Anda di halaman 1dari 5

Soalan Dua

Membuat perbandingan antara Hadis Qudsi dengan al-Quran dan Hadis Nabawi

1.0

Pengertian

1.1

Hadis Nabawi

Hadis ialah setiap kata-kata yang diucapkan dan dinukil serta disampaikan oleh manusia, baik
kata-kata itu diperoleh melalui pendengarannya maupun wahyu; baik dalam keadaan jaga
maupun dalam keadaan tidur. Dalam pengertian ini, Alquran juga dinamakan hadis. Adapun
menurut istilah, pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw., baik
berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat. Yang berupa perkataan seperti
perkataan Nabi saw., Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan, setiap orang
bergantung pada niatnya .(HR Bukhari). Yang berupa perbuatan ialah seperti ajarannya
kepada para sahabat mengenai bagaimana cara mengerjakan salat, kemudian ia mengatakan,
Salatlah seperti kamu melihat aku salat. (HR Bukhari).
1.2

Hadis Qudsi

Hadis qudsi adalah hadis yang oleh Rasulullah saw. disandarkan kepada Allah. Maksudnya,
Rasulullah saw. meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka, Rasulullah saw. menjadi
perawi kalam Allah ini dengan lafal dari Rasulullah saw. sendiri. Bila seseorang meriwayatkan
hadis qudsi, dia meriwayatkannya dari Allah dengan disandarkan kepada Allah dengan
mengatakan, Rasulullah saw. mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari
Tuhannya, atau ia mengatakan, Rasulullah saw. mengatakan, Allah Taala telah berfirman atau
berfirman Allah Taala. Contohnya, Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. berkata, Allah
Taala berfirman, Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila dia
menyebut-Ku di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan, bila dia
menyebut-Ku di kalangan orang banyak, Aku pun menyebutnya di kalangan orang banyak yang
lebih baik dari itu . (HR Bukhari dan Muslim).
1.3

Defenisi al-Quran

Para ulama menyebutkan definisi Alquran yang mendekati maknanya dengan membedakan
dari yang lain dengan menyebutkan bahwa Alquran adalah kalam atau firman Allah yang
diturunkan kepada Muhammad saw. yang pembacaannya merupakan ibadah. Dalam definisi
kalam

merupakan

kelompok

jenis

yang

meliputi

segala

kalam.

Dan,

dengan

menggabungkannya kepada Allah (kalamullah) berarti tidak termasuk semua kalam manusia,
jin, dan malaikat.
Dan, dengan kata-kata yang diturunkan, maka tidak termasuk kalam Allah yang sudah khusus
bagi milik-Nya.
Adapun yang pembacaannya merupakan suatu ibadah mengecualikan hadis-hadis ahad dan
hadis-hadis qudsi bila kita berpendapat bahwa yang diturunkan Allah itu kata-katanya sebab
kata-kata pembacaannya sebagai ibadah, ertinya perintah untuk membacanya di dalam solat
dan lainnya sebagai suatu ibadah, sedangkan qiraat ahad dan hadis-hadis qudsi tidak demikian
halnya.(Bukhari dan Muslim).
2.0

Perbezaan al-Quran dengan Hadis Qudsi

Ada beberapa perbezaan antara al-Quran dengan hadis Qudsi seperti berikut :
2.1

Al-Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. dengan

lafazNya, dan dengan itu pula orang Arab ditantang, tetapi mereka tidak mampu
membuat seperti al-Quran itu, atau sepuluh surah yang serupa itu, bahkan satu surah
sekalipun. Tantangan itu tetap berlaku, karena al-Quran adalah mukjizat yang abadi
hingga hari kiamat. Adapun hadis qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk
mukjizat.
2.2

Al-Quran hanya dinisbatkan kepada Allah, sehingga dikatakan Allah Taala

berfirman. Adapun hadis qudsi, seperti telah dijelaskan di atas, terkadang diriwayatkan
dengan disandarkan kepada Allah, sehingga nisbah hadis qudsi itu kepada Allah adalah
nisbah dibuatkan. Maka dikatakan, Allah telah berfirman atau Allah berfirman. Dan,
terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan kepada Rasulullah saw. tetapi
nisbahnya adalah nisbah kabar, karena Nabi menyampaikan hadis itu dari Allah. Maka,
dikatakan Rasulullah saw. mengatakan apa yang diriwayatkan dari Tuhannya.
2.3

Seluruh isi Alquran dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya mutlak.

Adapun hadis-hadis qudsi kebanyakan adalah kabar ahad, sehingga kepastiannya


masih merupakan dugaan. Adakalanya hadis itu sahih, hasan, dan kadang-kadang daif.

