wort menurunkan

23

tingkat 'siklosporin' dan 'digoxin' masing-masing. Lainnya bukti


kurang tertentu menunjukkan bahwa CYP2E1 dan CYP1A2 juga
dapat diinduksi. St John wort memiliki sifat serotonergik dan ini
telah menghasilkan farmakodinamik interaksi dengan SSRI, yaitu
pengembangan sindrom serotonin. St John Wort mengandung
banyak contstituents mungkin bisa bertanggung jawab untuk
efek farmakologis nya. Konstituen aktif utama saat ini dianggap
Hiperforin

dan

hypericin.

Hypericine

adalah

satu-satunya

konstituen yang standar untuk, dan kemudian hanya dalam


beberapa persiapan St Johns Wort.

2.6 Interaksi Obat Makanan


Hal ini juga ditetapkan bahwa makanan dapat menyebabkan
perubahan klinis penting dalam penyerapan obat melalui efek
pada motilitas gastrointestinal atau dengan obat yang mengikat.
Selain itu, diketahui bahwa tyramine (hadir dalam beberapa
bahan makanan) dapat mencapai konsentrasi toksik pada pasien
yang

memakai

MAOIs.

Dengan

pertumbuhan

pemahaman

mekanisme metabolisme grug, telah semakin diakui bahwa


beberapa makanan dapat mengubah metabolisme obat. Saat ini,
jus jeruk menyebabkan paling relevan secara klinis dari interaksi
ini.

a.

Makanan yang meningkatkan efek beberapa obat


Obat yang efeknya dapat ditingkatkan oleh makanan dan

biasanya harus dimakan bersamaan dengan makanan agar


didpatkan efek yang tetap.
1. Obat jantung pemblok beta
Digunakan untuk mencegah angina, untuk menormalkan
kembali denyut jantung yang tidak beraturan, dan untuk

24

menanggulangi

tekanan

darah

tinggi.

Berikut

beberapa

contohnya:
Karbamazepin (Tergetrol) Antikonvulsan yang digunakan

untuk mencgah serangan jantung.


Nitrofurantoin
(Furadantin,
Macrodantin)

Suatu

antimikroba, digunakan untuk mengobati infeksi saluran


kemih
b. Makanan yang menurunkan efek beberapa obat
Gunakan obat berikut ini satu jam atau dua jam sesudah
makan untuk mencegah interaksi yang mungkin menurunkan
efek obat:
Kaptopril (Capoten) :

digunakan untuk

menanggulangi

tekanan darah tinggi dan lemah jantung.


Berikut beberapa antibiotic yang tidak dipengaruhi oleh
makanan:
Amoksisilin
Bakampisilin
Doksisilin
Hetasilin
Eritromisin estolat
Minoksiklin
c. Sayuran dan daging panggang
Sayuran, seperti kubis Brussel, kol, dan brokoli, mengandung
zat yang induser dari sitokrom P450 isoenzim CYP1A2. Kimia
yang dibentuk oleh 'membakar' daging tambahan memiliki sifat
ini. Makanan ini tidak muncul untuk menyebabkan interaksi obat
klinis penting dalam hak mereka sendiri, tetapi konsumsi mereka
dapat menambahkan variabel lain untuk studi interaksi obat,
sehingga menyulitkan interpretasi. Dalam studi interaksi obat
perubahan mekanisme CYP1A2 telah diprediksi, mungkin lebih
baik bagi pasien untuk menghindari makanan ini.
d. Jus anggur
Secara kebetulan, jus jeruk dipilih untuk menutupi rasa
alkohol dalam studi tentang efek alkohol pada felodipin, yang
memungkinkan untuk penemuan bahwa jeruk bali jus sendiri

25

nyata meningkat tingkat felodipin. Secara umum, jus jeruk


menghambat usus CYP3A4, dan hanya sedikit mempengaruhi
CYP3A4 hati. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa persiapan
intravena obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4 tidak banyak
terpengaruh, sedangkan sediaan oral dari obat yang sama.
Interaksi ini menghasilkan tingkat obat meningkat.
Beberapa obat yang tidak dimetabolisme oleh CY3A4 acara
penurunan tingkat dengan jus jeruk, seperti fexofenadine. The
kemungkinan Alasan untuk ini adalah bahwa jus jeruk adalah
inhibitor

dari

beberapa

obat

transporter,

dan

mungkin

mempengaruhi anion organik mengangkut polipeptida, meskipun


penghambatan P-glikoprotein juga telah disarankan.
Konstituen aktif jus angut tidak diketahui pasti. Grapefruit
mengandung naringin, yang menurunkan selama pemrosesan
untuk naringenin, substansi yang dikenal untuk menghambat
CYP3A4.
Karena ini, telah diasumsikan bahwa seluruh jeruk tidak
akan berinteraksi, tetapi bahwa jus grapefruit diproses akan.
Namun, kemudian beberapa laporan telah terlibat seluruh buah.
Konstituen aktif dimungkinkan lain di seluruh buah termasuk
bergamottin dan dihydroxybergamottin.
e. Makanan
beralkali

Metenamin

Hiprex,

Mandelamine, Urex)
Efek metenamin dapat berkurang. Metenamin digunakan
untuk mengobati infeksi saluran kemih (kandung kemih dan
ginjal). Akibatnya infeksi mungkin tidak terobati dengan baik.
Hindari makanan beralkali seperti susu, mentega, kastanye,
sari buah jeruk, kelapa, buah-buahan (kecuali berry, prem),
sayuran (kecuali jagung)
f. Makanan berkofein obat asma (golongan teofilin)
Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma melebarkan
jalan udara dan memudahkan pernapasan pendrita asma.
Akibatnya mungkin terjadi efek samping merugikan karna terlalu

26

banyak teofilin disertai gejala mual, pusing, sakit kepala, tremor,


insomnia, takikardia.
g. Makanan berkarbohidrat asetaminofen
Efek asetaminofen dapat berkurang. Asetaminofen adalah
obat pnghilang nyeri dan demam. Akibat dari interaksi ini adalah
nyeri atau demam tidak sembuh seperti seharusnya.

2.7 Interaksi Obat Vitamin


a.

Vitamin C Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan

untuk

mengencerkan

dan

mencegah

pembekuan

darah.

Akibatnya antikoagulan tidak se-efktif yang diharapkan. Warfarin


dan

Coumadin

adalah

antikoagulan

yang

paling

banyak

digunakan.
Berikut beberapa nama paten antikoagulan:

b.

Athrombin-K
Coufarin
Coumadin
Dikumarol
Hedulin
Miradon
Panwarfin
Vitamin C Aspirin
Akibatnya efek vitamin C menurun. Vitamin C takaran tinggi

( lebih dari 2000 mg setiap harinya dapat meningkatkan kadar


darah aspirin hingga mencapai konsentrasi toksik).
c. Vitamin C Barbiturat
Akibatnya mungkin terjadi perpanjangan efek barbiturate
dimana diketahui barbiturate digunakan sebagai sedative atau pil
tidur.
Berikut nama paten barbiturate:

Fenobarbital
Alurate
Amytal
Butisol
Buticap

27

Carbrital
Eskabarb
Lotusate
Luminal
Mebaral

Nembutal
Seconal
Sedadrops

Solfoton
Tuinal

d. Vitamin C Pil KB
e.
Akibat dari interaksi obat ini adalah resiko hamil dapat
meningkat jika vitamin c digunakan dalam takaran tinggi (1000
mg atau lebih setiap harinya) secara tidak teratur. Ini akibat
pengikatan kembali komponen hormone dari pil KB pada saat
pemberian vitamin dihentikan. Perdarahan merupakan tanda
terjadinya interaksi.
f.
Penggunaan vitamin dalam takaran sekitar 250-500 mg
dapat mengurangi interkasi tersebut
g.
Nama paten pil KB:

Brevicon
Demulen
Loestrin
Lo-ovral
Nordette

28

Norinyl
Norlestrin
Ovcon
Ovral
Ovulen

Micronor
Modicon
h. Vitamin C Kinidin

Akibat dari interaksi ini mungkin terjadi perpanjangan


masa kerja kinidin. Kinidin digunakan untuk menormalkan
kembali denyut jantung yang tak beraturan. Nama paten kinidin:
Cardioquin
Duraquin
Quinidex
Extentabs
i. Vitamin C Kinin ( coco-quinine, quinamm, quine )

Akibat interaksi vitamin c kinin adalah memungkinkan


terjadinya perpanjangan masa kerja kinin. Kinin adalah obat
bebas yang diguakan unutk mengobati malaria dan kejang kaki
malam hari.
j. Vitamin C Primidon (mysoline)

Akibatnya memungkinkan terjadinya perpanjangan masa


kerja pirimidon. Pirimidon adalah antikonvulsan yang digunakan
untuk mencegah kejang pada ayan.
k. Vitamin B2 (riboflavin) Asam borat

Kombinasi ini dapat menghilangkan vitamin B2 dari tubuh.


Akibatnya, memungkinkan terjadinya defisiensi vitamin.
l. Vitamin B6 Pil KB

Kombinasi ini dapat menghilangkan vitamin B6 dari tubuh.


Akibatnya, memungkinkan terjadinya defisiensi vitamin. Gunakan
vitamin B6 tambahan.

2.8

Interaksi Obat - Alkohol

Bila obat yang memberikan depresi pada SSP diminum


bersamaan

dengan

mengandung

alkohol,

alkohol
terjadi

atau

meminum

interaksi

yang

yang
dapat

membahayakan peminumnya. Obat-obat tersebut ialah


Golongan Sedatif Hipnotik (Barbiturat, Metaqualon dsb),
Golongan

Tranquiliser

(Benzodiazepin

dsb),

Golongan

Psikotropik lainnya, malahan juga Golongan Antihistamin.

Efek depresi pada SSP meningkat secara aditif/summatif,


atau

lebih

sering

lagi

meningkat

secara

potensiasi/sinergistik (jumlah efek pada SSP secara total


melebihi

penjumlahan

perhatian

bahwa

efek

masing-masing).

alkohol

dengan

Perlu

benzodiazepine

memberikan efek ganda yaitu, alkohol meningkatkan efek


absorpsi

diazepam

biotransformasi

dari

dan

sekaligus

diazepam. Di

mengurangi

samping

itu,

pada

penderita dengan penyakit hepar yang disebabkan alkohol,


benzodiazepine akan dieliminasi lebih lama lagi daripada
hepar yang normal.

Interaksi alkohol dengan obat-obat

lain secara klinis cukup penting, misalnya peminum alkohol


kronis

akan

dengan

mengakibatkan

cara

peminum

induksi

alkohol

peningkatan

klirens

metabolisme-oksidatif.

jangka

pendek

akan

obat
Tetapi

menyebabkan

penurunan klirens obat. Konjugasi dengan glukoronide bagi


sebagian obat terlambat kalau ada alkohol. Obat-obat yang
klirensnya melalui beberapa saluran/cara, sulit untuk
memprediksi perubahan klirens total yang disebabkan oleh
alkohol.

2.9

Interaksi Obat Rokok

Asap

penginduksi

dari

enzim.

rokok
Bahwa

merupakan
merokok

salah

satu

mempengaruhi

metabolisme obat sudah lama diketahui. Mekanisme utama


dari interaksi ini ialah biotransformasi obat dipercepat
karena terjadi induksi dari mikrosomal enzim di hepar yang
disebabkan oleh zat-zat yang ada pada asap rokok.
Bagaimana

persis

mekanisme

ini

belum

ditentukan.

Interaksi obat dengan tembakau/rokok ini mengakibatkan


penurunan kadar obat dalam plasma. Yang paling penting

secara klinis adalah efek terhadap Pil KB dan estrogen


lainnya, juga efek terhadap Theophyllin dapat terganggu.
a. Estrogen Tembakau/Rokok
Studi epidemiologis menunjukkan bahwa bahaya
efek kardiovaskuler seperti stroke, infark miokardial dan
thromboembolisme yang dikaitkan dengan penggunaan
kontrasepsi oral (pil KB) jauh lebih besar pada seorang
perokok daripada bukan perokok. Risiko ini meningkat
dengan umur serta jumlah rokok yang diisap seharinya.
Mekanisme pasti dari interaksi ini masih kurang jelas.
Bagaimana pun, wanita yang sedang ber-KB dengan Pil KB
seharusnya

tidak

merokok

karena

asap

rokok

dapat

mengurangi kadar estrogen dalam darah. Dan kalau wanita


ini tidak mau menghentikan rokoknya, maka dia harus
memakai cara kontrasepsi yang lain, misalnya kondom.
b. Theophyllin Tembakau/Rokok
Merokok
secara
signifikan
mempengaruhi
farmakokinetik

theophyllin.

Rokok

merangsang

biotransformasi theophyllin di hepar dan mengakibatkan


peningkatan klirens theophyllin, sehingga waktu paruh
(t1/2) theophyllin menjadi lebih singkat dan kadar dalam
darah

lebih

rendah.

Seorang

perokok

berat

sampai

memerlukan theophyllin dalam dosis dua kali lipat dari

dosis lazim.

Tabel I. Efek obat-obat yang dipengaruhi oleh asap rokok

Anidepresan

Imipramine, Nortriptylin).
Antidiabetika oral
Benzodiazepines (Diazepam, Chlorodiazepoxid)
Cholorpromazine
Kontraseptif oral (pil KB)
Oestrogen
Heperain

trisklik

(Amitriptylin,

Desipramine,

1)

Lidocaine
Pentazocine
Propaxyphene
Propanol
Theophyllin

Contoh interaksi obat dan rokok :


NSAIDs + Tobacco

Klirens

diflunisal,

phenazone

(antipyrine)

dan

fenilbutazon lebih besar pada perokok dibandingkan non

perokok.
Perokok

memerlukan

dosis

diflunisal,

phenazone

(antipyrine) dan fenilbutazon yang lebih besar untuk


memiliki efek yang sama dibanding non perokok.

MK: Hal ini mungkin sebagai akibat dari rokok

yg

menyebabkan induksi CYP1A2, enzim yang terlibat dalam


metabolisme

diflunisal,

phenazone

(antipyrine)

dan

fenilbutazon.
2)

Opioids + Tobacco
Perokok dan mantan perokok pasca operasi memerlukan

dosis morfin yang lebih tinggi dibandingkan non perokok.


Dalam studi lain ditemukan bahwa metabolisme
pentazocine adalah 40% lebih tinggi pada perokok

dibandingkan non-perokok.
3) Paracetamol (Acetaminophen) + Tobacco
Tidak ada perbedaan klirens dosis 1

tunggal

parasetamol pada 6 perokok sehat (lebih dari 15 batang

rokok per hari) dan 6 yang sehat (non-perokok).


Tidak ditemukan perbedaan dalam farmakokinetik dosis
tunggal 650-mg intravena parasetamol pada 14 perokok

(kisaran 8-35 rokok per hari) dan 15 non-perokok.


Rasio metabolit parasetamol (glucuronides) adalah 83%
lebih tinggi pada perokok berat 9 (sekitar 40 rokok setiap
hari), menunjukkan daripada di 14 bukan perokok .

Namun pada perokok sedang (sekitar 10 rokok sehari)

tidak lebih tinggi.


Studi retrospektif pasien dirawat karena keracunan
parasetamol jauh lebih tinggi dari perokok daripada non
perokok, populasi (70% banding 31%).

MK: Rokok menginduksi metabolisme parasetamol oleh

isoenzim sitokrom P450 CYP1A2.


4)
Flecainide (antiaritmia) + Tobacco

Perokok memerlukan dosis yang lebih besar flecainide

dibandingkan non-perokok
Dalam penelitian farmakokinetik,

ditemukan

kirens

flecainide 50% lebih tinggi pada perokok dibandingkan


non-perokok

MK: Rokok menginduksi enzim sitokrom P450 di hati yang


berkaitan dengan

O-dealkylation dari flecainide yang

dikeluarkan lebih cepat dari tubuh.


5)
Coumarins + Tobacco

Ditemukan kadar warfarain meningkat 13% pada pasien


yang berhenti merokok

MK: Beberapa komponen dari asap tembakau bertindak


sebagai isoenzim sitokrom P450 induser, yang mungkin
menyebabkan
warfarin.

peningkatan
Ketika

kecil

berhenti

dalam

metabolisme

merokok,

enzim

metabolismewarfarin tidak lagi diinduksi.


6)

Insulin + Tobacco
Penderita diabetes yang merokok tembakau mungkin
perlu lebih banyak insulin subkutan

MK: Penurunan penyerapan insulin pada subkutan karena


vasokonstriksi perifer.

7)

Antipsychotics + Tobacco or Cannabis

Perokok tembakau atau ganja yang mungkin memerlukan


dosis

yang

lebih

besar

klorpromazin,

fluphenazine,

haloperidol atau tiotixene dibanding bukan perokok.


Studi dari 403 pasien yang menerima klorpromazin.

Ditemukan frekuensi mengantuk 16% pada pasien non


perokok,

13% pada perokok ringan dan

3 % pada

perokok berat.

MK: Rokok induktor enzim, kadar serum berkurang dan

efek kliinis menurun.


8)
Benzodiazepines and related drugs + Tobacco

Studi

terhadap

diazepam,

chlordiazepoxid

dan

zoldipem. Efek mengantuk pada perokok menurun.


MK: Induktor enzim
9)
Clozapine + Tobacco

Sebuah
klirens

penelitian
clozapine

retrospektif
86%

lebih

menemukan
tinggi

pada

bahwa
perokok

dibandingkan non-perokok.
10) Olanzapine + Tobacco
Merokok tembakau meningkatkan klirens olanzapine.
Manufaktur mengatakan bahwa perokok memiliki klirens
olanzapine 40% lebih besar dari

dibandingkan non-

smokers
11)

Beta blockers + Tobacco Coffee and Tea

Merokok tembakau dapat mengurangi efek terapi dari


beta blockers. Diperlukan peningkatan dosis dari beta
blockers
Minum teh atau kopi dapat memiliki efek yang sama

tetapi lebih kecil.


Kadar plasma propanolol menurun. Pada atenolol tdk
signifikan.

MK: Merokok tembakau meningkatkan denyut jantung,


tekanan darah dan keparahan iskemia miokard. Hal ini

akibat efek dari nikotin mungkin sebagai efek langsung


dari nikotin yang mengurangi kadar oksigen yang dibawa
dalam darah.
12)
H2-receptor antagonists + Tobacco or Nicotine

Merokok dapat mengurangi kadar plasma dari cimetidine


dan

ranitidine,

famotidin.
Penyembuhan
memakai

tetapi
ulkus

tidak

tampak

duodenum

H2-reseptor

antagonis

mempengaruhi

pada

pasien

seperti

yang

cimetidine,

famotidin, nizatidin dan ranitidine lebih lambat dan


kekambuhan ulkus lebih sering terjadi pada perokok
daripada non-perokok.
Hal ini sangat mungkin bahwa ini adalah akibat merokok
menjadi faktor risiko untuk terjadinya ulcers duodenum daripada
interaksi

yang

signifikan

antara

merokok

dan

H2-reseptor

antagonis.
13) Hormonal contraceptives + Tobacco
Ada bbrp bukti bhw merokok meningkatkan resiko

perdarahan dengan kontrsepsi kombinasi oral.


Resiko penyakit kardiovaskuler pada wanita
menggunakan

kontrasepsi

oral

kombinasi

yang
sangat

meningkat jika mereka merokok. Merokok meningkatkan


metabolisme (2-hidroksilasi) estradiol endogen.
14) Theophylline + Tobacco
Perokok berat memerlukan dosis theophylline yang lebih
besar daripada pasien non perokok untuk mendapatkan

efek terapi yang sama.


Tembakau mengandung

hidrokarbon

polisiklik,

yang

bersifat induktor dari isoenzim sitokrom P450 yang


CYP1A2, meningkatkan clearance teofilin.
15) Tricyclic antidepressants + Tobacco
Merokok dpt mengurangi kadar plasma dari amitriptilin,
clomipramine, desipramin, imipramine.

Pasien depresi perokok memerlukan dosis antidepresan


trisiklik yang lebih besar daripada non perokok untuk
mengatasi depresi.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan

Secara garis besar terdapat beberapa prinsip umum yang


perlu dipahami terkait pada interaksi obat diantaranya:

Waspadalah

terhadap

pemakaian

obat

yang

indeks

terapinya sempit serta jagalah kadar serum pada batas

normal
Ingat serta ketahuilah obat-obat yang dapat menginduksi

enzim.
Pikirkan tentang farmakologi dasar dari obat yang perlu
dipertimbangkan

sehingga

bila

timbul

masalah

tidak

diabaikan, dan cobalah untuk memikirkan apa yang mungkin


terjadi

jika

obat

mempengaruhi

reseptor

yang

sama

digunakan bersama-sama. Dan jangan lupa bahwa banyak


obat yang dapat mempengaruhi lebih dari satu jenis
reseptor.
Perlu diingat bahwa orang tua berada pada risiko tinggi

terhadap

adanya

masalah

interaksi

adanya penurunan fungi hati dan ginjal.

obat

dikarenakan

DAFTAR PUSTAKA

Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Bandung: ITB


Stockley, I.H. 2008. Stockleys Drug Intraction, Eight Edition.

Pharmaceutical Press. London. Halaman: 1-11

Anda mungkin juga menyukai