Anda di halaman 1dari 58

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1. IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Status
Kewarganegaraan
MRS Tanggal

:
:
:
:
:
:
:
:

Ny. A
60 tahun
Perempuan
Sungsang RT 009 RW 002 Sumatera Selatan
Islam
Menikah
Indonesia
9 September 2016 (14.18 WIB)

1.2. ANAMNESA (Alloanamnesa) (Tanggal 14 September 2016 )


Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena tidak
bisa berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai dan lengan kiri yang
terjadi secara tiba-tiba.
3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), saat penderita beristirahat,
tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa
disertai penurunan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita merasa sakit kepala,
tanpa disertai mual, dan tidak disertai muntah dan kejang disangkal. Sebelum
mengalami kelemahan penderita tidak merasakan gangguan rasa kebas/baal pada
sisi yang lemah. Saat serangan penderita tidak merasakan jantung berdebar-debar
yang disertai sesak nafas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan
sama berat. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita
dapat mengungkapkan isi pikiran, baik lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita
masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan, tulisan
maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kiri, dan suara penderita
terdengar pelo.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi yang terkontrol sejak 10 tahun
yang lalu. Riwayat kencing manis disangkal, riwayat sakit jantung disangkal.
Riwayat merokok disangkal.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 14 September 2016)


Status Praesens
Kesadaran
: E4M6V5

Status Internus
Jantung
: BJ

Gizi

Paru-paru

Suhu Badan
Nadi
Pernapasan
Tekanan Darah

: Cukup
:
:
:
:

36,7C
82x/menit
20x/menit
150/90mmHg

Status Psikiatrikus
Sikap
: Kooperatif
Perhatian
: Ada

&

II

normal,

murmur (-), gallop (-)


: Vesikuler (+),ronkhi (-),
wheezing (-)
Tidak teraba
Tidak teraba
Akral hangat
Tidak diperiksa

Hepar
Lien
Anggota gerak
Genitalia

:
:
:
:

Ekspresi muka
Kontak psikis

: Wajar
: Ada

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk
: Brachiocephali
Ukuran
: Normocephali
Simetris
: Simetris
LEHER
Sikap
Torticollis
Kaku kuduk

: Tegak
: Tidak ada
: Tidak ada

SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius
Penciuman
:
Anosmia
:
Hyposmia
:
Parosmia
:
2. N. Optikus
Visus
Campur visi

Anopsia
Hemianopsia
Fundus okuli

:
:

:
:

Deformitas
: Tidak ada
Tumor
: Tidak ada
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

Kanan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kanan
Tidak diperiksa

Kiri
Tidak diperiksa

Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada

Papil edema
Papil atrofi
Perdarahan retina

:
:
:

Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

3. N. Oculomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan
Diplopia
:
Tidak ada
Celah mata
:
Simetris
Ptosis
:
Tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus
:
Tidak ada
- Exopthalmus
:
Tidak ada
- Enopthalmus
:
Tidak ada
- Deviation conjugae
:
Tidak ada
Gerakan bola mata
:
Ke segala arah
Pupil
:
- Bentuk
:
Bulat,batas rata
- Diameter
:
3 mm
- Iso/anisokor
:
Isokor
- Midriasis/miosis
:
Tidak ada
- Refleks cahaya
:
:
Positif
Langsung
:
Positif
Konsensuil
:
Positif
Akomodasi
- Argyl Robetson
:
Negatif
4. N. Trigeminus
Motorik
- Menggigit
- Trismus
- Refleks kornea
Sensorik
- Dahi
- Pipi
- Dagu

Kiri
Tidak ada
Simetris
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ke segala arah
Bulat, batas rata
3 mm
Isokor
Tidak ada
Positif
Positif
Positif
Negatif

:
:
:

Kanan
Kuat
Tidak ada
Ada

Kiri
Kuat
Tidak ada
Ada

:
:
:

Positif
Positif
Positif

Positif
Positif
Positif

5. N. Facialis
Motorik
- Mengerutkan dahi
:
- Menutup mata
:
- Menunjukkan gigi
:
- Lipat nasolabialis
:
- Bentuk muka
:
Istirahat
bicara/bersiul

Kanan
Kiri
Simetris
Simetris
Tidak ada lagopthalmus Tidak ada lagopthalmus
Asimetris
Asimetris
:
:

Asimetris
Asimetris

Sensorik
- 2/3 depan lidah
Otonom
- Salivasi
- Lakrimasi
Chvostseks sign

Normal

:
:

Tidak ada kelainan


Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan

6. N. Cochlearis
Suara bisikan
Detik arloji
Test Weber
Test Rinne

:
:
:
:

7. N. Vagus
Arcus pharynx
:
Uvula
:
Gg. Menelan
:
Suara bicara
:
Denyut jantung
:
Refleks
:
- Muntah
:
- Batuk
:
- Oculocardiac
:
- Sinus caroticus :
Sensorik
- 1/3 belakang lidah
8. N. Acessorius
-

Kanan
Kiri
Terdengar
Terdengar
Terdengar
Terdengar
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Simetris
Di tengah
Tidak ada
Pelo
Normal
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
:

Normal
Kanan
Kuat

Mengangkat bahu
Memutar kepala

Kiri
lemah
Tidak ada hambatan

9. N. Hypoglossus
Kanan
Menjulurkan lidah
Fasikulasi
Atrofi papil lidah
Dysarthria

:
:
:
:

COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: Tidak ada
Scoliosis
: Tidak ada
Lordosis
: Tidak ada
Gibbus
: Tidak ada
Deformitas
: Tidak ada
Tumor
: Tidak ada

