Pedoman Nasional Penanggulangan TB PDF
Pedoman Nasional Penanggulangan TB PDF
PENANGGULANGAN
TUBERKULOSIS
Cetakan ke 8
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta 2002
I
1.
Program
Penanggulangan
Tuberkulosis
Pendahuluan
Sejak tahun 1995 program Pemberantasan Tuberkulosis Paru , telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (directly observed
treatment, shortcourse chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO. kemudian berkembang seiring dengan
pembentukan GERDUNASTBC, maka Pemberantasan penyakit Tuberkulosis Paru berubah menjadi Program
Penanggulangan Tuberkulosis (TBC).
Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberukan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan
strategi DOTS MERUPAKAN STRATEGI Kesehatan yang paling Cost-effective.
Dasar Kebijaksanaan :
1. Evaluasi program TBC yang dilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994 . (IndonesiaWHO Joint
evaluation on Nasional TB Program).
2. Lokakarya Nasional Program P2TBC pada September 1994.
3. Dokumen Perencanaan (Plan of action) pada bulan September 1994.
4. Rekomendasi Komite Nasional Penangulangan TBC Paru (KOMNASTBC , 9 September 1996).
5. GerdunasTBC (Gerakan Terpadu Nasional Prenanggulangan Tuberkulosis) 24 Maret 1999.
Dengan stategi DOTS, manajemen penanggulangan TBC di Indonesia ditekan pada tingkat kabupaten/kota.
2.
Latar Belakang
Masalah dunia
?? Mycobacterium tuberkulosis telah meng-infeksi sepertiga pendudiuk dunia.
?? Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar negara didunia, penyakit TBC tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidah berhasil disembuhkan, terutama
penderita menular (BTA positif).
?? Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang
(WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines of National Programme 1997) Di negara-negara berkembang kematian
TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah Diperkirakan 95% penderita TBC berada
di negara berkembang 75% penderita TBc adalah kelompok usia produktif (15- 50 tahun).
?? Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat.
?? Kematian wanita karena TBC lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (WHO).
Masalah Indinesia
?? Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :Tahun 1995, hasil survei kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah Penyakit
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan
penyakit infeksi.
?? Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar
140.000 secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita Baru TBC paru BTA
positif.
?? Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja belum dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian
juga Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
?? Tahun 19951998 cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10% dan error rate
pemeriksaan laboratorium belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85% .
?? Penatalaksanaan penderita dan sistim pencatatan pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan kesehatan baik
pemerintah maupun swasta.
?? Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan
kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat Antituberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).
3.
Visi
Tuberkulosis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Misi
?? Menetapkan kebijaksanaan, memberikan panduan serta membuat evaluasi secara tepat, benar dan lengkap
?? Menciptakan iklim kemitraan dan transparansi pada upaya penanggulangan penyakit TBC.
?? Mempermudah akses pelayanan penderita TBC untuk mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar mutu.
4.
Jangka Panjang
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit TBC dengan cara memutuskan rantai penularan sehingga
penyakit TBC tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Jangka Pendek
1) Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA positif yang ditemukan
2) Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% dari
perkiraan semua penderita baru BTA Positif.
5.
Kebijakan operasional
Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) meliputi Puskesmas, Rumah Sakit
pemerintah dan swasta BP4 serta Praktek Dokter Swasta (PDS) dengan melibatkan peran serta masyarakat secara
paripurna dan terpadu.
3)
Dalam rangka menyukseskan pelaksanaan penanggulangan TBC, Prioritas ditujukan terhadap peningkatan mutu
pelayanan penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi DOTS.
4)
Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap intensif minimal 80%, angka kesembuhan
minimal 85% dari kasus baru BTA positif dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar (angka kesalahan maksimal
5%).
5)
Untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang bermutu, maka dilaksanakan pemeriksaan uji silang (Cross Check)
secara rutin oleh Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan Laboratorium rujukan yang ditunjuk.
6)
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TBC Nasional diberikan kepada penderita secara cuma-cuma
dan dijamin ketersediaannya.
7)
Untuk mempertahankan kualitas pelaksanaan program diperlukan sistem pemantauan, Supervisi dan evaluasi
program.
8)
Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait sektor pemerintah dan swasta.
6.
STRATEGI
A.
1)
2)
3)
Paradigma Sehat
Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin serta meningkatkan cakupan Program.
Promosi Kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.
B.
1)
2)
3)
4)
5)
C.
1)
2)
3)
4)
8)
D.
E.
Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi diseminasi informasi dengan memperhatikan
peran masing-masing.
F.
Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : Perencanaan pelaksana monotoring dan evaluasi
serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
5)
6)
7)
G.
H.
Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.
Memperhatikan komitmen internasional.
7. KEGIATAN
A. Penemuan dan diagnosis penderita
? ? Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe tuberkulosis
? ? Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
? ? Pengobatan penderita dan pengawasan pengobatan
B. Cross check sediaan dahak
C. Pencatatan dan pelaporan
D. Penyuluhan tuberkulosis
E. Supervisi
F. Monitoring dan evaluasi
G. Perencanaan
H. Pengelolaan logistik
I.
Pelatihan
J. Penelitian
Uraian kegiatan tersebut diatas akan dibahas dalam bab tersendiri
8.
Organisasi Pelaksanaan
A. Tingkat pusat
Upaya penanggulangan TBC di tingkat pusat dibawah tanggung jawab dan kendali Direktur Jenderal PPM & PL.
Untuk menggalang kemitraan dibentuk Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS-TBC) yang
dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Tanggal 24 Maret 1999, bertepatan dengan peringatan hari TBC sedunia.
GERDUNAS-TBC merupakan organisasi fungsional yang terdiri dari Komite Nosional (KOMNAS), Komite Ahli (KOMLI), Tim
Teknis yang terdiri dari enam (6) Kelompok Kerja (Pokja).
Menteri Kesehatan dalam menetapkan kebijaksanaan umum dibantu oleh KOMNAS TBC.
Direktur Jenderal PPM & PL dalam menetapkan kebijaksaan teknis dibantu oleh KOMLI TBC yang anggotanya terdiri dari
para pakar berbagai disiplin ilmu, wakil dari organisasi profesi dan para pejabat terkait. Untuk pelaksanaan sehari-hari,
program dibantu oleh TIM TEKNIS, yang anggotanya terdiri dari berbagai unsur lintas program dan lintas sektor Tim
Teknis mempunyai 6 kelompok kerja (POKJA) yaitu :
1) Mobilisasi Sosial
2) Pelatihan
3) Monitoring & Evaluasi
4) Pendanaan
5) Logistik dan
6) Operasional
B. Tingkat Propinsi
Ditingkat propinsi dibentuk GERDUNAS-TBC propinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis bentuk dan struktur
organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
C. Tingkat Kabupaten/kota
Ditingkat kabupaten/kota dibentuk GERDUNASTBC kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan tim teknis, bentuk
dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota.
D. Unit Pelayanan Kesehatan
Dilaksanakan oleh Puskesmas Rumah Sakit BP4/klinik dan praktek dokter swasta.
E. Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan
Mikroskopis (PRM) dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS) yang secara keseluruhan mencakup
wilayah kerja dengan jumlah penduduk 50.000150.0000 jiwa. Pada keadaan geografis yang sulit dapat dibentuk
puskesmas pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
F. Rumah Sakit dan BP4
Rumah Sakit dan BP4 dapat melaksanakan semua kegiatan tatalaksana penderita TBC dalam hal tertentu Rumah sakit dan
BP4 dapat merujuk penderita kembali ke puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal penderita untuk mendapatkan
pengobatan dan pengawasan selanjutnya. Dalam pengelolaan logistik dan pelaporan rumah sakit dan BP4 berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
G. Klinik dan Dokter Proktek swata ( DPS )
Secara umum konsep pelayanan di Klinik dan DPS sama dengan pelaksanaan pada Rumah Sakit dan BP4 Dalam hal
tertentu, klinik dan DPS dapat merujuk penderita dan specimen ke puskesmas Rumah sakit atau BP4.
II
1.
DIAGNOSIS
PENDERITA
TUBERKULOSIS
A. Gejala Utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 ( tiga) minggu atau lebih
B.
??
??
??
??
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis . Oleh sebab itu setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas harus dianggap sebagai seorang Suspek tuberkulosis atau tersangka
penderita TBC dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2.
