Anda di halaman 1dari 12

argentometri laporan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu
cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri
(titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya
didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan
larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang
digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan
pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam
larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara
sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan
indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam
larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator
titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum ini untuk menentukan konsentrasi sampel AgNO3 dengan cara titrasi
pengendapan dan menentukan pembakuan larutan natrium klorida dan perak nitrat serta
menentukan analisa sampel.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa (Cl- dan
CNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr, Volhard, dan
Fajans. Dan teknik pengendapan untuk memisahkan analit dari pengganggu-penggangunya
sehingga diperoleh bentuk yang tidak larut/kelarutannya kecil sekali
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan


ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).
(Khopkar,1990)
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar
larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam
larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.
AmBn Ma++ NbHasil kali kelarutan = (CA+)M (CB-)Ntitrasi argentometri adalah titrasi dengan
menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut.
Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan
terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks
yang stabil .
AgNO3 + 2 KCN K(Ag(CN)2) +KNO3
Ag+ + 2 nn- Ag(CN)2
Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk senyawa
kompleks yang tak larut .
Ag+ (Ag(CN)2)- Ag(Ag(CN)2)
Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent. salah satu kesulitan
dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang diendapkan
oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut
kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.
Titrasi Pengendapan
Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks)
Kesulitan mencari indikator yang sesuai
Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek kopresipitasi
Kelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu
tertentu.(dalam keadaan setimbang).
Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus
menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion
tertentu hingga terbentuk endapan.
Faktor yg mempengaruhi kelarutan
1 SUHU
2. SIFAT PELARUT
3. ION SEJENIS
4. AKTIVITAS ION
5. pH
.6 HIDROLISIS
7. HIDROKSIDA LOGAM
8. PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS
Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik.
Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam
keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki
kelarutan kecil (mis. Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu
didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam airdan tidak arut
dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang
besar dan tertarik oleh kationdan anion membentuk ion
hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yangdibebaskan pada saat
interaksi ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion
terhadap kerangka padat endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap

pelarutorganik, sehingga kelarutannya lebih kecil daripada


kelarutan dalam air. Pada analisis kimia,perbedaan
kelarutan menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Contoh : campuran kering Ca(NO3)2
+Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut,
sedangkan Sr(NO3)2tidak larut. Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam
larutan yang mengandung ion sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-]
tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 110-10)di dalam airmurni di mana [Ag+] = [Cl-]
= 110-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 110-4 M, maka
[Cl-] turun menjadi 110-6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke
dalam endapan terjadipenambahan garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.

Teknik penambahan ion sejenis dilakukan o


leh analis untuk tujuan :
1) menyempurnakan pengendapan
2) pencucian endapan dengan larutan yang
mengandung ion sejenis denganendapan
Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula terbentuk
suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi menyatakan
mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir tercapai.
Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan supernatan. Akan
tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag
sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar
(Underwood, 1986).
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir
ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan,
tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi
indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada
penukaan (Khopkar, 1990).
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula
indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan
krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator
asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel
dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana
basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I dengan ion Ag+.Kongo merah adalah
indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).
Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan. Indikator ini
memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna yang
disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika
endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika
endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi.
Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja

pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada
keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang
penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh
kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990).
Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk
pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena
pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut dalam
air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar
pemisahan dua zat. Kelarutanendapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung
satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan).
Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan
sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk
mencuci larutan selama penyaringan (Vogel, 1990).
Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam yang
berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas.
Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi
molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation
dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya (Vogel, 1990).
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk
kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut
dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis)
sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi (Vogel,
1990). Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi
jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa
reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti
gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung
sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga
pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak
boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan
sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe
indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang
digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan
AgNO3sebagai titran dan K2CrO4perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning
coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai
titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang
digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
(Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk
endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda
dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) AgCl(s)
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

2Ag+(aq) + CrO4(aq) Ag2CrO4(s)


Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat
terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu
banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) 2AgOH(s) Ag2O(s) + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau
sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka
secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya
ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
b. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai
indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk
endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) AgSCN(s) (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang
sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anionanion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih
yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka
titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) AgX(s)
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) AgSCN(s)
SCN-(aq) + AgX (s) X-(aq) + AgSCN(aq)
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya
melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant
bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling
mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion
halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai
contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan
larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan
dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat
tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
c. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat
diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih
macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa
lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang
digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk
mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah
muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar
permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas
mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang
koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih
ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga
butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka
Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi
dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap
endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga
muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun
Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ionion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion
Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna
keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau
kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan
diatas, yakni
(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat
warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan
menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya
penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus
dengan cepat. (Harjadi,W,1990)
Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa.
Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi
pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak
dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini
dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 10,0. Dalam larutan
asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit
sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat
terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4
- 2HCrO4 Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat
yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk
dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses
argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan
untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini
dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ AgCl + Na+

KCN + Ag+ AgCl + K+


KCN + AgCN K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan
sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk
garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena propes tersebut dikemukakan pertama kali oleh
Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks
dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. (Harizul, Rivai. 1995)
BAB III
BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
3.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan adalah perak nitrat, natrium klorida, indikator, sampel K dan aquades.
3.2. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan yaitu buret 50 ml, statif dan klem buret, corong, labu Erlenmeyer,
labu takar 100 ml, pipet volume 1 ml, pipet volume 25 ml, gelas kimia dan gelas ukur.
3.3. Metode Percobaan
3.3.1 Prosedur Pembuatan dan pembakuan AgNO3 0,1 N
Pembuatan : Sejumlah perak nitrat P larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 ml
larutan mengandung 16,99 g AgNO3.
Pembakuan: Sejumlah natrium klorida P keringkan pada suhu 100 120oC. Timbang
saksama lebih kurang 250 mg, larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan perak nitrat 0,1 N
menggunakan indikator 1 ml kalium kromat 5%, hingga terbentuk warna coklat merah lemah
3.3.2 Prosedur pembuatan dan pembakuan amonium thiosianat 0,1N
Pembuatan: Sejumlah ammonium tiosianat P larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000
ml larutan mengandung 7,612 g NH4CNS.
Pembakuan: Masukkan 25 ml perak nitrat 0,1 N yang ditakar saksama dalam labu
Erlenmeyer, encerkan dengan 50 ml air, tambahkan 2 ml asam nitrat P. Titrasi dengan larutan
ammonium tiosianat menggunakan indikator 2 ml besi (III) ammonium sulfat LP, hingga
terjadi warna coklat merah.
3.3.3 Metode-metode dalam titrasi argentometri
1. Metode Mohr; metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida
dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium
kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan
setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat
dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
2. Metode Volhard; Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan
baku kalium atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan
garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk
warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 1,5 N.
Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi
Fe(OH)3jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.
3. Metode K.Fajans; Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa
pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan
perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga
sedapat mungkin dalam bentuk koloid.
4. Metode Liebig; Pada metode ini tiitk akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator,
akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat

ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada
penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah
sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak
sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam
memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada
saat mendekati ititk akhir.
3.3.4. Prosedur Sampel
Serbuk
1.
aduk atau gerus sampai homogen.
2.
Timbang sebanyak 1 gram sampel di atas perkamen.
3.
Masukan sampel kedalam labu erlenmeyer.
4.
Tambahkan pelarut yang sesuai sebanyak 25 ml.
5.
Untuk sampel salep, panasakn labu erlenmeyer diatas water bath sambil diaduk, sampai
dasra salep melumer, lalu dinginkan kembali.
6.
Tambahkan indikator Fenolftalein kedalam larutan sampel.
7.
Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah dibakukan sampai timbul endapan.
8.
Lakukan penetapan kadar ini sebanyak minimal 3 kali.
9.
Hitung % kadar zat aktif dalam sample.
3.3.5. Prosedur Analisis Menurut Literatur
KI
- Timbang seksama 500 mg dalam lebih kurang 10 ml air, tambahkan 35 ml asam klorida P
dan 5 ml klorofrom P. titrasi dengan kalium iodat 0,05 N hingga warna ungu iodum hilang
dari lapisan kloroform. Tambah kalium iodat 0,05 m tetes demi tetes. Kloroformh berwarna
ungu. Titrasi lagi dengan kalium iodat 0,005 N. 1 ml kalium iodat 0,05 ~16,60 mg KI
- lebih kurang 500 mg di timbang seksama larutkan dalam 25 ml air, tambahn 1,5 ml asam
asetat encer dan tambah 10 ml AgNO3 0,1 N menggunakan indikator eosin add warna
endapan menjadi merah.
Reaksi : KI + AgNO3 KNO3 +AgI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembakuan Larutan baku AgNO3 dengan NaCl

AgNO3
Awal
Akhir
Terpakai
No
1
2

1
0
20,7
20,7
Berat NaCl
0,05
0,05

Perhitungan:
Normalitas AgNO3 1 :

2
20,7
24,7
Volume AgNO3
20,7
24,7

Normalitas AgNO3 2 :

Normalitas Rata-Rata :
v

Jadi Rata-rata Normalitas AgNO3 adalah 0,104N

4.2. Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :


Sample Obat: KI
BE KI: 166

AgNO3
Awal
Akhir
Terpakai

No
1
2
3

1
0
13,5
13,5

Berat KI
997 mg
998 mg
1000mg

VNa2EDTA rata-rata :
Berat rata-rata KI :
Perhitungan kadar :

Argentometri
Kadar Sebenarnya : 23,17%
Persen Kesalahannya:

Share this:

Twitter3

2
13,5
27
13,5

3
27
37,5
10,5

Volume AgNO3
13,5
13,5
10,5

Facebook2

II. ARGENTOMETRI
Pada titrasi argentometri terdapat tiga metoda yang terkenal yaitu, metoda
Mohr, Volhard dan Fajans.
METODA MOHR
Larutan yang mengandung ion Cl- / Br- dalam suasana netral dititrasi dengan
larutan baku AgNO3, menggunakan indikator K2CrO4. Reaksi yang terjadi adalah
reaksi pengendapan bertingkat sebagai berikut :
Cl- + Ag+ AgCl (endapan putih)
CrO42- + Ag+ Ag2CrO4 (endapan coklat merah)
Endapan Ag2Cr2O4 mulai terbentuk setelah semua Cl- diendapkan sebagai AgCl,
dan terjadi perubahan warna endapan dari putih menjadi coklat merah. Titrasi
dilakukan dalam suasana netral atau basa lemah (pH 7 10). Jika suasana
larutan terlalu asam akan mengurangi kepekaan indikator, sedangkan jika terlalu
basa akan terbentuk endapan AgOH atau Ag2O sebelum terbentuk endapan
Ag2CrO4 .
Pembuatan larutan baku NaCl 0,1 N
NaCl bersifat higroskopis, tetapi jika telah dikeringkan, maka larutannya dalam
air sangat stabil. Oleh karena itu, untuk pembuatan larutan baku, NaCl perlu
dikeringkan dahulu.
Caranya :
NaCl p. a. dikeringkan dalam oven pada suhu 250 350C selama 1 2 jam atau
dipijar dalam krus porselen pada nyala bunsen selama - 1 jam. Dinginkan
dalam eksikator sampai suhu kamar. Ditimbang dengan teliti 0,6 gram NaCl yang
telah kering dalam botol timbang bertutup dan dilarutkan dalam gelas piala kecil
dengan 25 mL akuades. Pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 mL.
Encerkan sampai garis tanda dan kocok sampai homogen.
Pembakuan larutan AgNO3 dengan larutan baku NaCl(Metoda Mohr)
Pipet 10,0 mL larutan baku NaCl, masukkan ke dalam labu titrasi. Tambahkan 1
mL larutan indikator K2CrO4. Larutan ini dititrasi dengan larutan AgNO3 yang
akan ditentukan konsentrasinya. Kocok kuat-kuat sampai timbul warna merah
muda yang jelas dan tidak hilang setelah dikocok. Titrasi dilakukan 3 kali
pengulangan atau lebih. Selisih volume antar titrasi maksimal 0.05 mL. Catat
volume AgNO3 (misal V1 mL).
Koreksi/blanko :
Ambil 1 mL larutan indikator K2CrO4, encerkan dengan akuades sampai volume
sama dengan volume akhir pada titrasi di atas. Titrasi dengan AgNO3. Catat
volume AgNO3 yang digunakan untuk titrasi sampai diperoleh titik akhir titrasi
(misal V2 mL). Maka volume AgNO3 yang digunakan untuk titrasi NaCl adalah V1
V2 mL.

Pembakuan larutan AgNO3


1

Pembuatan
Pada pembuatan larutan 0,1 N perak nitrat ini langkah
p e r t a m a y a n g dilakukan adalah menimbang AgNO
3
sebanyak 8,5 gram dalam botol timbang menggunakan neraca analitik.
Kemudian AgNO
3
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL selanjutnya diencerkan dengan
menambahkan akuades sampai tanda batas. Larutan AgNO
3
d a l a m l a b u u k ur d i k o c o k s a m p a i b e r c a mp u r d e n g a n akuades.2

Pembakuan
Metode yang digunakan pada pembakuan larutan AgNO
3
menggunakan larutan NaCl adalah metode Mohr. Pertama NaCl P yang sudah
dikeringkan pada suhu 100-120C sebanyak 125 mg ditimbang seksama
menggunakan neraca analitik. NaCld i ma s u k k a n k e d a l a m g e l a s
k i m i a l a l u d i t a m b a h k a n a k u a d e s s e c u k u p ny a u n t u k mengencerkan
NaCl. Aduk larutan menggunakan batang pengaduk sampai homogen.L a r u t a n
N a C l t e r s e b u t d i ma s u k k a n d a l a m l a b u u k u r 2 5 mL . L ar u t a n
t e r s e b u t diencerkan dengan menambahkan aquades ke dalamnya sampai tanda
batas. Larutan NaCl dikocok hingga homogen. Setelah itu dilakukan titrasi
menggunakan larutanAgNO
3
0,1 N. Buret diisi dengan larutan AgNO
3
sampai tanda batas. Untuk NaCldimasukkan dalam erlenmeyer lalu
ditambah indikator K
2
CrO
4
5% sebanyak 1 mL.Kemudian barulah menitrasi larutan NaCl dalam
erlenmeyer menggunakan larutanAgNO
3
setetes demi setetes melalui buret sampai terbentuk perubahan warna
danendapan berwarna coklat merah. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya
endapanwarna coklat merah. Perubahan warna tersebut terjadi karena
timbulnya Ag
2

CrO
4
(Alexeyev,V,1969). Percobaan ini dilakukan sampai 3 kali perulangan dan
volumeAgNO
3
yang diperlukan dari buret dicatat.P a d a a w a l s e b e l u m d i l a k u k a n t i t r a s i ,
l a r u t a n N a C l y a n g s u d a h di c a m p u r K
2
CrO
4
berwarna kuning. Namun setelah dititrasi dengan AgNO
3,
larutan NaCl berubah warnanya dan menghasilkan endapan. Endapan
Ag2Cr2O4 mulai terbentuk setelah semua Cl
diendapkan sebagai AgCl, dan terjadi perubahan warna endapandari
putih menjadi coklat merah. Titrasi dilakukan dalam suasana netral
atau basalemah (pH 7 10). Jika suasana larutan terlalu asam akan
mengurangi kepekaanindikator, sedangkan jika terlalu basa akan
terbentuk endapan AgOH atau Ag2Osebelum terbentuk endapan
Ag2CrO4(Narufiati,2009).

Anda mungkin juga menyukai