Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Identifikasi Foraminifera Dalam Endapan Turbidit Formasi Pemali Di


Daerah Rambatan, Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi
Jawa Barat
Alisah, Abdullah Alghani, Aditya Rasdi Metly, Adrizal Yazid,
Vijaya Isnaniawardhani
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Abstrak
Penelitian di daerah Rambatan dan sekitarnya ditujukan untuk mengidentifikasi fosil
foraminifera yang terdapat dalam batuan penyusunnya. Dengan mengetahui umur dan
zonasi batimetri kandungan fosil foraminifera, mekanisme pengendapan dapat
diinterpretasikan.Karakteristik batuan, termasuk arah jurus kemiringan, dideskripsi di
lapangan.Pengambilan sampel dilakukan untuk penelitian lebih lanjut di laboratorium.
Pengamatan laboratorium dimaksudkan untuk mengidentifikasi fosil foraminifera
planktonik dan bentonik. Umur masing-masing foraminifera planktonik ditentukan
dengan mengacu pada penarikan umur dari penelitian-penelitian sebelumnya, seperti:
Postuma (1971), Blow (1979), Bolli dan Saunders (1986). Zonasi batimetri foraminifera
bentonik ditentukan dengan mengacu pada Grimsdale dan Markoven (1955), Phleger
dan Parker (1951) serta van Marle (1992). Daerah Rambatanterutama tersusun oleh
batulempung Formasi Pemali berwarna abu-abu hingga coklat, lunak hingga agak keras,
bersifat karbonatan, dan sebagian besar menyerpih. Foraminifera planktonik yang
terkandung
pada
batulempung
antaralain:
Globigerina
seminulina
SCHWAGER,Globoquadrina altispira CHUSMAN & JARVISH, Orbulina universa
D'ORBIGNY, Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides sacculifer
BRADY, Globigerinoides sicanus DESTEFANI, Globorotalia archeomenardii BOLLI
dan Sphaeriodinellopsis subdehiscens CUSHMAN. Kumpulan foraminifera planktonik
ini mengindikasikan umur N13 atau Miosen Tengah. Kehadiran fosil rombakan
Globigerinoides sicanus dan Globorotalia archeomenardii (berumur N8 N9)
menunjukkan
proses
re-sedimentasi
pada
proses
pembentukan
batulempung.Foraminifera bentonik yang terkandung pada batulempung, yaitu
Heterolepa subhaidingeriPARR,Nodogenerina lepidula SCHWAGERdan Hanzawaia
grossepunctataEARLAND.Kumpulan foraminifera bentonik menunjukkan kisaran
kedalaman neritik luar dan batial atas. Berbagai kisaran kedalaman foraminifera
bentonik, ditunjang oleh struktur sedimen perlapisan bersusun, perariran sejajar,
perarian terpelintir, tikas seruling, dan tikas beban mengindikasikan mekanisme
pengendapan arus turbidit.
Kata kunci: foraminifera planktonik, foraminifera bentonik, Formasi Pemali,
Rambatan, turbidit

25

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

1. PENDAHULUAN
Daerah penelitian secara geografis
terletak antara 10802648 BT 10802931 BT dan 0700100 LS 0700341 LS. Secara administrasi lokasi
ini mencakup sebagian besar Desa
Rambatan dan sebagian lainnya Desa
Cijemit
di
Kecamatan
Ciniru,
Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa
Barat.
Lembar regional daerah
penelitian seluas 25 km2 (Gambar 1)
termasuk dalam peta Rupa Bumi
Indonesia (BAKOSURTANAL) lembar
Kadugede No. 1308 444.

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk


mengidentifikasi fosil foraminifera yang
terdapat dalam batuan penyusun daerah
Rambatan dan sekitarnya. Umur
masing-masing foraminifera tersebut,
khususnya
planktonik,
ditentukan
dengan mengacu pada penarikan umur
dari penelitian-penelitian sebelumnya,
yang dilakukan antara lain oleh:
Postuma (1971), Blow (1979), Bolli dan
Saunders (1986). Zonasi batimetri
foraminifera
bentonik
ditentukan
dengan mengacu pada Grimsdale dan
Markoven (1955), Phleger dan Parker
(1951) serta van Marle (1992).
Dengan mengetahui umur dan zonasi
batimetri fosil foraminifera yang
terdapat pada batuan penyusun,
interpretasi mekanisme pengendapan
dapat dilakukan. Hasil kajian ini
diharapkan dapat menambah informasi
geologi bagi penelitian selanjutnya.

2. GEOLOGI REGIONAL
Van Bemmelen (1949) telah
membagi Jawa Barat menjadi beberapa
jalur fisiografi dan struktural dimana
daerah penelitian termasuk pada jalur
struktur geologi Zona Bogor bagian
Timur yang telah terlipat kuat sehingga
menghasilkan antiklinorium dengan
sumbu berarah Barat Timur.
Berdasarkan peta geologi regional
lembar Tasikmalaya, Jawa Barat
(Budhistrina, 1986) formasi tertua
penyusun daerah penelitian adalah
Formasi Pemali, yang tersusun oleh
napal globigerina, kelabu kebiruan dan
hijau keabuan, umumnya berlapis
buruk, bersisipan batugamping pasiran,
biru keabuan. Tebal sekitar 500 m.
Formasi Halang menutupi batuan yang
telah terbentuk sebelumnya. Formasi
Halang merupakan endapan turbidit
terdiri atas perselingan batupasir,
batulempung dan batulanau dengan
sisipan breksi dan batupasir gampingan.
Tebal melebihi 400 m.
Van
Bemmelen
(1949)
mengemukakan bahwa bagian utara
zona Bogor ini dipengaruhi struktur
geologinya dengan gaya dari arah
selatan. Gaya tersebut mengakibatkan
perlipatan dan sesar naik. Inti dari
perlipatan ini terdiri atas batuan
sedimen berumur Miosen sedangkan
sayapnya terdiri dari batuan sedimen
Pliosen. Aktifitas tektonik terjadi dalam
dua periode tektonik yaitu: periode Intra
Miosen atau Miosen Pliosen dan
periode Pliosen Plistosen.
Sumbu lipatan pada umumnya
berarah Timur Tenggara Barat
Baratlaut demikian pula dengan sesar
normal dan sesar naik dapat dipetakan
secara regional. Lipatan dan sesar naik
yang terbentuk diduga dipengaruhi oleh
adanya gaya kompresi terhadap batuan
sedimen pada laut Tersier, dengan arah
utama Selatan Baratdaya Utara
Timurlaut. Sedangkan sesar normal
diindikasi terbentuk pada Kuarter,
akibat gaya tegangan yang berkaitan
26

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

dengan terjadinya kegiatan gunung


berapi seperti G. Careme.
Pengangkatan dan perlipatan lemah
jelas masih berlangsung di daerah ini
sampai sekarang, terbukti dari adanya
undak-unduk sungai diantara beberapa
bukit.
Siklus
sedimentasi
kawasan
pegunungan Timur Zona Bogor berawal
dari Sub Zaman Neogen hingga
Kuarter.
Endapan
batulempung,
batupasir, batugamping dan serpih yang
tersusun sebagai Formasi Pemali
merupakan formasi tertua pada kawasan
tersebut. Berakhirnya siklus sedimentasi
Paleogen, ditandai dengan Sub Marine
eruption of basalt pada Miosen Bawah
sampai Miosen Tengah berupa retas,
sumbat gunungapi pada formasi di atas.
Di daerah sebelah Barat, kegiatan
tersebut membentuk endapan Formasi
Halang yang berlingkungan laut dalam,
endapannya
berupa
batulempung,
batupasir tufaan, batupasir gampingan
dan breksi andesit.
Pada akhir Miosen Tengah
bagian selatan mengalami pengangkatan
pada daerah antiklinal yang disertai
penurunan di daerah bagian Utara
sehingga
memungkinkan
diendapkannya batuan Miosen Atas
Pliosen, selain itu juga terjadi terobosan
batuan andesitik dan basaltik yang
membentuk
Formasi
Kumbang.
Pengaruh kegiatan tersebut membentuk
struktur pelipatan yang jelas. Selama
terjadi kegiatan volkanik pada Miosen
Atas yang mengkompresikan dan
mengangkat endapan daerah Zona
Bogor, selama itu pula terjadi erosi kuat
yang kemudian diendapkan batuan
berusia Pliosen Bawah berupa endapan
klastik, berfasies litoral hingga neritik,
yaitu Formasi Kaliwangu. Endapan ini
letaknya tidak selaras di atas Formasi
Cidadap bagian Utara. Pada bagian
sebelah Timur pengendapan terus
berlangsung membentuk Formasi Tapak
dan menutupi Formasi Kumbang secara
selaras.

Kegiatan tektonik Plio Plistosen


menyebabkan terbentuknya pelipatan
dan sesar naik di daerah Utara Zona
Bogor. Setelah kegiatan ini berakhir,
dibentuk endapan Formasi Tambakan
yang berusia Pleistosen Bawah yang
menutupi secara tidak selaras batuan
lainnya.
Setelah itu mulai Plistosen Bawah
sampai Atas diendapkan bahan volkanik
tua dan endapan volkanik muda dari
Gunung Ciremai di bagian Timur Zona
Bogor.
3. GEOLOGI DAERAH
RAMBATAN
Geologi Daerah Rambatan telah
dikaji oleh Melty, dkk. (2014) dan dapat
diresumekan sebagai berikut.
Daerah Rambatan dan sekitarnya
membentuk geomorfologi yang terdiri
dari perbukitan vulkanik agak curam
dan curam, perbukitan struktural landai,
agak curam hingga curam. Pola
pengaliran sungai yang berkembang
adalah dendritik, subtrelis, subparalel
dan
subrektangular
(Berdasarkan
pembagian litostratigrafi tidak resmi,
daerah penelitian terdiri dari empat
satuan batuan, dengan urutan dari tua ke
muda, yaitu satuan batulempung (Tmbl,
berumur Miosen Tengah), intrusi diorit
porfiri dan intrusi basalt porfiri (Tdp,
Tbp berumur relatif lebih muda dari
satuan batulempung), dan satuan breksi
vulkanik (Qbxv, Kuarter) (Gambar 2).
Struktur geologi yang berkembang di
daerah penelitian adalah struktur lipatan
berupa antiklin Rambatan, antiklin
Cipedak dan sinklin Cipedak. Struktur
sesar berupa sesar sinistral Cipeteuy,
sesar dekstral naik Cipedak, sesar naik
Tarikolot; serta dijumpai struktur kekar
gerus (Tarikolot dan Cipeteuy).
Material
lempung
diendapkan
sebagai sedimen turbidit pada zona
batial atas pada Kala Miosen Awal
Tengah. Aktifitas tektonik dengan
tegasan utama relatif berarah UtaraSelatan telah mengangkat daerah
27

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

penelitian, membentuk struktur geologi


dan menyebabkan terobosan intrusi
diorit dan basalt porfiri. Setelah itu
dilanjutkan dengan terbentuknya hasil
erupsi gunung api Kuarter berupa breksi
vulkanik.
Pemberdayaan potensi daerah ini
antara yaitu pemanfaatan intrusi diorit
di daerah penelitian oleh warga sekitar
sebagai tambang batu (bahan galian
non-logam) untuk bahan bangunan.
Mata air, dan Sungai Cipedak memiliki
potensi yang cukup besar untuk
memenuhi kebutuhan pemakaian air
sehari - hari seperti minum dan mandi.
Kebencanaan yang mungkin adalah
longsoran pada daerah yang memiliki
kemiringan curam.

Gambar 2. Peta geologi daerah Rambatan dan


sekitarnya

4. METODE PENELITIAN
Objek penelitian yang terdapat di
lapangan berupa singkapan batuan yang
biasanya ditemukan di tepi sungai, dasar
sungai, tebing, dan dan tepi jalan.
Singkapan
tersebut
kemudian
dideskripsikan sifat sifat batuannya
serta arah jurus kemiringan batuannya,
dan selain itu dilakukan pengambilan
sampel untuk penelitian lebih lanjut di
laboratorium.
Pengamatan
laboratorium
dimaksudkan untuk mengidentifikasi
fosil foraminifera planktonik dan

bentonik. Sampel 50 gram dihancurkan,


dihaluskan
dengan
menggunakan
lumpang, mortar dan cawan. Sampel
direndam selama 15-20 menit dengan
zat pelarut hidrogen peroksida 30%
dengan perbandingan air 1:3, ditambah
2 butir pelet NaOH. Sampel dicuci dan
disaring, kemudian dikeringkan di
dalam oven. Sampel diamati di bawah
mikroskop, untuk melakukan picking
(memisahkan fosil dari sedimen) dan
fosil foraminifera diidentifikasi dengan
menggunakan kunci identifikasi dari
beberapa beberapa peneliti sebelumnya
seperti Postuma (1971), Bolli dan
Saunders (1986) serta van Marle (1992)
untuk selanjutnya
dideterminasi
taksonomi (pemberian nama fosil).
Dengan mengacu pada penelitian
sebelumnya, seperti Postuma (1971),
Blow (1979) serta Bolli dan Saunders
(1986), umur masing-masing fosil
foraminifera, khususnya planktonik
dapat ditentukan. Mengacu pada
Phleger dan Parker (1951), Grimsdale
dan Markoven (1955), serta van Marle
(1992) zonasi batimetri lingkungan
pengendapan dari foraminifera bentonik
dapat ditentukan. Umur maupun zonasi
batimetri fosil yang teridentifikasi dapat
digunakan dalam menentukan umur
batuan maupun menginterpretasikan
mekanisme
atau
proses
pengendapannya.
Hasil pengamatan laboratorium
akan diintegrasikan dengan pengamatan
lapangan khususnya unsur stratigrafi
dalam mengetahui sebaran batuan dan
penentuan urutan batuan dari tua sampai
muda. Unsur struktur sedimen di
samping dapat menentukan top dan
bottom perlapisan batuan, juga berguna
untuk
interpretasi
lingkungn
pengendapan berikut mekanismenya.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Stratigrafi
Fosil foraminifera plangtonik dan
bentonik terkandung dalam sampel
batuan sedimen yang berbutir halus
28

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

pada satuan batulempung. Satuan ini


tersebar di bagian selatan, utara, dan
timur daerah penelitian yang mencakup
sungai utama, yaitu Sungai Cipedak dan
beberapa anak sungai seperti Sungai
Cikapala dan Sungai Karangsari dengan
arah strike relatif Barat - Timur.
Berdasarkan
pengamatan
di
lapangan satuan ini disusun oleh
batulempung, dengan sispan batupasir.
Batulempung sebagai penyusun utama
memiliki
karakteristik
secara
megaskopis dicirikan dengan warna
lapuk kecoklatan sampai kehitaman,
warna segar abu-abu, tingkat kekerasan
lunak hingga agak keras, bersifat
karbonatan, dan sebagian besar
memperlihatkan
struktur
sedimen
menyerpih (Melty, dkk., 2014) (Gambar
3).

Gambar 4. Globigerina seminulina


SCHWAGER

Gambar 5. Globoquadrina altispiraCHUSMAN


& JARVISH

Gambar 6. Globigerinoides immaturusLEROY

Gambar 3. Singkapan batulempung menyerpih


sebagai penyusun utama satuan
batulempung(Melty, dkk., 2014)
Gambar 7. Globigerinoides sacculiferBRADY

5.2. Foraminifera planktonik


Analisis dilakukan terhadap sampel
batulempung
(GC/02/04).
Fosil
foraminifera planktonik yang dapat
teridentifikasi adalah: Globigerina
seminulina
SCHWAGER,
Globoquadrina altispira CHUSMAN &
JARVISH,
Orbulina
universa
D'ORBIGNY,
Globigerinoides
immaturus LEROY, Globigerinoides
sacculifer BRADY, Globigerinoides
sicanus DESTEFANI, Globorotalia
archeomenardii
BOLLI
dan
Sphaeriodinellopsis
subdehiscens
CUSHMAN (Gambar 47).

Berdasarkan tabel penarikan umur


menurut Postuma (1971), Blow (1979)
serta Bolli dan Saunders (1986), kisaran
umur foraminifera fosil-fosil tersebut
berurutan dari batas pemunculan
terawal adalah:
1. Globoquadrina altispira CHUSMAN
& JARVISH memiliki kisaran
umurN5 (batas pemunculan awal)
sampai
dengan
N19
(batas
kepunahan)dari zonasi Blow (1969).
2. Globigerinoides immaturus LEROY
memiliki kisaran umurN5 sampai
dengan sekarang.
3. Globigerinoides sacculifer BRADY
memiliki kisaran umurN6 sampai
dengan sekarang.
29

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

4. Globigerinoides
sicanus
DE
STEFANI,memiliki kisaran umurN8
sampai denganN9.
5. Globorotalia archeomenardii BOLLI
memiliki kisaran umurN8 sampai
dengan N9
6. Globigerina
seminulina
SCHWAGER,
memiliki
kisaran
umurN9 sampai dengan N18
7. Orbulina
universa
D'ORBIGNY,memiliki kisaran umur
N9 sampai dengan sekarang.
8. Sphaeriodinellopsis
subdehiscens
CUSHMAN memiliki kisaran umur
N12 sampai dengan N18.
Dari kisaran umur fosil foraminifera
tersebut,
diketahui
bahwa
Globigerinoides
sicanus
dan
Globorotalia archeomenardii yang
memiliki batas kepunahan pada N9
mengindikasikan umur lebih tua.
Sebaliknya,
kehadiran
Sphaeriodinellopsis subdehiscens yang
memiliki batas pemunculan awal pada
N13 berasosiasi dengan spesies lainnya
mengindikasikan umur lebih muda.
Mekanisme turbidit memungkinkan
terendapkan kembali material sedimen
dan fosil yang telah terbentuk
sebelumnya (re-sedimentasi). Hal ini
ditandai oleh kehadiran fosil rombakan
yang lebih tua dalam kumpulan fosil
berumur N13 atau Miosen Tengah.
Penentuan umur tersebut didukung
oleh
hasil
penelitian
oleh
Isnaniawardhani,
dkk.
yang
menyimpulkan suksesi endapan turbidit
di daerah Ciniru dan sekitarnya berumur
mulai dari tidak lebih muda dari N12
atau Miosen Tengah sampai dengan N16
- N17 Miosen Akhir.
5.3. Foraminifera bentonik
Foraminifera
bentonik
yang
ditemukan pada sampel antara lain
adalah:
Heterolepa
subhaidingeri
PARR,
Nodogenerina
lepidula
SCHWAGER
dan
Hanzawaia
grossepunctata EARLAND. Kisaran
zonasi batimetri dari foraminifera

bentonik tersebut adalah:


1. Heterolepa
subhaidingeriPARR
dijumpai dalam kisaran zona
batimetri neritik luar (100 200 m)
2. Nodogenerina
lepidula
SCHWAGERdalam zona neritik luar
sampai batial atas (100 300 m)
3. Hanzawaia
grossepunctataEARLANDdalamzon
a batial atas (200 600 m).
Berdasarkan hasil
pengamatan
lapangan
yang
memperlihatkan
perlapisan bersusun, perariran sejajar,
perarian terpelintir, tikas seruling, dan
tikas beban menunjukkan bahwa satuan
batulempung ini diendapkan pada
submarine fan.
Berdasarkan hasil
analisis kandungan fosil foraminifera
bentonik di atas maka lingkungan
pengendapannya adalah laut terbuka
pada zona batimetri batial atas.
Kumpulan foraminifera bentonik yang
menunjukkan
berbagai
kisaran
kedalaman
dimungkinkan
oleh
mekanisme endapan turbidit.
6. KESIMPULAN
1. Daerah Rambatan dan sekitarnya
terutama tersusun oleh batulempung
warna lapuk kecoklatan sampai
kehitaman, warna segar abu-abu,
tingkat kekerasan lunak hingga agak
keras, bersifat karbonatan, dan
sebagian besar menyerpih.
2. Foraminifera
planktonik
yang
terkandung
pada
batulempung
antaralain: Globigerina seminulina
SCHWAGER,Globoquadrina
altispira CHUSMAN & JARVISH,
Orbulina universa D'ORBIGNY,
Globigerinoides
immaturus
LEROY, Globigerinoides sacculifer
BRADY, Globigerinoides sicanus
DESTEFANI,
Globorotalia
archeomenardii
BOLLI
dan
Sphaeriodinellopsis
subdehiscens
CUSHMAN.
Kumpulan
foraminifera
ini
menunjukkan
kisaran umur N13 atau Miosen
Tengah. Kehadiran fosil rombakan
30