Bagian 1
ALUR DIAGNASIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Hasil BTA
+--
Hasil BTA
+++
++ -
Hasil BTA
---
Beri Antibiotik
Spektrum Luas
Periksa
Rontgen dada
Tidak ada
Perbaikan
Hasil
Menduku
ng TBC
Ada
perbaikan
Hasil Tidak
Mendukung
TBC
Ulangi periksa dahak
SPS
Penderita TBC
BTA Positif
Hasil
BTA
+++
+++--
Hasil
BTA - - -
Periksa Rontgen
Dada
Hasil
Mendukung TBC
Hasil
Rontgen
NEG
Lebih jelas lihat alur diagnosis TBC pada orang dewasa dihalaman berikut di Indonesia Pada saat ini uji tuberkulin tidak
mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TBC pada orang dewasa sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis karena tingginya prevalensi TBC Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan
bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan mycobacterium tuberculosis dilain pihak hasil uji tuberkulin positif
hanya menunjukan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan mycobacterium tuberculosis dilain pihak hasil uji
tuberkulin dapat negatif meskipu orang tersebut menderita tuberkulosis misalnya pada penderita HIV/AIDS malnutrisi
berat TBC miller dan morbili.
(b) Diagnosis Tuberkulosis pada anak
Diagnasis paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita misalnya dahak
bilasan lambung biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat sehingga sebagian besar diagnasis TBC anak
didasarkan atas gambar klinis gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan adanya TBc
pada anak kalau terdapat tanda tanda yang mencurigakan atau gejala gejala seperti dibawah ini :
1)
??
??
??
2)
??
Berat badab turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun
sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive).
Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan
adekuat.
Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai
keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel paling sering didaerah leher ketiak dan
lipatan paha (inguinal).
Gejala gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk)
tanda cairan didada dan nyeri dada.
Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare benjolan
(masa) di abdomen dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.
??
??
??
??
??
3) Gejala spesifik
Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang misalnya :
?? TBC Kulit/skrofuloderma
?? TBC tulang dan sendi :
?? Tulang punggung ( spondilitis ) : gibbus
?? Tulang panggul ( koksitis ) : pincang pembengkakan dipinggul
?? Tulang lutut : pincang dan / atau bengkak
?? Tulang kaki dan tangan
?? TBC Otak dan Saraf:
Meningitis : dengan gejala iritabel kaku kuduk muntah-muntah dan kesadaran menurun
?? Gejala mata
?? Konjungtivitis fliktenularis
?? Tuberkel koroid ( hanya terlihat dengan funduskopi )
?? Lain-lain
4) Uji Tuberkulin ( Mantoux )
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux ( pernyuntikan intrakutan ) dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26.
Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam milimeter, uji tuberkulin positif bila indurasi
>10 mm ( pada gizi baik ), atau >5 mm pada gizi buruk.
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif pada anak. Namun uji
tuberkulin dapat negatif pada anak TBC dengan anergi ( malnutrisi , penyakit sangat berat pemberian imunosupresif, dll ).
Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang.
5) Reaksi Cepat BcG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat ( dalam 3-7 hari ) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak
tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tubercolosis.
6) Foto Rontgen dada
Gambar rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit, harus hati-hati kemungkinan bisa
overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesar kelenjar hilu atau kelenjar
paratrakeal.
Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah:
?? Milier
?? Atelektasis /kolaps konsolidasi
?? Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
?? Konsolidasi ( lobus )
?? Reaksi pleura dan atau efusi pleura
?? Kalsifikasi
?? Bronkiektasis
?? Kavitas
?? Destroyed lung
Bila ada diskongruensi antara gambar klinis dan gambar rontgen harus dicurigai TBC.
Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA ( postero- Anterior ) dan lateral, tetapi kalau tidak mungkin PA saja.
7)
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit
didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan ( kultur ) memerlukan waktu yang lama cara baru untuk mendeteksi
kuman TBC dengan cara PCR ( Polymery chain Reaction ) atau Bactec masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis.
Demikian juga pemeriksaan serologis seperti Elisa, Pap, Mycodot dan lain-lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut
untuk pemakaian dalam klinis praktis.
8) Respons terhadap pengobatan dengan OAT
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC,
Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurugakan atau gejala-gejala klinis umum tersebut diatas, maka anak
tersebut harus dianggap TBC dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil di observasi selama 2 bulan . bila menunjukan
perbaikan, maka diagnosis TBC dapat dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh. Bila dalam
observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut diatas, keadaan anak memburuk atau tetap, maka anak
tersebut bukan TBC atau mungkin TBC tapi kekebalan obat ganda aatau Multiple Drug Resistent ( MDR ), Anak yang
tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah Sakit untuk mendapat penatalaksanaan spesialistik lebih jelas, lihat alur Deteksi
Dini dan Rujukan TBC Anak pada halaman berikut.
Penting diperhatikan bahwa bila pada anak dijumpai gejala-gejala berupa kejang kesadaran menurun, kaku kuduk,
benjolan dipunggung maka ini merupakan tanda-tanda bahaya,Anak tersebut harus segera dirujuk ke Rumash Sakit untuk
penatalaksanaan selanjutnya. Penjaringan Tersangka Penderita TBC . Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA positif
( Kontak serumah ), masyarakat ( kunjungan posyandu ) , atau dari penderita penderita yang berkunjung ke Puskesmas
maupun yang langsung ke Rumah Sakit
BAGAN 2
ALUR DETEKSI DINI DAN RUJUKAN TBC ANAK
Dianggap TBC
Ben OAT
Observasi 2
Bulan
Membaik
TBC
Memburuk / tetap
Bukan TBC
Rujuk Ke RS
OAT diteruskan
PERHATIAN
Bila terdapat tanda bahaya seperti
Kejang
Kesadaran menurun
Kaku Kuduk
Benjolan dipunggung
Dan kegawatan lain
Segera rujuk ke Rumah Sakit
Pemeriksaan lanjuta di RS
Gejala Klinis
Uji Tuberkulin
Foto Rontgen Paru
Pemeriksaan mikrobilogi dan serologi
Pemeriksaan Patologi anatomi
Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai
dengan prosedur di RS yang bersangkutan.
spondilitis TBC. Diagnosis pasti sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain . Ketepatan diagnosis tergantung ketersediaan alat-alat diagnosis misalnya peralatan rontgen ,
biopsi, sarana pemeriksaan patologi anatomi.seorang penderita TBC EKSTRA Paru kemungkinan besar juga menderita TBC
paru , oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dahak dan foto rantgen dada . Pemeriksaan ini penting untuk
penentuan paduan obat yang tepat.
4.
Umumnya diagnosis TBC Paru ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis ,namun pada kondisi tertentu
perlu dilakukan pemeriksaan rontgen.
A. Suspek dengan BTA Negatif
Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan periksa ulang dahak SPS. Bila hasilnya tetap negatif
lakukan pemeriksaan foto rontgen dada,
B. Penderita dengan BTA positif
Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang perlu dilakukan pemeriksaan foto
rontgen dada yaitu:
1) Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya sesak nafas berat yang memelurkan penangan khusus
contoh Pneumotorak ( adanya udara didalam ronggo pleura ), Pleuritis eksudativa
2) Penderita yang sering hemoptisis berat untuk menyingkirkan kemungkinan bronkiektasis ( pelebaran bronkus
setempat )
3) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif pada kasus ini pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan
untuk mendukung diagnosis TBC paru BTA positif
Catatan
? ? Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TBC paru. Beberapa gambaran yang patut dicurugai sebagai
proses spesifik adalah infiltrat, Kavitas, Kalsifikasi dan fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan
atau reaktif) dengan lokasi dilapangan atas paru ( apeks )
??
Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada pada seorang penderita yang diduga infeksi paru lain
dan tidak menunjukkan perbaikan pada pengobatan dengan antibiotik ada kemungkinan penyebabnya adalah TBC.
III
KLASIFIKASI
PENYAKIT dan
TIPE PENDERITA
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis memerlukan suatu definisi kasus yang memberikan batasan
baku setiap klasifikasi dan tipe penderita.
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus yaitu :
?? Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
?? Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA Negatif
?? Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
?? Tingkat keparahan penyakit ringan atau berat
1. TUJUAN PENENTUAN KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PENDERITA
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan paduan OAT yang sesuai dan
dilakukan sebelum pengobatan dimulai.
2. KLASIFIKASI PENYAKIT
Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura ( Selaput Paru )
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak , TBC Paru dibagi dalam :
1)
??
??
Pindahan ( Transfer in )
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu Kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten
ini Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /pindah (
Form TB 09 )
D. Setelah lalai ( Pengobatan setelah default / drop-out )
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang I bulan dan berhanti 2 bulan atau lebih , kemudian datang kembali
berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
E.
1)
??
??
Lain- lain
Gagal
Ada penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan
sebelum akhir pengobatan atau lebih).
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan.
2) Kasus Kronis
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2.
IV
1.
??
??
??
??
PENGOBATAN
PENDERITA
TUJUAN
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Menurunkan tingkat penularan
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu yang lebih lama
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z) dan Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZE ). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid ( H) dan
Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :
?? Penderita baru TBC Paru BTA Positif
?? Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat dan
?? Penderita TBC Ekstra Paru berat.
Tahap
pengobatan
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
Tahap Intensif
Dosis harian)
2 Bulan
2 Bulan
Tahap
lanjutan
( Dosis 3 X
seminggu )
Tablet
Etambutol
@ 250 mg
Jumlah hari /
kali menelan
obat
60
54
Tahap
Intensif
(dosis
harian)
Tahap
Lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)
Lamanya
Pengobata
n
Tablet
Isoniasid
@ 300 mg
Kaplet
Rifampisin
@ 450 mg
2 bulan
Tablet
Pirasinami
d @ 500
mg
3
1 bulan
5 bulan
Etambutol
Tablet @
250 mg
Tablet @
500 mg
Streptomis
in Injeksi
0,75 gr
Jumlah
Hari / Kali
Menelan
Obat
60
30
66
Lamanya
Pengobatan
Tablet Isoniadid
@ 300 mg
Kaplet Rifampisin
@ 450 mg
Tablet
Pirasinamid @
500 mg
Jumlah
hari
menelan obat
2 bulan
60
4 bulan
54
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari
selama 1 bulan
Tabel 4 : Paduan OAT Sisipan
Tahap
Pengobatan
Lamanya
Pengobatan
Tablet
Isponiasid @
300 mg
Kaplet
Rifampisin @
450 mg
Tablet
Pirasnandi @
500 mg
Tablet
Etambutol @
250 mg
Jumlah
hari/kali
menelan obat
Tahap Intensif
(dosis harian)
1 bulan
30
??
??
Pengobatan penderita BTAnegatif rontgen positif dengan kategori 3 ( ringan ) atau kategori 1 ( berat ) :
Penderita TBC paru BTA negatif , rontgen positif , baik dengan pengobatan kategori 3 ( ringan ) atau kategori 1 (
berat ) tetap dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 . Bila hasil pemeriksaan ulang dahak BTA
positif maka ada 2 kemungkinan:
1.
Suatu kekeliruan pada pemeriksaan pertama ( pada saat diagnsis sebenarnya adalah BTA positif tapi dilaporkan
sebagai BTA negatif ).
Penderita berobat tidak teratur
Seorang penderita yang diagnosa sebagai penderita BTA negatif dan diobati dengan kategori 3 yang hasil
pemeriksaan ulang dahak pada akhir bulan ke 2 adalah BTA positif harus didaftar kembali sebagai penderita gagal
BTA positif dan mendapat pengobatan dengan kategori 2 mulai dari awal.
2.
Bila pemeriksaan ulang dahak akhir tahap intensif pada penderita baru dan penderita pengobatan ulang BTA positif , dahak
menjadi BTA negatif pengobatan diteruskan ketahap lamjutan.
Bila pada pemeriksaan ulang dahak akhir pada tahap akhir intensif penderita BTA negatif Rontgen positif dahak menjadi
BTA posotof, penderita dianggap gagal dan dimulai pengobatan dari permulaan dengan kategori 2.
b) Sebulan sebelum akhir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 5 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu
sebelum akhir bulan ke 7 pengobatan ulang menderita BTA positif dengan katagori 2
c) Ahkir pengobatan
Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke 6 pengobatan pada penderita baru BTA positif dengan kategori 1 , atau
seminggu sebelum akhir bulan ke 8 pengobatan ulang BTA positif , dengan kategori 2.
Pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan ( AP) bertujuan untuk menilai
hasil pengobatan ( Sembuh atau gagal )
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak ( follow up paling sedikit 2 ( dua ) kali berturut-turut hasilnya negatif ( yaitu pada AP dan / atau sebulan Ap , dan
pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya ).
Contoh :
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP) , pada sebulan sebelum AP, dan pada akhir
intensif
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhit intensif ( pada penderita tanpa sisipan ) ,
meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya.
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada setelah sisipan ( pada penderita yang mendapat sisipan
) meskipun pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya.,
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada akhir intensif ( pada penderita tanpa
sisipan ), meskipun pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada setelah sisipan (pada penderita yang
mendapat sisipan meskipun pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
?? Bila penderita menyelesaikan pengobatan lengkap, tapi tidak ada hasil nya pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut
turut negatif , maka tidak dapat dinyatakan "sembuh" tetapi dinyatakan sebagai "pengobatan lengkap".