Kiri
Deviasi ke kiri
Tidak ada
Tidak ada
Positif

Meningocele
Hematoma
Nyeri ketok

: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

E. Badan dan Anggota Gerak


Motorik
Lengan
- Gerakan
:
- Kekuatan
:
- Tonus
:
- Refleks fisiologis
:
Biceps
:
Triceps
Periost Radius :
:
Periost Ulna
- Refleks patologis :
Hoffman Tromner :
- Trofik
:

Tungkai
- Gerakan
- Kekuatan
- Tonus
- Klonus
Paha
Kaki

:
:
:
:
:
:

KPR
APR
- Refleks patologis
:
Babbinsky
:
Chaddock
:
Oppenheim
:
Gordon
:
Schaeffer
:
Rossolimo
Mendel Bechtereyev
- Refleks kulit perut
:
Atas
:
Tengah
:
Bawah

Kanan
Cukup
5
Eutoni

Kiri
Terbatas
4
Hipertoni

Normal
Normal
Normal
Normal

Meningkat
Meningkat
Normal
Normal

Negatif
Eutrofi

Negatif
Eutrofi

Kanan
Cukup
5
Eutoni

Kiri
Terbatas
4
Hipertoni

Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

Normal
Normal

Meningkat
Meningkat

Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan

Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Tropik

Tidak ada kelainan

SENSORIK
Tidak ada kelainan rasa pada sisi yang lemah (defisit sensorik)
F. GAMBAR
Lipat nasolabialis datar
Deviasi lidah ke kiri
Disartria
Gerakan : kurang
Kekuatan : 4
Tonus : Meningkat
Refleks fisiologis :
Biceps : Hiperrefleks
Triceps : Hiperrefleks
Radius : Normal
Ulna : Normal

Gerakan : Kurang
Kekuatan : 4
Tonus : meningkat
Refleks fisiologi :
KPR : Meningkat
APR : Meningkat
- Refleks patologis
Babinsky (+)
Chaddock (-)
Oppenheim (-)
Gordon (-)
Schaeffer (-)

Keterangan: Hemiparese sinistra tipe spastik + Parese N.VII Sinistra tipe Sentral
+ Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
G. Gejala Rangsal Meningeal
Kanan
Kiri
Kaku kuduk
:
Negatif
Kernig
:
Negatif
Negatif
Lassergue
:
Negatif
Negatif
Brudzinsky
:
:
Negatif
Negatif
Neck
:
Negatif
Negatif
Cheek
:
Negatif
Symphisis
:
Negatif
Negatif
Leg I
:
Negatif
Negatif
Leg II
H. Gait dan Keseimbangan
Gait
Keseimbangan
- Ataxia
: Tidak diperiksa
- Romberg
: Tidak diperiksa
- Hemiplegic
: Tidak diperiksa
- Dysmetri
: Tidak diperiksa
- Scissor
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
Jari-jari
- Propulsion
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
Jari-hidung
- Histeric
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
Tumit-tumit
- Limping
: Tidak diperiksa
Dysdiadochokinesis : Tidak
-

Steppage

: Tidak diperiksa

Astasia-abasia

: Tidak diperiksa

Trunk ataxia

diperiksa
: Tidak

Limb ataxia

diperiksa
: Tidak diperiksa

I. Gerakan Abnormal
- Tremor
- Chorea
- Athetosis
- Ballismus
- Dystoni
- Myoclonic

:
:
:
:
:
:

J. Fungsi Vegetatif
- Miksi
- Defekasi
- Ereksi

: Tidak ada kelainan


: Normal
: Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
- Afasia motorik

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

: Tidak ada

Afasia motorik
Afasia nominal
Apraksia
Agrafia
Alexia

:
:
:
:
:

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

1.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


DARAH
PEMERIKSAAN
Hb
Hematokrit
Trombosit
Hitung Jenis
Leukosit
Trigliserida
Colesterol Total
Colesterol HDL
Colesterol LDL
Asam Urat

HASIL
13,9
43
341.000
0/0/1/66/30/2

SATUAN
g/dl
%
/ul
%

8.200
129
227
50
151
4,49

/ul
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl

URINE

: tidak diperiksa

FAECES

: tidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALIS : tidak diperiksa


1.5 PEMERIKSAAN KHUSUS

NILAI NORMAL
12 14
38 54
150.000 - 400.000
0-1/1-3/2-6/5070/20-40/2-8
5.000-10.000
<200mg/dl
<200mg/dl
>65mg/dl
<130 mg/dl
2,4-5,7 mg/dl

Gambar 1.1 EKG Penderita


Pada pemeriksaan EKG didapatkan :

Heart Rate

CT Scan Kepala

: 86 x/menit

10

Gambar 1.2 Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala


Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan :

Hipodensi Nucleus Caudatus kanan dan corona rodenta kanan dan kiri.
Diferensiasi grey/whole matter baik

System ventrikel baik

Sulci / Gyrus baik

Tak tampak deviasi middline Structure

Kesan : Infark Cerebri Watershed di Nucleus Caudatus kanan dan Basal Ganglia
Corona Radiata kanan dan kiri .

11

1.6 RINGKASAN
ANAMNESA
Penderita dirawat di bagian syaraf RSUD Palembang BARI karena tidak bisa
berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai dan lengan kiri yang terjadi
secara tiba-tiba.
3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), saat penderita beristirahat,
tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kiri tanpa
disertai penurunan kesadaran. Saat terjadi serangan, penderita merasa sakit kepala,
tanpa disertai mual, dan tidak disertai muntah dan kejang disangkal. Sebelum
mengalami kelemahan penderita tidak merasakan gangguan rasa kebas/baal pada
sisi yang lemah. Saat serangan penderita tidak merasakan jantung berdebar-debar
yang disertai sesak nafas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan
sama berat. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita
dapat mengungkapkan isi pikiran, baik lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita
masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapan secara lisan, tulisan
maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot ke kiri, dan suara penderita
terdengar pelo.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi yang terkontrol sejak 10 tahun
yang lalu. Riwayat kencing manis disangkal, riwayat sakit jantung disangkal.
Riwayat merokok disangkal.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Kesadaran
Gizi
Suhu Badan
Nadi
Pernapasan
Tekanan Darah
Status Neurologicus

:
:
:
:
:
:

E4M6V5
Cukup
36,7C
82x/menit
20x/menit
150/90mmHg

12

FUNGSI MOTORIK
Motorik
Lengan
- Gerakan
:
- Kekuatan
:
- Tonus
:
- Refleks fisiologis
:
Biceps
:
Triceps
Periost Radius :
:
Periost Ulna
- Refleks patologis :
Hoffman Tromner :
Tungkai
- Gerakan
:
- Kekuatan
:
- Tonus
:
- Klonus
:
:
Paha
:
Kaki
- Refleks patologis
:
Babbinsky
:
Chaddock
:
Oppenheim
:
Gordon
:
Schaeffer
:
Rossolimo
Mendel Bechtereyev
GRM : Tidak ada

Kanan
Cukup
5
Eutoni

Kiri
Kurang
4
Meningkat

Normal
Normal
Normal
Normal

Hiperrefleks
Hiperrefleks
Normal
Normal

Negatif

Negatif

Kanan
Cukup
5
Eutoni

Kiri
Kurang
4
Meningkat

Negatif
Negatif

Negatif
Negatif

Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Fungsi Luhur : Tidak ada kelainan


DIAGNOSA
Diagnosa klinik

: Hemiparese sinistra tipe spastik + parese n.VII sinistra

Diagnosa topik
Diagnosa etiologi

tipe sentral + parese n XII sinistra tipe sentral


: Kapsula interna hemisferium cerebri dextra
: Stroke non hemoragik (trombosis cerebri)

PENGOBATAN
Perawatan

Bed rest

13

Diet bubur

Medikamentosa

IVFD RL gtt 15x/m

Inj. Citicoline 2x500 mg/iv

Inj. Ranitidine 2x1 amp/iv

Neurodex 1x1 tab/oral

Aspilet 1x 80mg tab/oral

Fisioterapi
Latihan gerak aktif
PROGNOSA
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam

: bonam
: dubia ad bonam

1.7 DISKUSI KASUS


A. Diagnosis banding Topik
1) Lesi di Cortex hemisferium

Pada penderita ditemukan gejala:

Cerebri dextra
-Defisit Motorik

Hemiparese sinistra tipe spastik


Tidak ada kejang pada sisi yang

-Gejala iritatif

lemah

-Gejala Fokal (kelumpuhan tidak sama berat)

Kelumpuhan dirasakan sama berat


Tidak ada gangguan rasa pada sisi

-Gejala defisit sensorik pada sisi yang lemah

yang lemah

14

* Jadi, kemungkinan lesi di cortex Hemisferium cerebri dextra dapat


disingkirkan
2) Lesi di subcortex Hemisferium Cerebri

Pada penderita ditemukan gejala:

dextra, gejalanya:
*Ada gejala defisit motorik

Hemiparese sinistra tipe spastik


Tidak ada afasia motorik

*Ada afasia motorik subkortikal


subkortikal
* Jadi, Kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium cerebri dextra dapat
disingkirkan
3) lesi di kapsula Interna hemisferium cerebri

Pada penderita ditemukan gejala:

dextra, gejalanya:
-ada hemiparese/hemiplegia typical

Hemiparese sinistra tipe spastik


Ada parese N.VII sinistra tipe

-parase N.VII dekstra tipe sentral

sentral

-parase N.XII dextra tipe sentral

Ada parese N.XII tipe sentral


Kelemahan di lengan dan tungkai

-kelemahan di lengan dan tungkai sama berat

sama berat

* Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium cerebri dextra belum


dapat disingkirkan
Kesimpulan diagnosis topik yaitu lesi di kapsula Interna hemisferium cerebri
dextra
B. Diagnosis Banding Etiologi
1) Thrombosis cerebri
Pada penderita ditemukan gejala :
- Tidak ada kehilangan kesadaran
- Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat
- Terjadi saat istirahat
Jadi kemungkinan etiologi thrombosis cerebri belum dapat disingkirkan
2) Emboli cerebri
Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran <30menit Tidak ada kehilangan kesadaran < 30 menit
- Ada arterial fibrilasi
Tidak ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas
- Terjadi saat istirahat
Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan
3) Hemorrhagia cerebri
- Kehilangan kesadaran >30menit

Pada penderita ditemukan gejala :


- Tidak ada kehilangan kesadaran < 30

15

Terjadi saat beraktifitas


Didahului sakit kepala, mual,

muntah
Riwayat hipertensi

menit
Terjadi saat istirahat
Ada sakit kepala tetapi tidak ada

mual, muntah
Ada riwayat hipertensi yang

terkontrol
Jadi kemungkinan etiologi Hemorrhagia cerebri dapat disingkirkan
Kesimpulan :
Diagnosis etiologi yaitu Thrombosis Cerebri

Kesimpulan Diagnosis
A. Diagnosis Klinis
Hemiparese Sinistra tipe spastik + Parese N.VII Siistra Tipe Sentral +
Parese N.XII Sinistra Tipe Sentral
B. Diagnosis Topik
Capsula Interna Hemisferum Cerebri Dextra
C. Diagnosis Etiologi
Trombosis Cerebri
1.8 LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal / Pkl

Perjalanan Penyakit

Instruksi / Rencana
Therapy
- IVFD
RL
gtt

10
September S : Mengeluh lemas
2016
O : GCS : E4M6V5
Pkl. 06.00 WIB
KU : Baik
TD : 150/100

XXx/m
Inj. Ranitidine 2x1

ampul (iv)
Inj.
Citicoline

2x500mg (iv)
Neurodex 1x1 tab

(oral)
Aspilet 2 x 80mg

ND : 78x/m
RR : 20x/m
T : 36,5o C

(oral)

Pemeriksaan Fisik
Motorik

LKA

LKI

TKA

TKI

16

Gerakan

Cukup

Kekuatan
Tonus

Kurang

Cukup Kurang

Normal Hiper Normal Hiper

Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

Normal

Meningkat

Triceps

Normal

Meningkat

P. Radius

Normal

Normal

P. Ulna

Normal

Normal

APR

Normal

Meningkat

KPR

Normal

Meningkat

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Positif

Positif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel Bachtereyeu

Negatif

Negatif

Gerak Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Negatif
Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Breadzinsky : Negatif
Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan


Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan

17

A:
-

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Sinistra

Tipe Spastik + Parese N.VII Sinistra tipe


Sentral + Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
-

Diagnosa Topik

: Capsula Interna

Hemisferium Cerebri Dextra


- Diagnosa Etiologi : Thrombosis Cerebri
11
September S : Pasien mengeluh pusing
2016
O : GCS : E4M6V5
Pkl.
06.00 WIB
KU : Baik

- IVFD RL gtt XXx/m


- Inj. Ranitidine 2 x 1
ampul (iv)
- Inj. Citicoline

TD : 150/100

500mg (iv)
- Neurodex 1x1

ND : 75x/m
RR : 20x/m

Pemeriksaan Fisik
Motorik

LKA

LKI

Gerakan

Cukup

Kurang

Cukup

Kurang

Tonus

5
Normal

Refleks Fisiologis

x
tab

(oral)
- Aspilet 2 x 80mg (oral)

T : 37,1O C

Kekuatan

TKA

TKI

Meningkat Normal Eutoni


Kanan

Kiri

Biceps

Normal

Meningkat

Triceps

Normal

Meningkat

P. Radius

Normal

Normal

P. Ulna

Normal

Normal

APR

Normal

Meningkat

KPR

Normal

Meningkat

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Positif

Positif

18

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel-Bechtereyev Negatif

Negatif

Gerakan Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Negatif
Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Breadzinsky : Negatif
Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan


Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan
CT Scan
-

Kesan : Infark Cerebri Watershed di


Nucleus Caudatus kanan dan Basal
Ganglia Corona Radiata kanan dan kiri .

A:
-

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Sinistra

Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra tipe


Sentral + Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
-

Diagnosa Topik

: Capsula Interna

Hemisferium Cerebri Dextra


- Diagnosa Etiologi : Thrombosis Cerebri
September S : Mengeluh lemas

12
2016
Pkl. 06.00 WIB

IVFD

XVx/m
Inj. Ranitidine 2x1

ampul (iv)
Inj.
Citicoline

O : GCS : E4M6V5
KU : Baik
TD : 150/100mmHg
ND : 82x/m

RL

2x500mg (iv)

gtt

19

RR : 23x/m

Neurodex 1x1 tab

(oral)
Aspilet 2 x 80mg

T : 36,8o C

(oral)

Pemeriksaan Fisik
Motorik

LKA

LKI

Gerakan

Cukup

Kurang

Kekuatan

Tonus

TKA

TKI

Cukup Kurang
5

Normal Meningkat Normal Meningkat

Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

Normal

Meningkat

Triceps

Normal

Meningkat

P. Radius

Normal

Normal

P. Ulna

Normal

Normal

APR

Normal

Meningkat

KPR

Normal

Meningkat

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Negatif

Positif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel-Bachtereyev Negatif

Negatif

Gerakan Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Negatif
Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Breadzinsky : Negatif

20

Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan


Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan
A:
-

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Sinistra

Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra tipe


Sentral + Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
-

Diagnosa Topik

: Capsula Interna

Hemisferium Cerebri Dextra


- Diagnosa Etiologi : Thrombosis Cerebri
13
September S : Kesemutan pada kaki kiri
2016
O : GCS : E4M6V5
Pkl. 06.00 WIB
KU : Baik
TD : 140/90mmhg
RR : 20x/m

Citicoline
tab

(oral)
- Aspilet 2 x 80mg (oral)
- Konsul Fisioterapi

T : 36,9o C
Pemeriksaan Fisik
Motorik

LKA

LKI

Gerakan

Cukup

Kurang

Kekuatan

TKA

TKI

Cukup Kurang
5

Normal Meningkat Normal Meningkat

Refleks Fisiologis

ampul (iv)
- Inj.

2x500mg (iv)
- Neurodex 1x1

ND : 84x/m

Tonus

- IVFD RL gtt XVx/m


- Inj. Ranitidine 2x1

Kanan

Kiri

Biceps

Normal

Meningkat

Triceps

Normal

Meningkat

P. Radius

Normal

Normal

P. Ulna

Normal

Normal

APR

Normal

Normal

21

KPR

Normal

Normal

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Negatif

Negatif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel-Bachtereyev Negatif

Negatif

Gerakan Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Negatif
Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Breadzinsky : Negatif
Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan


Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan
A:
-

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Sinistra

Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra tipe


Sentral + Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
-

Diagnosa Topik

: Capsula Interna

Hemisferium Cerebri Dextra


- Diagnosa Etiologi : Thrombosis Cerebri
14
September S : Kesemutan pada lengan dan tungkai kiri
2016
O : GCS : E4M6V5
Pkl. 06.00 WIB
KU : Baik

- IVFD RL gtt XVx/m


- Inj. Ranitidine 2x1
ampul (iv)
- Inj.

Citicoline

22

TD : 150/90 mmHg

2x500mg (iv)
- Neurodex 1x1

ND : 78x/m

(oral)
- Aspilet 2 x 80mg (oral)
- Fisioterapi

RR : 20x/m
T : 36,8oC
Pemeriksaan Fisik
Motorik

LKA

LKI

Gerakan

Cukup

Kurang

Kekuatan

Tonus

tab

TKA

TKI

Cukup Kurang
5

Normal Meningkat Normal Meningkat

Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biceps

Normal

Meningkat

Triceps

Normal

Meningkat

P. Radius

Normal

Normal

P. Ulna

Normal

Normal

APR

Normal

Normal

KPR

Normal

Normal

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Negatif

Negatif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel-Bachtereyev Negatif

Negatif

Gerakan Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Negatif
Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

23

Breadzinsky : Negatif
Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan


Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan
A:
-

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Sinistra

Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra tipe


Sentral + Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
-

Diagnosa Topik

: Capsula Interna

Hemisferium Cerebri Dextra


- Diagnosa Etiologi : Thrombosis Cerebri
September S : Kesemutan berkurang

15
2016
Pkl. 06.00 WIB

O : GCS : E4M6V5

- IVFD RL gtt XVx/m


- Inj. Ranitidine 2x1
ampul (iv)
- Inj. Citicoline 2x500

KU : Baik
TD : 140/100

mg (iv)
- Neurodex

ND : 86x/m
RR : 24x/m

(oral)
- Fisioterapi
Pemeriksaan Fisik
Motorik

LKA

LKI

Gerakan

Cukup

Kurang

Kekuatan

TKA

TKI

Cukup Kurang
5

Normal Meningkat Normal Meningkat

Refleks Fisiologis

tab

(oral)
- Aspilet 2 x 80 mg /

T : 36,7oC

Tonus

1x1

Kanan

Kiri

Biceps

Normal

Meningkat

Triceps

Normal

Meningkat

P. Radius

Normal

Normal

:Passive

Exercise hari ke-2


- Rencana Pulang

24

P. Ulna

Normal

Normal

APR

Normal

Normal

KPR

Normal

Normal

Refleks Patologis

Kanan

Kiri

Babinsky

Negatif

Negatif

Chaddock

Negatif

Negatif

Oppenheim

Negatif

Negatif

Gordon

Negatif

Negatif

Schaffer

Negatif

Negatif

Rossolimo

Negatif

Negatif

Mendel-Bachtereyev Negatif

Negatif

Gerakan Rangsang Meningeal


Kaku Kuduk : Negatif
Kernig

: Negatif

Lassegeu

: Negatif

Breadzinsky : Negatif
Fungsi Luhur

: Tidak ada kelainan

Fungsi Sensoris : Tidak ada kelainan


Fungsi Motorik : Tidak ada kelainan
A:
-

Diagnosa Klinis

: Hemiparase Sinistra

Tipe Spastik + Parese N. VII Sinistra tipe


Sentral + Parese N. XII Sinistra tipe Sentral
-

Diagnosa Topik

: Capsula Interna

Hemisferium Cerebri Dextra


-

Diagnosa Etiologi : Thrombosis Cerebri

25

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna,
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak,
sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan
kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-

26

cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri
komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis
ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi
hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak
ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan
dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah
ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.1

27

28

Gambar 2.1 Vaskularisasi Otak


2.2 Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh
darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah
dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1 Dari faktor pertama,
yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah,
pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak
(arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi
bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini
disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila
tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta

29

suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,


sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi
mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan
terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.2
2.3

Definisi Stroke
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular
Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak
(GPDO).3
Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan
otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).4
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih
pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang
menyebabkan cacat atau kematian.5
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya
tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan

30

aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau


tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu
daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik
dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subrakhnoid. 1
2.4. Epidemiologi
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk).6
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara
industri setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi
kulit putih berkisar antara 500-600 per 100.000 penduduk. Dilaporkan di
Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445 per 100.000
penduduk. Rentang pada Negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,
prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000
penduduk.2
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit
dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit
jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami
stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah 750/
100.000.3
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke
dari 28 rumah sakit di Indonesia. Survei Departemen Kesehatan RI pada
987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa
stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari
seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di
Nangroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.1

31

Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian


tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah
20,4%, lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr
Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung
koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke
iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid.1
2.5.

Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering

disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,


stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.7
1.

Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis
akan tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.8
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial,
jantung miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru

atau

bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
caisson).

32

Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun


dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya
emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85%
di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.7
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma,
diseksi aorta thorasik, arteritis).7
2.6

Faktor Risiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang
dokter untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa
faktor resiko stroke non hemoragik, yakni: 7,8
1.
2.
3.
4.

Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


Hipertensi
Merokok
Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri,
dan fibrilasi atrium kiri)

33

5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi
peningkatan viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien
dengan resiko tinggi mengalami stroke non hemoragik.7
Tabel 2.1. Faktor Risiko Stroke

2.7 Klasifikasi Stroke


Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis: 1
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah
hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada
progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu

34

Berdasarkan subtipe penyebab :9


a. Stroke lakunar
Terjadi

karena

penyakit

pembuluh

halus

hipersensitif

dan

menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa


jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark
yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabangcabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri
vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluhpembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak,
dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat,
bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus
jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan
tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan
tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering
berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke
yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya
serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke
kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di
kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik
dan evaluasi klinis yang ekstensif.
2.8

Patofisiologi

35

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah


satunya

adalah

aterosklerosis,

dengan

mekanisme

thrombosis

yang

menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli.
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai
emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma
yang kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga.
Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel
penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai
nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas
vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+
dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai
rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini
menyebabkan daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul
iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik
penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan
terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di
daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini
akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang
terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal

36

kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang


mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric
acida atau NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel,
sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke
iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan
kematian sel.
Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa,


fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi jaringan cerebral

Iskemia

Hipoksia

Metabolisme anaerob

Aktivitas elektrolit
terganggu

Nekrotik jaringan otak

Asam laktat

Na & K pump gagal

Infark

Na & K influk

Retensi cairan

Oedem serebral
Gg.kesadaran, kejang fokal,
hemiplegia, defek medan
penglihatan, afasia

37

Gambar 2.2 Patofisiologi Stroke Non Hemoragik


2.9. Gejala 2,10,11
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
a.
b.

Buta mendadak (amaurosis fugaks).


Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan

c.

(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.


Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral)

dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi

sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
a.

Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih

b.
c.
d.
e.

menonjol.
Gangguan mental.
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
Bisa terjadi kejang-kejang.

c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.


a.

Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih

b.
c.

ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih menonjol.


Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).

d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.


a.
b.
c.
d.

Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.


Meningkatnya refleks tendon.
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor),

e.

kepalaberputar (vertigo).
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).

38

f.

Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga

g.

pasien sulit bicara (disatria).


Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan

h.

daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi).


Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan
arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan
kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan
setengah lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata
(hemianopia homonim).
Gangguan pendengaran.
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.

i.
j.

e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior


a.
b.
c.
d.

Koma
Hemiparesis kontra lateral.
Ketidakmampuan membaca (aleksia).
Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.

f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur


a. Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
b.

dibagi dua yaitu, Aphasia


motorik adalah ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi
pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya
untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah
ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang lain, namun
masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau
sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya

c.

kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak.

Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara

kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca


kata,

tetapi

dapat

membaca

huruf.

Lateral

alexia

adalah

39

ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata.


d.

Jika terjadi ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.


Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya

e.

kerusakan otak.
Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal

f.

angka setelah terjadinya kerusakan otak.


Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti
penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau
menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama

g.

jari yang disentuh sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).


Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan

h.

dengan ruang.
Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku
akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere

i.

dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.


Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma
capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan

j.

massa di otak.
Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup
sejumlah kemampuan.

2.10. Diagnosis10
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
i. Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
ii. Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.

40

b. Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
i. Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase
akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau
bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali
dapat membantu membedakan infark, perdarahan otak, baik
perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid
(PSA).
ii. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara
tepat stroke dan subtipenya, untuk menidentifikasi penyebaba
utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan terapi dan
strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan
pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan akan berbeda dari pasien ke
pasien.8
a.

CT-Scan dan MRI


Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari

sroke adalah
Computerised Topography Scan (CT-Scan) dan

Magnetic

Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT-Scan dan MRI


masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap
citra

individual

memperlihatkan

irisan

melintang

otak,

mengungkapkan daerah abnormal yang ada di dalamnya.


Pada CT-Scan, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah
yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa
dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi
yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 20
menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi minimal keculi
pada wanita hamil. CT-Scan sangat handal mendeteksi perdarahan

41

intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik


ringan, terutama pada tahap paling awal. CT-Scan dapat memberi
hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan)
hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk
menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang
magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI
biasanya berlangsung sekitar 30 menit. Alat

ini tidak dapat

digunakan jika terdapat alat pacu jantung atau alat logam lainnya di
dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar mungkin tidak dapat
masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian lagi merasakan
ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan menjalani prosedur
meski sudah mendapat obat penenang.
Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan
nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT-Scan dalam mendeteksi
stroke iskemik, bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka
dibandingkan CT-Scan dalam mendeteksi perdarahan intrakranium
ringan.
b.

Ultrasonografi (USG)
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan

gelombang suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan


untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di
arteri

utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan

relatif cepat (sekitar 20-30 menit).


c.

Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak

dalam citra
sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X
kemudian dapat

42

memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala dan leher.


Angiografi otak
menghasilkan gambar paling akurat mengenai arteri dan vena dan
digunakan untuk mencari penyempitan atau perubahan patologis
lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko
kematian pada satu dari setiap 200 orang
yang diperiksa.
d.

Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum

jelas. Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk


menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga
dilakukan untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini
memerlukan waktu sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah
pembiusan lokal.
e.
EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama
jantung atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab
stroke. Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa
menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
f.

Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan

untuk mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru.


Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk
mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini
cepat dan tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian
khusus untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak
diperlukan.

g.

Pemeriksaan darah dan urine

43

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi


penyebab stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip
stroke. Pemeriksaan yang direkomendasikan:

Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti


trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk
sikle cell disease).

Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis


atau vaskulitis lainnya.

Serologi untuk sifilis.

Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau


hiperglikemia.

Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke.


Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine

untuk mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal.


Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke
non-hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para
dokter yang bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan
medis yang sangat terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan
penunjang yang memadai (misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa
peneliti mencoba membuat perbedaan antara kedua jenis stroke
dengan menggunakan tabel dengan sistem skor.
Skor diagnosis stroke menurut Siriraj
(2,5 X DK) + (2 X MT) + (2 X NK) + (0,1 X TD) (3 X TA) 12

Kesadaran ( x 2,5 )

Bersiaga

44

Muntah ( x 2 )

Nyeri kepala dalam


2 jam ( x 2 )
Tekanan Diastolik ( DBP )
Atheroma markers ( x 3 )
diabetes, angina,
claudicatio intermitten

4
5

Pingsan
Semi koma, koma
No
Yes
No
Yes

Konstanta
Total skor =
Interpretasi skor
Skor

None
1/>

1
2
0
1
0
1
DBP x 0,1
0
1

- 12

-1
1

=
=

Infark
Hemoragik

Skor diagnosis stroke menurut Prof. Djoenaidi Widjaja


1.TIA sebelum serangan
2.Permulaan serangan :

SKOR
1

- Sangat mendadak (1-2 menit)

6,5

- Mendadak (beberapa menit 1 jam)

6,5

- Pelan-pelan (beberapa jam)


3.Waktu serangan :
- Waktu kerja
- Waktu istirahat / tidur
- Waktu bangun tidur
4.Sakit kepala waktu serangan :

1
6,5
1
1

- Sangat hebat

10

- Hebat

7,5

- Ringan

- Tidak ada
5.Muntah :

- Langsung habis serangan

10

- Mendadak (beberapa menit beberapa jam)

7,5

- Pelan (satu hari atau lebih)

TOTAL SKOR

45

- Tak ada
6.Kesadaran :

- Hilang waktu serangan (langsung)

10

- Hilang mendadak (beberapa menit beberapa jam)

10

- Hilang pelan-pelan (satu hari atau lebih)

- Hilang sementara kemudian sadar pula (sepintas)

- Tidak ada
7.Tekanan darah :

- Waktu serangan sangat tinggi ( > 200 / 110 )

7,5

- Waktu MRS sangat tinggi ( > 200 / 110 )

7,5

- Waktu serangan tinggi ( > 140 / 110 ; < 200 / 110 )


- Waktu MRS tinggi (> 140 / 110 ; > 200 / 110 )
8.Tanda rangsangan selaput otak

1
1

- Kaku kuduk hebat

10

- Kaku kuduk ringan

- Tidak ada
9.Fundus Okuli

- Perdarahan subhyaloid

10

- Perdarahan retina (flamed shaped)

7,5

- Normal
10.Pupil

- Isokor

- Anisokor

- Pin point kanan / kiri

10

- Midriasis kanan / kiri

10

- Kecil + reaksi lambat

10

- Kecil + reaktif
11.Darah
- Leukositosis > 10.000/mm3
- CPK meningkat
12.Febris :

10
1
1

- < 1 hari

- > 1 hari

46

TOTAL SKOR
Keterangan :
Bila skor : 20, maka ini tergolong stroke perdarahan
< 20, maka ini termasuk infark

Gambar 2.3. Alogaritma Stroke Gajah Mada

Algoritma Stroke Gajah Mada (ASGM) :

47

2.11. Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk
menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan
termasuk diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam
jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba. Keputusan penting pada
manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi, pengontrolan
tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian
terapi trombolitik.12
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak
adekuat atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.13
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari
cairan mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral
jika fungsi menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu
sebaiknya dianjrkan melalui selang nasogastrik.13
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait
dengan prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi
pada trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh
diberikan cairan intravena yang mengandung glukosa dalam

48

jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan


memicu iskemik serebral eksaserbasi.Pengontrolan gula darah
harus dilakukan secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula
darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan
terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang
untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian
insulin.13
Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas
gula darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu
selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose
40% iv sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya. 13
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral
lebih maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya,
berbaring telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus
stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan
kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.13
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada
stroke atau peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki
kemampuan vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen
arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO) untuk
mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif
untuk menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya
tekanan perfusi yang nantinya akan semakin memperberat
iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi anti
hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120
mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik.13

49

Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada


pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien
tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik,
tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah
diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan
organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa
adanya intervensi) dan gejala stroke serta komplikasinya harus
ditangani.13
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau
diastolik antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan
labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika tidak ada
kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10
menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai
alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan
menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis
maksimal

15

mg/jam.

Pilihan

terakhir

dapat

diberikan

nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target


pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15
persen.13
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD
sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg
maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan
tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar
tidak terjadi komplikasi perdarahan.Preparat antihipertensi yang
dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2
menit dapat diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat
digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam yang dititrasi
hingga dosis maksimal 15 mg/jam.13
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting.
Tekanan darah harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam

50

pertama, setiap 30 menit selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam


selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan darah
berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol
tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan13
1.

TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg


maka dapat diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit
yang dapat diulang selama 10-20 menit hingga maksimal 300

2.

mg atau jika diberikan lewat infuse hingga 2-8 mg/menit.


TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140
mmHg dapat diberikan labetolol dengan dosis diatas atau
nicardipine infuse 5 mg/jam hingga dosis maksimal

3.

15mg/jam.
Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD

dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.


f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami
demam karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah
onset) dapat menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah
penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan
dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.13
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah
onset stroke. Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan
untuk mengurangi tekanan intrakranial dengan cepat 13
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama
setelah onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan,
pencegahan terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat
antiepileptik tetap direkomendasikan 13

51

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan
secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya.14
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu
tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg
(maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus
IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal.Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.14
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6
jam setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik
tapi secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800
pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak
lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang
meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan perdarahan
intraserebral dijumpai sebesar 8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin
untuk digunakan di Eropa.15
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random
dalam skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya
kurang jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih
kurang jelas dan secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari

52

streptokinase. Sedang penelitian dari The Multicenter Acute Stroke


Trial-Europe

Study

Group (MAST-E)

dengan

menggunakan

streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam
setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan
streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan15.
b.

Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang

mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak


artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa
infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut 15.
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein
plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi:
lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam
dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan

acidic

mucopolysaccharide,

sangat

terionisir.Normal terdapat pada mast cells. Cepat bereaksi dengan


protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan darah.
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan.Heparin melepas
lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto
paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus
kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal:
5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit.

53

Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.


Kontraindikasi: sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian
obat dihentikan segala sesuatunya dapat kembali normal.Akan tetapi
kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan intravenous
lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg
protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit)15.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu
peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal
eritrosit,

keadaan

ini

menimbulkan

darah. Pentoxyfilline merupakan

obat

gangguan
yang

pada

aliran

mempengaruhi

hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi


jaringan

dengan

cara:

meningkatkan

fleksibilitas

eritrosit,

menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen


plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum
1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset15.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai
dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu penelitian di Eropa
(ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi dengan
dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari.
Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum.

54

Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam


salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80
persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara
konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).Ekskresi lewat
urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan
dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan:
nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.15
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin
antara lain adalah kemungkinan terjadi resistensi aspirin pada
dosis

rendah.

Hal

ini

memungkinkan

platelet

untuk

menghasilkan12-hydroxy-eicosatetraenoic acid, hasil samping kreasi


asam arakhidonat intraplatelet (lipid oksigenase).Sintesis senyawa
ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah aspirin, walaupun
penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis rendah
aspirin.15
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen
merusak

pembentukan

agregasi

platelet.Sayang

ada

yang

mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak efektif untuk wanita.15


2.12.

Komplikasi
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik
meliputi edema serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.15
1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi
meskipun agak jarang (10-20%)
2. Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras
adalah indikator independen untuk potensi pembengkakan dan
kerusakan. Manitol dan terapi lain untuk mengurangi tekanan
intrakranial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat, meskipun
kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih

55

lanjut belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi


hemoragik pada infark mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada
5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa adanya trombolitik.
Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan penurunan
neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan
hematoma yang memerlukan evakuasi.
3. Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode
pemulihan. Post-stroke iskemik biasanya bersifat fokal tetapi
menyebar. Beberapa pasien yang mengalami serangan stroke
berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder
dari stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti
gangguan kejang lain yang timbul sebagai akibat neurologis injury.
2.13.

Pencegahan Stroke

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan
pengendalian berbagai faktor resiko. Upaya ini ditujukan pada orang yang sehat
dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah terserang stroke.9
a. Mengatur pola makanan yang sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meingkatkan risiko
terkena serangan stroke. Sebaliknya, konsumsi makanan rendah lemak
jenuh dan kolesterol dapat mencegah terjadinya stroke.
b. Penanganan stress dan beristirahat yang cukup
Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari. Mengedalikan stress
dengan cara berfiki positif sesuai dengan jiwa sehat menurut WHO,
menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan
diri pada Tuhan Yang Maha Esa, dan mensyukuri hidup yang ada.
c. Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter dalam hal diet
dan obat
Faktor risiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, diabetes
melitus (DM) harus dipantau secara teratur. Faktor-faktor risiko ini dapat
dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet, dan gaya hidup sehat.
d. Anamnesis keluarga dapat bermanfaat untuk skrining seseorang mempunyai
faktor risiko stroke genetik.
e. Merokok tidak direkomendasikan

56

f. Peningkatan aktifitas fisik dianjurkan karena berhubungan dengan


penurunan risiko stroke
g. Pada individu overweight dan obesitas, penurunan berat badan dianjurkan
untuk menurunkan tekanan darah
h. Penghentian konsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat
2.14.

Prognosis
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang paling
penting adalah sifat dan tingkat keparahan defisit neurologis yang
dihasilkan.Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi
bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, agak kurang
dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%. Angka
yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana biasanya
terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar
15% memerlukan perawatan institusional.13

57

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
2. Sutrisno, A, 2007. Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang
Stroke. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
3. Bustan, Mn, 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka
Cipta : Jakarta.
4. Lumbantobing, S.M, 2003. Neurogeriatri. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
5. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005.
h.81-82.
6. Davis PG, Wagganer JD. 2005. Lipid and Lipoprotein Metabolism. In:
Moffatt RJ, Stamford B, editors. Taylor & Francis Group
7. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
8. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
9. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
10. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
11. Sugianto, P, 2001. Gangguan Fungsi Luhur Pada Penderita Stroke. Berkala
Ilmiah Kesehatan Fatmawati, Vol.3 No.8.
12. Chusid, JG 1993; Neuroanatomi Korelatif Dan Neurologi Fungsional,
cetakan ke empat, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
13. Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta.
14. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.

58

15. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer


dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit
Salemba Medika. Hal: 53-73

Anda mungkin juga menyukai