Langkah EBM diawali dengan merumuskan pertanyaan klinis dengan struktur PICO, diakhiri
dengan penerapan bukti intervensi yang memperhatikan aspek PICOpatient, intervention,
comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan bukti intervensi perlu mempertimbangkan
kelayakan (feasibility) penerapan bukti di lingkungan praktik klinis.
Patient
Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang pasien sebelum menerapkan intervensi:
1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian memiliki karakteristik yang sama
dengan pasien di tempat praktik?
2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan maupun kebutuhan
sesungguhnya (real need) pasien?
3.
Bagaimana dampak psikologis-sosial-kutural pada pasien sebelumnya dalam
menggunakan intervensi?
Prinsip EBM adalah memberikan pelayanan yang berpusat kepada pasien (patient-centered
care). Klinisi perlu memperhatikan kesesuaian karaktersistik pasien yang digunakan dalam
riset dan pasien yang dihadapi di tempat praktik klinis. (Jika peneliti menggunakan pasien
berspektrum luas sehingga memiliki karakteristik yang sama/ serupa dengan pasien di tempat
praktik, maka bukti riset bisa diterapkan. Tetapi pada banyak kasus tidak seperti itu. Tidak
jarang peneliti menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi pada sampel pasien yang diteliti,
suatu kebiasaan yang kontraproduktif, sehingga sampel pasien yang diteliti menjadi sangat
spesifik dan berspektrum sempit. Jika pasien yang diteliti berspektrum sempit dan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan pasien di tempat praktik, maka klinisi harus melakukan
pertimbangan seksama dan terbaik untuk memutuskan apakah bukti riset tersebut bisa
diterapkan.
Dokter perlu menggunakan pengetahuan yang ada, pertimbangan klinis (clinical judgment)
terbaik dan pemikiran logis (logical thinking) untuk menentukan apakah bukti riset tepat
untuk diterapkan pada pasien di tempat praktik (Rothman, 2002).
dibandingkan terapi standar tidak berarti tidak efektif untuk diberikan kepada pasien jika
dibandingkan dengan tidak memberikan terapi apapun kepada pasien.
Kedua, pengambilan keputusan untuk menerapkan intervensi medis perlu membandingkan
manfaat dan kerugian dari melakukan intervensi. Sebuah intervensi yang memberikan manfaat
(benefit, utility) hampir selalu memberikan kerugian yang tidak diinginkan (harm) dan biaya.
Biaya adalah nilai ekonomi dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menyediakan dan
melakukan intervensi. Kerugian (disutility) akibat intervensi, misalnya depresi akibat
penggunaan suatu sitostatika, stigma akibat menjalani suatu tes diagnostik, dapat dipandang dan
dinilai oleh pasien secara kuantitatif sebagai suatu biaya, disebut intangible cost. Baik manfaat
maupun kerugian dan biaya secara kuantitatif dan kualitatif perlu diperbandingkan. Besarnya
manfaat dan kerugian intervensi bervariasi, mulai dari sangat kecil (negligible) hingga sangat
substansial.
Ketiga, pengambilan keputusan klinis hakikatnya adalah menentukan pilihan dari berbagai
alternatif intervensi. Klinisi harus memilih antara memberikan atau tidak memberikan intervensi,
atau memilih sebuah dari beberapa alternatif intervensi. Jadi klinisi harus membandingkan
manfaat dan kerugian dari masing-masing alternatif, dan menentukan pilihan sebuah dari
beberapa alternatif intervensi.
Analisis keputusan meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Outcome
Tiga pertanyaan perlu dijawab bertalian dengan hasil:
struktur PICO.
Langkah 2 memerlukan pengetahuan dan keterampilan untuk menelusuri literatur
Kinerja penerapan EBM perlu dievaluasi, terdiri atas tiga kegiatan sebagai berikut
Pertama, mengevaluasi efisiensi penerapan langkah-langkah EBM. Penerapan EBM
belum berhasil jika klinisi membutuhkan waktu terlalu lama untuk mendapatkan bukti
yang dibutuhkan, atau klinisi mendapat bukti dalam waktu cukup singkat tetapi dengan
kualitas bukti yang tidak memenuhi VIA (kebenaran, kepentingan, dan kemampuan
penerapan bukti).
Kedua contoh tersebut menunjukkan inefisiensi implementasi EBM. Kedua, melakukan
audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik sebagai dasar praktik klinis. Dalam
audit klinis dilakukan kajian (disebut audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk
dievaluasi apakah terdapat kesesuaian antara pelayanan yang sedang/ telah diberikan
(being done) dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan harus dilakukan (should be
done). Jika belum/ tidak dilakukan, maka audit klinis memberikan saran kerangka kerja
yang dibutuhkan agar bisa dilakukan upaya perbaikan pelayanan pasien dan perbaikan
klinis pasien.
Ketiga, mengidentifikasi area riset di masa mendatang. Kendala dalam penerapan EBM
merupakan masalah penelitian untuk perbaikan implementasi EBM di masa mendatang.
Hasil evaluasi kinerja implementasi EBM berguna untuk memperbaiki penerapan EBM,
agar penerapan EBM di masa mendatang menjadi lebih baik, efektif, dan efisien. Jadi
langkah-langkah EBM sesungguhnya merupakan fondasi bagi program perbaikan
kualitas pelayanan kesehatan yang berkelanjutan (continuous quality improvement) (Ilic,
2009)
DAFTAR PUSTAKA :
Prof.
Bhisma
Murti,
PENGANTAR
EVIDENCE-BASED
MEDICINE.
http://fk.uns.ac.id/static/materi/Pengantar_EBM_Prof_Bhisma_Murti.pdf.
Bagian ilmu kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret.