Anda di halaman 1dari 31

ILMU KESEHATAN JIWA

Refarat

FAKULTAS KEDOKTERAN

April 2016

UNIVERSITAS HASANUDDIN

Refarat : PEMBERIAN OBAT PSIKOTROPIKA PADA KEHAMILAN


Lapsus: GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (F 41.1)

Oleh:
Siswati Binti Asis
C111 12 819
Residen Pembimbing
dr. Fatimah Yunisiari
Supervisor:
dr. Andi Suheyra Shauki, Sp.KJ, Ph.D.

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa


Nama : Siswati Binti Asis
NIM : C111 12 819
Universitas : Universitas Hasanuddin
Judul Refarat : Pemberian obat psikotropika pada kehamilan
Telah menyelenggarakan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Psikiatri Fakultas kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, April 2016

Mengetahui

Supervisor

dr. Andi Suheyra Shauki, Sp.KJ,Ph.D.

Pembimbing

dr. FatimaYuniasari

LAPORAN KASUS
Gangguan cemas menyeluruh
(F41.1)
IDENTITAS PASIEN
Nama

:Tn. I

Umur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Pernikahan

: Sudah menikah

Agama

: Islam

Warga Negara

: Indonesia

Suku Bangsa

: Makassar

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pegawai IT Rs Tadjuddin Chalid

Alamat/No Telpon

: Jl. Padjinekkang Makassar / 08539561145

Diagnosa sementara

: Gangguan cemas menyeluruh

Masuk RS

: RS Labuang Baji

LAPORAN PSIKIATRI
I.

Riwayat Penyakit (diperoleh dari Autoanamnesis)


A. Keluhan utama :
Perasaaan berdebar- debar dan gelisah serta nyeri pada lambung
B. Riwayat gangguan sekarang :
1. Keluhan dan Gejala
Pasien merasa berdebar-debar dan gelisah serta sesak nafas diikiti
dengan perasaan tidak nyaman di lambung yang semakin memberat
sejak 1 bulan terakhir.

Hendaya/Disfungsi:
- Hendaya dalam bidang sosial (+)
- Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)

- Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)

Faktor Stressor Psikososial:


Tidak jelas

Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik


dan psikis sebelumnya:
Pasien pernah mempunyai riwayat penyakit dengan ulkus
duodenum dan di rawat di RS Akademis selama 4 hari dan
kontrol setiap bulan di internis.

C. Riwayat gangguan sebelumnya :


1. Riwayat penyakit dahulu (+): Pasien pernah merasakan keluhan
yang sama pertama kalinya pada tahun 2014. Pada saat itu, pasien
merasa sesak nafas secara tiba-tiba dan keluhan itu hilang setelah
pasien minum air. Keluhan tersebut muncul 1 bulan kemudian.
Setelah itu pasien merasa tidak nyaman di lambung dan sempat
mendapatkan rawatan di RS Akademis.
Riwayat penyakit medis (+): Pasien pernah mendapatkan
perawatan di RS Akademis selama 4 hari dengan diagnose ulkus
duodenum.
Riwayat trauma (-)
Riwayat kejang (-)
Riwayat infeksi (-)
Riwayat NAPZA (-)
2. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan zat psikoaktif.
3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya
Pasien tidak memiliki riwayat psikiatri sebelumnya.

D. Riwayat kehidupan pribadi :


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal ( 0-1 tahun )
Pasien lahir normal, tidak cukup bulan (premature) di rumah sakit
dan ditolong oleh dokter. Selama masa kehamilan, ibu pasien dalam
keadaan sehat. Pasien tumbuh dan berkembang dengan baik.
2. Masa Kanak Awal ( 1-3 tahun )
Pasien diasuh oleh orang tua. Pertumbuhan dan perkembangan
pasien pada masa anak-anak awal sesuai dengan perkembangan anak
seusianya.Merupakan anak yang aktif dan tidak ada masalah
perilaku yang menonjol.
3. Masa Kanak Pertengahan ( 3-11 tahun )
Pasien sekolah TK pada usia 5 tahun dan melanjutkan ke SD sampai
tamat. Prestasi di sekolah biasa saja. Pasien merupakan anak yang
pemalu dan sangat taat kepada kedua orang tuanya.
4. Masa Kanak Akhir ( 11-18 tahun )
Pasien melanjutkan pendidikan ke SMA sampai tamat. Prestasi biasa
saja pasien pendiam dan pemalu tapi mudah bergaul dan memiliki
banyak teman.
E. Riwayat Kehidupan keluarga :
1. Pasien anak ke 5 dari 8 bersaudara (,,,,,,,)
2. Hubungan dengan orangtua dan saudara lainnya baik
3. Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak perempuan
(SD dan TK)
4.

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada.

F. Situasi Sekarang :
Pasien tinggal bersama istri dan 2 orang anaknya (SD , TK ), dan
pasien bekerja sebagai pegawai IT di RS Tadjuddin Chalid.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya :
Pasien merasa dirinya sakit dan membutuhkan pengobatan.
II.

STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum

1. Penampilan: Seorang laki- laki dengan perawakan sedang,


kurus, rambut kemas, memakai jaket coklat gelap dan baju dinas
serta celana panjang hitam dengan kasut kulit warna hitam.
2. Kesadaran: baik
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor: gelisah
4. Pembicaraan: spontan, lancer dan intonasi biasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif.
B. Keadaan afektif (mood), perasaan dan empati,perhatian:
1. Mood

: cemas

2. Afek

: kesan cemas

3. Empati

:dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (kognitif):


1. Taraf pendidikan: Sesuai dengan tingkat pendidikan pasien
2. Daya konsentrasi: Terganggu pada waktu serangan
3. Orientasi:

Waktu

: Baik

Tempat

: Baik

Orang

: Baik

4. Daya ingat:

Daya Ingat Jangka Panjang


Daya Ingat Jangka Pendek
Daya Ingat Jangka Segera

: Baik
: Baik
: Baik

5. Pikiran abstrak: Baik


6. Bakat kreatif: Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Cukup

D. Gangguan persepsi:
1. Halusinasi:Tidak ada

2. Ilusi: Tidak ada


3. Depersonalisasi: Tidak ada
4. Derealisasi: Tidak ada
E. Proses berpikir :
1. Arus pikiran :
a. Produktivitas : Cukup
b. Kontiniuitas :Relevan, koheren
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikiran : Tidak ada
F. Pengendalian impuls: Baik
G. Daya Nilai
1. Norma Sosial: Terganggu
2. Uji daya Nilai: TidakTerganggu
3. Penilaian Realitas: Tidak terganggu
H. Tilikan (insight): Derajat 6 (pasien menyadari dirinya sakit dan
mendapatkan pengobatan untuk penyembuhan).
I. Taraf dapat di percaya : Dapat dipercaya.
IV.Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
A. Status Internus :
1. Keadaan umum
: Baik
2. Kesadaran
: Compos mentis
3. Tanda vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Pernapasan
: 32 x/mnt
Nadi
: 82x/menit
Suhu
: 36,5oC
B. Status neurologik
1.
2.
3.
4.

GCS
: E4 V5 M6
Rangsang Meningeal : Tidak dilakukan
Tidak ditemukan reflex patologis
Sistem saraf otonom dalam batas normal

V. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Seorang pasien laki-laki 38 tahun datang untuk pertama kalinya di rumah sakit
Labuang Baji dengan keluhan berdebar-debar dan gelisah. Keluhan pertama kali
pasien rasakan pada tahun 2014, sekitar 2 tahun yang lalu. Pada saat ini pasien
sering merasa sesak nafas dan nafas seperti tersekat di leher secara tiba-tiba dan
hilang setelah minum air. Pasien juga sering mengeluh merasa tidak enak pada
lambung. Keluhan pasien ini semakin memberat sejak 1 bulan terakhir, dan gejala
sering muncul pada waktu pagi terutama ketika mahu ke kantor. Pasien merasakan
tidak dapat konsentrasi saat serangan muncul dan keluhan akan berkurang atau
menghilang apabila pasien bermain alat musik (keyboard). Pasien juga masih bisa
melakukan aktivitas yang disukai seperti bermain alat musik dan merasa enak
apabila bersama teman-teman. Pasien mempunyai riwayat penyakit ulkus
duodenum dan mendapat pengobatan

Ranitidine

untuk penyakit ulkus

duodenumnya. Pasien juga mempunyai riwayat minum alprazolam namun tidak


teratur, yang hanya diambil atau dosis pada pagi hari karena adanya
kekhwatiran

akan ketergantungan pada obat tersebut. Pasien juga sering

terbangun pada malam hari yaitu sekitar

pukul 2-5 subuh dan seterusnya

melaksanakan solat sunat tahajjud karena sudah tidak bisa tidur. Saat ini pasien
sering memikirkan kondisi kesehatannya dan punca dari keluhannya. Dari status
mental yang didapatkan, laki laki 38 tahun dengan perawakan sedang, rambut
kemas dan memakai jaket dan baju dinas. Kesadaran baik, perilaku dan aktivitas
psikomotor gelisah. Verbalisasi pasien menjawab dengan spontan, lancar dengan
intonasi biasa, keadaan mood cemas, afek kesan cemas, empati dapat
dirabarasakan. Fungsi kognitif daya konsentrasi terganggu pada saat serangan,
orientasi (tempat, waktu, orang) baik, daya ingat (segera, pendek, panjang) baik,
pikiran abstrak baik dan kemampuan menolong diri sendiri cukup. Gangguan
persepsi tidak ada. Arus pikir produktivitas cukup, pengendalian impuls kurang.
Daya nilai norma social terganggu, uji daya nilai terganggu. Tilikan 6. Taraf dapat
di percaya.
VI.

Evalusi Multiaksial

Aksis I:

Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan adanya gejala klinis


yang bermakna yaitu pasien rasa berdebar-debar, sesak nafas sperti tersekat di
leher secara tiba-tiba dan hilang setelah minum air yang sering berlangsung setiap
pagi sebelum ke kantor. Keluhan ini sudah berlangsung dua tahun yang lalu
namun semakin memberat sejak 1 bulan terakhir ini. Pasien juga tidak dapat
berkonsentrasi seama serangan berlangsung. Pasien juga sering berasa cemas dan
khawatir tentang kondisi kesehatannya sehingga menyebabkan pasien sering
terbangun pada waktu malam hari sekitar pukul 02.00- 04.00 pagi. Gejala ini
menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien dan juga menimbulkan disabilitas
serta terdapat hendaya fungsi psikososial, pekerjaan dan waktu senggang sehingga
digolongkan sebagai gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan fisik, internal dan neurologis tidak didapatkan adanya kelainan
fisik bermakna sehingga penyebab organik dapat disingkirkan jadi diagnosa
diarahkan pada gangguan jiwa non psikotik non organik. Pada pemeriksaan
status mental ditemukan afek cemas yang hampir setiap hari dirasakan dengan
perasaan berdebar-debar, sesak nafas dan hilang konsentrasi apabila serangan
berlangsung sejak 1 bulan terakhir. Pasien juga didapakan sering berasa khawatir
akan penyakitnya dan sering terbangun pada malam hari sekitar pukul 2-5 pagi
sehingga memenuhi kriteria pedoman diagnostik gangguan cemas menyeluruh.
Oleh karena semua gejala cemas telah terpenuhi dengan menunjukkan gejala
cemas sebagai gejala primer yang sudah berlangsung selama beberapa minggubulan yaitu adanya 3 gejala utama, kecemasan, ketegangan motorik dan
overaktivitas otonomik sehingga dapat didiagnosa sebagai gangguan cemas
menyeluruh (F 41.1).