?? Bila BTA masih positif pada sebulan sebelum AP, pendrita dinyatakan gagal dan pengobatan nya diganti. Bila
penderita gagalsetelah pengobatan dengan kategori 1 Pengobatan diganti dengan kategori 2 mulai dari awal. Bila
penderita gagal setelah pengobatan dengan katagori 2, penderita dianggap sebagai "kasus kronik" kalau fasilitas
laboratorium memungkinkan , dilakukan uji kepekaan atau penderita tersebut dirujuk ke UPK spesialistik. Bila tidak
mungkin kepada penderita diberikan tablet isoniasid (INH) seumur hidup.
Untuk jelasnya lihat tabel 5 berikut ini
Tabel 5 : TIDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN ULANG DAHAK
TIPE PENRITA TBC
Penderita
dengan
kategori 1
URAIAN
HASIL BTA
Negatif
Positif
baru
positif
pengobatan
Sebulan sebelum
Pengobatan atau
pengobatan ( AP
Akhir
Akhir
Negatif keduanya
Positif
Negatif
Teruskan
pengobatan
dengan tahap lanjutan
Beri sisipan 1 bulan jika
setelah sisipan masih tetep
positif teruskan pengobatan
tahap lanjutan jika ada
fasilitas rujuk untuk uji
kepekaan obat
Sembuh
Belum ada pengobatan
disebut kasus kronik jika
mungkin rujuk kepada unit
pelayanan spesialistik bila
tidak mungkin beri INH
seumur hidup
Terus ketahap lanjutan
Akhir Intensif
Positif
Penderita
BTA
positif
dengan Pengobatan ulang
kategori 2
Negatif keduanya
Sebulan sebelum
pengobatan atau
pengobatan
akhir
akhir
Positif
Negatif
5.
khir Intensif
TINDAK LANJUT
Tahap lanjutan dimulai
Dilanjutkan dengan OAT
sisipanselama 1 bulan .Jika
setelah sisipan masih tetap
positif tahap lanjutan tetap
diberikan
Sembuh
Positif
Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai : Sembuh Pengobatan lengkap , meninggal . pindah
/Tranfer ( out ) Defaulter ( lalai ) DO dan Gagal
(a) Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatan nya secara lengkap dan pemeriksaan ulang
dahak ( Follow Up) paling sedikit 2 ( dua ) kali berturut-turut hasilnya negatif ( yaitu pada Ap dan/atau sebulan sebelum
AP, dan pada satu pemeriksaan Follow up sebelumnya )
Contoh:
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir pengobatan (AP) pada sebulan sebelum AP , dan pada akhir
intensif
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP dan pada akhir intensif ( pada penderita tanpa sisipan ),meskipun
pemeriksaan ulangdahak pada bulan sebelum AP tidak diketahui hasilnya.
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada AP, dan pada setelah sisipan ( pada penderita yang mendapat sisipan
), meskipun pemeriksaam ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya.
?? Bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada sebulan sebelum AP dan pada setelah sisipan ( pada penderita yang
mendapat sisipan meskipun pemeriksaan ulang dahak pada AP tidak diketahui hasilnya tindak lanjut : penderitas
dinberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
Penderita BTA Negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2 menjadi positif, Tindak lanjut berikan
pengobatan kategori 2 mulai dari awal.
7.
Seorang penderita kadang-kadang berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai , hal ini dapat terjadi karena
penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditetapkan. Petugas kesehatan
harus mengusahkan agar penderita yang putus berobat tersebut kembali ke UPK . Pengobatan yang diberikan tergantung
pada tipe penderita lamanya pengobatan selbelumnya, lamanya putus berobat dan bagaimana hasil pemeriksaan dahak
sewaktu dia kembali berobat untuk jelasnya lihat pada tabel 6 dan tabel 7 berikut
Tabel 6
PENGOBATAN PENDERIITA TBC BARU BTA POSITIF
YANG BEROBAT TIDAK TERATUR
Lama
pengobatan
sebelumnya
Kurang
bulan
dari
Lamanya
pengobatab
terputus
< 2 minggu
2-8 minggu
Perlu
tidaknya
pemeriksaan
dahak
Tidak
Tidak
>8 minggu
Ya
< 2 minggu
2 8 minggu
Tidak
1-2 bulan
> 8 minggu
Ya
Ya
Hasil
pemeriksaan
dahak
-
Tidak
2 8 minggu
Ya
> 8 minggu
Ya
> 2 bulan
Positif
-Negatif
Positif
Negatif
Positif
Negatif
< 2 minggu
Dicatat kembali
sebagai
Positif
Negatif
Positif
Negatif
Pengobatan
setelah Default
Pengobatan
setelah Default
Pengobatan
setelah Default
Pengobatan
setelah Default
Tindakkan
Pengobatan
Lanjutkan kat 1
Mulai lagi kat 1
dari awal
Mulai lagi kat 1
dari awal
Lanjutkan kat 1
Lanjutkan kat 1
Tambahkan
1Bulan Sisipan
Lanjutkan kat 1
Mulai dengan kat
2 dari awal
Lanjutkan kat 1
Lanjutkan kat 1
Mulai dengan kat
2 dari awal
Lanjutan kat 1
Mulai dengan kat
2 dari awal
Lanjutkan kat 1
Tabel 7
PENGOBATAN PENDERITA TBC DENGAN KATEGORI 2
Lama
pengobatan
sebelumnya
Kurang
Bulan
Dari
1 2 Bulan
Lamanya
pengobatab
terputus
< 2 minggu
2-8 minggu
Perlu
tidaknya
pemeriksaan
dahak
Tidak
Tidak
>8 minggu
Ya
< 2 minggu
Tidak
2 8 minggu
Ya
> 8 minggu
Ya
Hasil
pemeriksaan
dahak
-
Tidak
2 8 minggu
Ya
> 2 bulan
> 8 minggu
Ya
-Negatif
Positif
Negatif
Positif
Positif
Negatif
Positif
Negatif
8.
Positif
Negatif
< 2 minggu
Dicatat kembali
sebagai
Pengobatan
setelah Default
Pengobatan
setelah Default
Pengobatan
setelah Default
Pengobatan
setelah Default
Tindakkan
Pengobatan
Lanjutkan kat 2
Mulai lagi kat 2
dari awal
Mulai lagi kat 2
dari awal
Lanjutkan kat 2
Lanjutkan kat 2
Tambahkan
1Bulan Sisipan
Lanjutkan kat 2
Mulai dengan kat
2 dari awal
Lanjutkan kat 2
Lanjutkan kat 2
Mulai dengan kat
2 dari awal
Lanjutan kat 2
Mulai dengan kat
2 dari awal
Lanjutkan kat 2
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk
menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO
a)
??
??
??
??
Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan maupun penderita. Selain itu harus
disegani dan dihormati oleh penderita
Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita
Bersedia membantu penderita dengan sukarela
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita
BB
<10 kg
BB
10 20 kg
BB
20 33 kg
Isoniasid
50 mg
100 mg
200 mg
Rifampisin
75 mg
150 mg
300 mg
Pirasinamid
150 mg
300 mg
600 mg
Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus
dihentikan dan penderita harus segera dirujuk ke UPK spesialistik
Efek Samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak gejala-gejala ini sering dapat
ditanggulangi dengan obat-obat simptomatik atau obat sederhana , tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa
waktu selama pengobatan dalam hal ini pemberian OAT dapat diteruskan.
a) Isoniasid ( INH )
Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5 % penderita. Bila terjadi ikterus , hentikan
pengobatan sampai ikterus membaik . Bila tanda-tanda hepatitis nya berat maka penderita harus dirujuk ke UPK
spesialistik.
Efek samping INH yang ringan dapat berupa :
? ? Tanda- tanda keracunan pada saraf tepi, Kesemutan ,dan nyeri otot atau gangguan kesadaran. Efek ini dapat
dikurangi dengan pemberian piridoksin ( Vitamin B6 dengan dosis 5 10 mg perhari atau dengan vitamin B
Kompleksd )
? ? Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin ( Syndroma pellagra )
? ? Kelainan kulit yang bervariasi , antara lain gatal-gatal.
Bila terjadi efek samping ini pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis.
b) Rifampisin
Rifampisin bila diberikan sesuai dosis yang dianjurkan , jarang menyebabkan efek samping , terutama pada
pemakaian terus menerus setiap hari. Salah satu efek samping, terutama pada pemakaian teru menerus setiap hari
.Salah satu efek samping berat dari rifampisin adalah Hepatitis. Walaupunini sangat jarang terjadi Alkoholisme.
Penyakit hati yang pernah ada, atau pemakaian obat-obat hepatotoksis yang lain secara bersana akan meningkatkan
risiko terjadinga hepatitis. Bila terjadi ikterik ( kuning ) maka pengobatan perlu dihentikan, Bila hepatitis nya sudah
hilang /sembuh pemberian rifampisin dapat diulang lagi.
(a) Efek samping Rifampisin yang berat tapi terjadi adalah :
? ? Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas, kadang-kadang disertai dengan kolaps atau renjatan ( Syok
). Penderita ini perlu dirujuk ke UPK spesialistik karena memerlukan perawatan darurat.
? ? Purpura, anemia haemolitik yang akut , syok dan gagal ginjal bila salah satu dari gejala ini terjadi, Rifampisin
harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi meskipun gejalanya sudah menghilang
Sebaiknya segera dirujuk ke UPK spesialistik
(b) Efek samping Rifampisin yang ringan adalah :
? ? Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
? ? Sindrom flu berupa demam, menggigil , nyeri tulang
? ? Sndrom perut berupa nyeri perut , mual, muntah, kadang-kadang diare.
Efek Sampingringan sering terjadi pada saat pemberianu berkala dan dapat sembuh sendiri atau hanya memerlukan
pengobatan simtomatik, Rifampisin dapat menyebab kan warna merah pada air sesi, keringat , air mata, air liur. Hasil
ini harus diberitahukan kepada penderita agar penderita tidak jadi khawatir, Warna merah tersebut terjadi karena
proses metabolisme obat dan tidak berbahaya.
c) Pirasinamid
Efek samping utama dari penggunaan pirasinamid adalah hepatitis. Juga dapat terjadi nyeri sendi dan kadang
kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan berkurang nya ekskresi
danpenimbunan asam urat kadang kadang terjadi reaksi hipersensitas misalnya demam, mual kemerahan dan reaksi
kulit yang lain.
d) Streptomisin
Efek samping utama dari streptomisin adalah kerusakkan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran, Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan
umur penderita. Kerusakan alat keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bullan pertama dengan tanda-tanda telinga
mendenging ( tinitus ), pusing dan kehilangan keseimbangan Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan
atau dosisnya dikurangi dengan 0,25 gr jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah
dan menetap ( kehilangan keseimbangan dan tuli ) . Risiko ini terutama akan meningkat pada penderita dengan
gangguan fungsi ekskresi ginjal. Reaksi hipersensitas kadang-kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba
disertai dengan sakit kepala., muntah dan eritema pada kulit hentikan pengobatan dan segera rujuk penderita ke UPK
spesialistik. Efek samping sementara dan ringan misalnya reaksi setempat pada bekas suntikan , rasa kesemutan
pada sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu (
jarang terjadi ) maka dosis dapat dikurangi dengan 0,25 gr stoptomisi dapat menembus barrier plasenta sehingga
tidak boleh diberikan pada wanit hamil sebab dapat merusak saraf pendengaran janin,
e) Etambutol
Etambutol dapat menyebab kan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman Penglihatan, buta warna
untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai.
Efek samping jarang terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB per hari atau 30 mg/kg BB yang diberikan tiga ( 3) kali
seminggu. Setiap penderita yang menerima etambutol harus diingatkan bahwabila terjadi gejala-gejala gangguan
penglihatan supaya segera dilakukan pemeriksaan mata. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa
minggu setelah obat dihentikan. Karena risiko kerusakan okuler sulit dideteksi pada anak-anak , maka etambutol
sebaiknya tidak diberikan pada anak.
Tabel 9 dan Tabel 10 berikut menjelaskan efek samping dengan pendekatan gejala tabel 9 Untuk efek samping ringan
sedangkan tabel 10 untuk efek samping berat
Tabel -9:
Efek Samping Ringan dari OAT :
Efek Samping
Penyebab
Enanganan
Rifampisin
Pirasinamid
INH
Rifampisin
Beri aspirim
Beri Vitamin 86 ( PIRIDOXIN per hari
Tidak erlu diberi apa-apa tapi perlu
penyelasan kepada penderitas
Tabel -10
Efek Samping berat dari OAT
Efek Samping
Penyebab
Penatalaksanaan
Ikut
petunjuk
dibawah *)
Tuli
Streptomisin
Strptomisin
Etambutol
dihentikan
ganti
Gangguan keseimbangan
Streptomisin
Streptomisin
Etambutol
dihentikan
ganti
Gangguan penglihatan
Etambutol
Hentikan Etambutol
Rifampisin
Hentikan Rifampisin
penatalaksanaan