Anda di halaman 1dari 22

Daftar isi

Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Ilmu administrasi merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yang disusun
berdasarkan dengan rasionalitas dan sistematika yang mengungkapkan kejelasan
tentang objek formal, yaitu pemikiran untuk menciptakan suatu keteraturan dari
berbagai aksi dan reaksi yang dilakoni oleh manusia dan objek material, yaitu
manusia yang melakukan aktivitas administrasi dalam bentuk kerjasama menuju
terwujudnya tujuan tertentu. Esensi mendasar objek formal dan material administrasi
adalah terciptanya hubungan antara pengatur dengan yang diatur dalam konteks kerja
sama manusia.
Kajian filsafat administrasi masih jarang dijumpai di berbagai perpustakaann,
tetapi yang banyak ditemukan adalah filsafat pada umumnya. Menurut Makmur
bukanlah menjadi hambatan dalam mempelajari filsafat administrasi, karena
administrasi adalah salah satu cabang ilmu yang asal mulanya bersumber dari filsafat.
Administrasi yang merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia serta
dihasilkan untuk menciptakan keteraturan menuju terwujudnya tujuan bersama,
adalah salah satu ilmu yang banyak diminati masyarakat umum. Melalui kacamata
filsafat, diharapkan masyarakat mengetahui esensi dasar dari ilmu administrasi
tersebut.

Bab II

Pembahasan
B. Rumusan Masalah
a. Pengantar filsafat ilmu
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa rgauragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Berfilsafat berarti
berendah hati bajwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan
yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berilsafat berarti mengoreksi diri,
semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran yang
dicari telah kita jangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar
sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita
berterus terang kepada diri kita sendiri: Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang
ilmu? Apakah ciri-cirinya yang haiki yang membedakan ilmu dari pengeahuanpengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu
merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang kita pakai daLam menentukan
kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita mesti mempeajari ilmu? Apakah kegunaan
yang sebenarnya?
Demikian juga berfilsafat berarti berendah haTi mengevaluasi segenap
pengetahuan yang telah kita ketahui: Apakah ilmu telah mencakup segenap
pengetahuan yang seyogyanya saya ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah
ilmu mulai dan di batas ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu?
(mengetahui kekurangan bukan berarti merendahkanmu, namun secara sadar
memanfaatkan, untuk terlebih jujur dalam mencintaimu?
Apakah filsafat?
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi
sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam
kesemetaan galaksi. Atau seorang, yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke
ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan
kesemestaan yang ditatapnya. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat
menyeleuruh, seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang
ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat haikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang

lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia
ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.
Sering kita melihat seorang ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang
rencah kepada ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS. Atau
lebih sedih lagi, seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain.
Mereka merehkan moral, agama dan nilai estetika. Mereka, para ahli yang berada di
bawah tempurung disiplin keilmuannya masing-msing, sebaiknya tengadah ke
bintang-bintang dan tercengang : Lho, kok masih ada langit lain di luar tempurung
kita. Dan kita pun lalu menyadari kebodohan kita sendiri. Yang saya tahu, simpul
Sokrates, ialah bahwa saya tak tahu apa-apa !
Kerandahhatian Sokrates ini bukanlah verbalisme yang sekedar basa-basi.
Seorang yang berpikir filsafati selain tengadah ke bintang-bintang, juga membongkar
tempat berpijak secara fundamental. Inilah karakteristik berpikir filsafati yang kedua
yakni sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar.
Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria
tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar? Lalu benar sendiri itu apa?
Seperti sebuah lingkaran maka pertanyaan itu melingkar, dan menyusur sebuah
lingkaran, kita harus mulai dari satu titik, yang awal dan pun sekaligus akhir. Lalu
bagaimana mentukan titik awal yang benar? Memang demikian, secara terus terang
tidak mungkin kita menangguk pengetahuan secara keseluruhan, dan bahkan kita
tidak yakin kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam
hal ini kita hanya berspekulasi
b. Ruang lingkup filsafat ilmu
Hingga saat ini filsafat ilmu telah berkembang pesat sehingga menjadi suatu
bidang pengetahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Beberapa filusuf
memberikan pendapatnya tentang ruang lingkup filsafat ilmu. Diantara filusuf-filusuf
tersebut adalah

Pate rAnggelesSebagaimana dikutip Liang Gie, dalam bukunya Dictionary of


Philosohy, Pater Anggeles membagi empat konsentrasi utama dalam filsafat
ilmu :

1. Telaah mengenai beberaa konsep, pra anggapan, dan metode ilmu, berikut
analisis, perluasan dan penyusunannya untuk mendaatkan pengetahuan
yang lebih ajeg dan cermat.
2. Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut
struktur perlambangannya.
3. Telaah mengenai saling keterkaitan antara berbagai macam ilmu.
4. Telaah mengenai berbagai akibat pengtahuan ilmiah bagi hal-hal yang
berkaitan dengan penyerapan dan pemahaman manusia terhadap realitas,
hubungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoritis, sumber
dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar manusia.

Cornelius Benjamin

Filsuf ini menberi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang:
1. Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari
sistem perlambangan ilmiah. Telaah ini banyak menyangkut logika dan
teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
2. Penjelasan mengenai konsep dasar praanggapan, dan pangkal pendirian
ilmu berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang
menjadi tempat tumpuannya.
3. Aneka telaah mengenai saling kait diantaraberbagai ilmu dan implikasinya
bagi teori alam semesta seperti; idealisme, matrealisme, monisme atau
pluraisme.

Edward Maden

Filsuf ini berpendapat bahwa apapun lingkupan filsafat umum, tiga bidang tentu
merupakan bahan perbincangan, yaitu:
1. Probabilitas
2. Induksi

3. Hipotesis

Israel Scheffler

Filsuf ini berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum tentang
ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu. Lingkupannya mencangkup
tiga bidang yaitu:
1. Peran ilmu dalam masyarakat
2. Dunia sebagaimana digambarkan oleh ilmu
3. Landasan-landasn ilmu
Berdasarkan perkembangan filsafat ilmu sampai saat ini, filsuf pengamat John
Losee menyimpulkan bahwa filsafat ilmu dapat digolongkan menjadi empat konsepsi,
yaitu:
1. Filsafat ilmu yang berusaha menyusun pendangan-pandangan dunia yang sesui atau
berdasarkan teori-teori ilmiah yang penting.
2. Filsafat ilmu yang berusaha memaparkan pranggapan dan kecenderungan para
ilmuwan. (misalnya praanggapan bahwa alam semesta mempunyai keteraturan)
3. Filsafat ilmu sebagai suatu cabang pengetahuan yang menganalisis dan menerapakan
konsep dan teori dari ilmu.
4. Filsafat ilmu sebagai pengetahuan kritis derajat kedua yang menelaah tentang ilmu
sebagai sasarannya.
Bidang garapan Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada komponen-komponen yang
menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan
yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang
apa dan bagaimana (yang) Ada itu (being Sein, het zijn). Paham monisme yang terpecah
menjadi idealisme atau spiritualisme, Paham dualisme, pluralisme dengan berbagai

nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhimya menentukan pendapat bahkan
keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana
manifestasi kebenaran yang kita cari.
Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan
dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih.
Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga
dikenal adanya model-model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau
rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula
bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi
pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori
intersubjektif.
Akslologi llmumeliputi nilal-nilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian
makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita
yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun
fisik-material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu
conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada
Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada
dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi
juga arti maknanya bagi kehidupan.

c. Lahirnya filsafat ilmu administrasi

Masa Yunani
Yunani terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan

pedagang, sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga


mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai
kepercayaan yang dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam, sehingga
beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat
formalitas. Artinya kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia.
Kepercayaan yang bersifat formalitas (natural religion) tidak memberikan
kebebasan kepada manusia, ini ditentang oleh Homerus dengan dua buah
karyanya yang terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu
memuat nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan
karya Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya
masyarakat lebih kritis dan rasional.
Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang berkepercayaan sangat
bersifat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi
terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia.
Sistem kepercayaan yang natural religius berubah menjadi sistem cultural religius.
Dalam sistem kepercayaan natural religius ini manusia terikat oleh
tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini
memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas,
sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk menghadapai dan
memecahkan berbagai kehidupan alam dengan akal pikiran.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625 545 SM) yang berhasil
mengembangkan

geometri

dan

matematika.

Likipos

dan

Democritos

mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran,


Euclid mengembangkan geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori
tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembang
teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan data 500 jenis
binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah
menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang
masih terkenal.

Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam.
Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya
bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite
kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia dalam alam semesta),
sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta, dan
mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Oleh karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak
pemikirannya kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates, Plato dan
Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada
manusia maka corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan,
arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia
sebagai subyek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.