Axis II
Pasien merupakan anak yang sangat pendiam dan pemalu tetapi memiliki banyak
teman. Pasien seorang yang taat kepada kedua orang tuanya sehingga digolongkan
pada kepribadian tidak khas.
Axis III

Ulkus Duodenum
Axis IV
Faktor stressor psikososial tidak jelas.
Axis V
GAF Scale 60-51 (gejala sedang, disabilitas sedang)
VII. Daftar Problem

Organobiologik
Tidak ditemukan adanya kelainan organobiologik pada pasien.

Psikologik
Ditemukan adanya gejala kecemasan sehingga dibutuhkan psikoterapi

Sosial
Ditemukan hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan
waktu senggang sehingga pasien membutuhkan sosioterapi.

VIII. Rencana Terapi


a. Farmakoterapi : clobazam 10 mg tablet dosis 2x1
b. Psikoterapi Supportif :

Ventilasi:

memberikan

kesempatan

kepada

pasien

untuk

mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa

lega.
Konseling: memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
sehingga dapat membantu pasien dalam memahami penyakitnya dan
bagaimana cara menghadapinya dan menganjurkan untuk berobat

teratur.
Sugestif: Menanam kepercayaan dan meyakinkan bahwa gejalanya

akan hilang dengan meningkatkan motivasi diri pasien.


Sosioterapi: memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien
dan orang-orang disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan
dukungan moral dan menciptakan lingkungan yang kondusif agar
dapat membantu proses penyembuhan.

X. Prognosis: Dubia ad bonam

Faktor pendukung:
-

Dukungan dari keluarga yang baik untuk kesembuhan pasien


Pasien mengetahui kalau pasien sakit dan ingin berobat.

Faktor penghambat:
Disebabkan faktor stressor psikososial tidak jelas, maka faktor pemicu
tidak dapat dibantu.

Dari faktor di atas, dapat disimpulkan bahwa prognosis nya adalah dubia ad
bonam.

IX. Follow Up
Memantau keadaan pasien dan perkembangan penyakitnya dengan memberi tahu
kepada pasien untuk selalu teratur dan mengikuti aturan minum obat.
XI. Diskusi Pembahasan
Berdasarkan buku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ
III):
Gangguan cemas menyeluruh (F 41.1)

Pedoman diagnostk
Penderita harus menunjukkan cemas sebagai gejala primer yang berlangsung
untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya
menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnnya free floating atau
mengambang)

Gejala- gejala tersebut biasanya men cakup unsure-unsur berikut:


a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit konsentrasi dan sebagainya)
b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gementatan, tidak dapat santai)
dan ;
c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb)
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara ( untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gannguan cemas
menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi criteria lengkap dari episode
depresif ( F 32.-), gangguan anxietas fobik ( F 40.-) atau gangguan obsesifkompulsif (F 42.-).
Pada pasien ini, ditemukan adanya gejala overaktivitas otonomik seperti sesak
nafas dan jantung berdebar-debar. Pasien juga berasa cemas dan khawatir akan
penyakitnya sehingga pasien sulit berkonsentrasi. Pasien memiliki riwayat
keluhan lambung dan pernah mendapat pengobatan ulkus duodenum. Gejala ini
berlangsung lebih dari 1 bulan dan hampir setiap hari pada waktu pagi hari ketika
ingin ke kantor sehingga sifatnya free- floating atau mengambang, sehingga di
diagnosis sebagai gangguan cemas menyeluruh (F 41.1)

Medikasi yang diberikan adalah clobazam. Clobazam merupakan obat anti


anxietas

golongan

Benzodiazepine

yang

bereaksi

dengan

reseptornya

(benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce the inhibitory action of GABAergic neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda. Efek samping yang
ditimbulkan berupa sedasi (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif melemah). Selain itu, terdapa efek
relaksasi otot yang menyebabkn rasa lemas dan cepat lelah.

BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan, disamping memberi kebahagiaan yang luar biasa, juga sangat


menekan jiwa sebagian besar wanita sehingga gangguan kejiwaan pada kehamilan

sudah menjadi perkara yang sering terjadi. Sekitar 10% dari wanita dikatakan
megalami gangguan depresi dan cemas serta gangguan psikotik 1, 2. Pada beberapa
wanita dengan perasaan ambivalen mengenai kehamilan, stres mungkin
meningkat. Respon terhadap stres mungkin dapat terlihat bervariasi yang tampak
atau tidak tampak. Pada sejumlah wanita, takut terhadap nyeri melahirkan sangat
menekan jiwa. Pengalaman kehamilan mungkin dapat diubah oleh komplikasi
medis dan obstetrik yang dapat terjadi, menunjukkan bahwa wanita dengan
komplikasi kehamilan adalah 2 kali cenderung memiliki ketakutan terhadap
kelemahan bayi mereka atau menjadi depresi1.
Psikoterapi seperti dengan pemberian obat psikotropika dapat membantu
wanita hamil yang mengalami kecemasan untuk mengatasi ketakutan dan
kecemasan yang berhubungan dengan kehamilannya. Psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku3. Obat ini biasanya digunakan
untuk terapi gangguan psikiatrik.
Perubahan hormonal selama periode ini, dengan adanya stress emosional
dan perubahan peribadi serta sosial dalam kehidupan ibu hamil merupakan suatu
krisis kpribadian

dan merupakan salah satu saat yang sulit pada ibu hamil

sehingga memberi pengaruh terhadap terjadinya masalah gangguan jiwa seperti


depresi, gangguan cemas, gangguan obsesif-kompulsif, episode krisis kpribadian
dan psikososial, eksaserbasi di gangguan jiwa yang berat serta terjadinya rekurens
dan relaps pada penyakit terdahulu yang pernah sembuh3,4.
Dalam mempertimbangkan rencana perawatan pada ibu hamil dengan
gangguan kejiwaan, resiko terhadap ibu dan janin atau bayi yang baru lahir
haruslah dinilai dari sudut penyakit dan pengobatan2.Manajemen pada masalah
psikiatri dan pengobatan farmakologi pada kehamilan adalah bersifat kompleks,
sulit dan dibebani dengan faktor biologis dan pribadi. Psikiater perlu
memepertimbangkan dampak penyakit yang tidak diobati pada ibu dan janin serta

kemungkinan peningkatan risiko komplikasi obstetric dan kongenital malformasi


terkait dengan pengobatan farmakologi2,3.
Pengobatan psikotropika pada kehamilan memerlukan ketelitian terhadap
risiko dan keuntungan pada ibu dan janin atau bayi yang baru lahir 5. Psikotropika
sebenarnya termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi
aktivitas psikis6. Psikotropika dibagi menjadi : -Golongan I, sampai sekarang
kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan
digunakan untuk pengobatan

6,7

. -Contohnya: Metilen Dioksi Metamfetamin,

Lisergid Acid Diathylamine (LSD), dan Metamfetamin. - Golongan II, III, dan IV
dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan. Namun,
kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan
digunakan, seperti Diazepam, Fenobarbital, Lorazepam, dan Klordiazepoksid 6.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penggolongan Psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1995
1) Psikotropika golongan I :
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan

dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai

potensi amat kuat mengakibatkan sindromaketergantungan 7. (Contoh:


ekstasi, shabu, LSD)
2) Psikotropika Golongan II :
Psikotropika
yang

berkhasiat

pengobatan

dan

dapatdigunakan dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan


sertamenpunyai

potensi

kuat

mengakibatkan

sindroma

ketergantungan7(Contoh : amfetamin, metilfenidat atau ritalin).


3) Psikotropika Golongan III :
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak

digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta


mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan 6
(Contoh: pentobarbital, Flunitrazepam).
4) Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuanserta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan 7
(Contoh:

diazepam,

bromazepam,

Fenobarbital,

klonazepam,

klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil Koplo, Rohip, Dum,


MG).
Psikotropika

yang

sering

disalahgunakan

antara

lain

: (1)

Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu (2) Sedatif & Hipnotika


(obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain (3)
Halusinogenika: Iysergic acid diethylamide (LSD), mushroom.
B. Farmakokinetis dan Farmakodinamik
Terdapat perbedaan yang signifikan dalam farmakokinetik

dan

farmakodinamik pada pengobatan psikotropik antara laki-laki dan wanita.


Kehamilan merupakan antara faktor utama pada perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik pada tubuh badan seperti pengosongan lambung yang lambat,
penurunan motiliti pada gastrointestinal, distribusi volume yang meningkat,
penurunan kapasitas ikatan obat, penurunan kadar albumin serta meningkatnya
metabolisma pada hati4.
Selain itu, terdapat peningkatan pada filtrasi glomerulus (GFR) dan
peningkatan 5% dari volume plasma. Perubahan- perubahan ini adalah sangat

penting pada saat kehamilan terhadap pemberian obat, perlunya pemberian obat
dengan dosis yang minimal dan monoterapi. Pemantauan secara rutin terhadap
pemberian pengobatan adalah penting untuk mengetahui adanya efek samping
yang mungkin terjadi sehingga sangat membantu dalam memproteksi ibu dan
janin4.
C. Pengobatan psikotropika pada kehamilan
Sejumlah besar pengobatan psikotropik sekarang telah tersedia untuk
penanganan gangguan mental1. Secara umumnya penggolongan obat psikotropika
menganut asas kesamaan efek terhadap supresi gejala sasaran, kesamaan dalam
susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat. Dalam hal ini,
obat psikotropika dapat digolongkan dan dibagikan kepada obat anti-psikosis,
obat anti-depresi, obat anti-anxietas, obat anti obsesif-kompulsif dan obat antipanik8.
Pemberian pengobatan psikotropika pada wanita hamil mungkin akan
menyebabkan terjadinya efek samping, bagaimanapun terdapat juga pengobatan
yang terbukti aman dan bisa diberikan sewaktu kehamilan. Setiap pengobatan
mempunyai risiko dan keuntungan masing-masing bagi tiap individu 4. Pada
wanita hamil perlunya pertimbangan dalam pemberian pengobatan pada ibu tanpa
terapi dan efek pada janin1.
i)

Obat anti- psikosis5 , 8

N
o

Nama obat (generik)

sediaan

Dosis anjuran

1.
2.

Chlorpromazine
Haloperidol

150-600 mg/h
5-15 mg/h

3.

Perphenazine

4.

Fluphenazine
Fluphenazine
decanoate

Tab 25 mg, 100 mg


Tab 0.5 mg, 1.5 mg
dan
5 mg
Tab 2 mg, 4mg dan
8 mg
Tab 2,5 mg, 5 mg
Vial 25 mg/ml

Kategori
risiko
kehamilan
C
C

12-24 mg/h

10-15 mg/h
25 mg/ 2-4
minggu

5.

Trifluoperazine

6.
7.
8.

Risperidone
Clozapine
Olanzapine

Tab 1mg
Tab 5 mg
Tab 1,2,3 mg
Tab 25 mg, 100 mg
Tab 5 mg, 10 mg

10-15 mg/h

Tab 2-6 mg/h


25-100mg/h
10-20 mg/h

C
B
C

Obat anti psikosis ini diberikan apabila terdapatnya sindrom psikosis yang
didapatkan pada pasien. Antara sindrom psikosis adalah adanya hendaya berat
dalam menilai realitas, adanya hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental
bermanifestasi dalam gejala asosiasi pikiran(inkoherensi), isi pikiran yang tidak
wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi), gangguan perasaan (tidak sesuai
dengan situasi), dan perilaku yang aneh dan tidak terkendali. Terdapat juga
hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala
seperti tidak mampu bekerja, hubungan social dan melakukan kegiatan rutin 8.
Pada wanita hamil pengobatan dengan anti- psikosis adalah mencakup mereka
dengan penyakit psikiatrik sebelumnya atau bila gangguan emosional timbul dan
cenderung berat sehingga memiliki gagguan skizofrenia pada masa kehamilan1.
Selama fase akut, kehamilan dan skizofrenia sering mengalami
eksaserbasi gejala psikotik, waham cenderung aneh dan ada hubungannya dengan
perubahan fisik dan pergerakan janin pada kehamilan. Halusinasi pendegaran
mempengaruhi langsung pada kehamilan misalnya suara menginstruksikan
memukul perut supaya janin keluar. Wanita hamil dengan adanya psikotik
menolak kehamilannya sampai melahirkan1.
ii)
N

Obat anti- depresi 5,8


Nama obat (generik)

Sediaan

Dosis anjuran

Kategori

risiko

1.
2.
3.
4.

kehamilan
D
C
C
C

Amytriptiline
Amoxapine
Clomipramine
Mirtazapine

Drag. 25 mg
Tab. 100 mg
Tab. 25 mg
Tab. 30 mg

75-150 mg/h
200-300 mg/h
75-150 mg/h
15-45 mg/h

5.

Maprotiline

Tab. 10 mg
25 mg
50 mg
75 mg

75-150 mg/h

6.
7.
8.

Sertraline
Fluoxetine
Citalopram

Tab. 50 mg
Cap. 20 mg
Tab. 20 mg

50-100 mg/h
20-40 mg/h
20-60 mg/h

C
C
C

Pemberian obat anti- depresi diberikan ketika adanya sindrom depresi


yang menonjol pada pasien seperti rasa hati yang murung, hilang minat dan rasa
senang, serta kurang tenaga hingga mudah lelah dan kendur kegiatan yang mana
gejala ini paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami 8. Gejalagejala ini disertai dengan penurunan konsentrasi pikiran dan perhatian,
pengurangan rasa harga diri dan percaya diri, pikiran perihal dosa dan diri tidak
berguna lagi, gannguan tidur dan pengurangan nafsu makan8.
Didapatkan lebih dari 70% wanita hamil akan mengalami depresi5, 9dan
keadan yang sering didapatkan adalah mood yang disforik,tidak peduli pada
lingkungan, kenaikan atau penurunan berat badan, insomnia atau hiperinsomnia,
kelelahan dan perasaan tidak berharga sehingga pada kasus yang berat, terdapat
ide yang menetap untuk bunuh diri1.
iii)

Obat anti- mania 5,8

No
.

Nama obat (generik)

1.

Lithium carbonate

2.

Haloperidol

Tab 0.5-2-5 mg

4,5-15 mg/h

3.

Carbamazepine

Tab 200 mg

400-600 mg/h
(2-3 x/hari)

4.

Divalproex Na

Tab. 250 mg

3 x 250 mg/h

Sediaan

Dosis anjuran

250-500 mg/h

Kategori
risiko
kehamilan
D

Pemberian obat anti-mania diberikan pada wanita hamil apabila


terdapatnya gangguan bipolar atau gangguan manik 1 yang sering disapatkan
wanita usia muda atau remaja4 ditandai oleh periode euforia, atau iritabel yang
jelas, hiperaktifitas, insomnia, banyak bicara, tidak bisa memusatkan perhatian
dan harga diri yang berlebihan 1. Gejala umum mania adalah ketidakstabilan mood
dengan adanya peralihan mood yang cepat dari kemarahan dan depresi. Cara
bicara mania sangat cepat, keras dan sulit dipotong. Insidens gangguan bipolar
atau gangguan manik 0,5 1,5%. Insidens depresi mayor dan gangguan manik
cenderung meningkat pada periode pascapersalinan1.

iv)
No.

Obat anti-anxietas 5,8


Nama obat (generik)

Sediaan

Dosis anjuran

Kategori
risiko

1.

Diazepam

Tab 2-5 mg

Oral:

10-30

mg/h
15-30 mg/h
(2-3x/hari)

kehamilan
D

2.

Chlordiazepoxide

Drg. 5-10 mg

3.
4.
5.

Lorazepam
Clobazam
Alprazolam

Tab 0,5-1-2 mg 2-3 x1 mg/h


Tab 10 mg
2-3 x10 mg/h
Tab. 0,250.5- 3 x 0,25-0,5

D
-

Buspirone
Hydroxyzine
Sulpiride

1 mg
Tab 10 mg
Caplet 25 mg
Cap.50 mg

B
X
-

6.
7.
8.

mg/h
15-30 mg/h
3 x 25 mg/h
100-200 mg/h

Faktor pemicu terhadap munculnya gangguan saat kehamila masih


belum diketahui, namun pada pasien yang pernah mengalami kecemasan, namun
gangguan tersebut bisa kambuh kembali saat kehamilan atau pascapersalian 5.
Pemberian obat anti- anxietas ini diberikan apabila terdapatnya gangguan

kekhawatiran dan kecemasan yang berlebihan tentang kehidupan kehamilan,


misalnya komplikasi kehamilan, sekalipun kehamilan itu normal, yang ditandai
dengan ketegangan motorik dan hiperaktifitas motorik dan otonom misalnya :
gemetar, gugup, gelisah, cepat lelah; gejala hiperaktifitas otonom misalnya : nafas
pendek, palpitasi, keringat, kaki dan tangan dingin, pusing, mual, gangguan
menelan, kewaspadaan yang berlebihan, perasaan terancam, iritabel, insomnia1.

v)
No.

1.
2.
3.
4.

Obat anti- insomnia 5,8


Nama obat
( generik)
Nitrazepam
Triazolam
Estazolam
Chloral hydrate

sediaan

Dosis anjuran

Kategori
risiko

Tab. 5 mg
Tab. O.125 mg
Tab 1 mg
Soft cap 500 mg

kehamilan
2 tab
2 tab
X
1-2 mg/malam
X
1-2 cap 15-30
C
sebelum tidur

Pemberian obat anti- insomnia diberikan apabila terdapatnya kesulitan


untuk memulai tidur yang mana membutuhkan waktu lebih dari jam untuk
tertidur (trouble in falling asleep), atau tidur kembali setelah terbangun (sleep
continuity interruption) sehingga siklus tidur tidak utuh. Selain itu, terdapat
hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari misalnya penurunan kemampuan
bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin8. Pada wanita hamil,
gangguan sulit tidur dan memulai tidur sering didapatkan sehingga bisa
menganggu kesehatan ibu dan perkembangan janin1.
vi)

Obat anti- obsesif kompulsif 5,8

No.

Nama obat (generic)

sediaan

Dosis anjuran

1.

Clomipramine

Tab. 25 mg

75-200 mg

Kategori
risiko
kehamilan
C

2.
3.
4.
5.
6.

Fluvoxamine
Fluoxetine
Paroxetine
Setraline
Citalopram

Tab. 50 mg
Cap. 20 mg
Tab. 20 mg
Tab 50 mg
Tab 20 mg

100-250 mg/h
20-80 mg/h
40-60 mg/h
50-150 mg/h
40-60 mg/h

C
C
D
C
C

Pemberian obat anti- obsesif kompulsif ini diberikan apabila terdapatnya


gangguan yang ditandai oleh dorongan dan obsesi berulang yang cukup berat dan
menyebabkan tekanan emosi yang nyata. Obsesi adalah ide yang menetap, pikiran
atau impuls yang tidak masuk akal, misalnya keinginan. Kompulsif adalah tingkah
- laku yang berulang-ulang yang dilakukan sebagai respon atas obsesi.
Tingkah laku kompulsif dan pikiran obsesif menyebabkan tekanan mental
yang nyata pada wanita hamil. Insidens pasti gangguan cemas menyeluruh tidak
diketahui. Prevalensi gangguan panik adalah 1 2% dari seluruh populasi.
Prevalensi gangguan obsesif kompulsif selama hidup adalah 2 3%. Ingram
melaporkan bahwa kehamilan adalah pencetus terbanyak terjadinya gangguan
obsesif kompulsif1.
Obat anti-panik 5,8

vii)
No.

Nama obat (generic)

sediaan

Dosis anjuran Kategori


risiko

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Imipramine
Clomipramine
Alprazolam
Setraline
Fluoxetine
Paroxetine
Citalopram

Tab 25 mg
Tab 25 mg
Tab 0,25 mg
Tab 50 mg
Cap 20 mg
Tab 20 mg
Tab 20 mg

75-150 mg/h
75-150 mg/h
2-4 mg/h
50-100 mg/h
20-40 mg/h
20-40 mg/h
20-40 mg/h

kehamilan
D
C
D
C
C
D
C

Pemberian obat anti- panik diberikan dengan ciri-ciri utama adanya periode
kekhawatiran yang mendalam atau perasaan tidak enak yang berlangsung
beberapa menit dan sifatnya berulang secara tak terduga. Serangan panik

terjadinya mendadak dengan rasa takut dan kecemasan yang berlebihan serta
perasaan ingin mati.
Dari laporan dikatakan bahwa wanita yang hamil mengalami peningkatan
gejala panik selama kehamilan. Gejala yang dialami selama serangan panik : nafas
pendek, rasa tercekik, jantung berdebar-debar, telinga mendengung, mata kabur /
berkunang, perasaan gatal, takut mati dan kehilangan kontrol. Ada laporan yang
menyebutkan bahwa terjadi perbaikan gangguan panik selama proses kehamilan
dan gejalanya menonjol lagi pada periode pasca persalinan1.
Tabel 2.1 menunjukkan jenis kategori obat psikotropika pada kehamilan5
Kategori risiko kehamilan
A
Studi kontrol menunjukkan tidak ada risiko
B
Tidak ada bukti menunjukkn risiko pada
manusia
C
Risiko tidak dapat dipastikan
D
Bukti positif adanya risiko
X
Kontraindikasi pada kehamilan

D. Penggunaan obat psikotropika pada kehamilan


Secara umum, risiko mutlak pada bayi yang ibunya menggunakan obat
psikotropik selama kehamilan adalah rendah. Pada sebagian besar kasus (seperti
situasi yang buruk akibat pemakaian litium untuk mengontrol mania pada wanita
hamil), kondisi yang diobatinya ternyata jauh lebih aman untuk bayi. Pendekatan
konservatif terbanyak untuk menghindari sebanyak mungkin obat, tidak terbukti
aman. Ini sering merupakan larangan yang tidak perlu. Pertimbangan untung- rugi
menyarankan bahwa sebagian besar obat dengan perawatan sebaiknya digunakan
jika diperlukan10.

seperti dalam tabel 2.2. Jika memungkinkan, pengobatan psikotropika


perlu dihindari pada 12 minggu pertama kehamilan kerna merupakan waktu yang
paling aktif untuk perkembangan organ pada janin. Namun begitu, pada wanita
yang telah mengambil pengobatan saat konsepsi dan pada saat kehamilan
dikonfirmasi, sebagian besar organogenesis telah terjadi. Pada keadaan ini,
mengambil langkah tidak panik adalah yang paling baik. Penghentian mendadak
pada obat akan mnyebabkan kekambuhan sehingga diperlukan lagi pengobatan
lanjutan untuk menstabilkan keadaan ibu hamil3.
Perencanaan kehamilan sangat penting pada wanita yang didiagnosis
depresi

atau

mania,

sebaiknya

kehamilannya

perlu

direncanakan

atau

dikonsultasikan dengan ahli kebidanan dan kandungan, dan psikiater tentang


masalah resiko dan keuntungan setiap pemakaian obat-obat psikofarmakologi.
Penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil yang
mengalami depresi berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi, seperti
menangis, insomnia, gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri. Obat
psikotropik golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) adalah anti
depresan pilihan untuk wanita hamil, mencakup fluoksetin dan sertralin, tidak
menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi atau sedasi1.
Wanita yang datang dengan psikosis pada episode pertama saat hamil
harus diperiksa dengan hati-hati untuk menyingkirkan sebab organik pada
psikosisnya maupun perubahan status mentalnya. Pada wanita hamil yang riwayat
skizofrenia sebelumnya dan masih mengkonsumsi obat, penghentian segera obat
antipsikotik dapat menyebabka relaps akut1. Pada umumnya penelitian
menunjukkan bahwa, pasien dengan menggunakan obat antipsikotik pada
kehamilan tidak menunjukkan adanya kelainan pada kelahiran janin. Namun,
antipsikotik sebaiknya dihindari penggunaannya pada trimester I.
Penggunaan obat anti cemas sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester
pertama. Bila kecemasan berlebihan dan mengganggu dapat diberikan obat anti
cemas golongan benzodiazepin dan non benzodiazepin. Pasien yang hamil dengan

adanya gejala panik yang serius dapat diberikan alprazolam dengan dosis
minimum1.
Tabel 2.2 pengobatan yang perlu dihindari pada kehamilan3
Fasa kehamilan
Trimester I

pengobatan
Carbamazepine
valproic acid
lithium (jika memungkinkan)

Trimester III dan melahirkan


Semua trimester

anti-psikotik tipikal potensi rendah


Benzodiazepine potensi tinggi
Monoamine
oxidase
inhibitors
(MAOIs)

E. Efek penggunaan psikotropika pada kehamilan


Tidak ada obat psikotropik yang menunjukkan bahaya serius pada bayi,
namun akan memberi efek bila dikonsumsi dalam dosis besar yang dapat
menimbulkan efek serupa dengan efek alkohol pada janin10,11. Untuk itu, ada
baiknya bila selama kehamilan terutama trisemester pertama agar ibu berhati-hati
dalam mengkonsumsi obat dan hanya mengkonsumsi obat-obatan yang dianjurkan
oleh dokter. Daftar obat secara umum sebaiknya dihindari (kecuali benar- benar
dibutuhkan) termasuk litium yang bisa mengakibatkan anomaly kardiovaskular
yang jarang, fluoksetin pada trimester pertama, asam valproat dan karbamazepin
pada trimester pertama akibat 1-2% insiden defek tabung saraf, diazepam dan
beberapa obat golongan benzodiazepine akibat defek celah mulut meskipun jarang
(klonazepam dan lorazepam tampaknya tidak)9.
Penggunaan obat anti cemas tentang terjadinya kelainan kongenital masih
kontroversi. Namun, beberapa penelitian melaporkan penggunaan diazepam
selama kehamilan meningkatkan resiko terjadinya labiopalatoskisi.
Selain itu, wanita hamil yang mendapat obat golongan benzodiazepine
secara umum (kecuali klozapin yang ternyata aman pada ibu hamil), bayinya akan

memberikan 2 tipe reaksi toksik, yaitu : sindrom floppy infant dan reaksi
withdrawal. Gilberg menghubungkan penggunaan benzodiazepin dosis rendah
yang lama dengan sindrom floppy infant dengan gejala hipotoni, letargi, sulit
mengisap, sianosis dan hipotermia. Menurut Rementeria dan Bhatt gejala
withdrawal pada bayi baru lahir dengan penggunaan diazepam selama kehamilan
yang timbul 2 6 jam setelah kelahiran, terdiri dari tremor, iritabel, hipertonia dan
semangat menghisap. Gejala ini berhasil diatasi dengan pemberian fenobarbital
selam 6 minggu1.
Tabel 2.3 menunjukan efek dari paparan pengobatan psikotropika sewaktu
kehamilan3.
Pengobatan
Benzodiazepine

Efek
Paparan benzodiazepine dosis tinggi pada

Lorazepam (short)
Clonazepam (med)
Alprazolam(short)
Diazepam(long)

rahim menyebabkan gejala withdrawal

Trisiklik antidepressants (TCAs)

Antidepresan trisiklik yang paling sering

Clomipramine
Desipramine
Imipramune
Amitriptylin
nortriptylin

seperti lekas marah, gelisah, apnea,


sianosis, lesu dan hipotonia.

digunakan pada kondisi komorbiditas dan


ketika

pengobatan

gagal.

TCA,

merupakan terapi pilihan untuk depresi


dan panic, tetap efektif dan tidak terkait
dengan teratogenesis. Dosis disesuaikan

Monoamine

oxidase

(MAOIs)

dengan kehamilan.
inhibitors Kontraindikasi
pada
berdasarka

hasil

menunjukkan
Other non- SSRI antidepresan
buproprion
mirtazapine
trazodon
Atipikal antipsikotik

studi

kehamilan,
pada

peningkatan

hewan
kadar

abnormalitas kongenial.
Data yang terbatas terhdap penggunaan
pengobatan sewaktu kehamilan

-Dopamin

potensi

rendah

akan

olanzapine
risperidone
clozapine
quetiapine
ziprasidone

menghambat

neuroleptik

yang

menyebabkan peningkatan kadar kelainan


bawaan.
-Dopamin dengan deng an potensi tinggi
menghambat
belum

pengobatan anti-psikotik

diketahui

mempeunyai

kaitan

dengan kelainan bawaan


Tipikal antipsikotik

haloperidol
loxapine
trifluoperazine
chlorpromazine
thioridazine

-Anti-psikotik tipikal potensi rendah


(misalnya thioridazine) telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko malformasi
yang ringan.
-Antpsikotik potensi tinggi
( misalnya haloperidol) belum ada
kaitan yang jelas terhadap peningkatan
terhadap resiko.

Mood stabilizers

lithium
valproic acid
carbamazepine
lamotrigine
topiramate
gabapentin

-Carbamazepine dan penggunaan asam


valproik selama trimester pertama telah
dikaitkan dengan peningkatan risiko cacat
tabung saraf, dan malformasi janin , berat
badan lahir rendah, dan trombositopenia .
-Penggunaan lithium dalam kehamilan
telah dikaitkan dengan jelas peningkatan
laju

Ebstein

anomali.

Jika

lithium

dilanjutkan pada kehamilan, karena dari


risiko dekompensasi, kadar obat harus
dipantau secara hati-hati. Dosis mungkin
perlu ditingkatkan sebanyak 100 % pada
kehamilan

untuk

mengontrol

gejala,

kemudian dosis diturunkan pada saat

melahirkn untuk menghindari toksisitas


pada ibu dan bayi baru lahir.

F. Penyalahgunaan obat psikotropika pada wanita hamil


Penyalahgunaan obat selama Kehamilan yaitu penggunaan obat-obatan
selama hamil yaang bisa menyebabkan efek samping pada janin yang sedang
berkembang dan pada bayi. Agen-agen antipsikosis dan anti ansietas obat
penenang juga yang dicurigai menyebabkan cacat congenital. Dalam penelitian
prospektif

telah

ditemukan

bahwa

kelainan-kelainan yang berat terjadi

pada bayi dari ibu pengguna obat-obatan


sumbing atau tanpa palatoskisi1.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

tersebut

mengakibatkan

bibir

Resiko Penggunaan obat psikotropika pada kehamilan secara umumnya


adalah rendah, namun begitu, penggunaan obat yang tidak terkawal atau adanya
penyalahgunaan obat oleh ibu hamil tanpa pengetahuan dokter adalah berbahaya
terhadap bayi. Pada masingmasing kasus, perlu dipertimbangkan efek samping
obat pada bayi dibandingkan resiko ibu tanpa diterapi. Semua obat psikotropik
melewati

plasenta,

sehingga

mempengaruhi

perkembangan

janin.

Obat

psikotropik dapat menyebabkan: kelainan kongenital, keracunan pada bayi dan


sindrom putus obat pada bayi. Bagaimanapun, pasien dengan gangguan jiwa yang
berat harus ditangani oleh ahli psikiatri, yang dapat dikonsultasikan dengan ahli
obstetri untuk pemberian obat pada wanita hamil.

B. Saran
Diharapkan bagi ibu hamil yang mendapatkan perawatan atau terapi dengan obat
psikotropika agar bisa mengikuti setiap nasehat dari dokter tentang penggunaan
obat yang baik agar bayi yang dikandung tidak mendapat efek samping dari
pemakaian obat. Selain itu, ibu hamil haruslah menghindari dari penyalahgunaan
obat psikotropika yang diberikan dan tidak mengkomsumsi secara tidak terkawal
tanpa mengikuti aturan pemakaian dari dokter yang merawat.

Daftar pustaka
1.

Jayalangkara A. 2005. Gangguan jiwa pada kehamilan. J Med Nus. vol. 26

2.

No.4
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat

Kesehatan.

Retrieved

April

29,

2016

at

http://e-

3.

pharm.depkes.go.idpsikotropik.
Khalifeh H, Dolman C & Howard L.M. 2015.Safety of psychotropic drugs

4.

in pregnancy.BMJ. Londoun, United Kingdom. doi 10.1136.


Sivertz K & Kostaras X.2005. The use of psychotropic medications in

5.

pregnancy and lactation. vol. 47(3). BC Medical journal


Kohen D. 2004. Psychotropic medication in pregnancy. Advance in

6.

psychiatric treatment. Vol 10, 59-66


Psychiatric medication use during pregnancy breastfeeding. 2004.
Behavioral health virtual resources. Retrieved April 28, 2016 at

7.

8.
9.

http://www.jpshealthnet.org
Puspa Trianingsih. n.d. Penggolongan obat. Retrieved April 27,2016 at
academia.edu.
Malim R. 2007. Panduan praktis penggunaan klinis obat.Jakarta.Edisi 3.
Armstrong C. 2008. Practise Guidelines: ACOG Guidelines on psychiatric
medication use during pregnancy and lactation. Retrieved April 28, 2016

10.

at http://www.aafp.org
Tomb D.A. 2000. Buku saku psikiater. Edisi 6. Penerbit buku

11.

kedokteran.EGC
Bahan teratogenik dan kecacatan pada bayi. n.d. Informasi seputar
kehamilan.

Daftar pustaka
1. Maslim R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan PPDGJ-III dan
DSM-5. Edisi 2. Jakarta.PT Nuh Jaya.
2. Arifputera A, Calistania C, Klarisa C, Priantono D, Wardhani D
P,Wibisono E, Lilihata G, Gaol H l, Pambudy I M, Suprapto N,
Rosani S, Marcelena R., Oentari W, & Venita. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 4 (2). Jakarta.
3. Wiguna, T. 2014. Tanda d an Gejala Klinis Psikiatri. Buku Ajar
Psikiatri .EdisiKedua. FKUI. Halaman 67-72

4. Wiguna, T. 2014. Gangguan Cemas Menyeluruh . Buku Ajar Psikiatri.


EdisiKedua. FKUI. Halaman 253

Anda mungkin juga menyukai