2.4

Al-Quran dari Allah, baik lafaz maupun maknanya. Hadis qudsi maknanya dari

Allah dan lafalnya dari Rasulullah saw. Hadis qudsi ialah wahyu dalam makna, tetapi
bukan dalam lafal. Oleh sebab itu, menurut sebagian besar ahli hadis, diperbolehkan
meriwayatkan hadis qudsi dengan maknanya saja.
2.5

Membaca al-Quran merupakan ibadah, karena itu ia dibaca dalam salat. Nilai

ibadah membaca al-Quran juga terdapat dalam hadis, Barang siapa membaca satu
huruf dari Alquran, dia akan memperoleh satu kebaikan. Dan, kebaikan itu akan dibalas
sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tetapi alif satu
huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf. (HR Tirmizi dan Ibnu Masud).
Adapun hadis qudsi tidak disuruh membacanya dalam solat. Allah memberikan pahala
membaca hadis qudsi secara umum saja. Maka, membaca hadis qudsi tidak akan
memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai membaca al-Quran
bahawa pada setiap huruf mendapatkan sepuluh kebaikan.
3.0

Perbezaan antara Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi

Hadis nabawi itu ada dua. Pertama, tauqifi yang kandungannya diterima oleh Rasulullah saw.
dari wahyu. Lalu, ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bahagian ini
meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih layak
dinisbahkan kepada Rasulullah saw., sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang
mengatakannya meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
Kedua, taufiqi. Yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah saw. menurut
pemahamannya terhadap al-Quran, kerana ia mempunyai tugas menjelaskan Al-Quran atau
menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bahagian kesimpulan yang bersifat ijitihad
ini diperkuat oleh wahyu jika ia benar. Dan, bila terdapat kesalahan di dalamnya, turunlah
wahyu yang membetulkannya. Bahagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.
Dari sini, jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bahagiannya yang tauqifi atau yang taufiqi
dengan ijtiihad yang diakui dari wahyu itu bersumber dari wahyu. Inilah makna dari firman Allah
tentang Rasul-Nya, Dia (Muhammad) tidak berbicara menurut hawa nafsunya. Apa yang
diucapkannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diturunkan kepadanya. (An-Najm: 34).

Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah saw. melalui salah satu
cara penuturan wahyu, sedang lafalnya dari Rasulullah saw. Inilah pendapat yang kuat.
Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah Taala adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah
mengenai lafaznya. Sebab, seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, tidak ada lagi
perbedaan antara hadis qudsi dan al-Quran, dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk
ditantang, serta membacanya pun akan dianggap ibadah.
Pertama, bahawa hadis Nabawi juga wahyu secara maknawi yang lafaznya dari Rasulullah
saw., tetapi mengapa hadis nabawi tidak kita namakan juga hadis qudsi. Jawabnya adalah, kita
merasa pasti tentang hadis qudsi bahwa ia diturunkan maknanya dari Allah karena adanya nas
syara yang menisbahkannya kepada Allah, yaitu kata-kata Rasulullah saw. Allah Taala telah
berfirman, atau Allah Taala berfirman. Itu sebabnya kita namakan hadis itu hadis qudsi. Hal ini
berbeda dengan hadis nabawi, karena hadis nabawi tidak memuat nas seperti ini. Di samping
itu, masing-masing isinya boleh jadi diberitahukan kepada Nabi melalui wahyu, yakni secara
tauqifi, namun mungkin juga disimpulkan melalui ijtihad, yaitu secara taufiqi. Oleh sebab itu, kita
namakan masing-masing dengan nabawi sebagai terminal nama yang pasti. Seandainya kita
mempunyai bukti untuk membedakan mana wahyu tauqifi, tentulah hadis nabawi itu kita namai
pula hadis qudsi.
Kedua, apabila lafaz hadis qudsi itu dari Rasulullah saw., maka dengan alasan apakah hadis itu
dinisbahkan kepada Allah melalui kata-kata Nabi: Allah Taala telah berfirman atau Allah Taala
berfirman. Jawabnya ialah bahwa hal yang demikian ini biasa terjadi dalam bahasa Arab, yang
menisbahkan kalam berdasarkan kandungannya, bukan berdasarkan lafaznya. Begitu juga alQuran menceritakan tentang Musa, Firaun, dan sebagainya, isi kata-kata mereka dengan lafaz
yang bukan lafaz mereka dan dengan gaya bahasa yang bukan gaya bahasa mereka, tetapi
dinisbahkan kepada mereka.

Anda mungkin juga menyukai