Masa Abad Pertengahan


Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan

filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran
pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya,
pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oleh agama. Pemecahan semua
persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran
kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel
Agung, maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika,
dialektika, geometri, aritmatika, astronomi dan musik. Keadaan yang demikan
akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai
berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka
mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033
1109), Abaelardus (1079 1143), Thomas Aquinas (1225 1274).
Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul alKindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd.
Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850 1200. pada masa itulah

kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.


Akan tetapisetelah jatuhnya kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492
mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur. Suatu prestasi yang paling
besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini
mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana
yang dilakukan oelh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan
menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filosof Islam sendiri sebagian
menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Quran adalah
benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat.
Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupan sumbangan Islam
yang paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan
pemikiran filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam.
Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut
sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan
Humanisme yang berlangsung pada abad 15-16. munculnya Renaisance dan
Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern
inilah peranan ilmu alam kodrat sangat menonjol, sehingga akibatnya pemikiran
filsafata semakin dianggap sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana
untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh
akal manusia.

Masa Abad Modern


Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia

pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak


pemikirannnya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal
fikir dan pengalaman.
Di atas telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme
sebagai awal masa abad modern. Di mana para ahli (filosof) menjadi pelopor
perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor
perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Dan pemikiran filsafat masa
abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah.
Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat
diarahkan pada upaya manusia agar dapat mengasai lingkungan alam dengan
menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental
dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat
mulai tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural sciences).
Rene Descartes (1596 1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil
melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan ilmu
pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran dan
kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah kepada filsafat
ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia,
bagaimana cara/ sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan.
Sebagai tokohnya George Berkeley (1685 1753), David Hume (1711 1776),
Rousseau (1722 1778).
Di Jerman muncul Christian Wolft (1679 1754) dan Immanuel Kant (1724
1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengethuan yang pasti dan
berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti
yang kuat. Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah.

Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiaptiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat
Perancis, filsafat Inggris, filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (177018311), Karl Marx (1818 -1883), August Comte (1798 -1857), JS. Mill (1806
1873), John Dewey (1858 1952). Akhirnya dengan munculnya pemikiran filsafat
yang bermacam-macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang
mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat
dewasa ini.

Masa Abad Dewasa Ini


Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer

yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia. Karena
pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada
bidang bahasa dan etika sosial. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok
masalah; arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena
bahwa realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara
pemakainnnya sering tidak dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan
tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Maka timbullah filsafat analitika,
yang di dalamnya membahas tentang cara berfikir untuk mengatur pemakaian
kata-kata/ istilah-istilah yang menimbulkan kerancauan, dan sekaligus dapat
menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Oleh karena bahasa
sebagai obyek terpenting dalam pemikiran filsafat, maka para ahli pikir menyebut
sebagai logosentris. Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah
apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini. Kemudian,
pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti NeoThomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme,
Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di
atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sedangkan pada awal
belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan
corak pemikiran dewasa ini seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi,
Strukturalisme, Kritika Sosial.

d. Administrasi publik
Secara etimologi, administrasi berasal dari bahasa Latin (Yunani) yang terdiri atas
2 (dua) kata, yaitu: ad dan ministrate yang berarti to serve yang dalam bahasa
Indonesia berarti melayanidan atau memenuhi. Selanjutnya, beberapa pakar
memeberikan definisi mengenai administrasi sebagai berikut:
Secara luas, pengertian administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama antara
dua orang manusia atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

1. A. Dunsire
Administrasi
implementasi,
kebijakan

dapat

kegiatan

publik,

mempresentasikan

diartikan

sebagai

pengarahan,

kegiatan
keputusan,

arahan,

penciptaan

melakukan

pemerintahan,

prinsip-prinsip

analisis,

kegiatan

implementasi

menyeimbangkan

pertimbangan-pertimbangan

kebijakan,

dan

sebagai

pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik dan
sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritik.
Batasan-batasan tersebut di atas secara langsung menepis anggapan yang ada
selama ini bahwa administrasi selalu diartikan sebagai kegiatan ketatausahaan atau
yang berkaitan dengan pekerjaan mengatur file, membuat laporan administratif ke
pihak atasan, dan sebagainya. Adapun definisi administrasi publik sangat bervariasi,
bahkan sangat sulit untuk disepakati. Variasi ini dapat dilihat dari pendapat-pendapat
yang dikutip Stillman II (1991) berikut:
2. Dimock, Dimock, & Fox
Administrasi

