Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yang disusun
berdasarkan dengan rasionalitas dan sistematika yang mengungkapkan kejelasan
tentang objek formal, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu keteraturan dari
berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan objek material, yaitu
manusia yang melakukan aktivitas administrasi dalam bentuk kerjasama menuju
terwujudnya tujuan tertentu. Esensi mendasar objek formal dan material administrasi
adalah terciptanya hubungan antara pengatur dengan yang diatur dalam konteks kerja
sama manusia.
Kajian filsafat administrasi masih jarang dijumpai di berbagai perpustakaann,
tetapi yang banyak ditemukan adalah filsafat pada umumnya. Menurut Makmur
bukanlah menjadi hambatan dalam mempelajari filsafat administrasi, karena
administrasi adalah salah satu cabang ilmu yang asal mulanya bersumber dari filsafat.
Administrasi yang merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia serta
dihasilkan untuk menciptakan keteraturan menuju terwujudnya tujuan bersama,
adalah salah satu ilmu yang banyak diminati masyarakat umum. Melalui kacamata
filsafat, diharapkan masyarakat mengetahui esensi dasar dari ilmu administrasi
tersebut.
Bab II
Pembahasan
B. Rumusan Masalah
a. Pengantar filsafat ilmu
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa rgauragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti
berendah hati bajwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan
yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berilsafat berarti mengoreksi diri,
semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang
dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar
sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita
berterus terang kepada diri kita sendiri: Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang
ilmu? Apakah ciri-cirinya yang haiki yang membedakan ilmu dari pengeahuanpengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu
merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang kita pakai daLam menentukan
kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita mesti mempeajari ilmu? Apakah kegunaan
yang sebenarnya?
Demikian juga berfilsafat berarti berendah haTi mengevaluasi segenap
pengetahuan yang telah kita ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap
pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah
ilmu mulai dan di batas ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu?
(mengetahui kekurangan bukan berarti merendahkanmu, namun secara sadar
memanfaatkan, untuk terlebih jujur dalam mencintaimu?
Apakah filsafat?
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi
sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam
kesemetaan galaksi. Atau seorang, yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke
ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan
kesemestaan yang ditatapnya. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat
menyeleuruh, seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang
ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat haikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang
lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia
ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.
Sering kita melihat seorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang
rencah kepada ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau
lebih sedih lagi, seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain.
Mereka merehkan moral, agama dan nilai estetika. Mereka, para ahli yang berada di
bawah tempurung disiplin keilmuannya masing-msing, sebaiknya tengadah ke
bintang-bintang dan tercengang : Lho, kok masih ada langit lain di luar tempurung
kita. Dan kita pun lalu menyadari kebodohan kita sendiri. Yang saya tahu, simpul
Sokrates, ialah bahwa saya tak tahu apa-apa !
Kerandahhatian Sokrates ini bukanlah verbalisme yang sekedar basa-basi.
Seorang yang berpikir filsafati selain tengadah ke bintang-bintang, juga membongkar
tempat berpijak secara fundamental. Inilah karakteristik berpikir filsafati yang kedua
yakni sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar.
Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria
tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa?
Seperti sebuah lingkaran maka pertanyaan itu melingkar, dan menyusur sebuah
lingkaran, kita harus mulai dari satu titik, yang awal dan pun sekaligus akhir. Lalu
bagaimana mentukan titik awal yang benar? Memang demikian, secara terus terang
tidak mungkin kita menangguk pengetahuan secara keseluruhan, dan bahkan kita
tidak yakin kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam
hal ini kita hanya berspekulasi
b. Ruang lingkup filsafat ilmu
Hingga saat ini filsafat ilmu telah berkembang pesat sehingga menjadi suatu
bidang pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Beberapa filusuf
memberikan pendapatnya tentang ruang lingkup filsafat ilmu. Diantara filusuf-filusuf
tersebut adalah
1. Telaah mengenai beberaa konsep, pra anggapan, dan metode ilmu, berikut
analisis, perluasan dan penyusunannya untuk mendaatkan pengetahuan
yang lebih ajeg dan cermat.
2. Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut
struktur perlambangannya.
3. Telaah mengenai saling keterkaitan antara berbagai macam ilmu.
4. Telaah mengenai berbagai akibat pengtahuan ilmiah bagi hal-hal yang
berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas,
hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoritis, sumber
dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar manusia.
Cornelius Benjamin
Filsuf ini menberi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang:
1. Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari
sistem perlambangan ilmiah. Telaah ini banyak menyangkut logika dan
teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
2. Penjelasan mengenai konsep dasar praanggapan, dan pangkal pendirian
ilmu berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang
menjadi tempat tumpuannya.
3. Aneka telaah mengenai saling kait diantaraberbagai ilmu dan implikasinya
bagi teori alam semesta seperti; idealisme, matrealisme, monisme atau
pluraisme.
Edward Maden
Filsuf ini berpendapat bahwa apapun lingkupan filsafat umum, tiga bidang tentu
merupakan bahan perbincangan, yaitu:
1. Probabilitas
2. Induksi
3. Hipotesis
Israel Scheffler
Filsuf ini berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang
ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Lingkupannya mencangkup
tiga bidang yaitu:
1. Peran ilmu dalam masyarakat
2. Dunia sebagaimana digambarkan oleh ilmu
3. Landasan-landasn ilmu
Berdasarkan perkembangan filsafat ilmu sampai saat ini, filsuf pengamat John
Losee menyimpulkan bahwa filsafat ilmu dapat digolongkan menjadi empat konsepsi,
yaitu:
1. Filsafat ilmu yang berusaha menyusun pendangan-pandangan dunia yang sesui atau
berdasarkan teori-teori ilmiah yang penting.
2. Filsafat ilmu yang berusaha memaparkan pranggapan dan kecenderungan para
ilmuwan. (misalnya praanggapan bahwa alam semesta mempunyai keteraturan)
3. Filsafat ilmu sebagai suatu cabang pengetahuan yang menganalisis dan menerapakan
konsep dan teori dari ilmu.
4. Filsafat ilmu sebagai pengetahuan kritis derajat kedua yang menelaah tentang ilmu
sebagai sasarannya.
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan
yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana (yang) Ada itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah
menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai
nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan
keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana
manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan
dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih.
Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga
dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau
rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula
bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi
pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori
intersubjektif.
Akslologi llmumeliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita
yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun
fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu
conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada
Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi
juga arti maknanya bagi kehidupan.
Masa Yunani
Yunani terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan
geometri
dan
matematika.
Likipos
dan
Democritos
Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam.
Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya
bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite
kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia dalam alam semesta),
sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta, dan
mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Oleh karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak
pemikirannya kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates, Plato dan
Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada
manusia maka corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan,
arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia
sebagai subyek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.
filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran
pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya,
pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua
persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran
kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel
Agung, maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika,
dialektika, geometri, aritmatika, astronomi dan musik. Keadaan yang demikan
akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai
berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka
mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033
1109), Abaelardus (1079 1143), Thomas Aquinas (1225 1274).
Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul alKindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd.
Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850 1200. pada masa itulah
Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiaptiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat
Perancis, filsafat Inggris, filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (177018311), Karl Marx (1818 -1883), August Comte (1798 -1857), JS. Mill (1806
1873), John Dewey (1858 1952). Akhirnya dengan munculnya pemikiran filsafat
yang bermacam-macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang
mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat
dewasa ini.
yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia. Karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada
bidang bahasa dan etika sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok
masalah; arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena
bahwa realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara
pemakainnnya sering tidak dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan
tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Maka timbullah filsafat analitika,
yang di dalamnya membahas tentang cara berfikir untuk mengatur pemakaian
kata-kata/ istilah-istilah yang menimbulkan kerancauan, dan sekaligus dapat
menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Oleh karena bahasa
sebagai obyek terpenting dalam pemikiran filsafat, maka para ahli pikir menyebut
sebagai logosentris. Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah
apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini. Kemudian,
pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti NeoThomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme,
Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di
atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sedangkan pada awal
belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan
corak pemikiran dewasa ini seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, Kritika Sosial.
d. Administrasi publik
Secara etimologi, administrasi berasal dari bahasa Latin (Yunani) yang terdiri atas
2 (dua) kata, yaitu: ad dan ministrate yang berarti to serve yang dalam bahasa
Indonesia berarti melayanidan atau memenuhi. Selanjutnya, beberapa pakar
memeberikan definisi mengenai administrasi sebagai berikut:
Secara luas, pengertian administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara
dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
1. A. Dunsire
Administrasi
implementasi,
kebijakan
dapat
kegiatan
publik,
mempresentasikan
diartikan
sebagai
pengarahan,
kegiatan
keputusan,
arahan,
penciptaan
melakukan
pemerintahan,
prinsip-prinsip
analisis,
kegiatan
implementasi
menyeimbangkan
pertimbangan-pertimbangan
kebijakan,
dan
sebagai
pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik dan
sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritik.
Batasan-batasan tersebut di atas secara langsung menepis anggapan yang ada
selama ini bahwa administrasi selalu diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan atau
yang berkaitan dengan pekerjaan mengatur file, membuat laporan administratif ke
pihak atasan, dan sebagainya. Adapun definisi administrasi publik sangat bervariasi,
bahkan sangat sulit untuk disepakati. Variasi ini dapat dilihat dari pendapat-pendapat
yang dikutip Stillman II (1991) berikut:
2. Dimock, Dimock, & Fox
Administrasi
publik
merupakan
produksi
barang
barang
dan
jasa
erat dengan beberapa kelompok swasta dan individu dalam pemberian pelayanan
kepada masyarakat. Definisi ini lebih menekankan proses institusional, yaitu
bagaimana usaha kerjasama kelompok sebagai kegiatan publik yang benar-benar
berbeda dari kegiatan swasta.
5. Starling
Melihat administrasi publik sebagai semua yang dicapai pemerintah atau
dilakukan sesuai dengan yang dijanjikan pada waktu kampanye pemilihan. Dengan
kata lain, batasan tersebut menekankan aspek accomplishing side of government dan
seleksi kebijakan publik.
6. Rosenbloom
Menunjukan bahwa administrasi publik sebagai pemanfaatan teori dan prosesproses manajemen, politik, dan hukum untuk memenuhi mandat pemerintah dalam
rangka menjalankan fungsi pengaturan dan pelayanan masyarakat.
7. Nicholas Henry
Memberi batasan bahwa administrasi publik adalah suatu kombinasi yang
kompleks antara teori dan praktek, dengan tujuan mempromosikan pemahman
terhadap pemerintah dalam hubunganya dengan masyarakat yang diperintah dan
untuk mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan public
Dalam kaitannya dengan pendefinisian administrasi publik, Shafritz dan Russel
(1997: 5-41) berpendapat bahwa sulit memberikan satu definisi administrasi publik
yang dapat diterima semua pihak.
Karena itu, Shafritz dan Russel memberikan definisi administrasi publik
berdasarkan 4 kategori, yaitu:
a. Definisi berdasarkan kategori politik
Administrasi publik sebagai what government does (apa yang dikerjakan
pemerintah), baik langsung maupun tidak langsung, sebagai suatu tahapan siklus
pembuatan kebijakan publik, dan sebagai kegiatan yang dilakukan secara kolektif
karena tidak dapat dikerjakan secara individu.
raja kepada
masyarakat.
Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya
bukalah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan
tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi
tertentu.
Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang actor.
Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkahlangkah atau rencana tindakan yang dirumuskan, bukan sebuah maksud atau
janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam
kebijakan publik bias dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh
beberapa perwakilan lembaga pemerintah.
Sedangkan
tanggungjawab
menangani
masalah
sosial
dan
anggaran pemerintah daerah. Tidak sedikit Pemda yang hanya mau menerima
penguatan dan peralihan wewenang dalam pengelolaan dan penginkatan
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan peralihan tugas
dan peran mengangani Permasalahan Sosial Asli Daerah (PSAD) inginnya
diserahkan kepada masyarakat, lembaga-lembaga sosial dan keagamaan. Oleh
karena itu, dalam menghadapi globalisasi dan menguatnya ide kapitalisme ini,
visi, misi dan strategi kebijakan publik dan pembangunan sosial di Indonesia
perlu direvitalisasi dan bukan didelegitimasi. Sehingga bidang ini tidak menjadi
sekedar kegiatan amal atau usaha sporadic setengah hati yang tidak terencana
dan jauh dari prinsip dan wawan keadilan sosial. Bila Indonesia dewasa ini
hendak melakukan liberalisasi dan privatisasi ekonomi yang berporos pada
ideology kapitalisme, Indonesia bias menimba pengalaman dari negara-negara
maju ketika mereka memanusiawikan kapitalisme. Kemiskinan dan kesenjangan
sosial ditanggulangi oleh kebijakan publik, seperti berbagai skim jaminan sosial
yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara nyata terutama oleh
masyarakat kelas bawah. Pengalaman di dunia Bara memberi pelajaran bahwa
jika Negara menerapkan system demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, maka
itu tidak berate peerintah harus cuci tangan dalam kebijakan publik yang
menyangkut pembanguan sosial. Karena, system ekonomi kapitalis adalah
strategi mencari uang, sedangkan pembangunan sosial adalah strategi
mendistribusikan uang secara adil dan merata. Diibaratkan sebuah keluarga,
mata pencaharian orang tua boleh saja bersifat kapitalis, tetapi perhatian
terhadap anggota keluarga tidak boleh melemah, terutama terhadap anggota
yang memerlukan perlindungan khusus, seperti anak balita, anak cacat atau
orang lanjut usia. Bagi anggota keluarga yang normal atau sudah dewasa,
barulah orang tua dapat melepaskan sebgaian tanggungjawabnya secara
bertahap agar mereka menjadi manusia mandiri dalam masyarakat.
Bab III
Penutup
a. Kesimpulan
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada [realita]
sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris.
Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu
yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik dan intensif. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling
terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat
manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan
bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro
kosmos
maupun
mikrokosmos.
Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih
terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan
terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka
berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan
axiologi. Maka Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu
pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah).
Daftar pustaka
Berelson, Bernard, The Behavioral Scince Today. New York: Harper & Row, 1963.
Daldjoeni, N., Hubungan Etika dengan Ilmu. Ilmu dalam perspektifed. Jujun S.
Suriasumantri, 18-22. Jakarta: Gramedia, 1978.
Ilmuan dan Tanggung Jawab Sosial. Pustaka. No. 3 Tahun III, 1979, 18-22.
Azra, A., Teknologi: Fasisme dengan Senyuman?, Merdeka, 10 February 1982.
Suhato, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial:
Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP-STKS
Yusuf Qardhawi, Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, 1998,
Jakarta: IKAPI
The Liang Gie, 1999, Pengantar Filsafat Ilmu, Cet. Ke-4, Yogyakarta : Penerbit
Liberty
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, 2004,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
H.A Mustofa, 2004, Filsafat Islam
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, 2005, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Bakhtiar, Prof. Dr. Amsal, M.A. 2007, Filsafat Ilmu. Jakarat : PT. Raja Grafindo
Persada
Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik (Konsep,
Teori, dan Isu). Yogyakarta: Gava Media.
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 20-21.
Hegar Pangarep, Publik Realatioans yang Kredibel. Yogyakarta: Cakrawala. 2010
Ahmad Tafasir, Filsafat Ilmu (Bandung: Rosda, 2010), hlm. 68.