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Globigerinoides
sicanus
dan
Globorotalia
archeomenardii
BOLLI (berumur N8 N9)
menunjukkan proses re-sedimentasi
pada
proses
pembentukan
batulempung.
3. Foraminifera
bentonik
yang
terkandung pada batulempung, yaitu
Heterolepa
subhaidingeriPARR,Nodogenerina
lepidula
SCHWAGERdan
Hanzawaia
grossepunctataEARLAND.
Kumpulan foraminifera bentonik
menunjukkan kisaran kedalaman
neritik luar dan batial atas.
4. Kumpulan foraminifera bentonik
yang menunjukkan berbagai kisaran
kedalaman, ditunjang oleh struktur
sedimen
perlapisan
bersusun,
perariran sejajar, perarian terpelintir,
tikas seruling, dan tikas beban
mengindikasikan
mekanisme
endapan turbidit.
7. DAFTAR PUSTAKA
[1]Blow, W.H., 1969, Late Middle
Eocene to Recent Planktonic
Foraminiferal Biostratigraphy, Proc.
of
International
Conference
Planktonic Microfosil 1 st., Geneva
(1967), Proc. Leiden, E.J. Brill,
volume 1, hlm. 199 422, plates 154, text gambar 1-43, 1979, The
Cainozoic Globigerinida, Leiden E.J.
Brill, 421 hlm, 54 plates
[2]Bolli, H. M., dan Saunders, J. B.,
1986, Oligocene to Holocene Low
Latitude Planktic Foraminifera in
Plankton Stratigraphy, edited by
Bolli, H.M., Saunders, J.B., dan
Perch-Nielsen,
K.,
Cambridge
University Press, hlm. 155 262.
[3]Budhitrisna, T., 1986, Peta Geologi
Lembar Tasikmalaya, Jawa Barat,
skala 1:100.000, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
[4]Isnaniawardhani, V., Adhiperdana,
B.G., Nurdrajat, 2015, Biostratigrafi
Endapan Turbidit Miosen di Daerah

Ciniru,
Kabupaten
Kuningan,
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2015/05/
[5]Kastowo dan Suwarna, N., 1996,
Peta Geologi, Lembar Majenang,
Jawa Tengah, skala 1:100.000, Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Geologi, Bandung, Edisi ke-2
[6]Melty, A.R., Markus, C., Alghani, A,
Alisah, Yazid, A, 2014, Geologi
Daerah Rambatan dan Sekitarnya,
Kecamatan
Ciniru,
Kabupaten
Kuningan, Provinsi Jawa Barat,
Laporan
Pemetaan
Geologi
Pendahuluan,
Universitas
Padjadjaran, tidak dipublikasikan
[7]Phleger, Fred and Parker L. Frances,
1951. Foraminifera Species, Part II,
Scripps Institution of Oceanography,
La Jolla, California.
[8]Postuma, J.A., 1971, Manual of
Planktonic Foraminifera, Elsevier
Publishing Company, Amsterdam,
London, New York, 398 hlm.
[9]Van Bemmelen, R. W., 1949. The
Geology of Indonesia, col. I A:
General Geology of Indonesia and
Adjacement Archipelago. Martinus
Nijhoff. The Hague.
[10]Van Marle, 1992, Eastern Indonesia
Late Cenozoic Smaller Benthic
Foraminifera, Royal Netherlands
Academy, 328 hlm

31

Anda mungkin juga menyukai