publik

merupakan

produksi

barang

barang

dan

jasa

yangdirencanakan untuk melayani kebutuhan masyarakat konsumen. Definisi tersebut


melihat administrasi publik sebagai kegiatan ekonomi atau serupa dengan bisnis,
tetapi khusus menghasilkan barabg dan pelayanan publik.
3. Barton & Chappel
Melihat administrasi publik sebagai the work of government atau pekerjaan
yang dilakukan pemerintah. Dalam definisi ini lebih menekankan aspek keterlibatan
personil dalam memberikan pelayanan kepada publik.
4. Nigro & Nigro
Mengemukakan bahwa administrasi publik adalah usaha kerjasama kelompok
dalam suatu lingkungan publik yang mencakup ketiga cabang, yaitu: yudikatif,
legislatif, dan eksekutif; mempunyai suatu peranan penting dalam memformulasikan
kebijakan publik sehingga menjadi bagian dari proses politik; yang sangat
membedakan dengan cara-cara yang ditempuh oleh administrasi swasta dan berkait

erat dengan beberapa kelompok swasta dan individu dalam pemberian pelayanan
kepada masyarakat. Definisi ini lebih menekankan proses institusional, yaitu
bagaimana usaha kerjasama kelompok sebagai kegiatan publik yang benar-benar
berbeda dari kegiatan swasta.
5. Starling
Melihat administrasi publik sebagai semua yang dicapai pemerintah atau
dilakukan sesuai dengan yang dijanjikan pada waktu kampanye pemilihan. Dengan
kata lain, batasan tersebut menekankan aspek accomplishing side of government dan
seleksi kebijakan publik.
6. Rosenbloom
Menunjukan bahwa administrasi publik sebagai pemanfaatan teori dan prosesproses manajemen, politik, dan hukum untuk memenuhi mandat pemerintah dalam
rangka menjalankan fungsi pengaturan dan pelayanan masyarakat.
7. Nicholas Henry
Memberi batasan bahwa administrasi publik adalah suatu kombinasi yang
kompleks antara teori dan praktek, dengan tujuan mempromosikan pemahman
terhadap pemerintah dalam hubunganya dengan masyarakat yang diperintah dan
untuk mendorong kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan public
Dalam kaitannya dengan pendefinisian administrasi publik, Shafritz dan Russel
(1997: 5-41) berpendapat bahwa sulit memberikan satu definisi administrasi publik
yang dapat diterima semua pihak.
Karena itu, Shafritz dan Russel memberikan definisi administrasi publik
berdasarkan 4 kategori, yaitu:
a. Definisi berdasarkan kategori politik
Administrasi publik sebagai what government does (apa yang dikerjakan
pemerintah), baik langsung maupun tidak langsung, sebagai suatu tahapan siklus
pembuatan kebijakan publik, dan sebagai kegiatan yang dilakukan secara kolektif
karena tidak dapat dikerjakan secara individu.

b. Definisi berdasarkan kategori legal/hukum


Melihat administrasi publik sebagai penerapan hukum (low in action), sebagai
regulasi, sebagai kegiatan pemberian sesuatu dari penguasa

raja kepada

rakyatnya dan sebagai bentuk pengambilan paksa terhadap pihak-pihak yang


kaya untuk dibagikan ke kalangan miskin, dimana pihak-pihak kaya merasa
dirugikan harus tunduk dan menaatinya.
c. Dari segi kategori manajerial
Administrasi publik dipandang sebagai fungsi eksekutif dalam pemerintahan,
sebagai bentuk spesialisasi dalam manajemen (bagaimana mencapai hasil melalui
orang lain), sebagai mickey mouse yang dalam prakteknya merupakan bentuk
akal-akalan untuk menghasilkan sesuatu dengan anggaran yang besar tetapi
dengan hasil yang kecil, dan sebagai suatu seni dan bukan ilmu.
d. Dilihat dari kategori mata pencaharian
Administrasi publik merupakan suatu bentuk profesi mulai dari tukang sapu
sampai dokter ahli operasi otak di sektor publik dimana semua mereka tidak sadar
bahwa mereka adalah administrator publik
Dari semua batasan ini ada beberapa makna penting yang harus diingat berkenaan
dengan hakekat administrasi publik yaitu :
1. Bidang tersebut lebih berkaitan dengan dunia eksekutif, meskipun juga
berkaitan dengan dunia yudikatif dan legislatif.
2. Bidang tersebut berkenaan dengan formulasi dan implementasi kebijakan
publik.
3. Bidang tersebut juga berkaitan dengan berbagai masalah manusiawi dan usaha
kerja sama untuk mengemban tugas-tugas pemerintah.
4. Meskipun bidang tersebut berbeda dengan administrasi swasta tetapi ia
overlapping dengan administrasi swasta.

5. Bidang tersebut diarahkan untuk menghasilkan public goods dan sevices.


6. Bidang ini memiliki dimensi teoritis dan praktis.
e. Kabijakan publik
Literature mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan berbagai
deginisi kebijakan publik, baik arti luas maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan
Quinn (2002:5) memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai
whatever governments choose to do or not to do. Sementara itu, Anderson yang
juga duktip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan publik yang
relative lebih spesifik, yaitu sebagai a purposive course of action followed by an
actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern. Untuk
memahami berbagai definisi kebijakan publik, ada baikya jika kita membahas
beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik.
Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang
dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memeiliki

kewenangan hukum, politisi dan finansial untuk melakukannya.


Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik
berupaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di

masyarakat.
Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya
bukalah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan
tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi

kepentingan orang banyak.


Sebuah keputusan untuk melakukan atau tindakan melakukan sesuatu.
Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk
memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bias juga dirumuskan
berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh
kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan

tertentu.
Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang actor.
Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkahlangkah atau rencana tindakan yang dirumuskan, bukan sebuah maksud atau
janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam
kebijakan publik bias dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh
beberapa perwakilan lembaga pemerintah.

Kebijakan publik yang pro pembangunan sosial. Kesejateraan sosial adalah


bagian tak terpisahkan dari cita-cita kemerdekaan dan muara agenda
pembangunan ekonomi. Pasal 33 UUD 1945 yang merupakan pasal mengenai
keekonomian berada pada Bab XIV UUD 1945 yang berjudul Kesejahteraan
Sosial. Menurut Sri-Edi Swasono (2001), Dengan menampatkan Pasal 33
1945 di bawah judul Bab Kesejahteraan Sosial itu, berarti pembangunan
ekonomi nasional haruslah bermuara pada peningkatan tes untuk keberhasilan
pembangunan, bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi apalagi kemegahan
pembangunan fisikal. Dengan demikan, dilihat dari perspektif pembangunan
sosial, Indonesia menganut Negara kesejarteraan, meskipun dengan model
residual atau bahkan model minimal. Indonesia menganut prinsip keadilan sosial
(sila kelima Pancasila) dan secara ekspisit kanstitusinya (pasal 27 dan 34 UUD
1945) mengamanatkan tanggungjawab pemerintah dalam pembangunan sosial.
Namun demikian, baik pada masa Orde Baru maupun era reformasi saat ini,
pembangunan sosial baru sebatas jargon dan belum terintegrasi dengan strategi
pembangunan ekonomi. Penanganan masalah sosial masih belum menyentuh
persoalan mendasar. Program-program jaminan sosial masih bersifat persial dan
karitatif serta belum didukung oleh kebijakan sosial yang mengikat. Orang
miskin dan OMKS masih dipandang sebagai sampah pembangunan yang harus
dibersihkan. Kalaupun di bantu, baru sebatas bantuan uang, barang, pakaian atau
mie instant berdasarkan prinsip belas kasihan, tanpa konsep dan visi yang jelas.
Bahkan kini terdapat kecenderungan, pemerintah semakin enggan terlibat
mengurusi permasalahan sosial. Dengan menguatnya ide liberalism dan
kapitalisme, pemerintah lebih tertarik pada bagaimana memacu pertumbuhan
ekonomi setinggi-tingginya, termasuk menarik pajak dari rakyat sebesarbesarnya.

Sedangkan

tanggungjawab

menangani

masalah

sosial

dan

memberikan jaminan sosial diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat.


Bergulirya otonomi daerah juga bukannya semakin memperkuat komitmen
pemerintah daerah untuk lebih besar kepada Pemda dalam mengelola
pembangunan daerah belum diikuti dengan penguatan piranti kebijakan dan
strategi pembangunan sosial. Bahkan terdapat ironi di beberapa daerah dimana
istitusi institusi kesejahteraan sosial yang sudah mapan, alih-alih
dibinakembangkan malahan dibumihanguskan begitu saja. Terkesan kuat,
pengalihan pembangunan sosial hanya dianggap sebagai beban tambahan bagi

anggaran pemerintah daerah. Tidak sedikit Pemda yang hanya mau menerima
penguatan dan peralihan wewenang dalam pengelolaan dan penginkatan
sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan peralihan tugas
dan peran mengangani Permasalahan Sosial Asli Daerah (PSAD) inginnya
diserahkan kepada masyarakat, lembaga-lembaga sosial dan keagamaan. Oleh
karena itu, dalam menghadapi globalisasi dan menguatnya ide kapitalisme ini,
visi, misi dan strategi kebijakan publik dan pembangunan sosial di Indonesia
perlu direvitalisasi dan bukan didelegitimasi. Sehingga bidang ini tidak menjadi
sekedar kegiatan amal atau usaha sporadic setengah hati yang tidak terencana
dan jauh dari prinsip dan wawan keadilan sosial. Bila Indonesia dewasa ini
hendak melakukan liberalisasi dan privatisasi ekonomi yang berporos pada
ideology kapitalisme, Indonesia bias menimba pengalaman dari negara-negara
maju ketika mereka memanusiawikan kapitalisme. Kemiskinan dan kesenjangan
sosial ditanggulangi oleh kebijakan publik, seperti berbagai skim jaminan sosial
yang benar-benar dapat dirasakan manfaatnya secara nyata terutama oleh
masyarakat kelas bawah. Pengalaman di dunia Bara memberi pelajaran bahwa
jika Negara menerapkan system demokrasi liberal dan ekonomi kapitalis, maka
itu tidak berate peerintah harus cuci tangan dalam kebijakan publik yang
menyangkut pembanguan sosial. Karena, system ekonomi kapitalis adalah
strategi mencari uang, sedangkan pembangunan sosial adalah strategi
mendistribusikan uang secara adil dan merata. Diibaratkan sebuah keluarga,
mata pencaharian orang tua boleh saja bersifat kapitalis, tetapi perhatian
terhadap anggota keluarga tidak boleh melemah, terutama terhadap anggota
yang memerlukan perlindungan khusus, seperti anak balita, anak cacat atau
orang lanjut usia. Bagi anggota keluarga yang normal atau sudah dewasa,
barulah orang tua dapat melepaskan sebgaian tanggungjawabnya secara
bertahap agar mereka menjadi manusia mandiri dalam masyarakat.

Bab III
Penutup
a. Kesimpulan
Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada [realita]
sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris.
Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan
terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu
yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik dan intensif. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling
terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari
peranan filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat
manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris.
Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan
bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro
kosmos

maupun

mikrokosmos.

Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih
terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan
terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka
berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan
axiologi. Maka Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu
pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah).

Daftar pustaka
Berelson, Bernard, The Behavioral Scince Today. New York: Harper & Row, 1963.
Daldjoeni, N., Hubungan Etika dengan Ilmu. Ilmu dalam perspektifed. Jujun S.
Suriasumantri, 18-22. Jakarta: Gramedia, 1978.
Ilmuan dan Tanggung Jawab Sosial. Pustaka. No. 3 Tahun III, 1979, 18-22.
Azra, A., Teknologi: Fasisme dengan Senyuman?, Merdeka, 10 February 1982.
Suhato, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial:
Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP-STKS
Yusuf Qardhawi, Al-Quran Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, 1998,
Jakarta: IKAPI
The Liang Gie, 1999, Pengantar Filsafat Ilmu, Cet. Ke-4, Yogyakarta : Penerbit
Liberty
Jerome R. Ravertz, Filsafat Ilmu Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, 2004,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
H.A Mustofa, 2004, Filsafat Islam
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, 2005, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Bakhtiar, Prof. Dr. Amsal, M.A. 2007, Filsafat Ilmu. Jakarat : PT. Raja Grafindo
Persada
Keban, Yeremias T. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik (Konsep,
Teori, dan Isu). Yogyakarta: Gava Media.
Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm. 20-21.
Hegar Pangarep, Publik Realatioans yang Kredibel. Yogyakarta: Cakrawala. 2010
Ahmad Tafasir, Filsafat Ilmu (Bandung: Rosda, 2010), hlm. 68.

Edi Suharto, Ph.D. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. 2012


Isep Zainal Arifin, Makalah Perkuliahan Filsafat Ilmu.
Dr. H.A. Khudori Soleh, M.Ag. Filsafat Islman Dari Klasik Hingga Kontemporer.
Ar-Ruzzmedia.
http://bebenbernadi.wordpress.com
http://filsafat-ilmu.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai